Beranda / Romansa / Tamally Ma'ak / Ain't A Whore

Share

Ain't A Whore

Penulis: Ae-ri Puspita
last update Terakhir Diperbarui: 2023-01-20 12:09:11

“Sergio lepaskan aku sialan!” Aku berusaha keras agar lepas dari jeratan pria bedebah gila ini, tapi tubuh dan tenaganya lebih besar dariku. 

Mata elang itu kembali menatapku seperti binatang buas yang sedang kelaparan. 

“Sekali lagi kau mengumpat, aku bersumpah akan membungkam mulutmu.”

Napasku memburu. "Baiklah, lepaskan aku… please." Muak, rasanya memohon pada pria brengsek sepertinya. Tapi, aku tidak punya pilihan lain. 

“Bukankah kau sendiri yang hendak menyerahkan dirimu dengan datang ke kamar ini, Mi amor?”

Pria bedebah sialan ini benar-benar menguji kesabaranku. Lama-lama ku tonjok juga muka menyebalkannya. 

Kuhela napas lelah. “Kau pikir aku sama dengan wanita yang tadi kau bawa itu, huh?"

Bibirnya terkatup, matanya menatapku lekat. 

“Apa kau tidak pernah merasa bersalah telah merusak kehormatan seorang wanita?”

“Mereka sendirilah yang datang melemparkan tubuhnya padaku.” Ia melepaskan kungkungan tangannya. Berdiri selangkah dariku. 

Kubalas tatapannya dengan tatapan tajam. Jari-jemariku terkepal membentuk tinju. 

"Apa kamu pikir wanita itu seperti pakaian yang bisa kau pakai dan kau lepas sesukamu? Mereka terhormat dan memiliki haknya." Aku mengutip salah satu kata-kata Umar bin Khattab. 

Dia menyeringai. "Terhormat?" Dia kembali menatapku sembari memasukkan kedua tangannya ke dalam saku celananya." Aku tidak tahu wanita terhormat seperti apa yang kau maksud itu, Ms. Syifani. Apa seperti jalang yang dengan sukarela membuka pahanya untuk ditiduri banyak pria?"

Kuteguk kasar salivaku. "Terlepas dari apapun pekerjaan mereka, wanita punya hak untuk dihargai."

Dia terkekeh geli. "Siapa yang akan memberi hak untuk itu? Katakan padaku Nona bagaimana cara seorang laki-laki bisa menghargai seorang perempuan kalau perempuan itu sendiri tidak bisa menghargai dirinya? Mereka meliuk-liuk seperti ular kegatelan, mempertontonkan tubuh mereka untuk dinikmati. Demi segepok duit, mereka rela membuka pahanya."

Aku diam tak tahu harus berkata apa. 

”Kau tahu?” Kuangkat wajahku. menatap lurus ke arahnya yang tampak tengah sibuk memakai jam tangan.”Tidak akan ada wanita yang akan rusak, jika wanita itu pintar menjaga kehormatannya. Hanya bermodal cinta, duit, dan janji manis wanita gila itu akan melemparkan dirinya ke ranjang. Wanita layaknya pedagang dan pria adalah pembeli. Wanita menjual dan pria membeli.” Ia menoleh ke arahku, tersenyum.”Bukankah seperti itu Miss. Syifani?”

Aku menelan paksa salivaku, terbukti jaman sekarang banyak wanita yang seperti itu. Banyak di antara kaum hawa yang akan menyesalinya setelah melakukan dosa besar itu. Ada yang  menggugurkan kandungannya, membuang darah dagingnya sendiri atau menyerahkan darah dagingnya untuk dirawat oleh orang lain. Bahkan banyak di antara mereka yang rela menjadi kupu-kupu malam, menganggap dirinya sudah tidak berharga lagi, sudah tidak layak untuk dicintai lagi, dan sudah tidak pantas untuk siapa pun lagi. 

Bukankah ampunan Allah itu luas? Bagi siapa pun hambanya yang benar-benar hendak bertaubat. 

