Rhea mengenakan kembali piyamanya dan terus memastikan bahwa Benjamin tak mengintip.Setelah selesai, Rhea merasa tubuhnya lengket, dan perlu membersihkannya. Dia ingin bangun dan menuju kamar mandi. Namun, dia bahkan tak bisa bangun dari ranjangnya.Hari ini Benjamin melakukannya dengan lembut, namun mengapa dia sampai kesulitan seperti ini?Rhea menatap Benjamin kesal, mengapa hanya dia yang terlihat biasa saja.Setelah yakin Rhea selesai mengenakan bajunya, Benjamin menatap Rhea kembali. “Kau tampak kesulitan.” ucapnya.“Ini karena ulahmu.” jawabnya ketus.Benjamin tertawa kecil sembari menatap Rhea dengan intens. “Aku terlalu bersemangat.”Benjamin menyentuh lembut punggung tangan Rhea. “Jika kau merasa tak nyaman maka katakan saja.”Rhea menghela napas pelan.“Baiklah!” Rhea menatap Benjamin yang bahkan tak berniat beranjak dari kamar. “Kau masih disini? Tidakkah kau pergi untuk urusan kerja?”“Ku rasa kau membutuhkanku disini.” jawab Benjamin.“Kau tak perlu menungguku, kau bis
Setelah Benjamin pergi entah mengapa Rhea merasa kosong dan kesepian. Meski ada pelayan Marie dan juga Ina yang menemaninya bak teman. Namun, kebosanan terus menyerang. “Hei, Ina. Aku ingin keluar. Bisakah tolong katakana pada Ray untuk memberi tahu pada Benjamin agar memberiku izin.” pinta Rhea. Ya! Dia ingin mencoba apakah Benjamin akan memberinya keleluasaan untuk keluar? Rhea tau situasinya dan Benjamin telah membaik maka tak ada alasan menahannya terus didalam kamar yang menyesakkan. “Berdiam dikamar tentu membosankan. Aku akan meminta Ray menghubungi Tuan dan meminta izin.” Ina bergegas berlari keluar menemui Ray. Ray rupanya pelayan kepercayaan Benjamin. Dan memiliki otoritas dalam bertindak selama Benjamin tak ada dikediamannya. Dan dia pria yang bersenjata yang selalu disembunyikan dibagian tak tertebak. Rhea juga pelayan-pelayan wanita tak pernah menyadari itu, yang mereka tau Ray pria yang tak banyak bicara, namun sangat cepat dalam bertindak. “Anda berniat pergi kema
Rhea memang ingin pergi keluar dan menghirup udara segar namun dia tak memiliki tujuan. Pada akhirnya dia mengikuti saran Marie pergi ke Mall. Lalu hal yang lebih mengesalkan bagi Rhea adalah dia ditemani oleh empat pelayan sekaligus, Ina, Marie, Caca, dan bahkan Ray. Mereka keluar dengan pakaian biasa bukan pakaian pelayan yang mencolok, mereka pandai menempatkan diri agar tak tersorot. Ray berkata dengan sangat sopan. “Meski anda merasa tak nyaman, namun Tuan hanya memperbolehkan anda keluar jika saya juga ikut mendampingi.” Jelasnya, bak tahu nyonyanya merasa kurang nyaman karena kehadirannya. “Benarkah begitu atau kau takut aku melarikan diri! dan kau berakhir dimarahi oleh tuan mu?!” tebak Rhea. “Saya yakin anda tak akan melakukan tindakkan itu.” jawab Ray dengan sopan. “Cih! Yakin sekali.” cerca Rhea. Seperti kebanyakan perempuan, Ina, Marie, dan Caca sibuk melihat-lihat berbagai macam produk. Bahkan Rhea pun tak luput, dia ikut bergabung dengan kesenangan sesaat itu. "Nyo
Akibat ulah Lili sekarang perhatian orang-orang tertuju pada mereka yang penasaran dengan keributan apa yang tengah terjadi. Sampai beberapa wartawan mulai bermunculan kala melihat Lili ada disana, mereka menyorotinya dan beberapa kali mengambil gambar. Rhea merasa tak nyaman dengan situasi ini. “Putri Dominic anda tengah berseteru dengan siapa?!” “Siapa wanita yang bersama anda ini?!” “Apa wanita cantik itu teman anda?” “Atau anda memiliki hubungan dengannya, dilihat-lihat wanita itu mirip nenek anda saat masih muda Rahina De Dominic, benarkah demikian?!” Banyak pertanyaan yang mereka ajukan pada Lili, mereka sangat berharap Lili akan menjawab penasaran mereka. Tapi Lili tampak kesal karena wartawan secara tak langsung mengakui kecantikan Rhea. Ini akan menjadi berita besar jika publik tahu bahwa Rhea juga putri Dominic yang selama ini tak pernah muncul ke publik. Akan banyak amsumsi-asumsi yang muncul, tentu untuk menjatuhkan Hendra De Dominic-sutradara yang ikonik. Pelayan
