"Dari siapa itu?" gumam Reva. Dia merasa ragu dengan pemberian makanan itu. Dia kemudian menghampiri Linda dan bertanya apakah Linda mengirimkan makanan untuknya dan ternyata tidak. Lalu siapa yang sudah mengantarkan makanan itu? Reva benar-benar Bingung. Tetapi dia tak banyak waktu untuk bingung. Dia harus bekerja karena deadline sudah mepet semua.Sepulang bekerja, Reva terlebih dahulu membeli beberapa makanan untuk diberikan kepada orang tuanya. Reva memang lebih suka memasak, tetapi dalam suatu waktu Dia juga makan dari membeli di luar. Reva ingat ketika pulang kerja dulu dijemput Tio dan mereka makan bersama di sebuah warung di pinggir jalan. Reva begitu senang meskipun hanya sederhana. Bukan di tempat yang mewah. Reva kembali harus mengubur kenangan bersama dengan Tio. Karena mereka sudah berpisah. Reva harus lebih berkonsentrasi selama di perjalanan. Mengingat dua pernah kecelakaan beberapa waktu yang lalu. Saat sudah sampai di depan rumah, Reva
"Reva, resign besok atau ibu tak mau bertemu kamu lagi!" ancam ibunya Reva.Reva menghela napas panjang. Mencoba menari perkataan yang pas. "Baik lah, Bu. Sesuai standar pengunduran diri memerlukan waktu. Besok aku akan berikan pengajuan pengunduran diri. Mungkin membutuhkan waktu sekitar dua minggu.""Lama sekali. Pak Roy, Anda kan sebagai atasan Reva. Reva sudah mengatakan keinginannya untuk mengundurkan diri. Jadi saya minta tidak perlu waktu yang lama sekali untuk itu. Tolong lakukan itu kepada Reva!" tutur Ibunya Reva."Apakah memang Reva harus meninggalkan kantor, Pak, Bu?" tanya Pak Roy."Iya, harus. Karena saya tak mau anak saya yang janda ini tinggal jauh dari saya. Sudah saya katakan sebelumnya status janda itu tak mudah. Dekat dengan laki-laki sebelumnya masa iddahnya selesai itu banyak menimbulkan fitnah. Jadi lebih baik Reva meninggalkan kantor dan membangun usaha di kampung,'' jawab ibunya Reva. Pak Roy cukup bingung dengan situasi ini. Kalau
Reva benar-benar pindah dari kota. Entah membuka usaha apa nantinya dia di kampung Karena dia kurang memiliki skill berjualan. Linda menyampaikan jika begitu sedih melihat kepergian Reva. Bertahun-tahun bekerja bersama tiba-tiba harus berpisah. Baginya seperti kehilangan sahabat yang sudah lama bersama. Tetapi hidup memiliki pilihan. Tentu Reva juga sudah mempertimbangkan semuanya. Dia tak mau membuat pikiran kedua orang tuanya. Maka dia memilih untuk menuruti kemauan mereka. Membutuhkan waktu sekitar lima jam akhirnya Reva dan keluarganya sampai di kampung halaman. Meninggalkan ibu kota yang penat dan juga macet dia berada di desa yang cukup asri. Pemandangan sawah dan juga gunung terlihat jelas di matanya. Reva disambut oleh adiknya yang bernama Mega. Adik perempuan Reva yang masih bersekolah duduk di bangku kelas 3 sekolah menengah atas dan sebentar lagi akan lulus.Sejak dua tahun yang lalu Reva belum pernah pulang karena beberapa hal. Tio tak menginginkan un