Sebahagian orang mengatakan akhir zaman, melakukan zina terang-terangan tanpa rasa malu. 

"Apa yang kau tanam itu yang akan kau tuai." Dia mengangkat sebelah alisnya. “Apa kau tidak takut apa yang kau lakukan ini akan berbalik denganmu nanti? Mungkin, bukan denganmu…tapi bagaimana dengan anggota keluargamu? Istrimu, anak perempuanmu, kakak atau adik perempuanmu? Apa kau  tidak takut mereka bakalan dinodai sebagaimana kau menodai wanita lain?”

Jakung pria itu naik turun. Apa aku sudah berhasil menamparnya dengan kata-kataku?

“Kau punya ibu,’kan? kau pa—”

“Aku tidak punya ibu.” tukasnya cepat

Entah mengapa aku melihat gurat kesedihan di kedua bola matanya. 

Mataku sontak membulat saat melihat pria itu baru saja menyelipkan pistol ke balik pinggang bagian belakangnya. 

Dia berjalan, mendekat, berhenti di depan pintu. “Apa kau akan terus berdiam diri di sana?”

Aku mendengus, mengikuti langkah kakinya ke luar kamar dan ikut berhenti tatkala dia tiba-tiba menghentikan ayunan kakinya. 

Dia menatap tajam satu per satu pria botak dalam ruangan tersebut. “Dan kalian aw—”

“Aku tahu,” selaku.”Mereka juga pasti tahu tugas mereka. Mereka bukan anak kecil yang perlu diberitahu berulang kali.”

Dia berbalik, menatapku tajam.“Siapa kau berani menyela ucapanku, huh?”

Aku mencebik kesal. ”Jika aku menjadi ibumu, apa kau tidak akan bosan jika aku terus memberimu nasihat yang sama. Sergio ibu sudah katakan berbicara baiklah kepada orang yang yang lebih tua, Sergio kau harus mengalah pada adikmu, Sergio ibu sudah katakan bla bla bla..Apa kau tidak bosan jika ibumu terus mengatakan hal yang sama?”

Oh, apa pria berwajah datar ini baru saja tersenyum? Lihatlah dia lebih manis saat salting seperti ini? Ya, walaupun ditutupi oleh sikap dinginya. 

Refleks kujauhkan wajahku saat pria itu, menunduk memajukan wajahnya. 

“Prefiero que seas mi esposa que mi madre.” Bisiknya membuatku mengernyit tak paham. 

“Apa?”

Dia kembali menegakkan tubuhnya. “Aku akan pulang terlambat.”

Terus apa hubungannya denganku? Mau kau pulang cepat ataupun lambat apa peduliku. 

Aku segera memegang pergelangan tangannya sebelum ia berhasil melangkahkan kakinya. Ia kembali membalikkan badannya seraya mengangkat sebelah alisnya.

 

“Berikan Hpku kembali. Aku sangat amat membutuhkannya.” Pintaku memohon. 

“Aku sudah membuangnya.” Ia membalikkan badan seraya mengayunkan langkahnya.

Darahku langsung mendidih begitu mendengar ucapannya. “Sialan, kau pikir siapa dirimu, hah?”

Ia berbalik— melangkah lebar seraya menarik tengukku yang sontak membuatku terbelalak. 

“Aku tidak pernah bermain-main dengan ucapanku.” Aku melipat bibirku erat saat tatapannya menusuk ke dalam bola mataku. 

Kuhela napas lega saat ia melepaskan pegangannya pada tengkukku. 

“Setidaknya biarkan aku menghubungi Ibuku.”Tak sadar ia mataku jatuh dari pelupuk. 

Pria itu kembali menghentikan langkahnya. Ia membalikkan badannya. 

“Biarkan aku memberitahu ibuku kalau aku baik-baik saja di sini.” Ku gigit bibirku agar tangisku  tak pecah. 

‘Walau sebenarnya aku tidak baik-baik saja. Aku sangat merindukannya.' Batinku menjerit. 

