Mardawa berlari sesaat setelah keluar dari Istana Ratu Kali Wingit. Dia harus mencari Dewi Rimbu yang membawa Semboja. Dirinya harus menanyakan perkembangan Semboja dalam mempelajari ilmu kanuragan.Setelah berlari beberapa menit, Mardawa akhirnya menemukan Dewi Rimbu yang sedang beristirahat di bawah pohon besar di tepi sungai. "Dewi Rimbu, mana Semboja?" tanya Mardawa curiga. Dia tidak melihat gadis itu bersama dengan Dewi Rimbu. Mardawa khawatir dengan keadaan Semboja.Lelaki itu mendekati Dewi Rimbu dengan cepat dan langsung menanyakan bagaimana keberadaan Semboja.Dewi Rimbu kaget dan memasang kuda-kuda. Tadi dirinya tengah bersantai sejenak melepas lelah setelah bertarung dengan Dewi Arum, penguasa Hutan Tatuka.Setelah melihat Mardawa dia bernapas lega. Perlahan-lahan dia turunkan tangannya yang bersiap menyerang lelaki tersebut.Dewi Rimbu menjawab, "Aah, rupanya kamu, Mardawa. Semboja sedang berlatih dengan tekun untuk menguasai ilmu kanuragan, dia cukup berbakat dalam hal i
Semboja dan Dewi Rimbu berlari keluar dari hutan. Mereka harus secepatnya kembali ke goa tempat mereka tinggal. Sudah cukup bagi mereka untuk beristirahat. Hari sudah mulai gelap.Jleng!Seorang lelaki datang menghadang. Tentu saja membuat gadis itu terkejut. Semboja langsung mengenali orang tersebut."Juragan Pranata." Semboja tahu sekali siapa yang datang itu. "Lelaki tua, mengapa menghalangi jalan kami?" teriak Dewi Rimbu. Muka gadis itu tampak berubah, rupanya dia tidak suka dengan kehadiran Pranata. "Tidak ada yang menghalangi jalanmu, Cantik, Hahaha hahaha hahaha." Pranata menjawab sambil tertawa terbahak-bahak. Dia pura-pura minggir ke tepi jalan setapak itu.Semboja waspada dengan ilmu yang baru saja dikuasainya. Sementara Dewi Rimbu tidak tahu siapa Juragan Pranata. Rupanya dia lupa pernah bertempur dulu dengan Panji. Panji adalah anak buah Pranata."Aku tidak mengenalmu dan tidak ada urusan denganmu, Juragan. Menepilah! Aku masih banyak urusan!" Dewi Rimbu berteriak dengan
Semboja dan Dewi Rimbu bersiap-siap untuk menyerang Pranata. Hampir seketika, keduanya menyerang. Dewi Rimbu bergerak cepat, menggunakan ilmu silat Banyu Biru untuk membuka pertahanan Pranata.Sementara itu, Semboja menggunakan ilmu yang diajarkan Dewi Rimbu untuk menyerang Pranata dari belakang.Berdasarkan instruksi Dewi Rimbu, Semboja mengangkat pedangnya tinggi-tinggi dan bersiap untuk serangan mereka berdua. Pranata berdiri tegak menunggu, siap untuk menghadapi apa pun yang mereka lakukan.Pertarungan tersebut akhirnya mencapai puncaknya. Pedang Semboja beradu, meluncur cepat menebas udara menuju Pranata. Serangan ganda mereka mengejutkan Pranata, membuatnya bergeming sejenak. Namun, hanya sebentar. Dengan cepat dan tangkas, satu tangan Pranata memegang pedang Semboja, sementara tangan yang lain menangkis serangan dari Dewi Rimbu."Mereka berdua … sangat hebat," Pranata membatin sambil mengerutkan keningnya. Dia merasakan tekanan dari serangan mereka berdua. Jantungnya berdegup
Mardawa menatap Semboja yang tertunduk. Dia merasa nyaman berada di dekat gadis tersebut. Begitu juga Semboja, sejak pertemuannya dulu dirinya tertarik kepada pemuda itu Di tengah gemerlap mentari yang mengintip di ufuk timur, di bawah keteduhan rimba yang menyimpan nafsu dan cinta, keduanya merajut janji. Janji yang akan membawa angin perubahan bagi kehidupan mereka. "Bagaimana latihanmu, Semboja?" tanya Mardawa sambil tergagap. Dia bingung harus memulai dari mana. Bahkan kata-kata manis yang sudah disusun rapi raib bagai debu tertiup angin.Semboja mengeluh dalam hatinya. Bukan kata-kata mesra yang didengarnya tapi tentang ilmu kanuragan. Meskipun begitu dirinya sangat bahagia. Apa pun topik yang dibahas asal Mardawa di sisinya tetap mengasyikan."Seperti yang Kakang lihat tadi. Aku sudah berhasil menguasai jurus bermain pedang. Dewi Rimbu mengajarkan aku banyak hal." Semboja menjawab sambil tetap menunduk. Rasanya badan panas dingin, karena dalam hidupnya baru dengan Mardawa dia
