Roy dan Reva melihat kondisi Tio begitu memprihatinkan. Terlihat kulit Tio memerah dan seakan melepuh. Belum lagi Tio seakan menahan rasa gatal dan sakit di sekijur tubuhnya. Dan syukur saja Mila masih mau merawat Tio meskipun dengan sangat keterbatasan. Tio dan Mila masuk ke dalam mobil di kursi belakang. Roy melajukan kendaraan menuju ke rumah sakit terdekat agar Tio bisa langsung mendapatkan penanganan. Setidaknya agar tahu sebenarnya Tio terkena penyakit apa.Tak lama kemudian mereka sampai di rumah sakit. banyak pasang mata melihat Tio dan bergidik karena bagi mereka terlalu menjijikkan. Meskipun sudah memakai pakaian panjang tetapi di bagian leher dan wajah masih terlihat juga.Roy mendaftarkan Tio di poli umum dan karena banyak pasien akhirnya mereka harus menunggu sekitar satu jam di sana. Setelah satu jam barulah Tio giliran masuk. Tio langsung diperiksa oleh dokter. Sedangkan Roy memilih menunggu di depan poli agar tak terlalu banyak orang yang masuk ke salam ruangan dokter
"Jangan berkata seperti itu, Mila! Kejadian yang sudah terjadi biarlah jadi pelajaran untuk kita. Dan aku telah terus obat nya Tio. Ini juga aku berikan sedikit uang agar bisa kalian pakai untuk kebutuhan sehari-hari. Setelah ini kita ke mini market sebentar. Aku ingin memberikan Angga makanan untuknya," sahut Reva. Sama sekali ia sudah tak memikirkan masa lalu itu. Meskipun memang tak bisa dilupakan begitu saja. Saat sikap Mila yang waktu itu mengaku sebagai istrinya Tio dan ingin mengambil hak nya sebagai pemilik rumah yang sah."Kenapa kamu sangat repot-repot? Aku malu kalau menerima ini," sahut Mila."Sudah lah! Kasian anakmu. Atau kalau kamu mau kamu juga bekerja di rumahku seperti Lina. Nanti anakmu biar kamu ajak bisa bermain juga sama aku," sahut Mila.Tak banyak lagi obrolan dari Mila dan Reva. Tio sedari tadi hanya memilih diam karena ia tersiksa dengan gatal dan perih di sekujur tubuhnya. Ia merasa malu karena ditolong oleh mantan istrinya sendiri yang sudah jelas di masa l
Reva kemudian memberitahukan kalau semua bahan sudah siap dan bisa langsung dikerjakan. Lalu Reva menuju ke rumahnya karena ingin membereskan rumah terlebih dahulu.Sementara itu di ruang produksi, Tika melihat Lina secara tak biasanya. "Lin, kamu habis minta apa sama Bu Reva?" tanya Tika."Minta apa maksud Mbak Tika?" balas Lina. Ia juga bingung arah pembicaraan Tika kemana. Sedangkan ia tak pernah minta apapun sama Reva."Kemarin kamu ngomong kalau kamu ada masalah. Yah, nggak tahu sih kamu ngomong apa. Tapi aku menangkap kamu minta sesuatu," jawab Tika. Lina bingung mau menjawab apa. Ia tak tahu juga harus menjawab apa. "Halah, ngomong saja kamu minta uang tambahan sama Bu Reva. Iya, 'kan?" tuduh Tika."Sumpah beneran enggak, Mbak. Aku kemarin cuma minta pinjam uang. Tapi nggak dikasih. Malah Bu Reva yang turun sendiri mau membantu," jawab Lina. Ia merasa tak nyaman dengan tuduhan Tika barusan yang ditujukan kepadanya. "Pinjam uang untuk apa?" tanya Lina."Om ku sakit. Tapi ngga
