"Iya, Bu. Dengan senang hati saya membantu. Saya siapkan kamar untuk Bu Reva, ya?" sahut Linda."Lin, anggap kita teman, ya? Jangan panggil aku Bu lah! Panggil saja Reva biar enak," pinta Reva.Linda pun tersenyum. "Baiklah kalau begitu, Reva.""Nah, begitu kan lebih baik," sahut Reva.Reva kemudian istirahat sementara di rumah Linda yang lumayan nyaman untuknya. Meskipun tak sebesar rumah nya sendiri, tetapi rumah Linda cukup membuatnya pergi meninggalkan pikiran tentang Pak Roy.Keesokan harinya, Reva ke kantor. Kakinya terpaksa tak mengenakan sepatu karena masih terluka. Sehingga dia mengenakan sandal. Tiba-tiba saat di ruangannya sudah ada sebuah surat.[Datang ke ruangan saya sekarang! Roy]Pesan singkat itu membuat Reva bingung. Dia juga takut jika tidak melakukan perintah Pak Roy. Namun, apa yang akan dikatakan kepada Pak Roy jika dirinya telah kabur dari rumah singgah itu.Reva pun ke lantai dimana ruangan CEO ada. Dia menuju ke ruangan itu dan mengetuk pintu.Tok tok tok.Ta
Sesampainya di rumah singgah Pak Roy, Bi Ira menyambut kedatangan Reva."Bu Reva, saya khawatir. Kemarin kok tidak pulang?" tanya Bi Ira. Setelah menutup pintu, Reva pun bercerita kalau sebenarnya dia takut dengan Pak Roy. Karena belum banyak mengenal Pak Roy tetapi Pak Roy banyak ikut campur urusan pribadi nya. Termasuk dengan perceraian. Bi Ira kemudian tersenyum simpul. "Bu Reva, tidak perlu khawatir! Pak Roy tak akan mencelakai Bu Reva. Yakinlah dengan saya. Saya bisa menjamin. Memang Pak Roy memiliki cara yang mungkin tak dipahami oleh orang lain. Jadi Bu Reva ikuti saja selagi itu tak membahayakan. Tetapi tak mungkin bahaya juga karena Bu Reva akan didampingi anak buah Pak Roy," jelasnya. "Saya diikuti? Untuk apa?" tanya Reva penasaran."Yah, untuk menjaga Bu Reva," jawab Bi Ira kemudian bangkit ke belakang.Reva masih melongo mendengar jawaban Bi Ira. Dia masih merasa takut juga. Entah apa yang akan terjadi besok harinya. Belum lah besok, hari ini juga masih bingung karena
Sidang hanya berlangsung satu kali. Dan saat itu juga diputuskan jika Reva dan Tio resmi bercerai.Terlihat wajah yang haru dari Tio. Penyesalan sudah tak ada guna lagi. Sekarang di depan mata. Keputusannya adalah menjual rumah yang sudah dibangun mereka berdua dan hasilnya dibagi dua. Meskipun terdapat pertentangan tetapi itulah yang menjadi Keputusannya. Mau tidak mau Tio harus menerima hasil yang sudah diputuskan. Setelah sidang selesai, Tio menghampiri Reva. "Rev, aku minta maaf. Kalau selama ini menjadi suami yang tidak baik untuk kamu. Tetapi aku mohon untuk sementara kamu perbolehkan aku tidur di rumah. Jika nanti sudah ada yang membeli barulah aku akan pergi meninggalkan rumah itu. Barang-barang kamu juga masih ada di sana, kan?" "Ya, semoga kamu bisa lebih bijak lagi sebagai suami. Karena kamu juga masih berstatus suami orang. Jadi seharusnya kamu bisa mengambil Pelajaran! Iya, silakan! Nanti aku akan pasang pengumuman jika rumah kita akan dijual," sahut Reva kemudian meni
