Semakin lama usaha Reva semakin terlihat proyek nya. Ia banyak menerima pesanan dan ia sampai dibantu oleh Ni Ira karena merasa tak sanggup membuat kue sendiri dalam jumlah banyak. "Rev, aku lihat kamu sangat kelelahan. Mending kamu terima pesanan sedikit saja!" usul Roy."Tapi aku sudah menerima pesanan kok. Apalagi mereka yang pesan ini akan ada acara keagamaan atau sekedar untuk camilan di meja. Jadi aku tetap menerima pesanan saja," jawab Reva dengan merebahkan diri di atas tempat tidur yang empuk. Ia melepaskan rasa lelahnya seharian ini karena sehari saja ia bisa membuat 20-50 toples kue kering dengan berbagai varian."Kalau menurut ku mending kamu cari karyawan deh. Kasihan kamu kalau membuat sendiri. Yah, meskipun dibantu sama Bi Ira sih tapi kan tetap kamu yang mengurus semuanya. Kalau kamu punya karyawan aku kira kamu bisa lebih mengontrol saja. Pemilik usaha tidak harus terjun langsung menjadi pembuat. Memang kamu yang akan memegang resep dari usaha mu," usul Roy kembali.
Keesokan harinya Reva sudah membuka tokonya sebelum para karyawan nya datang. Ia memang mebgaja untuk membersihkan lagi tokonya yang baru buka. Ia merasa juga memiliki tanggung jawab atas toko yang baru saja dibuka. Saat itu juga Reva kedatangan tamu di tokonya. "Eh, aku lihat kamu punya usaha," ucap Dewi.Reva menoleh. Ia merasa tak nyaman dengan kedatangan Dewi. Tapi mau bagaimana lagi kalau menang Dewi memiliki niat baik. "Ada apa?" "Aku mau pesan kue keringnya dong untuk acara ku. Aku mau pesan seratus toples," jawab Dewi."Untuk pemesanan jumlah sedikit atau banyak membutuhkan uang muka," jelas Reva."Oh, kamu nggak usah khawatir! Aku beri kamu uang tunai kok. Berapa sih?" Dewi mengeluarkan sejumlah uang yang ditunjukkan pada Reva. Reva sebenarnya malas melayani Dewi ini. Kalau ia mau juga tak menerima pemesanan dari Dewi. Hanya saja ia tetap memprioritaskan pelanggan. Apalagi Dewi juga membayar Cash di awal. Jadi ia merasa tak akan dipermainkan masalah uang. Reva kemudian me
Roy mencoba berdamai dengan hatinya. Ia membiarkan Reva untuk mengikuti alurnya. Ia hanya berharap kalau Dewi tak akan melakukan sesuatu yang buruk pada istrinya. Tetapi ia tetap pasang badan untuk berjaga-jaga kalau misal Dewi berbuat tidak baik pada istrinya.Keesokan harinya, Reva sudah bersiap untuk menuju ke alamat yang dimaksud oleh Dewi. Reva bersama dengan kurir menuju ke tempat yang disampaikan Dewi. Jaraknya cukup jauh tetapi Reva yang mengantarkan sendiri kue pesanan Dewi. Meskipun sebenarnya bisa saja Reva langsung menyerahkan kue tersebut pada kurir dan ia tak memikirkan lagi. Karena Dewi juga telah membayar lunas kuenya kemarin.Roy tetap mengawasi dari belakang dengan menggunakan mobil lain agar tidak diketahui kalau Roy mengikuti Reva.Sampai di sebuah rumah yang cukup sederhana. Reva menekan bel yang ada di pagar rumah. Kalau dipikir Itu bukanlah rumah Dewi. Melainkan rumah orang lain. Karena kalau rumah Dewi, Dewi merupakan anak orang kaya raya yang setara dengan Roy
