“Jika mau dilanjutkan, jadwal pernikahan kita sudah cukup dekat. Oleh karena itu sudah seharusnya kita mengurus dokumen-dokumen pernikahan di KUA. Dan aku sudah ke sana untuk meminta formulir itu.” Iza menjelaskan alasannya memberikan dokumen itu kepada Rio.
“Tapi kenapa harus ada persyaratan sedetail ini?" Rio bertanya kepada Iza setelah memeriksa semua formulir yang disodorkan oleh gadis itu kepadanya.
“Itu semua formulir yang aku dapatkan dari pak Mudin Desaku.” Iza menjawab dengan tenang. Dia berusaha menyembunyikan segala gejok di dalam jiwanya, bertekad untuk membuat Rio mau mengakui tentang keadaan penyakitnya.
"Bukankah biasanya hanya dibutuhkan beberapa dokumen untuk pembuatan buku nikah?” Rio tetap memprotes.
“Jangan salah. Selain dokumen, untuk calon mempelai wanita diharuskan vaksin tetanus. Kedua calon mempelai juga disarankan untuk mengikuti kelas pra nikah yang diadakan oleh KUA atau puskesmas setem
Setelah kesepakatan yang dibuat Iza dan Rio untuk membatalkan pernikahan mereka, Iza pun meminta kepada kedua orang tuanya untuk mengantarkan berkunjung ke rumah Rio. Untuk membahas tentang wacana pembatalan pernikahan serta mengembalikan seserahan yang telah diberikan oleh pihak laki-laki kepada pihak perempuan. Terutama untuk barang-barang berharga seperti perhiasan.Maka di sore yang cerah itu, Iza bersama kedua orang tuanya sudah duduk ruang tamu rumah Rio. Berhadapan tiga lawan tiga dengan Rio dan kedua orang tuanya. Suasana terasa begitu canggung setelah sapaan dan ramah tamah. Tidak ada yang berani untuk bersuara, meskipun mereka sudah tahu tujuan kedatangan Iza dan keluarganya."Hemmm begini, saya mohon maaf sekali sebelumnya kepada Nak Rio, Dek Soni dan Dek Nanik. Maksud kedatangan kami kali ini adalah untuk membatalkan rencana pernikahan kedua anak kita.""Lho kenapa? Gak bisa begitu lah." Nanik kontan melayangkan protesnya."Saya dengan dari Iz
Iza mengira bahwa masalah akan selesai setelah dia memutuskan hubungn pertunangan dan membatalakan pernikahan dengan Rio. Masalahnya dengan Rio pribadi sudah selesai, dengan keluarga inti Rio juga sudah selesai. Namun dengan keluarga besar dan para tetangga satu kompleks malah timbul berbagai rumor tidak sedap. Rumor yang mengatakan dan menyalahkan Iza, yang membatalkan pernikahan dengan sepihak.“Mau cari yang gimana lagi sih Mbak Iza itu?”“Gak inget apa udah tua umurnya? Paling sebentar lagi juga sudah keriput dan tidak cantik lagi.”“Mau cari yang bagaimana lagi sih? Dilamar duda gak mau katanya ketuaan, ini dilamar perjaka masih muda juga tetap saja ditolak.”“Seleranya yang kaya raya kali, biar bisa diantar jemput pakai mobil.”“Mungkin memang gak niat buat nikah kali ya?”“Nanti kalau sudah terlambat pasti akan menyesal sendiri.”Berbagai gunjingan miring s
Iza tertegun mendengarkan ucapan Yudi yang sama sekali tidak terduga olehnya. Seluruh logika dan akal sehat gadis itu sama sekali tidak dapat mempercayai apa yang dia dengar. Oleh karena itu, Iza pun memberanikan diri untuk berkata.“Dokter Yudi jangan becanda donk. Nanti saya bisa baper.” Iza menambahi dengan tawa ringan, seperti sedang menanggapi sebuah candaan dari temannya.Yudi mengerutkan keningnya dalam-dalam mendengar jawaban dari Iza. Bukannya penerimaan atau penolakan yang diberikan, malah terkesan gadis itu meragukan keseriusan dari ucapannya.Padahal Yudi adalah orang yang tidak mungkin untuk bercanda, terutama dalam hal yang menyangkut perasaan seperti ini.“Saya serius," Yudi menegaskan.Iza tetap terdiam, masih tidak akan berani berharap bahwa dokter Yudi, sang idaman wanita ini akan berkata seperti itu kepadanya.‘Dia bilang mau sama aku itu maksudnya gimana ya? Mau apa?’“Saya menyukai kamu, Mbak Iza.”