"Hey, diam kamu! Kamu perempuan juga masa membiarkan rumah bisa sekotor tadi? Heran, ternyata ada perempuan yang jorok," balas Reva."Sudah, cukup! Ini kapan akan melakukan transaksi kalau kalian ribut begini?" tanya Pak Roy.Pak Roy sudah menyiapkan segala sesuatu nya, termasuk notaris dan juga perangkat nya untuk mendukung dalam jual beli rumah. "Saya akan membayar berapa pun yang kalian mau.""Saya minta sepuluh milyar," ucap Mila."Hey, kamu siapa? Kenapa ikut campur dalam urusan ini! Lebih baik kamu diam karen dalam hal ini kamu tidak ada andil sama sekali," gertak Reva."Ya sudahlah, satu milyar sesuai keinginan Reva saja. Saya sudah malas berdebat," sahut Tio."Nggak bisa begitu dong, Mas! Aku kan maunya harga tinggi. Kenapa kamu malah mengiyakan harga dari Reva? Belum lagi nanti harus dibagi dua. Dapatnya cuma 500 juta saja," tanya Mila.Reva menggelengkan kepalanya. Dia merasa heran kepada Mila seperti tak tahu malu dan juga tak tahu diri. Semuanya pun menegur Mila. Termasu
Reva berbalik. Melihat rumah itu seperti melihat kenangan akan bersama dengan Tio. Dia sedikit merasa tak sanggup kalau harus tinggal sendiri di rumah sebesar itu.Reva kemudian duduk di ruang tamu. Memikirkan apa yang harus dilakukan selanjutnya. Jika dia harus berada di rumah sebesar itu tentu membuatnya kesepian. Tetapi siapa lagi yang bisa tinggal bersamanya. Tiba-tiba dia mengingat seseorang. Dan menelponnya. "Halo, Linda?" sapa Reva."Iya, halo. Ada apa, Rev?" tanya Linda.Reva menyampaikan kalau sepulang kerja Linda ke rumahnya untuk tinggal bersama. Setidaknya memiliki teman untuk mengutarakan uneg-uneg yang ada di pikiran nya.Sore harinya, Linda pun ke rumah Reva. Reva sudah memasak di dapurnya. ''Jadi kamu tinggal di sini lagi, Rev?" tanya Linda."Iya, ceritanya membingungkan. Jadi sebaiknya kamu makan dulu saja. Nanti baru aku ceritakan," jawab Reva.Dengan senang hati Linda makan. Karena memang masakan Reva begitu lezat. Apalagi ju
"Ya Tuhan. Kenapa bisa? Kok kamu nggak bilang sama kami, Reva? Walau bagaimanapun juga kamu seharusnya sampaikan kalau ada masalah dengan suami kamu. Nggak tiba-tiba bercerai seperti ini. Pantas saja Perasaan ibumu ini nggak enak, rupanya memang ada masalah dengan rumah tangga kalian," tanya ibunya Reva."Maaf, Bu. Karena memang masalahnya cukup rumit dan tidak bisa diselesaikan. Aku sudah mempertimbangkan dengan baik semuanya. Bahkan aku juga sudah cukup mengalah. Tio menikah lagi dan dia dan istri barunya memperlakukan aku dengan tidak baik," jawab Reva."Apapun harusnya kamu sampaikan kepada kami, Rev. Kami ini adalah orang tua kamu. Kamu tidak sendiri. Jadi seharusnya kamu sampaikan kepada kami apa masalah kamu jadi kami bisa membantu. Jadi kalian sudah resmi bercerai?" sahut ayahnya Reva."Iya, Yah. Hari ini sidang, dan hari ini juga menjual rumah ini," jawab Reva."Lalu kenapa kamu masih berada di rumah ini kalau rumah ini sudah dijual?" tanya i
"Dari siapa itu?" gumam Reva. Dia merasa ragu dengan pemberian makanan itu. Dia kemudian menghampiri Linda dan bertanya apakah Linda mengirimkan makanan untuknya dan ternyata tidak. Lalu siapa yang sudah mengantarkan makanan itu? Reva benar-benar Bingung. Tetapi dia tak banyak waktu untuk bingung. Dia harus bekerja karena deadline sudah mepet semua.Sepulang bekerja, Reva terlebih dahulu membeli beberapa makanan untuk diberikan kepada orang tuanya. Reva memang lebih suka memasak, tetapi dalam suatu waktu Dia juga makan dari membeli di luar. Reva ingat ketika pulang kerja dulu dijemput Tio dan mereka makan bersama di sebuah warung di pinggir jalan. Reva begitu senang meskipun hanya sederhana. Bukan di tempat yang mewah. Reva kembali harus mengubur kenangan bersama dengan Tio. Karena mereka sudah berpisah. Reva harus lebih berkonsentrasi selama di perjalanan. Mengingat dua pernah kecelakaan beberapa waktu yang lalu. Saat sudah sampai di depan rumah, Reva