Tika langsung membeli kalung di pasar dan dengan uang yang lumayan ia bisa membeli sekitar sepuluh gram. Ia dengan bangga langsung memakai kalung tersebut untuk dibawa pulang. Terlihat Randi, suaminya Tika melihat istrinya sedang memakai kalung dan merasa curiga. "Dari mana kamu punya uang untuk membeli kalung itu, Tika?" tanya Randi."Kerja lah, Mas. Kalau cuma di rumah dan malas-malasan juga mana bisa," jawab Tika sembari mengaca di depan cermin."Kamu belum siapkan makanan untuk anak kita. Sebaiknya kamu memasak atau mungkin kamu bawa lauk dari pasar?" tanya Randi."Enak saja. Aku sibuk. Aku harus bekerja, pualng masih harus masak. Seharusnya kamu yang bekerja juga menyiapkan makanan untuk anak kita. Kamu kan pulang lebih awal. Jangan rewel deh," debgus Tika.Semenjak Tika bekerja satu bulan belakangan, Tika memang lebih berani kepada Randi. Randi sampai tak habis pikir. Ia kemudian menggoreng telur sadar untuk anak lelakinya. Karena sejak tadi menunggu kedatangan Tika yang mungkin
"Kenapa nggak bisa? Aku pulang hanya ingin mengajak kamu makan siang. Titipkan saja lah toko sama mereka. Cuma sebentar aja kok," protes Roy. Ia merasa kalau memang ingin mengajak Reva pergi untuk makan siang sekarang juga."Ya sudah, sebentar aku titip toko dulu sama mereka," jawab Reva kemudian menuju toko dan menitipkan toko pada Lina. Saat ditinggal Roy dan Reva pergi, Tika melihat kalau toko juga mulai ada yang datang. "Biar aku yang ke depan," ucap Tika gegas menuju ke toko.Lina merasa tak enak karena tadi yang dititipi toko adalah dirinya. Tetapi ia juga tak mau berfikir buruk pada rekan kerjanya.Tika membuka dan menutup laci uang untuk memberikan uang kembalian pada pembeli. Ada hal yang menarik baginya. Karena tak ada Reva, kalau ia ambil sedikit saja juga nggak akan ketahuan. Ia kemudian menyelipkan beberapa lembar uang seratus dan lima puluh ribu di sakunya. Tak sengaja Lina memergoki Tika yang menyimpan uang dari laci dan dimasukkan dalam saku. Tetapi ia kemudian pura-p
"Serius?" tanya Reva polos. Ia memang tak mengerti hal itu. Ia juga tak mencari tahu tentang perhiasan mahal. "Iya, aku memang menyiapkan itu sih. Apa sih yang nggak buat istri tercinta. Tapi aku harap kalau nisa kamu tak akan menjualnya demi apapun, Reva. Jujur, aku kasih itu ke kamu setidaknya ada barang berharga yang bisa kamu miliki," jawab Roy.Reva tersenyum. Sebenarnya ia tak butuh semua itu. Sebagai wanita yang pernah gagal dalam sebuah pernikahan, bagi Reva ketulusan dan kejujuran pasangan itu jauh lebih berharga dari apapun. Tetapi ia bersyukur memiliki suami yang kaya dan ia tak sampai kekurangan suatu apapun. "Terima kasih, Roy. Kamu memang suami yang baik," jawab Reva.Mereka pun segera pulang. Karena Roy harus segera ke kantor karena ada meeting dengan klien sebentar lagi. Tanpa ikut turun Roy langsung menuju ke kantor dan Rwva dengan hati yang berbunga langsung menuju ke tokonya. Ia melihat kedua karyawan nya sedang bekerja di ruang produksi. "Kalian sudah makan sian
Malam hari itu juga Reva menyuruh orang untuk memasang kamera cctv dengan pengawasan oleh Roy. Ia melihat istrinya sedang kesulitan sejak tadi dan ia mau membantu Reva. Reva dan Roy meminta untuk meletakkan kamera cct di dua tempat yang pertama di toko dan tertutup oleh lampu. Pandai sekali mereka mendesain. Pantas saja Roy adalah pengusaha kaya dan bisa saja melakukan apa yang ia inginkan. Yang kedua di ruang produksi di belakang lemari dan lengkap bisa merekam suara juga.Setelah beres Reva menutup tokonya dan kemudian menunggu hari esok. Keesokan harinya, Reva menitipkan kembali tokonya pada Lina dan Tika. Dengan alasan Reva ingin ke salon. Tetapi itu hanya lah alibinya saja. Kamera cctv juga terhubung melalui ponselnya. Sehingga bisa memantau toko dan rumah produksi dari mana dan kapan pun ia mau. Ia memang sengaja melakukan itu agar mengetahui sebenarnya apa yang ada di toko sebenarnya. Reva benar ke salon. Dari pada membuang waktu percuma ia memilih untuk ke salon. Sudah sangat