Yudi mengamati layar monitor yang menampilkan laporan kasus salah satu pasien dengan penyakit paru yang sedang dia tangani. Laporan-laporan yang akan dipakainya untuk ujian penentuan gelar spesialis paru yang sedang dia perjuangkan. Yudi beralih kepada lembaran foto ronsen thorax dengan kontras hitam putih milik pasien tersebut. Mengamati dan mencocokkan apa yang dilihatnya dengan apa yang tertulis di laporan. Tentang perkembangan penyakit pasien TBC setelah dilakukan pengobatan. Cukup lama Yudi tenggelam dalam kesibukannya itu, sampai tak terasa jam kerja pun berakhir. "Aku pulang duluan ya." Yudi berpamitan kepada perawat jaga di poli paru. Kemudian dia beranjak mengambil barang pribadinya dan keluar dari gedung rumah sakit. Melajukan mobil Brio merahn membelah aspal jalanan yang terik di siang hari. Rasanya sungguh sangat melelahkan kehidupan sebagai seorang PPDS. Seharian sibuk dengan banyak pasien rawat inap yang harus dia visite hari ini. Setelah vis
Iza dan Yudi menikmati sajian makan siang bersama di ruang keluarga. Saking kakunya sampai tak ada yang berkata-kata di antara mereka. Entah mengapa mereka menjadi canggung dan bingung untuk memulai pembicaraan. Keadaan rumah yang sepi, kenyataan bahwa mereka hanya berduaan semakin memperparah suasana. Keduanya hanya bisa sesekali saling melemparkan pandangan, melirik, lalu kembali berkutat dengan makanan yang ada di hadapan masing-masing. 'Aduh kenapa tadi aku menawari makan siang ya? Gimana kalau para tetangga bergunjing?' 'Baru saja gagal bertunangan malah sudah memasukkan pria lain ke dalam rumah.' Iza menyesali keputusannya yang tidak pikir panjang. Dan kalau sudah begini tidak mungkin juga untuk mengusir Yudi begitu saja. "Maaf ya Mbak Iza, saya jadi merepotkan." Yudi sepertinya dapat merasakan
Berbekal restu dari sang ibu, Iza kini tidak ragu lagi untuk memulai hubungan baru dengan dokter Yudi. Dia berniat mengutarakan perasaanya dan menanyakan jika penawaran Yudi kepadanya beberapa waktu yang lalu masih berlaku.'Tapi gimana cara bilangnya? Masa aku harua nembak duluan?' 'Eh tapi dokter Yudi kan yang sudah nembak duluan, jadi anggap saja aku cuma menjawab.' Iza pun mengajak Yudi untuk keluar sore itu, ajakan yang disambut dengan senang hati oleh yang diajak. Mungkin bagi Yudi, dengan Iza mau mengajaknya keluar terlebih dahulu saja sudah menjadi pertanda baik bagi hubungan mereka. Dan sesuai dengan perjanjian, Yudi datang menjemput Iza di rumahnya, tidak lupa berpamitan kepada kedua orang tua gadis itu.Keduanya berjalan beriringan dari parkiran mobil ke arah mall dengan sedikit canggung. Yudi berjalan mendahului sedangkan Iza mengikuti di belakangnya dengan jarak beberapa langkah. "Kita mau ke mana?" Yudi menanyai Iza setelah mereka berdiri di loby lantai satu mall."He
Sebuah mikrolet menepi dengan mulus di sebuah jalan pedesaan, kemudian berhenti selama beberapa menit untuk menunggu salah satu penumpangnya turun. Seorang gadis berjilbab yang mengenakan setelan seragam berwarna hijau dari sebuah rumah sakit swasta, tak lama kemudian turun dari mikrolet itu. Sebelum kendaraan umum beroda empat itu kembali melaju membelah aspal jalanan untuk mengantarkan penumpangnya yang lain. Gadis yang baru turun dari mikrolet itu adalah Iza, Oriza Sativa. Gadis itu berjalan perlahan dari arah jalan raya ke kompleks perumahan padat penduduk. Langkah kaki Iza terhenti tepat di depan gang rumahnya sendiri. Padahal hanya perlu sekitar lima puluhan meter lagi jarak yang harus ditepuhnya untuk sampai ke rumah dari posisinya saat ini. Namun Iza harus melewati cobaan berat menghadang. Kerumunan ibu-ibu kompleks sedang berkumpul di sebuah gardu siskamling "Huuuuuh ..." Iza menghela napas panjang untuk menguatkan hatinya sebelum melanjutkan langkah melewati kerumunan itu.