“Gunakan saja telepon itu, di bawahnya ada kertas nomor ibumu.” Dia menunjuk landline dengan dagunya. 

Lagi-lagi aku melongo tidak percaya.  Apa ini zaman baheula?

Aku menatapnya tajam penuh permusuhan.” Bagaimana dengan Hpku yang sudah kau buang?”

“Aku tidak peduli!”

Ih, geramanya ingin rasanya aku meninju wajahnya hingga babak belur. Dia pikir beli Hp itu pakai daun?

"Yaaaaaaaa…. Saekkia”

Ia kembali menghentikan langkahnya. Berjalan cepat menghampiriku. 

“Sekali lagi kau berteriak aku bersumpah akan membantingmu di tempat tidur.”

Kuteguk kembali salivaku. “Se-setidaknya pinjamkan aku Hp siapa pun itu.”

Wajah tegasnya terlihat memerah.”Kau bisa gunakan telepon rumah itu atau tidak ada sama sekali.”

“Telepon rumah itu tidak bisa menunjukkan mana arah kiblat.” Aku menunjuk benda tersebut dengan jari telunjuk.”Apa kau mau menanggung dosaku, saat di akhirat nanti alasanku tidak salat adalah karena kau?”

Ia memejamkan matanya sejenak, menghela napas seraya merogoh saku celananya lalu mengeluarkan benda pipih bermerek itu. 

“Waktumu hanya lima menit!”

Bab terkait

  • Tamally Ma'ak   What Happened?

    Smart timepiece backlight alarm clock berdering nyaring masuk ke dalam gendang telingaku. Kelopak mataku perlahan terbuka, mengerjap berulang-ulang kali guna menyesuaikan spotlight yang menerobos masuk ke dalam retina. Menoleh, ternyata sudah pukul setengah tiga dini hari. Menguap sembari bangun secara perlahan, menyadarkan kepala pada sandaran kasur, mengumpulkan nyawa yang belum terkumpul sempurna lalu menyingkap selimut tebal yang membungkus tubuhku dan melangkah malas masuk ke dalam kamar mandi. Berwudhu dan melaksanakan salat malam. "Dan pada sebagian malam, lakukanlah salat tahajud (sebagai suatu ibadah) tambahan bagimu: mudah-mudahan Tuhanmu mengangkatmu ke tempat yang terpuji." (QS. Al-Isra' Ayat 79) Rasa haus menyerang tenggorokanku. Kulangkahkan kaki menuju nakas, duduk di pinggir kasur, menghela napas pelan saat melihat gelas di atas nakas itu sudah kosong. Dengan berat kaki, kuayunkan langkah menuju pintu, mengetuknya, berulang-ulang kali berharap para pengawal yang ber

    Terakhir Diperbarui : 2023-01-21
  • Tamally Ma'ak   Husband?

    Embun jatuh perlahan seiring fajar menyapa keramaian, terdengar derap langkah kaki orang-orang yang berlalu-lalang ke sana kemari, membuat tidurku terganggu. Perih, saat mata ini terbuka, berapa jam tidurku? "Awww…." Meringis pusing, memujit pelipis saat membangungkan diri sendiri. Kuangkat wajah bantalku melihat ventilasi udara yang telah memantulkan cahaya sang surya. Ternyata aku tidak sadar ketiduran bahkan mukena yang semalam aku pakai masih terpasang di tubuhku. Sebentar! Mukena? Mataku sontak membulat. Teringat. Bagaimana keadaan pria itu? Apa dia baik-baik saja? Kusingkirkan kain panjang yang membalut tubuhku dan menyimpannya kembali di atas bedside cabinet. Berjalan keluar. Tunggu. Sontak langkah kakiku terhenti. Tersenyum licik. Bukankah ini kesempatan untukmu kabur Syifani? Apa yang kau tunggu lagi? Kesempatan emas ini tidak akan pernah datang untuk kedua kalinya.Bener, untuk apa juga aku peduli padanya? Kuangkat bahu tak acuh seraya bergegas berlari keluar rumah sakit

    Terakhir Diperbarui : 2023-01-22
  • Tamally Ma'ak   Who's He?

