VIKTOR POV “Tapi kau harus mengabulkan satu permintaanku setiap satu bulan terlewati.” Ekspresiku seketika menjadi masam mendengarnya. Sejak awal aku sudah menduga kalau Vanessa tidak akan semudah itu mengiyakan ajakan taruhanku. Jadi tentu saja terasa masuk akal jika dia mengajukan hal yang akan memberikannya keuntungan lebih. Tapi aku tidak pernah mengira hal ini. Tiga bulan berarti tiga permintaan. Sebenarnya tidak sulit tapi aku benar-benar penasaran, apa ya kira-kira permintaannya sampai dia menginginkan permintaan sebanyak itu? Dan lagi jika aku terlihat akan menolak syaratnya, dia mungkin tidak akan menyetujui hal ini lagi dikemudian hari. “Kalau kau tidak bisa melakukannya, lebih baik lupakan saja hal ini,” tambahnya lagi melihat keterdiamanku. “Kalau begitu, jika kau gagal sejak bulan pertama, apa itu artinya aku juga mendapat tiga permintaan darimu?” “Enak saja! Tentu saja tidak begitu. Tiga permintaan itu hanya khusus untukku.” “Kok begitu? Tidak adil dong,” protesku
Hai... Terima kasih sudah mampir dan masukin tulisanku ke pustaka. Tapi maaf banget... Ternyata aku lebih sibuk di real life daripada dugaanku gaes huhu. Dan sudah seminggu ini naskah ini bahkan belum sempet kusentuh. Maaf banget yaa huhu Aku seneng lihat banyak orang mulai tertarik sama tulisanku tapi itu juga bikin aku sedih pas aku tahu aku belum bisa update naskah ini. Maafin yaa gaes. I'll try to have time to write this beatiful story. Bakal coba kucicil disela-sela waktuku yang entah bagaimana berasa dikit banget huhu Sekali lagi terima kasih sudah tertarik dengan kisah Vanessa dan Vik.... Semoga kita bisa berjumpa sebentar lagi. See you...
VANESSA POV Aku bangun sangat siang keesokan harinya. Dengan mood sangat baik tentunya setelah makan makanan enak semalam. Ditambah karena hari ini adalah weekend yang selalu ditunggu-tunggu para pekerja keras sepertiku hehe. Meskipun sebenarnya aku hanya berencana untuk malas-malasan hari ini, seperti menonton film, membaca novel yang baru kubeli atau hanya sekedar melihat-lihat barang di online shop. Tapi mood baikku yang jarang-jarang kumiliki untuk melakukan semua itu mendadak buyar saat aku mendengar seseorang mengetuk pintu apartemenku. Aku mengalihkan pandangan dari teh hangat yang baru saja kuseruput dan menatap pintu apartemen dengan pandangan tajam, bisa menduga siapa yang ada di baliknya. “Pagii…” sapa Vik dengan senyum cerah begitu aku membuka pintu untuknya dengan malas. Aku menatapnya dengan masam. Menampilkan dengan jel
VANESSA POV“Jadi kau mau belanja apa saja hari ini?” tanya Vik yang mendorong trolley belanjaan di belakangku. Aku menoleh padanya, mulai memikirkan apa yang enak untuk dimasak hari ini.“Kau sendiri mau kumasakkan apa malam ini?” tanyaku balik.“How about Italian food?”“Pasta?”Ia mengangguk. Aku mendengus kecil dengan senyuman.“As always,” komentarku. “Kalau begitu harus