Butiran-butiran air turun dari langit malam yang gelap. Sebagian jatuh ke pepohonan yang menyambut dengan riang gembira, sebagian jatuh ke genting-genting yang menjadi bersih dari debu. Sebagian lainnya jatuh ke tanah atau berakhir di saluran pembuangan dan sungai.Iza mengamati tetesan air yang membentuk salur-salur tak beraturan di jendela kaca depan instalasi gawat darurat. Suasana yang dingin dan syahdu di malam hujan membuat waktu shift sore terasa lebih lama. Membuat Iza bersama Rani dan dokter Eka yang sedang berjaga di bagian gawat darurat rumah sakit Harapan Sehat menjadi bosan.Kesunyian malam itu dipecahkan oleh bunyi sebuah nada dering dari sebuah ponsel. Ketiga para medis itu pun kompak mencari-cari sumber suara yang ternyata berasal dari ponsel milik dokter Eka. Sang dokter pun segera mengangkat dan menerima panggilan di ponselnya."Aduh gimana ya, Mbak ... Jemputanku sudah datang nih di depan." Eka berkata dengan sungkan kepada Iza dan Rani beberapa saat kemudian, sete
Berbekal restu dari sang ibu, Iza kini tidak ragu lagi untuk memulai hubungan baru dengan dokter Yudi. Dia berniat mengutarakan perasaanya dan menanyakan jika penawaran Yudi kepadanya beberapa waktu yang lalu masih berlaku.'Tapi gimana cara bilangnya? Masa aku harua nembak duluan?' 'Eh tapi dokter Yudi kan yang sudah nembak duluan, jadi anggap saja aku cuma menjawab.' Iza pun mengajak Yudi untuk keluar sore itu, ajakan yang disambut dengan senang hati oleh yang diajak. Mungkin bagi Yudi, dengan Iza mau mengajaknya keluar terlebih dahulu saja sudah menjadi pertanda baik bagi hubungan mereka. Dan sesuai dengan perjanjian, Yudi datang menjemput Iza di rumahnya, tidak lupa berpamitan kepada kedua orang tua gadis itu.Keduanya berjalan beriringan dari parkiran mobil ke arah mall dengan sedikit canggung. Yudi berjalan mendahului sedangkan Iza mengikuti di belakangnya dengan jarak beberapa langkah. "Kita mau ke mana?" Yudi menanyai Iza setelah mereka berdiri di loby lantai satu mall."He
Iza dan Yudi menikmati sajian makan siang bersama di ruang keluarga. Saking kakunya sampai tak ada yang berkata-kata di antara mereka. Entah mengapa mereka menjadi canggung dan bingung untuk memulai pembicaraan. Keadaan rumah yang sepi, kenyataan bahwa mereka hanya berduaan semakin memperparah suasana. Keduanya hanya bisa sesekali saling melemparkan pandangan, melirik, lalu kembali berkutat dengan makanan yang ada di hadapan masing-masing. 'Aduh kenapa tadi aku menawari makan siang ya? Gimana kalau para tetangga bergunjing?' 'Baru saja gagal bertunangan malah sudah memasukkan pria lain ke dalam rumah.' Iza menyesali keputusannya yang tidak pikir panjang. Dan kalau sudah begini tidak mungkin juga untuk mengusir Yudi begitu saja. "Maaf ya Mbak Iza, saya jadi merepotkan." Yudi sepertinya dapat merasakan