"Reva, resign besok atau ibu tak mau bertemu kamu lagi!" ancam ibunya Reva.Reva menghela napas panjang. Mencoba menari perkataan yang pas. "Baik lah, Bu. Sesuai standar pengunduran diri memerlukan waktu. Besok aku akan berikan pengajuan pengunduran diri. Mungkin membutuhkan waktu sekitar dua minggu.""Lama sekali. Pak Roy, Anda kan sebagai atasan Reva. Reva sudah mengatakan keinginannya untuk mengundurkan diri. Jadi saya minta tidak perlu waktu yang lama sekali untuk itu. Tolong lakukan itu kepada Reva!" tutur Ibunya Reva."Apakah memang Reva harus meninggalkan kantor, Pak, Bu?" tanya Pak Roy."Iya, harus. Karena saya tak mau anak saya yang janda ini tinggal jauh dari saya. Sudah saya katakan sebelumnya status janda itu tak mudah. Dekat dengan laki-laki sebelumnya masa iddahnya selesai itu banyak menimbulkan fitnah. Jadi lebih baik Reva meninggalkan kantor dan membangun usaha di kampung,'' jawab ibunya Reva. Pak Roy cukup bingung dengan situasi ini. Kalau
"Akhirnya kamu menikah, Mega," ucap Reva. Kandungan Reva sudah memasuki usia sembilan bulan dan hanya menunggu waktu lahir saja. Meskipun sebenarnya dokter tidak menyarankan untuk melakukan perjalanan perjalanan terutama jalan yang tidak rata. Tetapi Reva tetap memaksa untuk bisa datang di acara pernikahan adiknya."Terima kasih, kak. Ini juga semua berkat kak Reva. Sudah meyakinkan aku kalau jodoh tak akan kemana," sahut Mega. "Kamu harus raih cita-cita mu jadi dokter loh," peringat Reva."Tentu, kak. Aku akan fasilitasi Mega di rumah sakit yang aku pegang saat ini. Aku akan wujudkan cita-cita Mega untuk bisa jadi dokter. Kalau Mega mau aku akan menyekolahkan dia jadi dokter spesialis," sahut Ivan. Ia tak sengaja mendengar obrolan istri dan kakak iparnya."Iya, kamu jaga baik-baik adikku ya, Ivan! Aku harap kamu bisa mengerti dia kalau masih bersikap seperti anak kecil. Karena pada dasarnya Mega ini adalah anak yang manja yang kemudian tiba-tiba berstatus menjadi istri orang," tita
Satu minggu kemudian.Bu Ningsih sudah memulai aktivitas kembali. Dia membuka warungnya seperti biasa. Para pelanggan pun juga sudah berdatangan ke warungnya. Ada orang yang kebetulan lewat dan makan di sana. Ia ini dikirimkan oleh Ayahnya Ivan."Bu, nasi campur satu," pesan seorang tadi. "Lauk apa, Pak?" tanya Bu Ningsih."Telur pakai sayur nangka muda saja, Bu," jawab orang tadi.Bu Ningsih pun mengantarkan pesanan itu untuk orang tadi. "Bu, kok sering tutup sih warungnya?" tanya orang tadi."Ya, ada beberapa hal di kota dan harus diselesaikan." Bu Ningsih tak tertarik dengan obrolan dari pelanggan nya tersebut. Karena tak banyak respon akhirnya orang tadi pun diam. Tak berselang lama orang tua Ivan pun yang datang. Mereka memesan di warung Bu Ningsih tetapi masih memakai masker. Setelah selesai makan pun Ayahnya Ivan hendak membayar. "Berapa semua, bu?" "Empat puluh ribu rupiah, Pak,'' jawab Bu Ningsih. Ayahnya Ivan memberikan uang seratus ribu. Dan hendak mengembalikan Ay