VIKTOR POV“Sepertinya ada yang mengikuti kita.”“Apa?” tanyaku terkejut, tidak mengira dengan apa yang dikatakan Vanessa. Saat melihat perubahan tidak biasa pada raut wajahnya tadi, kupikir ia sedang memikirkan pekerjaannya atau teringat sesuatu yang tertinggal di apartemen.Tapi malah ada yang mengikuti kami? Bagaimana bisa…Dan ngomong-ngomong siapa laki-laki brengsek yang berani-beraninya melakukan itu saat aku sedang menghabiskan waktu dengan tetanggaku tersayang yang sangat jarang menerima ajakanku?!Dibanding rasa marah, aku merasa sangat kesal dan ingin menonjok siapapun itu yang tengah mengikuti kami.Aku hampir menoleh ke belakang saat Vaness
VIKTOR POV“Apa yang kau lakukan disini?” tanyaku menuntut penjelasan.Daniel, si brengsek penyuka warna hitam yang sedari tadi mengikutiku yang juga sekaligus teman dan sepupuku itu, hanya meringis dengan muka tidak bersalah saat melihatku memergokinya. Ia melepas kacamata hitam besarnya, memperlihatkan wajah memuakkannya yang entah bagaimana bisa membuat para wanita berbaris itu.Bagaimana muka seperti itu dianggap tampan oleh sebagian besar wanita ya? Sungguh suatu misteri.“Eh? Bagaimana kau tahu aku disini?” tanyanya.Oke, sejujurnya, selain ketampanan yang aku tidak mengerti dari sisi mananya yang dia miliki, aku tidak tahu dia akan jadi apa jika tidak mewarisi kekayaan dalam jumlah besar dari orang tuanya. Maks
Apa kau pernah tertarik pada sesuatu yang seharusnya tidak boleh kau miliki? Atau apa pernah kau merasa tertantang untuk mendapatkan sesuatu yang mengharuskanmu melakukannya dengan cara merebutnya dari orang lain? Aku pernah. Dan sering sekali kulakukan. Ada perasaan luar biasa yang sulit dijelaskan mengalir dalam diriku saat aku berhasil melakukannya. Rasanya benar-benar… Ah entahlah, sepertinya jutaan kata yang ada di dunia mungkin tidak sanggup untuk mewakili perasaanku saat aku berhasil melakukannya. Apa kau bisa menebak apa itu? Yep, kau salah. Itu tidak seperti yang kau pikirkan karena itu bukan sekedar hobi biasa. Ini benar-benar hobi yang tidak mungkin bisa kau duga-duga karena mungkin saja kau belum menemukan orang sepertiku di dunia ini. Hobi ini benar-benar langka tapi jika kau menemukan orang sepertiku disekitarmu, itu berarti pertanda bahaya. Kusarankan kau langsung menjauh tanpa banyak berpikir. Kenapa? Karena kemungkinan besar kau akan kehilangan sesuatu yang sangat
VANESSA POV Aku menghela nafas pelan sembari mencoba menikmati ice americano yang kupesan. Aku berpura-pura tertarik dengan apa yang sedang Debby, teman sedivisiku, bicarakan. Meskipun dalam hati aku sebenarnya lebih memilih pergi ketimbang mendengarkannya. Saat ini, ia sedang menceritakan pacar barunya--yang baru 2 minggu ini ia pacari--yang katanya sangat-sangat baik, pengertian dan perhatian padanya. Tipe laki-laki ideal yang ia ocehkan dengan mulut berbusa yang ia kira akan membuat banyak orang iri padanya. Aku mendengus tidak ketara dan berdecih dalam hati. Cih, cuma itu doang dan dia bangga? Apa seleranya memang serendah itu? Harusnya dia lebih bangga jika punya pacar ganteng dan kaya. Karena jika benar begitu, aku akan dengan senang hati memakluminya. Dan mungkin lebih bersemangat mendengarkan ocehan-ocehannya sekarang. Tapi sejauh aku bisa menyimpulkan dari cerita-ceritanya, aku tidak menemukan tanda-tanda pacarnya mempunyai dua ciri-ciri seperti yang kusebut. Aku memalingk