Yudi mengamati layar monitor yang menampilkan laporan kasus salah satu pasien dengan penyakit paru yang sedang dia tangani. Laporan-laporan yang akan dipakainya untuk ujian penentuan gelar spesialis paru yang sedang dia perjuangkan. Yudi beralih kepada lembaran foto ronsen thorax dengan kontras hitam putih milik pasien tersebut. Mengamati dan mencocokkan apa yang dilihatnya dengan apa yang tertulis di laporan. Tentang perkembangan penyakit pasien TBC setelah dilakukan pengobatan. Cukup lama Yudi tenggelam dalam kesibukannya itu, sampai tak terasa jam kerja pun berakhir. "Aku pulang duluan ya." Yudi berpamitan kepada perawat jaga di poli paru. Kemudian dia beranjak mengambil barang pribadinya dan keluar dari gedung rumah sakit. Melajukan mobil Brio merahn membelah aspal jalanan yang terik di siang hari. Rasanya sungguh sangat melelahkan kehidupan sebagai seorang PPDS. Seharian sibuk dengan banyak pasien rawat inap yang harus dia visite hari ini. Setelah vis
Iza tertegun mendengarkan ucapan Yudi yang sama sekali tidak terduga olehnya. Seluruh logika dan akal sehat gadis itu sama sekali tidak dapat mempercayai apa yang dia dengar. Oleh karena itu, Iza pun memberanikan diri untuk berkata.“Dokter Yudi jangan becanda donk. Nanti saya bisa baper.” Iza menambahi dengan tawa ringan, seperti sedang menanggapi sebuah candaan dari temannya.Yudi mengerutkan keningnya dalam-dalam mendengar jawaban dari Iza. Bukannya penerimaan atau penolakan yang diberikan, malah terkesan gadis itu meragukan keseriusan dari ucapannya.Padahal Yudi adalah orang yang tidak mungkin untuk bercanda, terutama dalam hal yang menyangkut perasaan seperti ini.“Saya serius," Yudi menegaskan.Iza tetap terdiam, masih tidak akan berani berharap bahwa dokter Yudi, sang idaman wanita ini akan berkata seperti itu kepadanya.‘Dia bilang mau sama aku itu maksudnya gimana ya? Mau apa?’“Saya menyukai kamu, Mbak Iza.”
Iza mengira bahwa masalah akan selesai setelah dia memutuskan hubungn pertunangan dan membatalakan pernikahan dengan Rio. Masalahnya dengan Rio pribadi sudah selesai, dengan keluarga inti Rio juga sudah selesai. Namun dengan keluarga besar dan para tetangga satu kompleks malah timbul berbagai rumor tidak sedap. Rumor yang mengatakan dan menyalahkan Iza, yang membatalkan pernikahan dengan sepihak.“Mau cari yang gimana lagi sih Mbak Iza itu?”“Gak inget apa udah tua umurnya? Paling sebentar lagi juga sudah keriput dan tidak cantik lagi.”“Mau cari yang bagaimana lagi sih? Dilamar duda gak mau katanya ketuaan, ini dilamar perjaka masih muda juga tetap saja ditolak.”“Seleranya yang kaya raya kali, biar bisa diantar jemput pakai mobil.”“Mungkin memang gak niat buat nikah kali ya?”“Nanti kalau sudah terlambat pasti akan menyesal sendiri.”Berbagai gunjingan miring s
Setelah kesepakatan yang dibuat Iza dan Rio untuk membatalkan pernikahan mereka, Iza pun meminta kepada kedua orang tuanya untuk mengantarkan berkunjung ke rumah Rio. Untuk membahas tentang wacana pembatalan pernikahan serta mengembalikan seserahan yang telah diberikan oleh pihak laki-laki kepada pihak perempuan. Terutama untuk barang-barang berharga seperti perhiasan.Maka di sore yang cerah itu, Iza bersama kedua orang tuanya sudah duduk ruang tamu rumah Rio. Berhadapan tiga lawan tiga dengan Rio dan kedua orang tuanya. Suasana terasa begitu canggung setelah sapaan dan ramah tamah. Tidak ada yang berani untuk bersuara, meskipun mereka sudah tahu tujuan kedatangan Iza dan keluarganya."Hemmm begini, saya mohon maaf sekali sebelumnya kepada Nak Rio, Dek Soni dan Dek Nanik. Maksud kedatangan kami kali ini adalah untuk membatalkan rencana pernikahan kedua anak kita.""Lho kenapa? Gak bisa begitu lah." Nanik kontan melayangkan protesnya."Saya dengan dari Iz