    Aku berdehem membuat dua anak manusia yang dimabuk cinta tersebut menoleh ke arahku. "Ah, Bell. Dia adalah Syifani." Aku tersenyum, mengangguk kecil. "Oh, really?" Entah apa yang membuat mata wanita ini berbinar seperti itu menatapku. Dia bergerak menujuku, sontak membuat mataku terbelalak saat dia tiba-tiba saja memelukku. Dia merenggangkan jarak pelukannya, tersenyum duchenne, memandangiku cukup lama. "Dia sama sekali tidak berubah, " ucapnya menoleh ke arah Sergio. "She still looks the same as before."Aku mengernyitkan kening? Apa maksudnya. "Apa kamu tidak ingat apapun?" tanyanya padaku. "Iya." Sungguh, aku tidak tahu kemana arah pembicaraannya. "Really? Kau tidak ingat apapun soal… ""Bella!" Aku dan wanita yang bernama Bella itu refleks menoleh ke arah Sergio. Wajah pria itu terlihat memerah dengan napas yang naik turun, tak teratur. Dia memejamkan matanya sejenak, jakunnya ikut naik turun." Aku ingin berbicara dengan Bella berdua. Keluarla!""Ah, iya. " Entah mengapa a

    Terakhir Diperbarui : 2023-01-23
  • Tamally Ma'ak   Commemoration

    Tepat seminggu setelah menjalani pemulihan, akhirnya Sergio diperbolehkan untuk pulang. Kini kami sedang dalam perjalanan, entah kemana. Aku pun tidak berniat untuk mencari tahu kemana arah mobil ini melaju. Kutarik napas dalam-dalam, menghembuskannya. Memandangi gedung-gedung tinggi yang berdiri dengan angkuhnya seakan tersenyum mengejekku. Mobil yang kutumpangi, akhirnya tiba di halaman mansion berwujud kastil itu. Lagi. Kuhela napas gusar. Sungguh keputusan yang sangat buruk. Kuikuti langkah lebarnya memasuki tempat tersebut. Tempat yang sepatutnya sudah kutinggalkan. Tapi karena keduguan yang kulakukan, akhirnya aku kembali terjebak di penjara ini. "Naiklah!" titahnya. Menyuruh menaiki anak tangga mansion ini dengan dagunya. Lekas kucekal pergelangan tangannya saat ia hendak mengayunkan langkah kembali. Dia menoleh. "Bisakah kau kembalikan buku-bukuku yang kau sita? Aku butuh benda-benda itu untuk menghilangkan kejenuhanku." Kutatap ia menggibah. Berharap hatinya tersentuh. "

    Terakhir Diperbarui : 2023-01-24
  • Tamally Ma'ak   Who?

    Denting jam telah menunjukkan pukul 12 malam. Kututup buku diaryku, menyimpannya di atas nakas seraya menarik selimut dan mencoba tuk memejamkan mata. Berkali-kali tapi sulit, hingga aku tersentak kaget saat jam weker berdering nyaring masuk ke dalam membran timpani-ku tepat pada pukul 4.30 subuh. Jam berapa aku tidur semalam? Kugerakkan tubuhku masuk ke dalam kamar mandi. Mandi subuh dan berwudhu. Kemudian melangkah menuju lantai dasar. Setidaknya beberapa hari ini aku bisa merasakan sedikit kebebasan, berkeliaran dalam mansion mewah ini, walau harus diawasi dengan ketat. Anak buah pria itu menatapku tajam saat aku berjalan di depannya menuju dapur. "Masak apa?" Beatrica tersentak kaget reflek menoleh. "Aku lagi buat American Pancakes untuk Tuan Sergio dan ayam goreng untuk Anda." Dia tersenyum manis sekali. Ayam goreng? Sebenarnya aku sudah sangat bosan dengan makanan kesukaan Upin Ipin itu. "Apa pria itu sangat suka dengan makanan itu?"Beatrica mengangguk. "Tuan tidak suka mak