VIKTOR POV“Apa yang kau lakukan disini?” tanyaku menuntut penjelasan.Daniel, si brengsek penyuka warna hitam yang sedari tadi mengikutiku yang juga sekaligus teman dan sepupuku itu, hanya meringis dengan muka tidak bersalah saat melihatku memergokinya. Ia melepas kacamata hitam besarnya, memperlihatkan wajah memuakkannya yang entah bagaimana bisa membuat para wanita berbaris itu.Bagaimana muka seperti itu dianggap tampan oleh sebagian besar wanita ya? Sungguh suatu misteri.“Eh? Bagaimana kau tahu aku disini?” tanyanya.Oke, sejujurnya, selain ketampanan yang aku tidak mengerti dari sisi mananya yang dia miliki, aku tidak tahu dia akan jadi apa jika tidak mewarisi kekayaan dalam jumlah besar dari orang tuanya. Maks
VIKTOR POV“Sepertinya ada yang mengikuti kita.”“Apa?” tanyaku terkejut, tidak mengira dengan apa yang dikatakan Vanessa. Saat melihat perubahan tidak biasa pada raut wajahnya tadi, kupikir ia sedang memikirkan pekerjaannya atau teringat sesuatu yang tertinggal di apartemen.Tapi malah ada yang mengikuti kami? Bagaimana bisa…Dan ngomong-ngomong siapa laki-laki brengsek yang berani-beraninya melakukan itu saat aku sedang menghabiskan waktu dengan tetanggaku tersayang yang sangat jarang menerima ajakanku?!Dibanding rasa marah, aku merasa sangat kesal dan ingin menonjok siapapun itu yang tengah mengikuti kami.Aku hampir menoleh ke belakang saat Vaness
VANESSA POV“Jadi kau mau belanja apa saja hari ini?” tanya Vik yang mendorong trolley belanjaan di belakangku. Aku menoleh padanya, mulai memikirkan apa yang enak untuk dimasak hari ini.“Kau sendiri mau kumasakkan apa malam ini?” tanyaku balik.“How about Italian food?”“Pasta?”Ia mengangguk. Aku mendengus kecil dengan senyuman.“As always,” komentarku. “Kalau begitu harus
VANESSA POV Aku bangun sangat siang keesokan harinya. Dengan mood sangat baik tentunya setelah makan makanan enak semalam. Ditambah karena hari ini adalah weekend yang selalu ditunggu-tunggu para pekerja keras sepertiku hehe. Meskipun sebenarnya aku hanya berencana untuk malas-malasan hari ini, seperti menonton film, membaca novel yang baru kubeli atau hanya sekedar melihat-lihat barang di online shop. Tapi mood baikku yang jarang-jarang kumiliki untuk melakukan semua itu mendadak buyar saat aku mendengar seseorang mengetuk pintu apartemenku. Aku mengalihkan pandangan dari teh hangat yang baru saja kuseruput dan menatap pintu apartemen dengan pandangan tajam, bisa menduga siapa yang ada di baliknya. “Pagii…” sapa Vik dengan senyum cerah begitu aku membuka pintu untuknya dengan malas. Aku menatapnya dengan masam. Menampilkan dengan jel
Hai... Terima kasih sudah mampir dan masukin tulisanku ke pustaka. Tapi maaf banget... Ternyata aku lebih sibuk di real life daripada dugaanku gaes huhu. Dan sudah seminggu ini naskah ini bahkan belum sempet kusentuh. Maaf banget yaa huhu Aku seneng lihat banyak orang mulai tertarik sama tulisanku tapi itu juga bikin aku sedih pas aku tahu aku belum bisa update naskah ini. Maafin yaa gaes. I'll try to have time to write this beatiful story. Bakal coba kucicil disela-sela waktuku yang entah bagaimana berasa dikit banget huhu Sekali lagi terima kasih sudah tertarik dengan kisah Vanessa dan Vik.... Semoga kita bisa berjumpa sebentar lagi. See you...
