Setelah melewati waktu penerbangan yang cukup melelahkan akhirnya rombangan guru dari jakarta sampai di bandara pusat kota di pulau yang terkenal dengan hasil pertambangannya.Rombongan di bagi menjadi empat kelompok, setiap kelompoknya berisi dua orang guru dan dua pegawai diknas yang mengantar. Setiap kelompok di sambut oleh kepala desa yang berbeda. Aisyah bersama Haidar di kelompok yang sama. Mereka di sambut dengan ramah oleh Kepala dan beberapa orang perangkat desa. Nampak mereka sangat bahagia dan bersyukur dengan kedatangan para relawan guru yang bersedia mengajar di desa mereka. "Selamat datang Bapak guru Haidar dan Ibu guru Aisyah. Terima kasih atas kedatangan kalian," ucap kepala desa menjabat tangan Haidar dan Aisyah bergantian. "Terima kasih atas sambutannya," balas Haidar sembari menjabat tangan kepala desa itu. Aisyah pun mengurai senyum ramah sebagai ucapan terima kasih atas sambutan yang di berikan. Kepala desa berbasa-basi sebentar, kemudian membawa dua orang it
Suasana desa yang asri dan tenang mampu membuat hati Aisyah menjadi lebih ikhlas. Wanita 25 tahun itu tidak lagi tersiksa rasa bersalah kepada Andaru. Meski tak bisa di pungkiri terkadang ia masih menangis seorang diri jika mengingat apa yang sudah dialami Andaru karena dirinya. Jika saja Andaru tidak mencintainya mungkin lelaki itu tidak akan mengalami peristiwa buruk itu. Aisyah tidak bisa membayangkan betapa bencinya Andaru kepada dirinya sampai-sampai mantan tunangannya itu sekalipun tak pernah datang menemuinya.Meski begitu Aisyah tidak pernah menyalahkan Andaru. Laki-laki itu asti kecewa kepadanya karena meninggalkan Andaru di saat pria itu terpojok sendirian.Itulah yang selama ini menjadi beban di dalam hati Aisyah. Ia terus menyalahkan dirinya karena saat itu meninggalkan Andaru sendirian. Itu karena Aisyah masih trauma, ia takut jika keluarganya harus menjadi bahan gunjingan orang seperti dulu ketika videonya tersebar di media sosial. "Huhhh...." Aisyah menghela nafas pan
Pagi-pagi sekali Andaru berangkat ke tempat penambangan emas milik perusahaannya. Ia datang untuk kontrol rutin yang memang setiap tiga bulan sekali dilakukan. Sekitar pukul delapan, mobil yang membawa Andaru sudah sampai di desa dekat penambangan. Dari kejauhan terlihat anak-anak berseragam merah putih berbaris sembari terdengar sayup-sayup suara mereka sedang bernyanyi. "Sudah satu tahun lebih saya melewati jalan ini tapi baru kali ini melihat anak-anak sekolah berjalan-jalan bersama gurunya." Suara salah satu pekerja tambang yang duduk di kursi kemudi. Penasaran, Andaru mengangkat kepalanya. Matanya memandang sekilas siswa-siswi yang berbelok ke jalan kecil menuju ke bukit. "Itu siswa sekolah yang kita lihat dulu?" tanya Andaru. "Benar. Itu tadi salah satu guru dari kota. Orangnya cantik makanya siswa-siswinya memanggil ibu guru cantik," sahut Doni menunjuk seseorang di barisan paling akhir. Sontak Andaru memajukan tubuhnya diantara dua kursi depan. "Yang mana?" tanyanya. And
'Hidup dengan orang yang kamu cintai?' batin Andaru menirukan kalimat Aisyah. "Apa maksudnya?" gumamnya bingung. Di depan Haidar masih berdiri diam menunggu Aisyah. Senyumnya terbit saat Aisyah berada di depannya lalu berjalan beriringan. "Itu tadi teman kamu?" tanya Haidar ketika mereka berjalan mengikuti anak-anak yang sudah berjalan lebih dulu. "Iya," jawab Aisyah tersenyum. Teman, ya memang awalnya mereka adalah teman dan kini kembali menjadi teman, harapnya. "Awas,," Haidar sigap memegang lengan Aisyah saat melewati jalanan yang menurun. "Hati-hati, pegang tanganku!" ujarnya. "Makasih," sahut Aisyah memegang lengan kekar rekan kerjanya itu. Tanpa mereka sadari raut wajah Andaru berubah dingin, tatapannya tajam pada dua orang yang berjalan menjauh di depannya. "Pak," Doni baru sampai dengan nafas ngos-ngosan, tangannya memegang jas milik bosnya. "Itu.... hah hah.. itu Pak guru Haidar, dia juga relawan dari Jakarta. Katanya mereka itu ada hubungan spesial. Makanya tadi saya b
