Lamaran berjalan dengan lancar, walau banyak sekali tantangan yang harus mereka lewati namun akhirnya terlewatkan juga.Masih sama, keluarga Roy dan Reva tidak akur, mereka sangat sinis seolah mereka ada musuh yang akan selalu menjadi musuh.“Kita tidak akan menunda banyak waktu lagi, pernikahan akan diselenggarakan satu bulan lagi,” ujar Pak Toni, dengan nada yang bisa terdengar jika ia malas mengatakan hal tersebut kepada mereka.Reva sedikit terkejut mendengarnya, namun ketika melihat cincin lamaran yang sudah terpasang di jarinya dengan indah, ia pun tersenyum dalam hati.“Iya, Roy setuju. Roy juga tidak ingin menunggu terlalu lama,” jawab Roy, membuat mereka menganggukan kepalanya secara serempak.Ibu Reva menatap Roy dengan tajam dan sinis, membuat Bu Wendah menatapnya juga dengan tajam. “Saya harap kamu bisa menjadi imam yang baik nantinya buat anak saya, saya tidak mau putri kesayangan saya salah jalan karena kamu,” ucap Ibu Reva berhasil memancing emosi Bu Wendah yang sudah
Reva tak menjawab, dia hanya menghembuskan nafasnya dengan pasrah. Dia pasi yakin, jika ibunya sudah terpaksa untuk merias. Dan dia hanya bisa bersyukur.Pengrias pun datang, mereka menghiasi wajah Reva yang sedang tidak baik-baik Saja. Namun Mega selalu menghibur Reva, agar bisa kembali tersenyum dan tidak memikirkan masalah apapun yang nantinya akan terjadi ke depannya.“Resepsi akan di lakukan rumah pria kan?” tanya Pengrias membuat Mega menganggukan kepalanya dengan cepat.“sudah jelas itu mbak,” jawab Mega.“Mbak jangan terlalu di pikirkan apapun yang belum terjadi, semakin kita pikirkan itu pasti menjadi kenyataan,” kata pengrias lagi, kepada Reva. Namun Reva hanya bisa membalasnya dengan senyuman manisnya.Pengrias pun dengan cepat bisa menghiasi wajah Reva, Rambut dan juga memakai baju pengantin yang sangat bagus.Setelah selesai pengrias puk pergi, Reva hanya bisa diam di dalam kamar. Menunggu Roy untuk datang dan meminang dirinya. Lain haknya dengan Roy, yang baru saja bers
Roy dan Reva kini sudah sah menjadi suami istri, pernikahan mereka berjalan dengan lancar. Walau banyak yang tak suka dengan hari pernikahan mereka, tapi setidaknya mereka bisa melangsungkan semuanya dengan baik.Roy dan Reva berada di rumah singgah milik Roy, dengan barang-barang yang sudah banyak berada di ruang tamu.“Gak apa kan, jika aku ajak kamu tinggal disini? Soalnya ada Bi Ira jadi kamu tidak kesepian berada disini,” ujar Roy.Reva membalasnya dengan senyuman manisnya. “Tidak apa, aku sudah senang jika berada disini,” jawab Reva, membuat Roy menghembuskan nafasnya.“Mari bibi bantu bawa barangnya,” ujar Bi Ira, dengan senyum senangnya. Membantu Roy dan Reva memindahkan barang-barang, yang mereka bawa ke dalam kamar baru mereka.Mereka membersihkan kamar, menata kamar dan barang-narang agar terlihat lebih rapi. Reva sungguh senang, melihat Bi Ira yang senantiasa membantu mereka, dan sangat senang dengan kehadiran Reva dimari.“Bi duduk dulu, bibi udah banyak bantu. Nanti keca
Bu Wendah pun pergi dari ruangan tersebut, Roy mengusap wajahnya dengan kasar. “Ada-ada aja,”, kesal Roy.Roy pun kembali melancarkan tugasnya untuk membuat proposal yang sempat tertunda, karena hari pernikahan nya membuat dia tidak sempat membuat proposal tersebut.Tiga jam waktu berlalu, Roy sudah selesai membuat proposal yang akan di setor. Dia meregangkan otot-otot tubuhnya yang terasa sangat pegal, melirik jam tangan menujukkan pukul enam sore. “Aku harus pulang, sudah lewat,” gumam Roy. Dia membereskan barang-barang diatas meja. Lalu dengan cepat keluar dari ruangan, dan tak lupa untuk mengunci pintu.Roy menutup seluruh pintu ruangan, dan mengunci pintu utama di kantor. Dia hendak masuk ke mobil, namun pandanganya tertuju kepda sebuah mall baru di depan kantornya.Timbul niat Roy untuk memasuki mall tersebut, tanpa pikir panjang ia masuk ke mal. Melihat baju branded yang sangat indah, membuat dia ingin Reva memakainya.“Jika Reva yang memakai, mungkin akan terlihat sangat cant