    Terakhir Diperbarui : 2023-01-25
  • Tamally Ma'ak   Dunno Who

    Janganlah kalian berharap bertemu musuh. Namun jika kalian bertemu musuh, bertabahlah menghadapinya (HR Bukhari).***Di suatu tempat? Aku mengernyit tak paham. Rumah sakit? Mataku reflek membeliak lantas menoleh ke belakang. Pria dengan wajah sangar seperti psychopath itu tengah menatap datar ke arahku. Kutelan kasar ludahku, lekas memalingkan pandangan ke depan. Entah mengapa, menatap pria itu membuat gemuruh jantungku bertalu-talu. Apa sebenarnya aku pernah bertemu dengannya? Mengapa tatapan pria sangar itu seakan tak asing bagiku. Tanpa sadar tanganku saling menggenggam satu sama lain, menyalurkan gugup yang kian mendera hatiku. Ada apa sebenarnya, mengapa juga aku harus merasakan takut pada orang yang baru pertama kali aku temui? Tanpa sebab?Ya Allah lindungi hamba,” Allahumma inna naj'aluka fi nuhurihim wa na'udzubika min syururihim.Artinya: "Ya Allah kami jadikan Engkau di depan mereka, dan kami berlindung kepada-Mu dari kejahatan mereka." (HR. Abu Dawud)"Apa Sergio tidak men

    Terakhir Diperbarui : 2023-01-26
  • Tamally Ma'ak   Bad News

    Kuhela napas pelan. Percuma. Pria itu hanya diam seperti patung pancora. Hingga mobil itu berbelok menuju pekarangan mansion, kami masih saja diam dalam kebisuan. Gegas, ku ayunkan kaki sesaat mobil tersebut berhenti, melangkah lebar menuju kamar. Menutup dan menguncinya seraya melangkah membaringkan diri di atas tempat tidur. Menatap plafon dengan ribuan pertanyaan. Sebenarnya siapa mereka? Mengapa aku merasa pernah bertemu dengan pria berwajah psikopat itu?Gelap, itulah yang aku lihat, tapi kegelapan itu hanya bersifat semantara. Lampu-lampu yang bergelantungan di atasku perlahan mengeluarkan cahayanya. Mataku mengikuti arah cahaya lampu itu, menyipitkan mata, tatkala pandanganku seperti melihat bayangan seseorang. “Sergio!” Dia berbalik, senyum yang semula terbit kini redup saat pria itu menodongkan senjata ke arahku. Mataku kembali menatapnya dengan pandangan yang berkabut air mata sedangkan Sergio menatapku dengan seringaian yang menjijikkan. “A—Ap…”Dor!“Astaghfirullahaladzim

    Terakhir Diperbarui : 2023-01-28
  • Tamally Ma'ak   Contend

    Kusibak selimut yang membungkus tubuhku seraya bergegas mencari keberadaannya, di kamarnya, kosong. Melangkah lebar menuju lantai dasar, ternyata di ruang tamu juga kosong, hanya ada beberapa bodyguard berkepala plontos yang sedang berjaga, kuayunkan kaki menuju dapur–ternyata dia ada di sana tengah menikmati sarapan paginya seakan tak ada beban apa pun yang ia rasakan. “Sergio!” Dia tak menoleh sedikitpun. “Apa kamu masih bisa sarapan di saat situasi seperti sekarang, hah?” Aku berdiri di sampingnya, menatapnya dengan tatapan menggebu emosi. “Kau ingin aku mati karena tidak sarapan?” Tak acuhnya memasukkan potongan roti ke dalam mulutnya. Kugebrak meja membuat atensinya teralihkan padaku.”Kau tahu, gara-gara kau nama baikku jadi tercemar?""Apa kau hanya memikirkan nama baikmu?" Apa dia bilang hanya? Aku berdecih jengkel. Ingin rasanya aku meninju wajah iblisnya ini. Dengan entengnya dia mengeluarkan kalimat sialan itu. "Kalau bukan karena kau, aku tidak akan pernah mengalami pe