Sekitar satu jam perjalanan mereka sampai di sebuah rumah peristirahatan. Sebuah rumah panggung yang terbuat dari kayu, sederhana namun estetik. Andaru turun lebih dulu. "Ayo! Kamu gak ingin didalam mobil terus kan?" Aisyah menoleh, "Aku tidak mau turun, aku mau balik." "Kenapa apa kamu takut sama aku? Apa menurut kamu aku akan berbuat yang tidak-tidak sama kamu?" Andaru menaikkan satu alisnya. Aisyah menghela nafas panjang, paling tak suka jika dianggap berprasangka buruk sama orang. "Bicara apa sih kamu?" ujarnya lalu beranjak turun dari mobil.Pandangan mata Aisyah mengamati sekitarnya. Sepertinya dirinya pernah melihat rumah yang berdiri kokoh didepannya itu. 'Oh,, ini rumah yang sama yang biasa dilihatnya dari bukit.' batin Aisyah. Ternyata tempat ini tidak terlalu jauh. "Jangan melamun!" Andaru menarik tangan Aisyah dan membawanya masuk kedalam rumah. "Bisa lepasin tangan aku nggak?" pinta Aisyah. "Ok, maaf sudah membuatmu tidak nyaman." Dengan terpaksa Andaru melepas tan
"Tunggu!" teriak Andaru. "Kamu salah faham Ai, " Dengan langkah lebar Andaru mendahului langkah Aisyah menuju pintu. Ceklek... Pria itu mengunci pintu dan memasukkan kuncinya kedalam saku celananya. Tanpa banyak bicara Andaru menggendong Aisyah dan membawanya kembali ke atas ranjang. "Astaghfirullah Daru..." pekik Aisyah. "Dengerin dulu!" Andaru menindih tubuh Aisyah. "Kalau kamu tidak bisa diam, aku akan menciummu lagi!" Ancamannya sukses membuat wanita itu diam. "Itu salah faham. Aku sama sekali tidak ada hubungan dengan wanita itu. Perusahaan menyewanya untuk menjadi model untuk brand perhiasan kami," jelas Andaru namun tak membuat Aisyah percaya, wanita cantik itu tetap tak mau menatapnya. "Lihat aku! Aku gak bohong Ai. Saat itu kami bertemu di acara pernikahan rekan bisnis aku. Itu foto sebenarnya dokumentasi pengantin. Aku gak tahu bagaimana Raisa bisa mendapatkannya." Tambah pria tampan itu. Wajahnya berubah kusut, Andaru mengusap wajahnya frustasi. Benar kata Zachary pos
Sesuai janjinya, setelah mereka selesai makan Andaru langsung mengantar Aisyah kembali ke rumah dinasnya menggunakan mobil dengan sopir dan Doni ikut serta. "Kemana cincin tunangan kita? Kenapa nggak kamu pakai?" tanya Andaru yang sontak saja membuat Doni dan pak sopir terkejut dan melirik bosnya yang duduk di kursi belakang. "Kamu sendiri juga nggak pakai. Apa sudah kamu buang?" tanya balik Aisyah. Andaru tersenyum lalu memiringkan tubuhnya menghadap Aisyah. Dengan tangan kanannya ia mengeluarkan kalung dari dalam kemejanya. "Aku memakainya di sini." Pria itu menunjukkan cincinnya yang dijadikannya liontin kalung. "Ada alasan mengapa aku tidak memakainya. Nanti akan aku jelaskan." Aisyah tersenyum, "Iya, aku percaya," jawabnya lalu melakukan hal yang sama. Dari dalam kemejanya dikeluarkannya sebuah kalung dengan cincin tunangan mereka. "Aku juga menjadikannya liontin," Sontak saja mereka tertawa berbarengan, mereka benar-benar memiliki chemistry. Tanpa bersepakat pun mereka melak
Sejak seminggu yang lalu Andaru masih kepikiran dengan ucapan Haidar tentang hubungan Aisyah dengan ayah wanita itu. Benarkah jika hubungan Aisyah dan ayahnya sedang renggang? Bukan Andaru tidak mau bertanya langsung pada Aisyah, tapi pria itu ingin Aisyah sendiri yang menceritakan masalahnya tanpa paksaan. Namun sampai hari ini wanita itu belum juga bercerita. Sudah beberapa kali Andaru menyinggung tentang pernikahan dan keluarganya calon istrinya, sayangnya jawaban datar Aisyah seolah menyiratkan jika wanita itu tidak ingin membahas pernikahan mereka untuk saat ini. "Hai,," Sebuah tepukan mendarat di pundak Andaru. "Jadi pergi?" tanya wanita yang sejak tadi ada di pikirannya. Tepat pukul tuju Andaru sudah sampai di depan balai desa untuk menjemput sang pujaan hati. Hari ini jadwal Aisyah pergi ke kota untuk membeli alat-alat dan bahan untuk membuat kerajinan kalung dan gelang khas daerah itu. Sejak kedatangannya ke desa itu, Aisyah tidak hanya mengajar anak-anak di sekolah. Nam