VIKTOR POV “Tapi kau harus mengabulkan satu permintaanku setiap satu bulan terlewati.” Ekspresiku seketika menjadi masam mendengarnya. Sejak awal aku sudah menduga kalau Vanessa tidak akan semudah itu mengiyakan ajakan taruhanku. Jadi tentu saja terasa masuk akal jika dia mengajukan hal yang akan memberikannya keuntungan lebih. Tapi aku tidak pernah mengira hal ini. Tiga bulan berarti tiga permintaan. Sebenarnya tidak sulit tapi aku benar-benar penasaran, apa ya kira-kira permintaannya sampai dia menginginkan permintaan sebanyak itu? Dan lagi jika aku terlihat akan menolak syaratnya, dia mungkin tidak akan menyetujui hal ini lagi dikemudian hari. “Kalau kau tidak bisa melakukannya, lebih baik lupakan saja hal ini,” tambahnya lagi melihat keterdiamanku. “Kalau begitu, jika kau gagal sejak bulan pertama, apa itu artinya aku juga mendapat tiga permintaan darimu?” “Enak saja! Tentu saja tidak begitu. Tiga permintaan itu hanya khusus untukku.” “Kok begitu? Tidak adil dong,” protesku
VANESSA POV “Apa maksudmu?” tanyaku tidak mengerti. Vik balas menatapku dan mengangkat dua bahunya, “Yaa siapa tahu itu juga termasuk kan? Kau bilang makanan seperti ini bisa mengatasi rasa kesalmu.” Kali ini giliranku yang mendengus. Astaga… Apa dia baru saja membalasku karena menyindirnya soal ia yang belum mendapat pekerjaan? Aku tertawa kecil. “Mungkin saja. Kau berniat mencobanya?” jawabku singkat sambil mulai menyuapkan potongan daging ke dalam mulut. Gila! Ini benar-benar enak. Pantas saja restoran ini sangat terkenal. “Benarkah?” Aku mengangguk. Tapi kali ini dengan mulut yang sibuk mencicipi masakan lain yang dihidangkan. Tidak ada respon dari Vik yang aku dengar. Untuk beberapa saat kami hanya sibuk mengunyah dan menelan makanan yang rasanya sangat enak. “Kalau begitu kau mau taruhan denganku?” Aku berusaha menelan makanan di mulutku dengan seteguk minuman sebelum menjawab Vik. “Taruhan? Kenapa kau tiba-tiba mengajakku taruhan?” “Karena kurasa ini jalan satu-satuny
VANESSA POV “Kau? Mau mentraktirku?” tanyaku tidak percaya. “Kau?” Vik tertawa kecil. “Kenapa kau kelihatan tidak percaya begitu? Aku juga punya uang kau tahu.” “Aku tahu,” mataku menyipit curiga menatapnya. “Tapi sangat aneh melihat orang yang biasa memintaku masak untuk makan malam agar bisa menghemat uang, tiba-tiba menawarkan diri untuk mentraktir makan diluar. Aku curiga kau punya niat buruk dibelakangnya.” Tawa Vik menyembur keluar mendengar kata-kataku. “Aku akan sangat berterima kasih jika seandainya kau juga seperti ini pada laki-laki lain dan bukannya padaku,” jawab Vik. Tawanya sedikit mereda. “Tapi jika kau khawatir tentang hal itu, jawabannya adalah tidak. Aku tidak punya maksud buruk dengan mentraktirmu makan. Lagipula memangnya kau sudah mengenalku berapa lama sampai mencurigaiku begitu? Aku hanya ingin memastikanmu makan hari ini. Kau bilang kau capek.” “Dan aku juga bilang kalau aku mengantuk, kalau kau ingat,” kataku mengingatkannya. “Kenapa kau malah mengajak
VANESSA POV Aku menghela nafas panjang sekali lagi, berusaha menahan rasa jengkelku saat melihat Vik muncul menungguku di depan kantor. Ia menunjukkan senyum lebar menawannya dengan wajah polos sembari melambaikan tangan menghampiriku. “Sepertinya orang itu melambai padamu,” kata Stefan yang berdiri di sampingku. “Benarkah?” responku pura-pura tidak tahu. “Ya. Dia bahkan menuju kearah kita sekarang.” Stefan menoleh kearahku saat Vik meneriakkan namaku dengan lantang. Geez, bocah itu. Apa yang sebenarnya dia lakukan disini? “Sepertinya dia benar-benar kenalanmu. Tapi kau bilang tidak ada yang menjemputmu,” tambahnya kemudian. “Kupikir juga begitu.” Kulihat Vik masih tersenyum lebar saat ia berhenti tepat di depanku. Aku tidak bisa lagi pura-pura tidak mengenalnya sejak ia meneriakkan namaku dengan lantang sampai beberapa orang yang lewat menoleh menatapnya. “Apa yang kau lakukan disini?” tanyaku padanya. “Menjemputmu.” Aku melirik mobil yang terparkir tak jauh dari tempat kami