Laura membuka mata perlahan, setelah kedua matanya terbuka lebar dia menengok ke arah kanan.
Kedua pupil matanya melebar, kaget melihat ada seseorang didekatnya.
"Elo! Kenapa lo disini?!" Teriak Laura sambil menunjuk orang disebelahnya.
Seseorang itu hanya nyengir seperti tak ada beban disana.
Siapa lagi jika bukan Reyyan.
"Gangguin lo." Jawabnya enteng.
Laura memutar kedua bola matanya malas.
"Gue ga nerima orang yang dateng cuman buat gangguin gue." Laura menyibakkan selimut hendak berdiri.
"Awas!" Teriaknya kesal yang tidak bisa pergi karena kaki panjang Reyyan yang menghalangi.
Laura duduk dimejanya sambil menggigit bolpoint, mimik wajahnya terlihat berpikir keras. "Reyyan penyihir, Ayah penyihir tapi dari mana rasa sakit dari dada Reyyan?" "Apa penyihir itu seperti di film Harry Potter? Tapi kulihat Reyyan tidak pernah membawa tongkat penyihir." "Ah Pusing!" Teriaknya sambil menaruh kepalanya di atas meja Laura tidak sadar teriakannya dilihat satu kelas. Saat dia menengok ke teman-temannya wajahnya berubah pucat pasi. "Laura lo gapapa kan?" "Lo mikirin apaan, sampe pusing?" "Agaknya Laura tertekan." "Eng-enggak! Gapapa hehe. Pelajaran hari ini pusing banget." Alibinya dan kembali menaruh kepalanya di atas meja. "Aduh Laura lo bego banget!" rutuknya dalam hati. Tiba-tiba datang bu Heny, guru kimia masuk ke kelas mereka.
"Tuan Putri hanya boleh mencintai anak Raja yang pertama." ••• "Untuk apa kau susah payah mencari tau kalau pada dasarnya dia tidak akan menjadi milikmu?" Reyyan terhentak kaget mendengar suara itu, Reyyan sangat mengenali suara itu. Dia langsung menoleh ke belakang terlihat seseorang dibelakangnya tersenyum miring tanpa ada rasa bersalah. "Devon." Reyyan menyebut nama pemuda itu dengan suara rendah seperti ancaman kalau dia tidak ingin diganggu. Devon lelaki itu yang terbang sambil tersenyum miring tadi merasa tidak terganggu dengan ucapan Reyyan, dia malah mendekati Reyyan.
"Ketika Alam sudah marah dia akan mengambil kembali apa yang telah kau rebut darinya." ••• Petir menggelegar dengan sangat kencang, awan diatas kepalanya berkumpul dan berkeliling membentuk spiral. Hujan terus mengguyur tambah deras tiada henti. Di tengah tempat itu ada lelaki yang tidur telungkup seperti kalah dalam perkelahian. "Uhuk... Uhuk..." batuknya dan berusaha bangkit untuk kembali melawan lawannya. Tapi lelaki itu malah jatuh, tidak ada tenaga lagi untuknya berdiri. Lelaki tinggi memakai baju kerajaan hitam mendekati dirinya. Lelaki yang telungkup tadi m
"Ketika aku tau, kamu adalah orang yang kucari selama ini. Bagaimana bisa aku tertipu oleh semua ini?" -Reyyan. ••• "Apa kau sudah menemukan Rambut Pak tua itu?" "Belum." Reyyan menjawab tapi pandangannya fokus ke bawah dia sedang memikirkan cara untuk mengambil rambut Ayah Laura. Keduanya sama sama terdiam. "Hei! Reyyan!" Suara melengking itu menginterupsi keduanya. Wanita imut itu berlari menuju Reyyan dan juga Devon. "Wow, siapa dia?" Bisik Devon pelan saat Laura berlari ke arah mereka berdua. Re
"Hatimu tidak bisa bohong kalau kau menyukai wanita itu. Apa aku benar?"-Devon. ••• "Hallo, James?" "Oh, Hi! Laura aku hanya ingin mengatakan sesuatu." "Apa?" "Dari Insiden itu aku benar-benar minta maaf, aku sangat menyesal sekali. Sekarang tidak bisakah kita seperti dulu?" Laura terdiam. "Maksudku dekat seperti dulu, ini sangat menggangguku beberapa bulan ini. Mengetahui kau selalu menghindariku." "Apa kau masih takut padaku?" Lanjut James yang membuat Laura semakin bingung ingin menjawab apa. "Umm... Aku mengerti, kau boleh dekat denganku. Tapi... Hanya sebatas teman." James tersenyum sedih disebrang sana, harapannya untuk mendekati Laura sud
Hari ke 3 sebelum jadi murid baru. Reyyan:"lu udah berhasil dapetinnya?" Laura:"Ya." Reyyan:"Bawa dan temui gue di atap sekolah." Laura:"Ayey, Captain!" Reyyan sedikit tersenyum melihat balasan pesan yang Laura berikan. "Dia sangat lucu", Itu pikirannya. ••• Reyyan tersenyum melihat gadis manis itu berjalan ke arahnya. Tapi saat sudah mendekat mimik wajah Laura berganti bingung. "Lu bawa dia terus?" Tunjuk Laura ke arah Devon dengan wajah bingung. Seolah-olah Devon adalah Peliharaan milik Reyyan yang selalu Reyyan bawa kem