Reva tersenyum tipis. Meskipun banyak pasang mata yang menatapnya ia merasa tak gentar. Ia kemudian memberikan kue keringnya di dekat Dewi. "Ini semuanya berjumlah seratus sesuai pesanan kamu," ujarnya.Di sana sedang ada kumpulan ibu-ibu arisan. Sehingga tak ketinggalan Bu Wendah. "Bu, ini kan menantunya Bu Wendah, ya? Beralih profesi nih jadi penjual kue," ucap Dewi.Bu Wendah tak peduli bahkan kalau mengatakan Reva adalah menantunya sekali pun."Katanya istrinya orang kaya, tapi malah kerja berat begini," sindir salah seorang temannya Bu Wendah."Kenapa memang kalau istriku bekerja membuat kue?" suara berat berasal dari arah pintu. Roy sedang di sana.Semua Mata kini tertuju pada Roy."Roy," seru Dewi. Ia tak menyangka kalau akan ada Roy di sana."Apa? Kamu mau mempermalukan Reva? Tak tahu malu kamu memang. Reva tak seperti kamu. Mumpung lagi banyak yang kumpul justru bagus di sini. Ada ibu ku juga, nenek yang tega membunuh cucunya sendiri. Reva tak malu dengan kalian mempermaluka
Bi Ira yang mendengar ocehan Reva juga ikut sebal. Ia sebenarnya sudah merasa kalau niatnya memesan kue di majikannya hanya untuk mempermainkan Reva. Tetapi sekarang terlihatlah siapa yang sebenarnya jahat. "Sabar, Non. Memang Dewi orang nya seperti itu Mau bagaimana lagi kalau ternyata orangnya jahat. Tetapi tenang saja deh, Non. Kalau orang baik itu akan dapat balasan juga.""Aku sih nggak berharap apapun, Bi. Pokoknya aku cukup tahu saja dia bagaimana. Dan lebih parahnya lagi sih ada ibu mertuaku di sana. Saat Roy datang semua langsung tutup mulut alias membisu. Nggak ada yang menjawab," jawab Reva. Ada rasa puas di sana. Meskipun ia tak membalas apapun Tetapi ia melihat kalau mereka kehabisan kata-kata saat kedatangan Roy tadi. Ia tak merasa menang, hanya saja ada kelegaan saat di sana.Tak terasa Reva tertidur saat dipijat oleh Bi Ira. Karena memang tubuhnya sangat lelah. Setelah melewati jalan yang cukup jauh dan terjal. Tetapi bagi Reva itu bisa jadi untuk traveling. Kapan lagi
"Ja-jadi ini rumah om kamu, Lin?" tanya Reva. "Iya, Bu.""Nama om kamu siapa?" tanya Reva kembali."Tio."Deg.Reva terperanjat. Ia tak menyangka. Tetapi walau bagaimana pun juga ia akan menemui Tio apapun yang terjadi saat ini.Lina kemudian mengetuk pintu rumah yang sangat sederhana tersebut. Tak lama kemudian keluar lah seorang perempuan dari dalam memakai daftar sepanjang lutut. "Lina!" serunya."Maaf, tante. Saya ke sini bersama bos tempatku kerja. Karena mereka ingin menjenguk Om," ucap Lina dengan menunjuk ke arah Roy dan Lina.Mila, istrinya Tio menatap dengan tatapan yang bingung. Ia merasa sangat bersalah kepada Reva. Tetapi yang sekarang terjadi adalah sangat jauh berbeda. "Ka-kalian kok tahu kami di sini?" tanyanya."Loh, tante kenal sama Pak Roy dan Bu Reva?" sahut Lina yang tak kalah terkejut. Karena ia benar-benar tak tahu.Mila kemudian mempersilakan Reva dan Roy untuk masuk ke dalam rumahnya. Ada Angga yang kini berusia sekitar dua tahun. Ia sudah berjalan dan tampak
Roy dan Reva melihat kondisi Tio begitu memprihatinkan. Terlihat kulit Tio memerah dan seakan melepuh. Belum lagi Tio seakan menahan rasa gatal dan sakit di sekijur tubuhnya. Dan syukur saja Mila masih mau merawat Tio meskipun dengan sangat keterbatasan. Tio dan Mila masuk ke dalam mobil di kursi belakang. Roy melajukan kendaraan menuju ke rumah sakit terdekat agar Tio bisa langsung mendapatkan penanganan. Setidaknya agar tahu sebenarnya Tio terkena penyakit apa.Tak lama kemudian mereka sampai di rumah sakit. banyak pasang mata melihat Tio dan bergidik karena bagi mereka terlalu menjijikkan. Meskipun sudah memakai pakaian panjang tetapi di bagian leher dan wajah masih terlihat juga.Roy mendaftarkan Tio di poli umum dan karena banyak pasien akhirnya mereka harus menunggu sekitar satu jam di sana. Setelah satu jam barulah Tio giliran masuk. Tio langsung diperiksa oleh dokter. Sedangkan Roy memilih menunggu di depan poli agar tak terlalu banyak orang yang masuk ke salam ruangan dokter