Reva kemudian masuk ke dalam rumah. Ia menunggu kedatangan Roy yang sebentar lagi akan pulang. Tak lama kemudian mobil Roy pun tiba. Reva sudah bersiap di depan pintu untuk menyambut kedatangan suaminya."Tara," ucap Reva dengan membuka pintu."Loh, ini siapa?" tanya Roy menggoda istrinya."Ih, kamu nih. Ya aku lah. Tadi kan aku bilang mau ke salon. Dan ini aku ganti rambut pendek. Kamu suka nggak?" balas Reva."Suka, aku suka kamu mau bagaimana pun," jawab Roy kemudian masuk ke dalam rumah."Yah, maksudku kamu lebih bagaimana melihat aku kemarin rambut panjang atau lebih pendek?" tanya Reva memaksa. Ia hanya ingin dipuji lebih cantik. Karena sebenarnya perempuan memang sangat suka mendapatkan pujian."Aku suka melihat kamu kalau senyum, Sayang. Aku nggak menilai kamu dari panjang atau pendeknya rambut kamu," jawab Roy yang diikuti Reva masuk ke dalam kamar.Reva justru cemberut. Ia tak menanggapi ucapan Roy sekali pun. Ia justru duduk di tepi ranjang dengan wajah ditekuk. "Kenapa k
"Akhirnya kamu menikah, Mega," ucap Reva. Kandungan Reva sudah memasuki usia sembilan bulan dan hanya menunggu waktu lahir saja. Meskipun sebenarnya dokter tidak menyarankan untuk melakukan perjalanan perjalanan terutama jalan yang tidak rata. Tetapi Reva tetap memaksa untuk bisa datang di acara pernikahan adiknya."Terima kasih, kak. Ini juga semua berkat kak Reva. Sudah meyakinkan aku kalau jodoh tak akan kemana," sahut Mega. "Kamu harus raih cita-cita mu jadi dokter loh," peringat Reva."Tentu, kak. Aku akan fasilitasi Mega di rumah sakit yang aku pegang saat ini. Aku akan wujudkan cita-cita Mega untuk bisa jadi dokter. Kalau Mega mau aku akan menyekolahkan dia jadi dokter spesialis," sahut Ivan. Ia tak sengaja mendengar obrolan istri dan kakak iparnya."Iya, kamu jaga baik-baik adikku ya, Ivan! Aku harap kamu bisa mengerti dia kalau masih bersikap seperti anak kecil. Karena pada dasarnya Mega ini adalah anak yang manja yang kemudian tiba-tiba berstatus menjadi istri orang," tita
Satu minggu kemudian.Bu Ningsih sudah memulai aktivitas kembali. Dia membuka warungnya seperti biasa. Para pelanggan pun juga sudah berdatangan ke warungnya. Ada orang yang kebetulan lewat dan makan di sana. Ia ini dikirimkan oleh Ayahnya Ivan."Bu, nasi campur satu," pesan seorang tadi. "Lauk apa, Pak?" tanya Bu Ningsih."Telur pakai sayur nangka muda saja, Bu," jawab orang tadi.Bu Ningsih pun mengantarkan pesanan itu untuk orang tadi. "Bu, kok sering tutup sih warungnya?" tanya orang tadi."Ya, ada beberapa hal di kota dan harus diselesaikan." Bu Ningsih tak tertarik dengan obrolan dari pelanggan nya tersebut. Karena tak banyak respon akhirnya orang tadi pun diam. Tak berselang lama orang tua Ivan pun yang datang. Mereka memesan di warung Bu Ningsih tetapi masih memakai masker. Setelah selesai makan pun Ayahnya Ivan hendak membayar. "Berapa semua, bu?" "Empat puluh ribu rupiah, Pak,'' jawab Bu Ningsih. Ayahnya Ivan memberikan uang seratus ribu. Dan hendak mengembalikan Ay