"Sebagian orang hidup bersama kesedihannya, sebagian orang lagi hidup bersama amarahnya. Itu semua hanya untuk menyenangkan dirinya, membuat dirinya merasa bahwa segalanya akan baik-baik saja."•••"Bagaimana keadaannya?""Nenek penyihir ini berkata semuanya akan baik-baik saja."Lelaki yang duduk disinggasana nya itu tersenyum miring."Aku tidak sabar ingin menemuinya."•••"Ini tuan, Identitas yang anda inginkan."James membuka dokument yang diberikan mata-mata kepercayaannya.Dia mengernyitkan alisnya saat memb
"Terkadang punya kekuasaan itu jauh lebih penting. Karena dengan mudahnya bisa mengganggu yang lemah." ••• Flashback sebelum Nenek Elvisha bertemu Leny. Nenek Elvisha membuka gudang disebelah rumahnya, debu berterbaran kemana-mana membuatnya terbatuk-batuk. Niatnya dia ingin membersihkan gudang, karena selama ditinggalkan anaknya pergi dan cucunya pergi, gudang sangat kotor berantakan. Selama anaknya pergi, Ibu dari Ellyshia. Dia tidak pernah membuka gudang ini lagi karena menyimpan begitu banyak kenangan. Terakhir kali dia masuk ke gudang ini saat pemakaman putrinya dan suami putrinya selesai (kedua orang tua Ellyshia).
"Ayah saja tidak percaya padaku."•••Laura duduk ditempat tidurnya sambil menunduk lemas.Leny baru saja kembali dan bilang dia tidak bisa memenuhi permintaannya karena di cegat oleh ayahnya sendiri."Cih." Laura berdecih pelan.Ayah mana yang tidak membiarkan pelayannya mencari dokter pribadi miliknya?Laura sudah yakin, bahwa Rezor bukanlah ayahnya yang sesungguhnya.Saat ini Laura hanya bisa duduk sambil menatap kedua kaki putihnya.Dia mendongak dan tidak sengaja matanya menatap cermin didepannya, kemudian dia memiringkan kepalanya bingung.Sejak kapan rambutnya berubah jadi putih kepirang-pirang an? Dan juga tubuhnya semakin memucat.Laura cepat cepat mengambil kaca kecil disamping tempat tidurnya, dia menyentuh rambutnya perlahan lalu dia berdiri ke arah laci tempat jepit-jepit rambutnya berada.Dia dari samping menjepit rambutnya jadi satu ikatan samping dikepalanya lalu menatap ke kaca.Cantik, tapi juga keliatan aneh.Tidak sengaja Laura menjatuhkan cermin yang dia pegang,
"I don't hurt anybody and I don't believe you all.•••Laura menggerang kesakitan, kedua matanya perlahan lahan terbuka, sinar matahari yang masuk kematanya membuatnya mengernyit. Pening dikepalanya semakin bertambah ketika dirinya mencoba untuk bangun dari tidur"Eh, jangan bangun dulu badan kamu masih ga enak."Dengan gerakan cepat kedua manik mata Laura bertemu dengan kedua manik mata itu. Kedua manik mata yang semalam berhasil menipunya.Dahi Laura semakin mengernyit ketika melihat wajah itu di hadapan Laura sekarang."Siapa kamu? Ngapain kamu disini?"Pertanyaan blak-blak an itu cukup menyakiti hati Edgard, Edgard sadar Laura sudah terlebih dahulu sakit hati semalam ketika sadar dirinya berpura-pura menjadi James."Ra, dengerin dulu."Laura memalingkan tatapannya ke arah lain, tubuhnya bergeser berangsur menjauh, mimik wajahnya terlihat kalau dia sedang tak ingin disentuh.Tiba-tiba pelayan datang membawa nampan berisi bubur ayam dan juga air putih serta obat-obat an."Tuan, sepe
"I will destroy everything from you, Laura."•••Laura langsung tersentak kaget dan berbalik badan."Ka--kamu siapa?! Gimana kamu bisa masuk kedalam sini?! Kamu---""Bagaimana bisa?" Alice tersenyum miring. "Tentu saja bisa." Alice mengayunkan tangannya membentuk cahaya sihir.Kedua bola mata Laura membulat sempurna. "Kau--jangan bilang kau mengelabui mereka?!"Alice tertawa licik. "Untuk apa aku mengelabui mereka? Melewati mereka saja semudah melangkahi semut."Dahi Laura mengernyit bingung, tangannya mengepal tidak terima."Apa katamu?!! Seenaknya bicara seperti itu ditempat kediaman putri kerajaan terhormat!"Kali ini wajah Alice yang menyentak terkejut. "Putri kerajaan?"Alice melangkah berkeliling-keliling kamar Laura yang sangat luas. "Wah, putri kerjaaan dari negara mana eh?"Alice meledek Laura sambil mengangkat salah satu alisnya.Laura mengepal tidak terima. "Kamu!! Bisa-bisanya kamu ga tau putri mahkota kerajaan ini?!"Alice mengubah mimik wajahnya seperti berpikir. "Tidak,