    Terakhir Diperbarui : 2023-01-29

Bab terbaru

  • Tamally Ma'ak   Contend

    Kusibak selimut yang membungkus tubuhku seraya bergegas mencari keberadaannya, di kamarnya, kosong. Melangkah lebar menuju lantai dasar, ternyata di ruang tamu juga kosong, hanya ada beberapa bodyguard berkepala plontos yang sedang berjaga, kuayunkan kaki menuju dapur–ternyata dia ada di sana tengah menikmati sarapan paginya seakan tak ada beban apa pun yang ia rasakan. “Sergio!” Dia tak menoleh sedikitpun. “Apa kamu masih bisa sarapan di saat situasi seperti sekarang, hah?” Aku berdiri di sampingnya, menatapnya dengan tatapan menggebu emosi. “Kau ingin aku mati karena tidak sarapan?” Tak acuhnya memasukkan potongan roti ke dalam mulutnya. Kugebrak meja membuat atensinya teralihkan padaku.”Kau tahu, gara-gara kau nama baikku jadi tercemar?""Apa kau hanya memikirkan nama baikmu?" Apa dia bilang hanya? Aku berdecih jengkel. Ingin rasanya aku meninju wajah iblisnya ini. Dengan entengnya dia mengeluarkan kalimat sialan itu. "Kalau bukan karena kau, aku tidak akan pernah mengalami pe

  • Tamally Ma'ak   Bad News

    Kuhela napas pelan. Percuma. Pria itu hanya diam seperti patung pancora. Hingga mobil itu berbelok menuju pekarangan mansion, kami masih saja diam dalam kebisuan. Gegas, ku ayunkan kaki sesaat mobil tersebut berhenti, melangkah lebar menuju kamar. Menutup dan menguncinya seraya melangkah membaringkan diri di atas tempat tidur. Menatap plafon dengan ribuan pertanyaan. Sebenarnya siapa mereka? Mengapa aku merasa pernah bertemu dengan pria berwajah psikopat itu?Gelap, itulah yang aku lihat, tapi kegelapan itu hanya bersifat semantara. Lampu-lampu yang bergelantungan di atasku perlahan mengeluarkan cahayanya. Mataku mengikuti arah cahaya lampu itu, menyipitkan mata, tatkala pandanganku seperti melihat bayangan seseorang. “Sergio!” Dia berbalik, senyum yang semula terbit kini redup saat pria itu menodongkan senjata ke arahku. Mataku kembali menatapnya dengan pandangan yang berkabut air mata sedangkan Sergio menatapku dengan seringaian yang menjijikkan. “A—Ap…”Dor!“Astaghfirullahaladzim

  • Tamally Ma'ak   Dunno Who

    Janganlah kalian berharap bertemu musuh. Namun jika kalian bertemu musuh, bertabahlah menghadapinya (HR Bukhari).***Di suatu tempat? Aku mengernyit tak paham. Rumah sakit? Mataku reflek membeliak lantas menoleh ke belakang. Pria dengan wajah sangar seperti psychopath itu tengah menatap datar ke arahku. Kutelan kasar ludahku, lekas memalingkan pandangan ke depan. Entah mengapa, menatap pria itu membuat gemuruh jantungku bertalu-talu. Apa sebenarnya aku pernah bertemu dengannya? Mengapa tatapan pria sangar itu seakan tak asing bagiku. Tanpa sadar tanganku saling menggenggam satu sama lain, menyalurkan gugup yang kian mendera hatiku. Ada apa sebenarnya, mengapa juga aku harus merasakan takut pada orang yang baru pertama kali aku temui? Tanpa sebab?Ya Allah lindungi hamba,” Allahumma inna naj'aluka fi nuhurihim wa na'udzubika min syururihim.Artinya: "Ya Allah kami jadikan Engkau di depan mereka, dan kami berlindung kepada-Mu dari kejahatan mereka." (HR. Abu Dawud)"Apa Sergio tidak men

  • Tamally Ma'ak   Who?

