Roy tak menjawab, justru membawa dirinya kesebuah menara. Menaiki menara yang lumayan tinggi, namun juga sangat indah.“Kita lihat dari sini maksudnya,” balas Roy tersenyum ke arah Reva.Reva takjub, melihat pemandangan danau yang dua kali lebih indah dari dibawah. Terlihat banyak juga buring-burung, yajg turun ke danau mencari ikan. Danau yang sangat tenang, seperti tidak ada masalah. Dengan air yang sangat jernih, membuat dia menjadi ingat di desanya.“Bagaiamna? Bagus tidsk?” tanya Roy.Reva menganggukan kepalanya dengan cepat. “Bagus sekali, aku pertama kali melihat danau. Kalau di desa gadis sama sekali tidak boleh ke danau,” jawab Reva, Roy hanya menganggukan kepalanya.“Kenapa kita harus melihat dari atas seperti ini?” tanya Reva, melihat ada beberapa menara lainnya yang nrada di sekitaran danau tersebut.“Duduk Reva,” ujar Roy, mengajak Reva duduk di sebuah menara itu terdapat dua kursi.“Kita diperbolehkan melihat danau dari atas menara, karena jika dari dekat dan dapat berm
Tio dan MilaDi tempat lain, di kehidupan Tio—mantan suami Reva, dan Mila—istri baru Tio. Mereka hidup sangat berkecukupan, tinggal di rumah yang sederhana, dan bekerja untuk makan sehari-hari.Brak!Mila memukul meja makan dengan keras, membuat Tio yang baru saja selesai bekerja sangat kaget melihatnya.“Mas! Kamu kalau kerja yang bener, masak uang bulanan aku dikit banget, ngerti dong kamu!” Bentak Mila, sambil mengambilkan beberapa yang dihadapan Tio.Tio menatap Mila dengan lesu. “Mila, kamu juga mengerti bagaimana kondisi kita saat ini. Aku sudah berusaha mencari kerja yang lebih, tapi tidak ada yang mau menerimaku!” jawab Tio, sudah berapa kali Tio berusaha untuk membuat istrinya tenang tentang keuangan, namun dia selalu salah.“Halah! Bilang saja, jika kamu sudah malas menafkahi istri dan anakkmu kan? Kamu fikir uang bulanan yang kamu kasih itu cukup? Jelas tidak!” bentak Mila. “beli susu Angga, uang dapur, belum lagi untuk aku! Kurang mas kurang!”Nafas Mila naik turun, bert
Vian berdecak. “Harusnya itu yang kamu pikirkan terlebih dahulu, kamu cantik, tubuh juga oke. Harusnya kamu sama pria yang lebih pantas!” jawab Vian membuat Mila tersipu malu mendengarnya. “Aku jadi malu,” kekeh Mila. “tapi kali ini aku belum, namun jika beberapa bulan kedepan tidak ada perubahan aku tak segan-degan pergi dari hadapannya saat itu jug!”Vian mengacungkan jari jempolnya. “Aku sangat setuju itu, harus kamu lakukan itu semua biar dia kapok!”Mila menyetujui perkataan Vian, dia juga sudah malas berurusan dengan Tio. Jika bukan karena dia masih sayang dengan Angga, dia tidak akan Sudi untuk tinggal disana.18:00Menjelang magrib Tio baru saja pulang dari kerja, karena banyak pekerjaan yang harus dia lakukan membuat dia harus pulang sore hari seperti ini.Menginjak halaman rumah membuat Tio menghembuskan nafasnya dengan pasrah, sungguh malas dia pulang kerumah. Dia pasti akan mendapatkan cacian, makian, dan bentakan dari Mila. Jika bukan Angga yang menjadi penyemangat hidu
“Kamu suami terlalu perhitungan kepadaku, menyesal kepadaku, dan tak pernah membahagiakan istri!” bentak Mila, tepat dihadapan Tio dengan perasaan yang sangat kesal.Tio mengepalkan tangannya tak kuasa menahan emosi, mendengar perkataan Mila berhasil membuat emosi di ujung tanduk.“Apa yang kau katakan?!” Tanya Tio, dengan tatapan nyalangnya.Mila berdecih, dia sama sekali tidak merasa takut dengan tatapan yang di layangkan oleh Tio kepada dirinya.“Kenapa? Mau marah, jelas itu sudah benar Tio!” Balas Mila. “Kau selalu saja mengatakan jika aku, yang menghabiskan sertifikat rumah! Itu saja yang kamu selalu jadi alasan, disaat aku ingin marah kepadamu!”“Lalu? Apakah aku yang menjadi salahnya?” tanya Balik Tio, dengan tatapan heran sekaligus menahan emosi. Dia juga tidak bisa melampiaskan emosinya kepada wanita di hadapannya, yang masih berstatus sebagai istrinya.“Aku sama sekali tidak pernah merasakan uangnya, Mila!” Tio menunjuk wajah Mila dengan tangan terkepal. Mila mendorong pund