Sudah genap satu bulan Reva meninggalkan pekerjaan kantornya, dan kembali ke kampung halaman. Reva kini tengah berdiam diri, di depan teras rumahnya. Sekarang dia tidak membantu ibunya di warung, dia bangun pagi-pagi, membereskan rumah dan sekarang duduk di teras dengan tatapan kosong menatap ke arah depan.Entah apa yang di pikirkan Reva, kita sangat sulit untuk menebaknya. Hingga Reva teringat sesuatu, dia lalu bangkit dari duduknya dan berjalan menuju kamar, mengambil ponselnya dan duduk di ujung kasur.“Ahh kenapa aku bisa mengingatnya!” ujar Reva, ketika dia justru membuka romchat dia dengan Roy saat masih bekerja di kantor Reva melemparkan ponselnya di atas kasur, dia lalu merebahkan tubuhnya menatap langit-langit kamarnya yang bertaburan dengan bintang-bintang.“Selama aku di kota, aku tidak pernah memikirkan dia, lalu kenapa sekarang justru aku benar kepikiran dengannya?!” kesal Reva, sambil mengacak rambutnya dengan kasar.Ya, memang Reva sering sekali teringat kepada Roy y
Setelah selesai sholat magrib, Reva kembali ke warung dan melihat Mega sudah berada duduk di depan warung. Reva ikut menarik kursi, dan duduk di depan Mega...“Kau tida sholat?” tanya Reva, yang sejak sore Mega berada di warung.Mega menggelengkan kepalanya. “Tidak,aku halangan,” Jawanya membuat Reva menganggukkan kepalanya dengan paham.Reva memainkan ponselnya, begitu juga dengan Mega yang sibuk dengan dunia mereka masing-masing.“Mbak,” panggil Mega, mengalihkan pandangan Reva. Mega menaruh ponselnya, ketika Reva menatap dirinya dengan heran. “Gimana sih rasanya kuliah di kota?” tanya Mega, membuat Reva menganggukkan kepalanya.“Kuliah di kota itu, sebenarnya menyenangkan. Namun kau juga harus pandai-pandai beradaptasi disana,” ujar Reva menjelaskan kepada Mega.Mega mengangguk. “Lalu apakah disana orang-orangnya itu sombong-sombong? Katanya anak kota itu rata-rata seperti itu.”Reva berdecak pelan, walau memang dia duku memiliki teman kuliah yang seperti Mega katakan tadi. Selain
Satu bulan kemudian...Reva kini menatap warungnya yang lebih luas, dan banyak fasilitas tambahan yang terdapat pada warungnya.Rasa senang sungguh terasa pada benaknya, dia menghembuskan nafasnya dengan lega.Akhirnya impian dirinya untuk membuat warung lebih besar, kini bisa terwujudkan walau masih belum terlalu sempurna tetapi ini sudah merupakan sebuah keberhasilan.Ibu Reva mendekat, dan merangkuk Reva dari samping. “Terima kasih ya, Reva. Impian kita bisa kamu wujudkan begitu saja,” ujar Ibu dengan penuh bangga mengelus pundak Reva.Reva memeluk pinggang ibunya, sekaligus tersenyum dengan bangga. “Iya Bu, sama-sama. Aku juga senang akhirnya aku bisa mewujudkan impian ibu. Walau ini belum seberapa, nanti aku akan merubah lebih bagus lagi.”Ibu menatap Reva dengan dalam, sungguh dia senang melihat Reva yang gemar membantu dirinya diwarung tapa ada Mengeluh. Dan kini dia mewujudkan impian seorang ibu, sungguh terharu dalam hati Ibu Reva.“Reva, ini saja bagi ibu sudah sangat cukup
“Lah kau ngapain bawa buku? Katanya mau bikin tugas di rumah,” ujar Reva melirik buku yang berada di atas meja.Mega mendengus kesal. “Di rumah sepi sekali, aku menjadi malas untuk mengerjakan apapun,” jawab Mega.“Yaudah jangan dikerjain gak apa!"Mega mengepalkan tanganya diudara dengan kesal, sementara Reva hanya acuh tak acuh akan adiknya.Obrolan kembali hening, mereka sibuk menyelesaikan tugasnya masing-masing.Reva bermain handphone, dan Mega yang membuat tugas sekolah.“Mbak, aku kan beberapa bulan lagi lulus. Saat aku kuliah di kota, kakak ikut, ya?”Reva dengan cepat menatap Mega dengan tatapan tajam, sementara Mega hanya nenstao Reva dengan santai.“Ikut denganmu?”, Mega menganggukan kepalanya, “Ibu, sama siapa di rumah? Kau tega meninggalkan Ibu sendiri di sini?Mega berdecak kesal, memang ada benarnya juga. Ibunya akan sendirian dan pasti kesepian, jika dirinya mengajak Reva untuk tinggal di kota.“Iya sih, tapi aku belum berani tinggal disana sendirian,” jawab Mega membu