"Sebenarnya apa penyebab ibu saya meninggal?" tanya Roy pada petugas lapas."Jadi beberapa minggu terakhir ini ibu Anda memang sakit dan sudah beberapa kali juga kami antar ke rumah sakit. Tetapi kami menyarankan untuk memberitahukan pada pihak keluarga. Tetapi Bu Wendah menolak dan ingin merahasiakan semua penyakit nya dari keluarga. Menurutnya dia malu pada keluarga nya. Jadi lebih memilih untuk diam. Dan tadi malam kondisi Bu Wendah benar-benar menurun. Kami akan bawa ke rumah sakit dia menolak. Dia tetap ingin berada di sini dan justru menitipkan surat pada pihak kami. Lalu tadi pagi kata temannya Bu Wendah saat akan dibangunkan suhu tubuhnya sudah dingin dan tak sadarkan diri. Kami periksa dan ternyata sudah meninggal sejak tadi malam," terang petugas lapas panjang lebar.Roy dan ayahnya saling memandang. Mereka selama ini tak tahu kalau ternyata Bu Wendah sakit. Mereka hanya bisa menerima takdir. Tetapi sebuah surat yang dititipkan pada petugas lapas diterima Roy. Begini lah i
Reva merencanakan untuk mengadakan acara tujuh bulanan. Acara ini memang sengaja ia gelar untuk keselamatan ibu dan bayi serta juga media untuk berbagi sesama. Melihat kebahagiaan orang membuat Reva juga bahagia. Reva melihat kebahagiaan para tamu undangan dan diberikan hampers berupa kue dari tokonya. Ia merasa tak akan rugi membagikan itu semua. Ini adalah jalan untuk berbagi dan memperkenalkan secara luas kue buatannya. Bu Ningsih dan Pak Haris juga datang. Begitu juga dengan Pak Toni selaku ayah dari Roy. Kehangatan keluarga besar itu pun sangat terasa. Begitu juga dengan para anak panti asuhan yang sengaja diundang hadir oleh Reva. Kali ini Roy juga lebih senang karena ada perwakilan keluarga nya yang hadir di acara perayaan tujuh bulanan. Segala doa dilanjutkan dan minta diberikan keselamatan sampai anak Reva lahir. Kalau pun sudah lahir Reva dan bayinya juga didoakan untuk bisa sehat terus. Dan menjelang sore pun semua tamu undangan pulang. Reva mengadakan acara tujuh bulan
Reva tahu bagaimana perasaan adiknya. Ia memang tak pernah ada di posisi Mega. Hanya saja ia pernah ditolak oleh orangtua nya dan memilih untuk pergi dari rumah karena ingin mengejar cintanya pada Roy. Apakah Reva akan memberikan nasihat seperti itu pada Mega? Tentu saja tidak. Reva hanya ingin pengalaman di masa lalunya tidak terulang untuk adiknya. Karena Mega sebenarnya anak penurut tidak seperti Reva yang lebih bar bar. Apalagi Mega juga tak pernah macam-macam. Sehingga Mega akan tetap menurut apa kata orang tuanya. Baginya keputusan orang tuanya adalah hal yang baik baginya. Karena baginya ridho tuhan ada pada orang tuanya."Kak, apakah aku memang tidak berjodoh dengan Ivan?" tanya Mega lirih."Kalau jodoh nggak akan kemana kok. Kamu lihat aku kan? Bagaimana aku bisa mendapatkan restu ibu untuk bisa menikah dengan Roy? Pada saat Roy sudah jadi menantunya pun juga masih diuji dengan berbagai masalah. Tidak hanya sampai situ, Mega! Kamu harus berdoa dan berusaha selagi kamu bisa,"
Ivan menggigit bibirnya. Ia merasa ada salah paham di sana. "Maaf, kami akan membatalkan rencana pernikahan Mega dan Ivan." Bu Ningsih langsung bangkit dan langsung menggandeng tangan suaminya dan Mega juga. Reva kemudian menghentikan langkah ibunya. "Bu, tolong dengarkan dulu penjelasan mereka! Aku yakin mereka bukan berbohong karena ingin menyakiti pihak kita." Ia yakin keluarga Ivan hanya tak ingin kalau Ivan terlihat seperti orang kaya saja. "Untuk apa, Reva? Sudah jelas tadi kita dengar kalau mereka berbohong, 'kan? Ibumu ini memang miskin tetapi bukan berarti bisa saja dipermainkan." Bu Ningsih benar-benar marah dan tak menyangka Ia bisa dipermainkan oleh calon besannya. Tampak Mega juga berkaca-kaca. Antara kecewa kepada Ivan atau sedih jika keluarga nya telah membatalkan setidaknya rencana pernikahan tersebut.Jika Bu Ningsih sudah berkehendak tentu saja tak ada yang bisa menghalangi. Bu Ningsih benar-benar pulang. Roy masih memahami situasi tersebut. Ia makin yakin kalau