"Lady? She's your lady or me?•••"Bisakah kita percaya padanya?"Devon dan Oca saling bertatapan, melihat Edgard dan Laura saling tersenyum pada mereka sambil melambaikan tangan.Devon dan Oca berniat pergi dari dunia manusia untuk waktu 2 hari saja, yah... Devon ingin cepat-cepat memberi tahu pangeran sesuatu yang akan terjadi pada tuan putri dengan begitu masa hukuman mungkin akan sedikit diringankan saat pangeran meminta belas kasih pada ketua hukum pengadilan penyihir.Devon tidak yakin ini akan sukses maksimal tapi inilah satu-satunya cara agar bisa mengembalikan ingatan Laura.Terakhir kali Devon mengecek tubuh Laura terutama pikirannya, memori otaknya makin lama makin memudar itu artinya jika waktunya lama ingatan itu akan hila
"It's not different... Because you're not change.•••"Apa?!"Hey! Bajingan!"Alice berteriak kesal sambil berjalan mengikuti Edgard yang sudah berjalan semakin jauh darinya.Butuh waktu beberapa detik untuk mencerna seluruh kata kata intens yang Edgard keluarkan tadi. Karena pasalnya Edgard tidak pernah berperilaku seperti itu.Mengatakan kata-kata intens sambil menatapnya seperti musuh.Tidak.Edgard tidak sejahat itu.
"He only beside me, when you gone.••Edgard kecil yang sedang berdiri di atap menara kerajaan sambil melihat pemandangan tidak sengaja mendengar suara tangisan kecilKarena dia penyihir, kupingnya cukup tajam untuk mendengar tangisan kecil ituKepalanya melongok kebawah, matanya mengedar sekeliling mencari siapa yang menangis itu. Tapi, matanya berhenti ke satu arahDia melihat seorang gadis perempuan berambut hitam legam sedang menangis ditaman kerajaan. Gadis itu menutup wajahnya dengan kedua tangannya sambil terus menangis terisak isakEdgard mengernyit kasian melihatnya
Laura terus berlari kemudian berbelok, di trotoar jalanan itu banyak sekali orang berlalu lalang. Tubuh Laura berjinjit berusaha mencari figur itu tapi tidak ketemu, bagai bayangan yang langsung hilang.Alis Laura mengerut bingung tapi setelah itu dia menghela nafas pasrah.Dia berjalan pelan kesamping bangku taman, duduk disana dengan dress kuno nya. Matanya menatap mawar merah yang sangat segar itu kemudian hidungnya mencium bau mawar yang sangat harum. Senyum kecil terukir di bibirnya.Setelah itu matanya menerawang sisi bunga yang dimana disitu ada sebuah surat kecil, Laura baru menyadarinya.Aku lewat toko bunga dan melihat bunga mawar ini lalu tidak sengaja melihatmu dengan dress merah kuno mu, aku berpikir kamu seperti mawar ini. Harum dan cantik.-your prince. Edd.Kedua mata Laura berbinar-binar ketika membaca bagian bawah. "your prince."
"Where are u?"•••"Kenapa mukamu melamun sambil gelisah seperti itu huh? Kamu bete tidak bisa bertemu tuan putrimu?" Edgard tersenyum miring meledek Reyan sang kaka yang duduk di ruangannya."Sayang sekali, masa hukumanmu sangat panjang. Tapi itu bagus, karena aku bisa sesuka hati mengunjungi calon pacarku."Reyan menatap Edgard tidak suka. "Shut up edgard. Tarik kata-katamu atau...""Atau apa?" Wajah Edgard menantang.Reyan tersenyum miring. "Atau sesuatu yang tidak akan kau inginkan akan terjadi.""Misalnya?"Kali ini Reyan tersenyum licik.
"Tenang, aku selalu ada didekatmu."••"Ah!! Laura ini kami! Ini kami temanmu!"Aku tidak punya teman!"Eren dan Rika tersentak kaget, keduanya menatap Laura bingung."Tidak punya teman? Apa maksudmu?"Oca yang mendengar pertengkaran dari bawah segera berlari ke atas bersama Devon."Laura! Demi tuhan, kami berdua bela belain kesini buat kamu dan kamu bilang kamu ga punya teman?" Kali ini Eren yang bicara, dia bisa merasakan dadanya berdenyut sakit."Keluar!! Atau kalian akan mati."Keduanya menatap Laura tidak percaya. "Laura kau---"