    Denting jam telah menunjukkan pukul 12 malam. Kututup buku diaryku, menyimpannya di atas nakas seraya menarik selimut dan mencoba tuk memejamkan mata. Berkali-kali tapi sulit, hingga aku tersentak kaget saat jam weker berdering nyaring masuk ke dalam membran timpani-ku tepat pada pukul 4.30 subuh. Jam berapa aku tidur semalam? Kugerakkan tubuhku masuk ke dalam kamar mandi. Mandi subuh dan berwudhu. Kemudian melangkah menuju lantai dasar. Setidaknya beberapa hari ini aku bisa merasakan sedikit kebebasan, berkeliaran dalam mansion mewah ini, walau harus diawasi dengan ketat. Anak buah pria itu menatapku tajam saat aku berjalan di depannya menuju dapur. "Masak apa?" Beatrica tersentak kaget reflek menoleh. "Aku lagi buat American Pancakes untuk Tuan Sergio dan ayam goreng untuk Anda." Dia tersenyum manis sekali. Ayam goreng? Sebenarnya aku sudah sangat bosan dengan makanan kesukaan Upin Ipin itu. "Apa pria itu sangat suka dengan makanan itu?"Beatrica mengangguk. "Tuan tidak suka mak

  • Tamally Ma'ak   Commemoration

    Tepat seminggu setelah menjalani pemulihan, akhirnya Sergio diperbolehkan untuk pulang. Kini kami sedang dalam perjalanan, entah kemana. Aku pun tidak berniat untuk mencari tahu kemana arah mobil ini melaju. Kutarik napas dalam-dalam, menghembuskannya. Memandangi gedung-gedung tinggi yang berdiri dengan angkuhnya seakan tersenyum mengejekku. Mobil yang kutumpangi, akhirnya tiba di halaman mansion berwujud kastil itu. Lagi. Kuhela napas gusar. Sungguh keputusan yang sangat buruk. Kuikuti langkah lebarnya memasuki tempat tersebut. Tempat yang sepatutnya sudah kutinggalkan. Tapi karena keduguan yang kulakukan, akhirnya aku kembali terjebak di penjara ini. "Naiklah!" titahnya. Menyuruh menaiki anak tangga mansion ini dengan dagunya. Lekas kucekal pergelangan tangannya saat ia hendak mengayunkan langkah kembali. Dia menoleh. "Bisakah kau kembalikan buku-bukuku yang kau sita? Aku butuh benda-benda itu untuk menghilangkan kejenuhanku." Kutatap ia menggibah. Berharap hatinya tersentuh. "

  • Tamally Ma'ak   Who's He?

    Aku berdehem membuat dua anak manusia yang dimabuk cinta tersebut menoleh ke arahku. "Ah, Bell. Dia adalah Syifani." Aku tersenyum, mengangguk kecil. "Oh, really?" Entah apa yang membuat mata wanita ini berbinar seperti itu menatapku. Dia bergerak menujuku, sontak membuat mataku terbelalak saat dia tiba-tiba saja memelukku. Dia merenggangkan jarak pelukannya, tersenyum duchenne, memandangiku cukup lama. "Dia sama sekali tidak berubah, " ucapnya menoleh ke arah Sergio. "She still looks the same as before."Aku mengernyitkan kening? Apa maksudnya. "Apa kamu tidak ingat apapun?" tanyanya padaku. "Iya." Sungguh, aku tidak tahu kemana arah pembicaraannya. "Really? Kau tidak ingat apapun soal… ""Bella!" Aku dan wanita yang bernama Bella itu refleks menoleh ke arah Sergio. Wajah pria itu terlihat memerah dengan napas yang naik turun, tak teratur. Dia memejamkan matanya sejenak, jakunnya ikut naik turun." Aku ingin berbicara dengan Bella berdua. Keluarla!""Ah, iya. " Entah mengapa a

  • Tamally Ma'ak   Husband?