Melihat Reva yang mematung, Roy pun berkali-kali memanggil nama Reva. Namun sama sekali tidak ada respon apapun.“Rev, saya mau pesan makanan ini,” ujar Roy entah keberapa kalinya.Sementara Reva hanya menatap wajah Roy, dari awal dia sudah curiga ketika mendengar suaranya. Dan ternyata memang benar, itu adalah seorang Roy. Mantan bosnya dahulu. “Ngapain kamu ke sini?!” teriak Ibu Reva, membuat mereka berdua mengalihkan pandangannya.Terlihat Ibu Reva menatap Roy dari samping dengan tajam, seolah tak terima jika kehadiran dirinya di sana.Ibunya pun mendekati Reva, menarik tangannya agar berdiri di belakang Reva. Sementara Reva yang masih kaget, hanya bisa diam mengikuti perintah sang ibu.“Gak bisa jawab? Kenapa kamu kemari? Mau cari Reva lagi?!” teriak Ibunya, membuat Roy mengerutkan keningnya. Beruntung tidak ada pelanggan yang terlalu banyak.“Maaf Bu, sebelumnya, saya kemari untuk memesan makanan. Saya sudah sangat lapar hari ini,” jawab Roy masih bersikap sopan kepada Ibunya
"Akhirnya kamu menikah, Mega," ucap Reva. Kandungan Reva sudah memasuki usia sembilan bulan dan hanya menunggu waktu lahir saja. Meskipun sebenarnya dokter tidak menyarankan untuk melakukan perjalanan perjalanan terutama jalan yang tidak rata. Tetapi Reva tetap memaksa untuk bisa datang di acara pernikahan adiknya."Terima kasih, kak. Ini juga semua berkat kak Reva. Sudah meyakinkan aku kalau jodoh tak akan kemana," sahut Mega. "Kamu harus raih cita-cita mu jadi dokter loh," peringat Reva."Tentu, kak. Aku akan fasilitasi Mega di rumah sakit yang aku pegang saat ini. Aku akan wujudkan cita-cita Mega untuk bisa jadi dokter. Kalau Mega mau aku akan menyekolahkan dia jadi dokter spesialis," sahut Ivan. Ia tak sengaja mendengar obrolan istri dan kakak iparnya."Iya, kamu jaga baik-baik adikku ya, Ivan! Aku harap kamu bisa mengerti dia kalau masih bersikap seperti anak kecil. Karena pada dasarnya Mega ini adalah anak yang manja yang kemudian tiba-tiba berstatus menjadi istri orang," tita
Satu minggu kemudian.Bu Ningsih sudah memulai aktivitas kembali. Dia membuka warungnya seperti biasa. Para pelanggan pun juga sudah berdatangan ke warungnya. Ada orang yang kebetulan lewat dan makan di sana. Ia ini dikirimkan oleh Ayahnya Ivan."Bu, nasi campur satu," pesan seorang tadi. "Lauk apa, Pak?" tanya Bu Ningsih."Telur pakai sayur nangka muda saja, Bu," jawab orang tadi.Bu Ningsih pun mengantarkan pesanan itu untuk orang tadi. "Bu, kok sering tutup sih warungnya?" tanya orang tadi."Ya, ada beberapa hal di kota dan harus diselesaikan." Bu Ningsih tak tertarik dengan obrolan dari pelanggan nya tersebut. Karena tak banyak respon akhirnya orang tadi pun diam. Tak berselang lama orang tua Ivan pun yang datang. Mereka memesan di warung Bu Ningsih tetapi masih memakai masker. Setelah selesai makan pun Ayahnya Ivan hendak membayar. "Berapa semua, bu?" "Empat puluh ribu rupiah, Pak,'' jawab Bu Ningsih. Ayahnya Ivan memberikan uang seratus ribu. Dan hendak mengembalikan Ay