"Sebenarnya apa penyebab ibu saya meninggal?" tanya Roy pada petugas lapas."Jadi beberapa minggu terakhir ini ibu Anda memang sakit dan sudah beberapa kali juga kami antar ke rumah sakit. Tetapi kami menyarankan untuk memberitahukan pada pihak keluarga. Tetapi Bu Wendah menolak dan ingin merahasiakan semua penyakit nya dari keluarga. Menurutnya dia malu pada keluarga nya. Jadi lebih memilih untuk diam. Dan tadi malam kondisi Bu Wendah benar-benar menurun. Kami akan bawa ke rumah sakit dia menolak. Dia tetap ingin berada di sini dan justru menitipkan surat pada pihak kami. Lalu tadi pagi kata temannya Bu Wendah saat akan dibangunkan suhu tubuhnya sudah dingin dan tak sadarkan diri. Kami periksa dan ternyata sudah meninggal sejak tadi malam," terang petugas lapas panjang lebar.Roy dan ayahnya saling memandang. Mereka selama ini tak tahu kalau ternyata Bu Wendah sakit. Mereka hanya bisa menerima takdir. Tetapi sebuah surat yang dititipkan pada petugas lapas diterima Roy. Begini lah i
Reva merencanakan untuk mengadakan acara tujuh bulanan. Acara ini memang sengaja ia gelar untuk keselamatan ibu dan bayi serta juga media untuk berbagi sesama. Melihat kebahagiaan orang membuat Reva juga bahagia. Reva melihat kebahagiaan para tamu undangan dan diberikan hampers berupa kue dari tokonya. Ia merasa tak akan rugi membagikan itu semua. Ini adalah jalan untuk berbagi dan memperkenalkan secara luas kue buatannya. Bu Ningsih dan Pak Haris juga datang. Begitu juga dengan Pak Toni selaku ayah dari Roy. Kehangatan keluarga besar itu pun sangat terasa. Begitu juga dengan para anak panti asuhan yang sengaja diundang hadir oleh Reva. Kali ini Roy juga lebih senang karena ada perwakilan keluarga nya yang hadir di acara perayaan tujuh bulanan. Segala doa dilanjutkan dan minta diberikan keselamatan sampai anak Reva lahir. Kalau pun sudah lahir Reva dan bayinya juga didoakan untuk bisa sehat terus. Dan menjelang sore pun semua tamu undangan pulang. Reva mengadakan acara tujuh bulan
Reva tahu bagaimana perasaan adiknya. Ia memang tak pernah ada di posisi Mega. Hanya saja ia pernah ditolak oleh orangtua nya dan memilih untuk pergi dari rumah karena ingin mengejar cintanya pada Roy. Apakah Reva akan memberikan nasihat seperti itu pada Mega? Tentu saja tidak. Reva hanya ingin pengalaman di masa lalunya tidak terulang untuk adiknya. Karena Mega sebenarnya anak penurut tidak seperti Reva yang lebih bar bar. Apalagi Mega juga tak pernah macam-macam. Sehingga Mega akan tetap menurut apa kata orang tuanya. Baginya keputusan orang tuanya adalah hal yang baik baginya. Karena baginya ridho tuhan ada pada orang tuanya."Kak, apakah aku memang tidak berjodoh dengan Ivan?" tanya Mega lirih."Kalau jodoh nggak akan kemana kok. Kamu lihat aku kan? Bagaimana aku bisa mendapatkan restu ibu untuk bisa menikah dengan Roy? Pada saat Roy sudah jadi menantunya pun juga masih diuji dengan berbagai masalah. Tidak hanya sampai situ, Mega! Kamu harus berdoa dan berusaha selagi kamu bisa,"
Ivan menggigit bibirnya. Ia merasa ada salah paham di sana. "Maaf, kami akan membatalkan rencana pernikahan Mega dan Ivan." Bu Ningsih langsung bangkit dan langsung menggandeng tangan suaminya dan Mega juga. Reva kemudian menghentikan langkah ibunya. "Bu, tolong dengarkan dulu penjelasan mereka! Aku yakin mereka bukan berbohong karena ingin menyakiti pihak kita." Ia yakin keluarga Ivan hanya tak ingin kalau Ivan terlihat seperti orang kaya saja. "Untuk apa, Reva? Sudah jelas tadi kita dengar kalau mereka berbohong, 'kan? Ibumu ini memang miskin tetapi bukan berarti bisa saja dipermainkan." Bu Ningsih benar-benar marah dan tak menyangka Ia bisa dipermainkan oleh calon besannya. Tampak Mega juga berkaca-kaca. Antara kecewa kepada Ivan atau sedih jika keluarga nya telah membatalkan setidaknya rencana pernikahan tersebut.Jika Bu Ningsih sudah berkehendak tentu saja tak ada yang bisa menghalangi. Bu Ningsih benar-benar pulang. Roy masih memahami situasi tersebut. Ia makin yakin kalau