“Aduhh suami yang baik hati, tidak bekerja toh mas?” tanya ibu-ibu tetangga, yang tak sengaja lewat dan melihat Tio yang tengah menggendong Angga.Tio menggelengkan kepalanya, sambil tersenyum dengan singkat. “Tidak, aku harus libur terlebih dahulu. Kasihan Angga tidak ada yang mengurusnya,” jawab Tio, membuat ibu tersebut hanya mengangukan kepalanya.“Kalau begitu saya permisi, ya. Titip salam sama Mbak Mila, jarang sekali saya lihat keluar,” ujarnya, sembari berjalan dengan sopan pergi dari hadapan Tio.Tio menatap Angga yang sudah tertidur tenang di dalam gendongannya, dia mencubit pelan degan gemas hidungnya yang indah. “Loh, Tio? Kamu belum berangkat kerja juga?” tanya teman Tio, menatap Tio yang masih memakai pakaian kemarin.Tio menghembuskan nafasnya, dia mendekati teman Tio pergi dari pekarangan rumahnya agar Nila tidak mendengar pembicaraan mereka berdua.“Aku sekarang belum bisa bekerja, Bim. Istriku sudah marah-marah dari kemarin, bahkan tidur saja aku diluar,” ujar Tio d
Tio tidak main-main dengan ucapannya, keesokan harinya dia bangun sangat pagi sekali. Bahkan Mila belum bangun, dia sudah pergi dari rumah Tio berjalan sendirian di jalanan, melihat orang yang sudah berlalu lalang untuk bekerja atau ke pasar. Tio akan berusaha Untuk mencari sebuah pekerjaan tambahan, dari kejauhan dia melihat sebuah ruko kecil. Dia pun tersenyum, dengan langkah cepat mendekati ruko tersebut “Permisi pak, apakah disini memerlukan seorang karyawan?” Tanya Tio dengan sopan, berharap dengan apa yang berada di alam pikirannya.“maaf mas, tapi kami sudah memiliki banyak karyawan,” jawab sang pemilik.Tio menganggukan kepalanya. “Baiklah kalau begitu, saya pernisi pak.” Tio pergi dari ruko tersebut, walau terlihat perasaan kecewa namun tidak membuat semangatnya pudar untuk mencari pekerjaan tambahan untuk dirinya sendiri.Tio kembali berjalan di pinggir, mencari pekerjaan yang layak dan cocok untuk dia kerjakan.Tio kembali mendatangi sebuah warung yang lebih besar, dia m
“ Alhamdulillah,” ujar Tio dengan syukur, melihat barang dagangannya yang sudah habis terjual. Jam masih belum terlalu sore, dia mengambil uang sepuluh ribu untuk mengisi perutnya.Dia juga akan membeli beberapa sendal, untuk di jual besok siang setelah pulang bekerja.****Tio pulang dengan raut wajah senangnya, namun raut wajahnya langsung berubah ketika dia memasuki rumah melihat tatapan Jika yang seperti biasanyaNamun pandangan Nila langsung tertuju kepada sendal yang dibawa oleh Tio.“Buat apa kamu beli sendal sebanyak itu? Buang-buang uang?” tanya Mila dengan nada sinisnya.Tio dengan senang menyondorkan beberapa helai uang kepada Mila. “Aku jualan sendal, Mila. Aku mengambil kerja setengah hari, dan menjual sendal di pinggir jalan. Hasilnya juga lumayan,” ujar Tio, degan raut senang ya menceritakan semuanya kepada Mila.Mila mengambil uang Tio degan kadar, dihitungnya uang tersebut namun tak membuat Mila merasa puas juga “Uang segini kamu bilang lumayan? Ini sangat kurang!”