Mardawa yang berdiri di samping Semboja merasa tersindir dengan kata-kata Kusuma. Mukanya merah, malu sudah mengajak Kusuma berduaan dengannya. Dewi Rimbu memang keterlaluan. Wanita itu pergi entah ke mana, meninggalkan mereka berdua. Ini malah menjadi boomerang buat mereka. "Jaga ucapanmu, Kusuma!" sergah Mardawa. Dia tidak terima jika dituduh melakukan perbuatan tidak senonoh. Bagaimanapun, dirinya masih punya batasan."Aku tidak bicara padamu, Kakang. Aku bicara sama gadis kegatelan ini!" teriak Kusuma sambil menunjuk ke arah Semboja. Wajahnya tampak sangat emosi karena kecemburuan yang sangat besar. Dirinya sudah rela menjalani latihan yang keras, demi cintanya pada Mardawa. Gadis itu yakin, jika dirinya mempunyai ilmu kanuragan tentu Mardawa akan tertarik padanya."Dia bersamaku di sini. Aku pergi sebentar mencari daun-daunan untuk obat. Ada yang salah dengan Semboja?" Tiba-tiba ada suara wanita menengahi. Wanita itu datang bagaikan siluman, tahu-tahu ada di hadapan mereka.Kusu
Panji membawa kabar mengenai ancaman Mardawa. Pemuda itu mengatakan bahwa Dewi Rimbu telah bergabung dengan Mardawa untuk menyerang Perguruan Serigala Putih. Itu merupakan ancaman baru untuk mereka. Rupanya sekarang pendekar sudah berkongsi untuk melenyapkannya. Pranata marah mendengar kabar tersebut. Dia harus mengatur strategi jitu untuk mengalahkan Mardawa. Pemuda itu yang harus lebih dulu dimusnahkan. Jika Pranata sudah tidak ada di muka bumi ini, pendekar yang lainnya adalah urusan kecil bagi Pranata."Hmm, aku pikir kita bisa menggunakan kekuatan hitam untuk menyelesaikan masalah ini," kata Pranata bergumam. "Atau menggabungkan kekuatan air dan api." Beberapa jurus yang disebutkan terakhir, baru saja dikuasainya setelah dirinya bergabung dengan kekuatan hitam yang misterius."Panji, susun rencana yang bagus untuk menghadapi serangan mereka!" suruh Juragan Pranata. Panji adalah muridnya yang bisa dipercaya, beberapa kali berhasil dalam perampokan ke kampung-kampung."Baik, Jurag
Mardawa terkejut, hampir saja dia terjatuh dari dahan tempatnya tidur. Suara lolongan serigala itu mengagetkan dirinya yang tengah tidur-tidur ayam. Di benaknya langsung berbunyi tanda bahaya. Serigala itu begitu cepat jika sudah minta korban."Seperti suara serigala saat kedatangan Ratu Kali Wingit dan Ratu Duyung dulu." Mardawa membatin. Dia duduk tegak, meruncingkan telinga agar jelas arah mana yang harus didatangi.Mardawa buru-buru turun dengan cara bersalto. Kakinya menyentuh tanah dan berusaha meredakan degup jantungnya yang masih berdebar kencang. Dia ingat betul saat Ratu Kali Wingit dan Ratu Duyung datang waktu itu, kematian anak buah Pranata menjadi tumbalnya. Saatnya kini Mardawa harus mencari tahu apa yang terjadi. Adakah mereka berdua ada hubungannya dengan serigala tersebut?Menyusuri hutan, Mardawa mulai merasakan ada aura ganjil. Semilir angin menerpa wajahnya, mengingatkan pada fenomena alam yang pernah diceritakan Eyang Suwita dulu. Hutan yang biasanya hangat dan ce
Mardawa kaget dengan serangan Ratu Kali Wingit. Dia tidak menyangka jika wanita itu mengarahkan pukulannya ke arah rimbunan pohon. Mardawa tahu ada pengintip sejak tadi. Hanya saja dirinya sibuk menghadapi serigala tadi."Aku perintahkan lagi, keluar!" bentak Ratu Kali Wingit. Rupanya dia sudah habis kesabaran. Sekali lagi dia akan mengarahkan pukulannya ke tempat yang sama. Namun, sesosok laki-laki muda melompat keluar."Tahan!" Seorang pemuda datang dari tempat persembunyiannya. Wajahnya sedikit pucat karena kematian Anggara yang disesalinya. Dia tidak berhasil menyelamatkannya."Kau Panji? Apa hubunganmu dengan serigala tadi?" tanya Mardawa. Dirinya curiga dengan kehadiran Panji, mungkin benar kata orang. Bahwasanya serigala itu peliharaan Juragan Pranata."Justru aku yang ingin bertanya, mengapa serigala itu membantai anak buahku? Dan muncul bersama kalian!" Panji melirik ke arah Ratu Kali Wingit. Merasa dicurigai Ratu Kali Wingit marah, dia menuding ke arah Panji. Dia merasa tid