"Sebenarnya apa penyebab ibu saya meninggal?" tanya Roy pada petugas lapas."Jadi beberapa minggu terakhir ini ibu Anda memang sakit dan sudah beberapa kali juga kami antar ke rumah sakit. Tetapi kami menyarankan untuk memberitahukan pada pihak keluarga. Tetapi Bu Wendah menolak dan ingin merahasiakan semua penyakit nya dari keluarga. Menurutnya dia malu pada keluarga nya. Jadi lebih memilih untuk diam. Dan tadi malam kondisi Bu Wendah benar-benar menurun. Kami akan bawa ke rumah sakit dia menolak. Dia tetap ingin berada di sini dan justru menitipkan surat pada pihak kami. Lalu tadi pagi kata temannya Bu Wendah saat akan dibangunkan suhu tubuhnya sudah dingin dan tak sadarkan diri. Kami periksa dan ternyata sudah meninggal sejak tadi malam," terang petugas lapas panjang lebar.Roy dan ayahnya saling memandang. Mereka selama ini tak tahu kalau ternyata Bu Wendah sakit. Mereka hanya bisa menerima takdir. Tetapi sebuah surat yang dititipkan pada petugas lapas diterima Roy. Begini lah i
Reva merencanakan untuk mengadakan acara tujuh bulanan. Acara ini memang sengaja ia gelar untuk keselamatan ibu dan bayi serta juga media untuk berbagi sesama. Melihat kebahagiaan orang membuat Reva juga bahagia. Reva melihat kebahagiaan para tamu undangan dan diberikan hampers berupa kue dari tokonya. Ia merasa tak akan rugi membagikan itu semua. Ini adalah jalan untuk berbagi dan memperkenalkan secara luas kue buatannya. Bu Ningsih dan Pak Haris juga datang. Begitu juga dengan Pak Toni selaku ayah dari Roy. Kehangatan keluarga besar itu pun sangat terasa. Begitu juga dengan para anak panti asuhan yang sengaja diundang hadir oleh Reva. Kali ini Roy juga lebih senang karena ada perwakilan keluarga nya yang hadir di acara perayaan tujuh bulanan. Segala doa dilanjutkan dan minta diberikan keselamatan sampai anak Reva lahir. Kalau pun sudah lahir Reva dan bayinya juga didoakan untuk bisa sehat terus. Dan menjelang sore pun semua tamu undangan pulang. Reva mengadakan acara tujuh bulan
Reva tahu bagaimana perasaan adiknya. Ia memang tak pernah ada di posisi Mega. Hanya saja ia pernah ditolak oleh orangtua nya dan memilih untuk pergi dari rumah karena ingin mengejar cintanya pada Roy. Apakah Reva akan memberikan nasihat seperti itu pada Mega? Tentu saja tidak. Reva hanya ingin pengalaman di masa lalunya tidak terulang untuk adiknya. Karena Mega sebenarnya anak penurut tidak seperti Reva yang lebih bar bar. Apalagi Mega juga tak pernah macam-macam. Sehingga Mega akan tetap menurut apa kata orang tuanya. Baginya keputusan orang tuanya adalah hal yang baik baginya. Karena baginya ridho tuhan ada pada orang tuanya."Kak, apakah aku memang tidak berjodoh dengan Ivan?" tanya Mega lirih."Kalau jodoh nggak akan kemana kok. Kamu lihat aku kan? Bagaimana aku bisa mendapatkan restu ibu untuk bisa menikah dengan Roy? Pada saat Roy sudah jadi menantunya pun juga masih diuji dengan berbagai masalah. Tidak hanya sampai situ, Mega! Kamu harus berdoa dan berusaha selagi kamu bisa,"
Ivan menggigit bibirnya. Ia merasa ada salah paham di sana. "Maaf, kami akan membatalkan rencana pernikahan Mega dan Ivan." Bu Ningsih langsung bangkit dan langsung menggandeng tangan suaminya dan Mega juga. Reva kemudian menghentikan langkah ibunya. "Bu, tolong dengarkan dulu penjelasan mereka! Aku yakin mereka bukan berbohong karena ingin menyakiti pihak kita." Ia yakin keluarga Ivan hanya tak ingin kalau Ivan terlihat seperti orang kaya saja. "Untuk apa, Reva? Sudah jelas tadi kita dengar kalau mereka berbohong, 'kan? Ibumu ini memang miskin tetapi bukan berarti bisa saja dipermainkan." Bu Ningsih benar-benar marah dan tak menyangka Ia bisa dipermainkan oleh calon besannya. Tampak Mega juga berkaca-kaca. Antara kecewa kepada Ivan atau sedih jika keluarga nya telah membatalkan setidaknya rencana pernikahan tersebut.Jika Bu Ningsih sudah berkehendak tentu saja tak ada yang bisa menghalangi. Bu Ningsih benar-benar pulang. Roy masih memahami situasi tersebut. Ia makin yakin kalau