"Jangan berkata seperti itu, Mila! Kejadian yang sudah terjadi biarlah jadi pelajaran untuk kita. Dan aku telah terus obat nya Tio. Ini juga aku berikan sedikit uang agar bisa kalian pakai untuk kebutuhan sehari-hari. Setelah ini kita ke mini market sebentar. Aku ingin memberikan Angga makanan untuknya," sahut Reva. Sama sekali ia sudah tak memikirkan masa lalu itu. Meskipun memang tak bisa dilupakan begitu saja. Saat sikap Mila yang waktu itu mengaku sebagai istrinya Tio dan ingin mengambil hak nya sebagai pemilik rumah yang sah."Kenapa kamu sangat repot-repot? Aku malu kalau menerima ini," sahut Mila."Sudah lah! Kasian anakmu. Atau kalau kamu mau kamu juga bekerja di rumahku seperti Lina. Nanti anakmu biar kamu ajak bisa bermain juga sama aku," sahut Mila.Tak banyak lagi obrolan dari Mila dan Reva. Tio sedari tadi hanya memilih diam karena ia tersiksa dengan gatal dan perih di sekujur tubuhnya. Ia merasa malu karena ditolong oleh mantan istrinya sendiri yang sudah jelas di masa l
"Akhirnya kamu menikah, Mega," ucap Reva. Kandungan Reva sudah memasuki usia sembilan bulan dan hanya menunggu waktu lahir saja. Meskipun sebenarnya dokter tidak menyarankan untuk melakukan perjalanan perjalanan terutama jalan yang tidak rata. Tetapi Reva tetap memaksa untuk bisa datang di acara pernikahan adiknya."Terima kasih, kak. Ini juga semua berkat kak Reva. Sudah meyakinkan aku kalau jodoh tak akan kemana," sahut Mega. "Kamu harus raih cita-cita mu jadi dokter loh," peringat Reva."Tentu, kak. Aku akan fasilitasi Mega di rumah sakit yang aku pegang saat ini. Aku akan wujudkan cita-cita Mega untuk bisa jadi dokter. Kalau Mega mau aku akan menyekolahkan dia jadi dokter spesialis," sahut Ivan. Ia tak sengaja mendengar obrolan istri dan kakak iparnya."Iya, kamu jaga baik-baik adikku ya, Ivan! Aku harap kamu bisa mengerti dia kalau masih bersikap seperti anak kecil. Karena pada dasarnya Mega ini adalah anak yang manja yang kemudian tiba-tiba berstatus menjadi istri orang," tita
Satu minggu kemudian.Bu Ningsih sudah memulai aktivitas kembali. Dia membuka warungnya seperti biasa. Para pelanggan pun juga sudah berdatangan ke warungnya. Ada orang yang kebetulan lewat dan makan di sana. Ia ini dikirimkan oleh Ayahnya Ivan."Bu, nasi campur satu," pesan seorang tadi. "Lauk apa, Pak?" tanya Bu Ningsih."Telur pakai sayur nangka muda saja, Bu," jawab orang tadi.Bu Ningsih pun mengantarkan pesanan itu untuk orang tadi. "Bu, kok sering tutup sih warungnya?" tanya orang tadi."Ya, ada beberapa hal di kota dan harus diselesaikan." Bu Ningsih tak tertarik dengan obrolan dari pelanggan nya tersebut. Karena tak banyak respon akhirnya orang tadi pun diam. Tak berselang lama orang tua Ivan pun yang datang. Mereka memesan di warung Bu Ningsih tetapi masih memakai masker. Setelah selesai makan pun Ayahnya Ivan hendak membayar. "Berapa semua, bu?" "Empat puluh ribu rupiah, Pak,'' jawab Bu Ningsih. Ayahnya Ivan memberikan uang seratus ribu. Dan hendak mengembalikan Ay