Bertemu Reva Tio kini sedang bekerja pagi di tempat yang lama, degan semangat yang selalu membara membuat bos dan karyawan yang lain senang melihat kerja keras Tio.“Semakin hari, kamu terlihat semakin semangat bekerja,” celutuk Bima, sembari melirik Tio yang tebgah bekerja.“Harus, jika aku tidak seperti ini kasihan keluargaku dirumah,” jawab Tio.Bima memganggukan kepalanya Banga kepada Tio, dia tidak pernah menyerah sama sekali dalam bekerja demi keluarga kecilnya. Bima juga tahu, jika Tio melakukan dua pekerjaan sekaligus setiap hari, tanpa ada rasa lelah yang menghambat pekerjaannya.Walau penghasilan tidak menentu, tapi tidak membuat Tio untuk menyerah. Demi mencukupi kebutuhan hidup angota keluarganya.“Jam berapa kamu setiap hari berjualan sendal?” tanya Bima, ketika Tio menghentikan pekerjaannya.“12 siang, aku sudah mulai pergi dari sini. Jika dilihat dari jam kerja, sekitar jam satu,” jswab Tio dengan mantap.“Apakah aku boleh membantumu? Rasanya aku memiliki ahli dalam
"Akhirnya kamu menikah, Mega," ucap Reva. Kandungan Reva sudah memasuki usia sembilan bulan dan hanya menunggu waktu lahir saja. Meskipun sebenarnya dokter tidak menyarankan untuk melakukan perjalanan perjalanan terutama jalan yang tidak rata. Tetapi Reva tetap memaksa untuk bisa datang di acara pernikahan adiknya."Terima kasih, kak. Ini juga semua berkat kak Reva. Sudah meyakinkan aku kalau jodoh tak akan kemana," sahut Mega. "Kamu harus raih cita-cita mu jadi dokter loh," peringat Reva."Tentu, kak. Aku akan fasilitasi Mega di rumah sakit yang aku pegang saat ini. Aku akan wujudkan cita-cita Mega untuk bisa jadi dokter. Kalau Mega mau aku akan menyekolahkan dia jadi dokter spesialis," sahut Ivan. Ia tak sengaja mendengar obrolan istri dan kakak iparnya."Iya, kamu jaga baik-baik adikku ya, Ivan! Aku harap kamu bisa mengerti dia kalau masih bersikap seperti anak kecil. Karena pada dasarnya Mega ini adalah anak yang manja yang kemudian tiba-tiba berstatus menjadi istri orang," tita
Satu minggu kemudian.Bu Ningsih sudah memulai aktivitas kembali. Dia membuka warungnya seperti biasa. Para pelanggan pun juga sudah berdatangan ke warungnya. Ada orang yang kebetulan lewat dan makan di sana. Ia ini dikirimkan oleh Ayahnya Ivan."Bu, nasi campur satu," pesan seorang tadi. "Lauk apa, Pak?" tanya Bu Ningsih."Telur pakai sayur nangka muda saja, Bu," jawab orang tadi.Bu Ningsih pun mengantarkan pesanan itu untuk orang tadi. "Bu, kok sering tutup sih warungnya?" tanya orang tadi."Ya, ada beberapa hal di kota dan harus diselesaikan." Bu Ningsih tak tertarik dengan obrolan dari pelanggan nya tersebut. Karena tak banyak respon akhirnya orang tadi pun diam. Tak berselang lama orang tua Ivan pun yang datang. Mereka memesan di warung Bu Ningsih tetapi masih memakai masker. Setelah selesai makan pun Ayahnya Ivan hendak membayar. "Berapa semua, bu?" "Empat puluh ribu rupiah, Pak,'' jawab Bu Ningsih. Ayahnya Ivan memberikan uang seratus ribu. Dan hendak mengembalikan Ay