Rumah Lama RevaSetelah selesai makan malam, mereka kembali ke kamarnya masing-masing. Namun lain halnya dengan Reva dan Roy, yang berada di ruang tengah menonton televisi sambil berbicara banyak hal random. Reva sangat senang menonton film rekomendasinya, dengan kepala yang menyender di bahu Roy.“Besok aku libur, apakah kau tidak ingin Shopping atau jalan-jalan?” Tanya Roy, menatap Reva dari samping.Reva menggelengkan kepalanya. “Aku belum ada kepikiran, kalau kamu ada aku mau ikut aja,” jawab Reva dengan sedikit kekehan, membuat Roy tersenyum.“Baiklah-baiklah.” Roy mangut-mangutkan kepalanya. Dia juga beruntung memiliki pendamping seperti Reva, tidak meminta banyak hal. Tidak seperti wanita lain, yang meminta banyak hal kepada dirinya. Roy kembali menatap televisi, film di hadapannya sangat membuat mereka tertarik untuk menonton lebih jelasnya.“Reva, apakah kamu ingat rumah yang dulu kamu pernah tinggali?” ujar Roy, membuat Reva mengerutkan keningnya sambil menganggukkan kepal
Pandangan Reva tertuju ke seluruh penjuru, melihat pemandangan yang membuat sekilas memorinya teringat. Reva benar menahan tangis, dia tak ingin Roy tahu jika dia mengingat suatu hal di sana. Namun dia merasa sedikit berbeda dari halaman depan rumah tersebut. “Lihat Reva, ini masih sangat bagus. Dari luar saja sudah terlihat sangat terawat,” ujar Roy, menjelaskan kepada Reva. Reva menganggukan kepalanya. “Kan kamu yang menjaganya, pasti sudah masih bagus,” jelas Reva. “Apakah kau juga mendekorasi halaman rumah ini?”Roy mengangguk. “Iya, tanaman disini sudah layu semua. Jadi saat aku ganti dengan yang baru, aku memutuskan untuk mendekorasi ulang,” jelas Roy.“Ini juga terlihat lebih bagus dari yang lama.” Reva menatap disekitar, banyak bunga-bunga yang tertanam, ada juga pot-pot bergantung di depan rumah.“Mau masuk lagi?” ajak Roy, Reva menghembuskan nafasnya sambil mengangguk-anggukan Kepalanya.“Ayo.”Roy mengandeng tangan Reva, membuka pintu rumah tersebut. Terlihat rumah itu y
Setelah melihat rumah Rama Reva, kini mereka berdua sedang berada di sebuah cafe. Karena waktu sudah siang hari, perut mereka pun terasa sangat lapar.“Jadi bagaimana Reva? Apakah kamu mau tinggal disana?” tanya Roy, setelah memesan makanan untuk mereka berdua. Reva menghembuskan nafasnya. “Lebih baik kamu jual saja rumah itu, atau bisa kontrakan juga bisa,” jawab Reva membuat kening Roy mengekerut.“Kenapa? Apa karena lantai dua belum aku ubah?” sarkas Roy dengan cepat, mengingat semua tempat sudah dia rubah terkeculai di lantai dua. Dia belum sempat utnuk mengubahnya, menayap Reva meminta penjelasan.Reva dengan cepat menggelengkan kepalanya. “Tidak, bukan karena itu. Apapun yang telah kamu ubah, masalalu trauma ku akan selalu melekat disana,” jawab Reva, mentap mata manik milik Roy.Roy tak bisa berkutik lagi, dia mengertti alasan Reva tak ingin tinggal disana lagi. Mungkin jika dirinya menjadi Reva, dia juga sama tidak akan ingin tinggal di sana.Reva menunduk sejenak, sebelum ke
Roy tak menjawab, justru membawa dirinya kesebuah menara. Menaiki menara yang lumayan tinggi, namun juga sangat indah.“Kita lihat dari sini maksudnya,” balas Roy tersenyum ke arah Reva.Reva takjub, melihat pemandangan danau yang dua kali lebih indah dari dibawah. Terlihat banyak juga buring-burung, yajg turun ke danau mencari ikan. Danau yang sangat tenang, seperti tidak ada masalah. Dengan air yang sangat jernih, membuat dia menjadi ingat di desanya.“Bagaiamna? Bagus tidsk?” tanya Roy.Reva menganggukan kepalanya dengan cepat. “Bagus sekali, aku pertama kali melihat danau. Kalau di desa gadis sama sekali tidak boleh ke danau,” jawab Reva, Roy hanya menganggukan kepalanya.“Kenapa kita harus melihat dari atas seperti ini?” tanya Reva, melihat ada beberapa menara lainnya yang nrada di sekitaran danau tersebut.“Duduk Reva,” ujar Roy, mengajak Reva duduk di sebuah menara itu terdapat dua kursi.“Kita diperbolehkan melihat danau dari atas menara, karena jika dari dekat dan dapat berm