Lili sangat kesal atas pengabaian para wartawan, dia terus mengomel dan mencerca mereka. “Oh, Lili sayang kemana saja kau?” Ibunya datang dengan wajah khawatir, disusul Ayahnya, dan neneknya. Lili terlihat sedih, lalu dia mendekati Ayahnya, menarik lengannya, lalu dia berkata dengan manja. “Ayah dihari penting dimana seharusnya aku yang disorot. Tapi Rhea mencurinya sekarang. Rasanya dia iri denganku dan berusaha menghancurkan hari besarku.” Lili menoleh kearah Ibunya. “Aku tak suka sesuatu milikku diambil oleh Rhea. Dia sangat jahat pada adiknya. Dia pasti ingin membalaskan kekesalannya karena pencabutannya dari keluarga Dominic.” adunya. “Ayah itu disana, Rhea menjadi rebutan wartawan sekarang. Bagaimana jika dia menjelekkan keluaraga kita?!” Lili menunjuk kearah Rhea dimana dipenuhi oleh para wartawan. “Ah! Lalu tak seperti yang Ayah pikirkan Rhea tak bersama pria itu-Benjamin yang Ayah waspadai, sepertinya dia telah dibuang. Jadi Ayah tak perlu takut lagi.” bisik Lili, lalu te
“Jadi apa wanita itu tak memiliki hubungan dengan Dominic?” tanya wartawan itu lagi.Benjamin menoleh kearah wartawan itu, sorot matanya tajam. “Penyampaian ku kurang jelas?"Wartawan itu perlahan mundur, dia takut.Hendra mendekati Benjamin, tampak ramah. “Ah! Kau sudah menikah, mengapa tak mengunjungi kami?!” “Pintu rumah terbuka lebar untuk mu.” ucap Hendra tampak menyambut Benjamin.Benjamin tak habis pikir. Hendra sendiri yang mengatakan Rhea bukanlah bagian dari Dominic lagi dan sekarang dia menjilat ludahnya sendiri.Benjamin menggertakkan gigi. “Kau bermain-main denganku sekarang!!Aku membiarkanmu sejauh ini karena memikirkan istriku. Mungkin dia masih menyayangi keluarganya.”“Tapi kelihatannya tidak!” Benjamin menyeringai, artinya dia tak akan segan untuk menghancurkan keluarga Dominic.Hendra tampak panik, jika dia tau Ayah dari anak yang dikandung Rhea adalah Benjamin Carillo Fuentes maka dia tak akan pernah memperlakukan Rhea dengan buruk sedari awal. Bersinggungan denga
Rhea mematung. Kalimat yang baru saja Benjamin lontarkan menyihirnya. Wanita mana yang tak senang kala seorang pria terang-terangan menunjukan rasa cintanya pada wanitanya?!“Aku lebih tak suka jika kau tak menggunakan uang ku.” bisik Benjamin ditelinga Rhea.“Dan yang tak kalah penting, aku juga milikmu.” Benjamin memiringkan wajahnya dengan ekpresi cool yang menggoda.Harusnya Rhea tak terkejut lagi. Benjamin sangat pandai merangkai kata-kata manis. Meski begitu ia tak membayangkan dibalik wajah yang tegas terdapat rayuan maut didalamnya. “Kau seperti buaya darat.” Rhea mendorong pelan dada bidang Benjamin yang kian mendekat.Benjamin tersenyum kecil atas tanggapan Rhea. Lalu dia kian mendekatkan wajahnya.Rhea tersentak, lantas kedua tangannya menepuk wajah Benjamin. “Jangan melakukannya ditempat umum.” Rhea menggeleng, menatap Benjamin lekat. “Big no, Ben!”Benjamin terkekeh. “Apa yang kau pikirkan? aku hanya ingin melihat wajahmu lebih dekat.” Benjamin menyentuh pelan hidung R
Rhea masuk kedalam mobil yang dikemudikan oleh Benjamin. Dia termenung sembari menyenderkan tubuhnya dikursi mobil. Isi kepalanya ricuh dengan adegan-adegan ketakutan yang dia buat sendiri.“Bagaimana setelah ini?" “Apa aku boleh mempercayai Benjamin sepenuhnya?”“Apa semua akan baik-baik saja?”“Aku tau betul maksud nenek, beliau meminta agar aku mengikuti jejak orang tuaku. Dimana secara tak langsung nenek ingin aku meneruskan nama besar keluarga.” Rhea bimbang dan ragu-ragu.Rhea dengan gugup memainkan jemarinya, dengan hati yang terus bergejolak.Kenangan yang ingin dia lupakan kembali memenuhi kepalanya. Selama ini Rhea tak pernah tertarik masuk kedunia yang digeluti Ayahnya. Kala itu nama Ayahnya mulai dikenal luas, itu adalah awal dari sang sutradara dan wanita pemain peran figuran bertemu. Lalu apa setelahnya?Sudah jelas Ayahnya dan Vareli jatuh hati diwaktu yang salah. Akibat dari itu banyak hati yang disakiti. Lebih kejamnya Ayahnya memilih tutup mata dan tanpa belas a