"Sebenarnya apa penyebab ibu saya meninggal?" tanya Roy pada petugas lapas."Jadi beberapa minggu terakhir ini ibu Anda memang sakit dan sudah beberapa kali juga kami antar ke rumah sakit. Tetapi kami menyarankan untuk memberitahukan pada pihak keluarga. Tetapi Bu Wendah menolak dan ingin merahasiakan semua penyakit nya dari keluarga. Menurutnya dia malu pada keluarga nya. Jadi lebih memilih untuk diam. Dan tadi malam kondisi Bu Wendah benar-benar menurun. Kami akan bawa ke rumah sakit dia menolak. Dia tetap ingin berada di sini dan justru menitipkan surat pada pihak kami. Lalu tadi pagi kata temannya Bu Wendah saat akan dibangunkan suhu tubuhnya sudah dingin dan tak sadarkan diri. Kami periksa dan ternyata sudah meninggal sejak tadi malam," terang petugas lapas panjang lebar.Roy dan ayahnya saling memandang. Mereka selama ini tak tahu kalau ternyata Bu Wendah sakit. Mereka hanya bisa menerima takdir. Tetapi sebuah surat yang dititipkan pada petugas lapas diterima Roy. Begini lah i
Reva merencanakan untuk mengadakan acara tujuh bulanan. Acara ini memang sengaja ia gelar untuk keselamatan ibu dan bayi serta juga media untuk berbagi sesama. Melihat kebahagiaan orang membuat Reva juga bahagia. Reva melihat kebahagiaan para tamu undangan dan diberikan hampers berupa kue dari tokonya. Ia merasa tak akan rugi membagikan itu semua. Ini adalah jalan untuk berbagi dan memperkenalkan secara luas kue buatannya. Bu Ningsih dan Pak Haris juga datang. Begitu juga dengan Pak Toni selaku ayah dari Roy. Kehangatan keluarga besar itu pun sangat terasa. Begitu juga dengan para anak panti asuhan yang sengaja diundang hadir oleh Reva. Kali ini Roy juga lebih senang karena ada perwakilan keluarga nya yang hadir di acara perayaan tujuh bulanan. Segala doa dilanjutkan dan minta diberikan keselamatan sampai anak Reva lahir. Kalau pun sudah lahir Reva dan bayinya juga didoakan untuk bisa sehat terus. Dan menjelang sore pun semua tamu undangan pulang. Reva mengadakan acara tujuh bulan
Reva tahu bagaimana perasaan adiknya. Ia memang tak pernah ada di posisi Mega. Hanya saja ia pernah ditolak oleh orangtua nya dan memilih untuk pergi dari rumah karena ingin mengejar cintanya pada Roy. Apakah Reva akan memberikan nasihat seperti itu pada Mega? Tentu saja tidak. Reva hanya ingin pengalaman di masa lalunya tidak terulang untuk adiknya. Karena Mega sebenarnya anak penurut tidak seperti Reva yang lebih bar bar. Apalagi Mega juga tak pernah macam-macam. Sehingga Mega akan tetap menurut apa kata orang tuanya. Baginya keputusan orang tuanya adalah hal yang baik baginya. Karena baginya ridho tuhan ada pada orang tuanya."Kak, apakah aku memang tidak berjodoh dengan Ivan?" tanya Mega lirih."Kalau jodoh nggak akan kemana kok. Kamu lihat aku kan? Bagaimana aku bisa mendapatkan restu ibu untuk bisa menikah dengan Roy? Pada saat Roy sudah jadi menantunya pun juga masih diuji dengan berbagai masalah. Tidak hanya sampai situ, Mega! Kamu harus berdoa dan berusaha selagi kamu bisa,"
Ivan menggigit bibirnya. Ia merasa ada salah paham di sana. "Maaf, kami akan membatalkan rencana pernikahan Mega dan Ivan." Bu Ningsih langsung bangkit dan langsung menggandeng tangan suaminya dan Mega juga. Reva kemudian menghentikan langkah ibunya. "Bu, tolong dengarkan dulu penjelasan mereka! Aku yakin mereka bukan berbohong karena ingin menyakiti pihak kita." Ia yakin keluarga Ivan hanya tak ingin kalau Ivan terlihat seperti orang kaya saja. "Untuk apa, Reva? Sudah jelas tadi kita dengar kalau mereka berbohong, 'kan? Ibumu ini memang miskin tetapi bukan berarti bisa saja dipermainkan." Bu Ningsih benar-benar marah dan tak menyangka Ia bisa dipermainkan oleh calon besannya. Tampak Mega juga berkaca-kaca. Antara kecewa kepada Ivan atau sedih jika keluarga nya telah membatalkan setidaknya rencana pernikahan tersebut.Jika Bu Ningsih sudah berkehendak tentu saja tak ada yang bisa menghalangi. Bu Ningsih benar-benar pulang. Roy masih memahami situasi tersebut. Ia makin yakin kalau