“Jika mau dilanjutkan, jadwal pernikahan kita sudah cukup dekat. Oleh karena itu sudah seharusnya kita mengurus dokumen-dokumen pernikahan di KUA. Dan aku sudah ke sana untuk meminta formulir itu.” Iza menjelaskan alasannya memberikan dokumen itu kepada Rio.“Tapi kenapa harus ada persyaratan sedetail ini?" Rio bertanya kepada Iza setelah memeriksa semua formulir yang disodorkan oleh gadis itu kepadanya.“Itu semua formulir yang aku dapatkan dari pak Mudin Desaku.” Iza menjawab dengan tenang. Dia berusaha menyembunyikan segala gejok di dalam jiwanya, bertekad untuk membuat Rio mau mengakui tentang keadaan penyakitnya."Bukankah biasanya hanya dibutuhkan beberapa dokumen untuk pembuatan buku nikah?” Rio tetap memprotes.“Jangan salah. Selain dokumen, untuk calon mempelai wanita diharuskan vaksin tetanus. Kedua calon mempelai juga disarankan untuk mengikuti kelas pra nikah yang diadakan oleh KUA atau puskesmas setem
Iza memang sudah mantap memutuskan untuk membatalkan pernikahannya. Kedua orang tuanya juga sudah setuju dan memberikan restu baginya untuk melakukan hal itu. Namun ternyata sampai beberapa hari setelah kedatangan dokter Yudi ke rumahnya, Iza masih belum juga berani menemui Rio.Memang terkesan klise dan kekanakan, namun Iza merasa tidak tega dan sedih untuk memutuskan hubungannya dengan Rio dengan jalan seperti ini. Bukan karena adanya masalah dalam hubungan mereka berdua, melainkan karena suatu sebab eksternal yang sangat tidak terduga.‘Apa aku sudah jatuh cinta kepadanya?’ Iza bermonolog dalam hatinya sendiri.'Tidak, ini bukanlah cinta. Karena kami juga hanya kenal sebentar saja … Ini hanyalah rasa iba dan empati semata."Iza mencoba mengenali perasaanya sendiri kepada Rio saat ini. Hubungan selama beberapa minggu setelah mengenal pria itu memang cukup manis dan berkesan baginya.Rio memperlakukan dirinya d
“Jangan mengada-ada kamu, Iza! Rio itu kelihatan sangat sehat dan bugar, mana mungkin dia sakit?” Sri memilih mode denial. Untuk menolak mempercayai apa yang dikatakan oleh putrinya.“Pasti kamu mencari-cari alasan biar bisa batalin pernikahan kan?”“Astghfirullah, Ibu … Mana mungkin Iza berbohong soal penyakit mengerikan seperti ini?”Iza dapat mengerti kekecewaan ibunya, namun juga tidak terima jika dituduh mengarang cerita untuk membatalkan pernikahannya dengan Rio.“Aku tahu kalau Ibu dan Bapak tidak akan percaya begitu saja dengan ucapan Iza. Oleh karena ini, aku membawa dokter Yudi. Dokter yang merawat Rio di RSUD.”Iza pun mejelaskan alasan kehadiran Yudi di rumah mereka saat ini.Semua pandangan mata kini kontan beralih kepada dokter Yudi, yang sejak tadi hanya terdiam tanpa suara. Memperhatikan pembicaraan memilukan antara seorang anak perempuan dan kedua orang tuanya.