Reva menghela napas. Ia ingat betul saat pernikahan pertama nya dengan Tio yang kandas di usia pernikahan yang tergolong masih baru. Tapi apalah daya. Sekelas mungkin Reva berusaha tetapi Tio lah yang membawa tamu ke rumah. Tamu itu adalah madunya. Reva juga ingin menikah sekali seumur hidup. Tetapi ternyata keinginan nya tak tercapai. Ia baru merasakan kebahagiaan sebenarnya setelah menikah dengan Roy."Sebenarnya kalau sulit tidak. Hanya saja perlu adanya komitmen yang kuat antara kedua belah pihak. Kamu tahu kan aku juga pernah gagal di pernikahan ku yang pertama?" Mega terhenyak. Ia menyadari memang kakaknya pernah gagal dalam pernikahan pertama. "Iya, kak. Aku mengerti.""Kamu sudah yakin sama Ivan?" tanya Reva meyakinkan. "Sudah, kak. Aku memang suka sih sama Ivan. Tapi mana mungkin aku berani mengatakan kalau aku suka sama dia. Tapi ternyata Ivan juga suka sama aku. Aku nggak percaya akan hal itu,'' jawab Mega."Ya sudah kalau kamu memang yakin. Masalah pekerjaan itu bukan la
Mereka pun duduk bersama di ruang tamu. Hanya Reva saja yang masih belum hadir di sana. "Mega, ngomong-ngomong kakakmu nggak pulang?" tanya Ivan."Ada, dia sedang tidur. Baru datang tadi pagi. Maklum ibu hamil begitu," jawab Mega. Sebenarnya ia malu kalau berbicara dengan Ivan di hadapan keluarga mereka masing-masing. "Yah, maksud kedatangan kami ini untuk melamar Mega, Pak, Bu. Ivan ini memang anak kami satu-satunya. Dia ingin menikahi Mega. Tetapi seperti yang Ivan katakan kalau dia hanyalah office boy. Apakah Bapak dan Ibu setuju?" tanya ayahnya Ivan."Sejak awal Mega mengatakan kami memang tidak keberatan dengan pekerjaan apapun. Kami juga dari kampung dan saya juga hanya membuka warung di sini. Bukan lah orang kaya. Yang penting pekerjaan halal dan Ivan juga serius dengan Mega bagi kami tak masalah," jawab Bu Ningsih.Orang tua Ivan pun saling memandang. Mereka saling melemparkan senyum. "Hanya saja untuk menikah kami sarankan untuk menunggu minimal Mega lulus kuliah, Pak. Kan
Roy mengajak Reva makan di tempat yang Reva inginkan yaitu di ayam geprek. Roy memesan tempat yang nyaman untuk Reva. Reva kemudian memesan ayam geprek level satu meskipun sebenarnya Reva ingin yang super pedas. Tetapi ia tahu kalau Roy tak akaN mengizinkan. Dan kalau pun memaksa dirinya lah yang akan sakit perut sendiri. Tak berselang lama pesanan Reva pun tiba. Ia sudah tak sabar untuk makan ayam krispi yang digeprek lengkap dengan sambal. Ia ingin makan dengan segera. Setelah datang pun Reva tak lupa berdoa agar ia makan juga baik untuk dirinya dan bayi yang ada di dalam kandungan nya. Roy hanya menggelengkan kepalanya karena tingkah sang istri. Ia juga ikut makan di samping Reva. Reva makan dengan lahap dan tak butuh waktu lama ayam geprek dan nasi pun sudah ludes. "Enak banget nih," ucap Reva setelah selesai mencuci tangan."Mau dibawa pulang juga?" usul Roy."Boleh tuh." Reva dengan semangat untuk membawa pulang ayam geprek. Reva dan Roy pun pulang. Reva merasa lelah. Ia but