"Sebenarnya apa penyebab ibu saya meninggal?" tanya Roy pada petugas lapas."Jadi beberapa minggu terakhir ini ibu Anda memang sakit dan sudah beberapa kali juga kami antar ke rumah sakit. Tetapi kami menyarankan untuk memberitahukan pada pihak keluarga. Tetapi Bu Wendah menolak dan ingin merahasiakan semua penyakit nya dari keluarga. Menurutnya dia malu pada keluarga nya. Jadi lebih memilih untuk diam. Dan tadi malam kondisi Bu Wendah benar-benar menurun. Kami akan bawa ke rumah sakit dia menolak. Dia tetap ingin berada di sini dan justru menitipkan surat pada pihak kami. Lalu tadi pagi kata temannya Bu Wendah saat akan dibangunkan suhu tubuhnya sudah dingin dan tak sadarkan diri. Kami periksa dan ternyata sudah meninggal sejak tadi malam," terang petugas lapas panjang lebar.Roy dan ayahnya saling memandang. Mereka selama ini tak tahu kalau ternyata Bu Wendah sakit. Mereka hanya bisa menerima takdir. Tetapi sebuah surat yang dititipkan pada petugas lapas diterima Roy. Begini lah i
Reva merencanakan untuk mengadakan acara tujuh bulanan. Acara ini memang sengaja ia gelar untuk keselamatan ibu dan bayi serta juga media untuk berbagi sesama. Melihat kebahagiaan orang membuat Reva juga bahagia. Reva melihat kebahagiaan para tamu undangan dan diberikan hampers berupa kue dari tokonya. Ia merasa tak akan rugi membagikan itu semua. Ini adalah jalan untuk berbagi dan memperkenalkan secara luas kue buatannya. Bu Ningsih dan Pak Haris juga datang. Begitu juga dengan Pak Toni selaku ayah dari Roy. Kehangatan keluarga besar itu pun sangat terasa. Begitu juga dengan para anak panti asuhan yang sengaja diundang hadir oleh Reva. Kali ini Roy juga lebih senang karena ada perwakilan keluarga nya yang hadir di acara perayaan tujuh bulanan. Segala doa dilanjutkan dan minta diberikan keselamatan sampai anak Reva lahir. Kalau pun sudah lahir Reva dan bayinya juga didoakan untuk bisa sehat terus. Dan menjelang sore pun semua tamu undangan pulang. Reva mengadakan acara tujuh bulan
Reva tahu bagaimana perasaan adiknya. Ia memang tak pernah ada di posisi Mega. Hanya saja ia pernah ditolak oleh orangtua nya dan memilih untuk pergi dari rumah karena ingin mengejar cintanya pada Roy. Apakah Reva akan memberikan nasihat seperti itu pada Mega? Tentu saja tidak. Reva hanya ingin pengalaman di masa lalunya tidak terulang untuk adiknya. Karena Mega sebenarnya anak penurut tidak seperti Reva yang lebih bar bar. Apalagi Mega juga tak pernah macam-macam. Sehingga Mega akan tetap menurut apa kata orang tuanya. Baginya keputusan orang tuanya adalah hal yang baik baginya. Karena baginya ridho tuhan ada pada orang tuanya."Kak, apakah aku memang tidak berjodoh dengan Ivan?" tanya Mega lirih."Kalau jodoh nggak akan kemana kok. Kamu lihat aku kan? Bagaimana aku bisa mendapatkan restu ibu untuk bisa menikah dengan Roy? Pada saat Roy sudah jadi menantunya pun juga masih diuji dengan berbagai masalah. Tidak hanya sampai situ, Mega! Kamu harus berdoa dan berusaha selagi kamu bisa,"
Ivan menggigit bibirnya. Ia merasa ada salah paham di sana. "Maaf, kami akan membatalkan rencana pernikahan Mega dan Ivan." Bu Ningsih langsung bangkit dan langsung menggandeng tangan suaminya dan Mega juga. Reva kemudian menghentikan langkah ibunya. "Bu, tolong dengarkan dulu penjelasan mereka! Aku yakin mereka bukan berbohong karena ingin menyakiti pihak kita." Ia yakin keluarga Ivan hanya tak ingin kalau Ivan terlihat seperti orang kaya saja. "Untuk apa, Reva? Sudah jelas tadi kita dengar kalau mereka berbohong, 'kan? Ibumu ini memang miskin tetapi bukan berarti bisa saja dipermainkan." Bu Ningsih benar-benar marah dan tak menyangka Ia bisa dipermainkan oleh calon besannya. Tampak Mega juga berkaca-kaca. Antara kecewa kepada Ivan atau sedih jika keluarga nya telah membatalkan setidaknya rencana pernikahan tersebut.Jika Bu Ningsih sudah berkehendak tentu saja tak ada yang bisa menghalangi. Bu Ningsih benar-benar pulang. Roy masih memahami situasi tersebut. Ia makin yakin kalau