Reva menghela napas. Ia ingat betul saat pernikahan pertama nya dengan Tio yang kandas di usia pernikahan yang tergolong masih baru. Tapi apalah daya. Sekelas mungkin Reva berusaha tetapi Tio lah yang membawa tamu ke rumah. Tamu itu adalah madunya. Reva juga ingin menikah sekali seumur hidup. Tetapi ternyata keinginan nya tak tercapai. Ia baru merasakan kebahagiaan sebenarnya setelah menikah dengan Roy."Sebenarnya kalau sulit tidak. Hanya saja perlu adanya komitmen yang kuat antara kedua belah pihak. Kamu tahu kan aku juga pernah gagal di pernikahan ku yang pertama?" Mega terhenyak. Ia menyadari memang kakaknya pernah gagal dalam pernikahan pertama. "Iya, kak. Aku mengerti.""Kamu sudah yakin sama Ivan?" tanya Reva meyakinkan. "Sudah, kak. Aku memang suka sih sama Ivan. Tapi mana mungkin aku berani mengatakan kalau aku suka sama dia. Tapi ternyata Ivan juga suka sama aku. Aku nggak percaya akan hal itu,'' jawab Mega."Ya sudah kalau kamu memang yakin. Masalah pekerjaan itu bukan la
Mereka pun duduk bersama di ruang tamu. Hanya Reva saja yang masih belum hadir di sana. "Mega, ngomong-ngomong kakakmu nggak pulang?" tanya Ivan."Ada, dia sedang tidur. Baru datang tadi pagi. Maklum ibu hamil begitu," jawab Mega. Sebenarnya ia malu kalau berbicara dengan Ivan di hadapan keluarga mereka masing-masing. "Yah, maksud kedatangan kami ini untuk melamar Mega, Pak, Bu. Ivan ini memang anak kami satu-satunya. Dia ingin menikahi Mega. Tetapi seperti yang Ivan katakan kalau dia hanyalah office boy. Apakah Bapak dan Ibu setuju?" tanya ayahnya Ivan."Sejak awal Mega mengatakan kami memang tidak keberatan dengan pekerjaan apapun. Kami juga dari kampung dan saya juga hanya membuka warung di sini. Bukan lah orang kaya. Yang penting pekerjaan halal dan Ivan juga serius dengan Mega bagi kami tak masalah," jawab Bu Ningsih.Orang tua Ivan pun saling memandang. Mereka saling melemparkan senyum. "Hanya saja untuk menikah kami sarankan untuk menunggu minimal Mega lulus kuliah, Pak. Kan
Roy mengajak Reva makan di tempat yang Reva inginkan yaitu di ayam geprek. Roy memesan tempat yang nyaman untuk Reva. Reva kemudian memesan ayam geprek level satu meskipun sebenarnya Reva ingin yang super pedas. Tetapi ia tahu kalau Roy tak akaN mengizinkan. Dan kalau pun memaksa dirinya lah yang akan sakit perut sendiri. Tak berselang lama pesanan Reva pun tiba. Ia sudah tak sabar untuk makan ayam krispi yang digeprek lengkap dengan sambal. Ia ingin makan dengan segera. Setelah datang pun Reva tak lupa berdoa agar ia makan juga baik untuk dirinya dan bayi yang ada di dalam kandungan nya. Roy hanya menggelengkan kepalanya karena tingkah sang istri. Ia juga ikut makan di samping Reva. Reva makan dengan lahap dan tak butuh waktu lama ayam geprek dan nasi pun sudah ludes. "Enak banget nih," ucap Reva setelah selesai mencuci tangan."Mau dibawa pulang juga?" usul Roy."Boleh tuh." Reva dengan semangat untuk membawa pulang ayam geprek. Reva dan Roy pun pulang. Reva merasa lelah. Ia but