Reva menghela napas. Ia ingat betul saat pernikahan pertama nya dengan Tio yang kandas di usia pernikahan yang tergolong masih baru. Tapi apalah daya. Sekelas mungkin Reva berusaha tetapi Tio lah yang membawa tamu ke rumah. Tamu itu adalah madunya. Reva juga ingin menikah sekali seumur hidup. Tetapi ternyata keinginan nya tak tercapai. Ia baru merasakan kebahagiaan sebenarnya setelah menikah dengan Roy."Sebenarnya kalau sulit tidak. Hanya saja perlu adanya komitmen yang kuat antara kedua belah pihak. Kamu tahu kan aku juga pernah gagal di pernikahan ku yang pertama?" Mega terhenyak. Ia menyadari memang kakaknya pernah gagal dalam pernikahan pertama. "Iya, kak. Aku mengerti.""Kamu sudah yakin sama Ivan?" tanya Reva meyakinkan. "Sudah, kak. Aku memang suka sih sama Ivan. Tapi mana mungkin aku berani mengatakan kalau aku suka sama dia. Tapi ternyata Ivan juga suka sama aku. Aku nggak percaya akan hal itu,'' jawab Mega."Ya sudah kalau kamu memang yakin. Masalah pekerjaan itu bukan la
Mereka pun duduk bersama di ruang tamu. Hanya Reva saja yang masih belum hadir di sana. "Mega, ngomong-ngomong kakakmu nggak pulang?" tanya Ivan."Ada, dia sedang tidur. Baru datang tadi pagi. Maklum ibu hamil begitu," jawab Mega. Sebenarnya ia malu kalau berbicara dengan Ivan di hadapan keluarga mereka masing-masing. "Yah, maksud kedatangan kami ini untuk melamar Mega, Pak, Bu. Ivan ini memang anak kami satu-satunya. Dia ingin menikahi Mega. Tetapi seperti yang Ivan katakan kalau dia hanyalah office boy. Apakah Bapak dan Ibu setuju?" tanya ayahnya Ivan."Sejak awal Mega mengatakan kami memang tidak keberatan dengan pekerjaan apapun. Kami juga dari kampung dan saya juga hanya membuka warung di sini. Bukan lah orang kaya. Yang penting pekerjaan halal dan Ivan juga serius dengan Mega bagi kami tak masalah," jawab Bu Ningsih.Orang tua Ivan pun saling memandang. Mereka saling melemparkan senyum. "Hanya saja untuk menikah kami sarankan untuk menunggu minimal Mega lulus kuliah, Pak. Kan
Roy mengajak Reva makan di tempat yang Reva inginkan yaitu di ayam geprek. Roy memesan tempat yang nyaman untuk Reva. Reva kemudian memesan ayam geprek level satu meskipun sebenarnya Reva ingin yang super pedas. Tetapi ia tahu kalau Roy tak akaN mengizinkan. Dan kalau pun memaksa dirinya lah yang akan sakit perut sendiri. Tak berselang lama pesanan Reva pun tiba. Ia sudah tak sabar untuk makan ayam krispi yang digeprek lengkap dengan sambal. Ia ingin makan dengan segera. Setelah datang pun Reva tak lupa berdoa agar ia makan juga baik untuk dirinya dan bayi yang ada di dalam kandungan nya. Roy hanya menggelengkan kepalanya karena tingkah sang istri. Ia juga ikut makan di samping Reva. Reva makan dengan lahap dan tak butuh waktu lama ayam geprek dan nasi pun sudah ludes. "Enak banget nih," ucap Reva setelah selesai mencuci tangan."Mau dibawa pulang juga?" usul Roy."Boleh tuh." Reva dengan semangat untuk membawa pulang ayam geprek. Reva dan Roy pun pulang. Reva merasa lelah. Ia but