Reva menghela napas. Ia ingat betul saat pernikahan pertama nya dengan Tio yang kandas di usia pernikahan yang tergolong masih baru. Tapi apalah daya. Sekelas mungkin Reva berusaha tetapi Tio lah yang membawa tamu ke rumah. Tamu itu adalah madunya. Reva juga ingin menikah sekali seumur hidup. Tetapi ternyata keinginan nya tak tercapai. Ia baru merasakan kebahagiaan sebenarnya setelah menikah dengan Roy."Sebenarnya kalau sulit tidak. Hanya saja perlu adanya komitmen yang kuat antara kedua belah pihak. Kamu tahu kan aku juga pernah gagal di pernikahan ku yang pertama?" Mega terhenyak. Ia menyadari memang kakaknya pernah gagal dalam pernikahan pertama. "Iya, kak. Aku mengerti.""Kamu sudah yakin sama Ivan?" tanya Reva meyakinkan. "Sudah, kak. Aku memang suka sih sama Ivan. Tapi mana mungkin aku berani mengatakan kalau aku suka sama dia. Tapi ternyata Ivan juga suka sama aku. Aku nggak percaya akan hal itu,'' jawab Mega."Ya sudah kalau kamu memang yakin. Masalah pekerjaan itu bukan la
Mereka pun duduk bersama di ruang tamu. Hanya Reva saja yang masih belum hadir di sana. "Mega, ngomong-ngomong kakakmu nggak pulang?" tanya Ivan."Ada, dia sedang tidur. Baru datang tadi pagi. Maklum ibu hamil begitu," jawab Mega. Sebenarnya ia malu kalau berbicara dengan Ivan di hadapan keluarga mereka masing-masing. "Yah, maksud kedatangan kami ini untuk melamar Mega, Pak, Bu. Ivan ini memang anak kami satu-satunya. Dia ingin menikahi Mega. Tetapi seperti yang Ivan katakan kalau dia hanyalah office boy. Apakah Bapak dan Ibu setuju?" tanya ayahnya Ivan."Sejak awal Mega mengatakan kami memang tidak keberatan dengan pekerjaan apapun. Kami juga dari kampung dan saya juga hanya membuka warung di sini. Bukan lah orang kaya. Yang penting pekerjaan halal dan Ivan juga serius dengan Mega bagi kami tak masalah," jawab Bu Ningsih.Orang tua Ivan pun saling memandang. Mereka saling melemparkan senyum. "Hanya saja untuk menikah kami sarankan untuk menunggu minimal Mega lulus kuliah, Pak. Kan
Roy mengajak Reva makan di tempat yang Reva inginkan yaitu di ayam geprek. Roy memesan tempat yang nyaman untuk Reva. Reva kemudian memesan ayam geprek level satu meskipun sebenarnya Reva ingin yang super pedas. Tetapi ia tahu kalau Roy tak akaN mengizinkan. Dan kalau pun memaksa dirinya lah yang akan sakit perut sendiri. Tak berselang lama pesanan Reva pun tiba. Ia sudah tak sabar untuk makan ayam krispi yang digeprek lengkap dengan sambal. Ia ingin makan dengan segera. Setelah datang pun Reva tak lupa berdoa agar ia makan juga baik untuk dirinya dan bayi yang ada di dalam kandungan nya. Roy hanya menggelengkan kepalanya karena tingkah sang istri. Ia juga ikut makan di samping Reva. Reva makan dengan lahap dan tak butuh waktu lama ayam geprek dan nasi pun sudah ludes. "Enak banget nih," ucap Reva setelah selesai mencuci tangan."Mau dibawa pulang juga?" usul Roy."Boleh tuh." Reva dengan semangat untuk membawa pulang ayam geprek. Reva dan Roy pun pulang. Reva merasa lelah. Ia but