Reva menghela napas. Ia ingat betul saat pernikahan pertama nya dengan Tio yang kandas di usia pernikahan yang tergolong masih baru. Tapi apalah daya. Sekelas mungkin Reva berusaha tetapi Tio lah yang membawa tamu ke rumah. Tamu itu adalah madunya. Reva juga ingin menikah sekali seumur hidup. Tetapi ternyata keinginan nya tak tercapai. Ia baru merasakan kebahagiaan sebenarnya setelah menikah dengan Roy."Sebenarnya kalau sulit tidak. Hanya saja perlu adanya komitmen yang kuat antara kedua belah pihak. Kamu tahu kan aku juga pernah gagal di pernikahan ku yang pertama?" Mega terhenyak. Ia menyadari memang kakaknya pernah gagal dalam pernikahan pertama. "Iya, kak. Aku mengerti.""Kamu sudah yakin sama Ivan?" tanya Reva meyakinkan. "Sudah, kak. Aku memang suka sih sama Ivan. Tapi mana mungkin aku berani mengatakan kalau aku suka sama dia. Tapi ternyata Ivan juga suka sama aku. Aku nggak percaya akan hal itu,'' jawab Mega."Ya sudah kalau kamu memang yakin. Masalah pekerjaan itu bukan la
Mereka pun duduk bersama di ruang tamu. Hanya Reva saja yang masih belum hadir di sana. "Mega, ngomong-ngomong kakakmu nggak pulang?" tanya Ivan."Ada, dia sedang tidur. Baru datang tadi pagi. Maklum ibu hamil begitu," jawab Mega. Sebenarnya ia malu kalau berbicara dengan Ivan di hadapan keluarga mereka masing-masing. "Yah, maksud kedatangan kami ini untuk melamar Mega, Pak, Bu. Ivan ini memang anak kami satu-satunya. Dia ingin menikahi Mega. Tetapi seperti yang Ivan katakan kalau dia hanyalah office boy. Apakah Bapak dan Ibu setuju?" tanya ayahnya Ivan."Sejak awal Mega mengatakan kami memang tidak keberatan dengan pekerjaan apapun. Kami juga dari kampung dan saya juga hanya membuka warung di sini. Bukan lah orang kaya. Yang penting pekerjaan halal dan Ivan juga serius dengan Mega bagi kami tak masalah," jawab Bu Ningsih.Orang tua Ivan pun saling memandang. Mereka saling melemparkan senyum. "Hanya saja untuk menikah kami sarankan untuk menunggu minimal Mega lulus kuliah, Pak. Kan
Roy mengajak Reva makan di tempat yang Reva inginkan yaitu di ayam geprek. Roy memesan tempat yang nyaman untuk Reva. Reva kemudian memesan ayam geprek level satu meskipun sebenarnya Reva ingin yang super pedas. Tetapi ia tahu kalau Roy tak akaN mengizinkan. Dan kalau pun memaksa dirinya lah yang akan sakit perut sendiri. Tak berselang lama pesanan Reva pun tiba. Ia sudah tak sabar untuk makan ayam krispi yang digeprek lengkap dengan sambal. Ia ingin makan dengan segera. Setelah datang pun Reva tak lupa berdoa agar ia makan juga baik untuk dirinya dan bayi yang ada di dalam kandungan nya. Roy hanya menggelengkan kepalanya karena tingkah sang istri. Ia juga ikut makan di samping Reva. Reva makan dengan lahap dan tak butuh waktu lama ayam geprek dan nasi pun sudah ludes. "Enak banget nih," ucap Reva setelah selesai mencuci tangan."Mau dibawa pulang juga?" usul Roy."Boleh tuh." Reva dengan semangat untuk membawa pulang ayam geprek. Reva dan Roy pun pulang. Reva merasa lelah. Ia but