    Embun jatuh perlahan seiring fajar menyapa keramaian, terdengar derap langkah kaki orang-orang yang berlalu-lalang ke sana kemari, membuat tidurku terganggu. Perih, saat mata ini terbuka, berapa jam tidurku? "Awww…." Meringis pusing, memujit pelipis saat membangungkan diri sendiri. Kuangkat wajah bantalku melihat ventilasi udara yang telah memantulkan cahaya sang surya. Ternyata aku tidak sadar ketiduran bahkan mukena yang semalam aku pakai masih terpasang di tubuhku. Sebentar! Mukena? Mataku sontak membulat. Teringat. Bagaimana keadaan pria itu? Apa dia baik-baik saja? Kusingkirkan kain panjang yang membalut tubuhku dan menyimpannya kembali di atas bedside cabinet. Berjalan keluar. Tunggu. Sontak langkah kakiku terhenti. Tersenyum licik. Bukankah ini kesempatan untukmu kabur Syifani? Apa yang kau tunggu lagi? Kesempatan emas ini tidak akan pernah datang untuk kedua kalinya.Bener, untuk apa juga aku peduli padanya? Kuangkat bahu tak acuh seraya bergegas berlari keluar rumah sakit

  • Tamally Ma'ak   What Happened?

    Smart timepiece backlight alarm clock berdering nyaring masuk ke dalam gendang telingaku. Kelopak mataku perlahan terbuka, mengerjap berulang-ulang kali guna menyesuaikan spotlight yang menerobos masuk ke dalam retina. Menoleh, ternyata sudah pukul setengah tiga dini hari. Menguap sembari bangun secara perlahan, menyadarkan kepala pada sandaran kasur, mengumpulkan nyawa yang belum terkumpul sempurna lalu menyingkap selimut tebal yang membungkus tubuhku dan melangkah malas masuk ke dalam kamar mandi. Berwudhu dan melaksanakan salat malam. "Dan pada sebagian malam, lakukanlah salat tahajud (sebagai suatu ibadah) tambahan bagimu: mudah-mudahan Tuhanmu mengangkatmu ke tempat yang terpuji." (QS. Al-Isra' Ayat 79) Rasa haus menyerang tenggorokanku. Kulangkahkan kaki menuju nakas, duduk di pinggir kasur, menghela napas pelan saat melihat gelas di atas nakas itu sudah kosong. Dengan berat kaki, kuayunkan langkah menuju pintu, mengetuknya, berulang-ulang kali berharap para pengawal yang ber

  • Tamally Ma'ak   Ain't A Whore

    “Sergio lepaskan aku sialan!” Aku berusaha keras agar lepas dari jeratan pria bedebah gila ini, tapi tubuh dan tenaganya lebih besar dariku. Mata elang itu kembali menatapku seperti binatang buas yang sedang kelaparan. “Sekali lagi kau mengumpat, aku bersumpah akan membungkam mulutmu.”Napasku memburu. "Baiklah, lepaskan aku… please." Muak, rasanya memohon pada pria brengsek sepertinya. Tapi, aku tidak punya pilihan lain. “Bukankah kau sendiri yang hendak menyerahkan dirimu dengan datang ke kamar ini, Mi amor?”Pria bedebah sialan ini benar-benar menguji kesabaranku. Lama-lama ku tonjok juga muka menyebalkannya. Kuhela napas lelah. “Kau pikir aku sama dengan wanita yang tadi kau bawa itu, huh?"Bibirnya terkatup, matanya menatapku lekat. “Apa kau tidak pernah merasa bersalah telah merusak kehormatan seorang wanita?”“Mereka sendirilah yang datang melemparkan tubuhnya padaku.” Ia melepaskan kungkungan tangannya. Berdiri selangkah dariku. Kubalas tatapannya dengan tatapan tajam. Ja

DMCA.com Protection Status