'Hidup dengan orang yang kamu cintai?' batin Andaru menirukan kalimat Aisyah. "Apa maksudnya?" gumamnya bingung. Di depan Haidar masih berdiri diam menunggu Aisyah. Senyumnya terbit saat Aisyah berada di depannya lalu berjalan beriringan. "Itu tadi teman kamu?" tanya Haidar ketika mereka berjalan mengikuti anak-anak yang sudah berjalan lebih dulu. "Iya," jawab Aisyah tersenyum. Teman, ya memang awalnya mereka adalah teman dan kini kembali menjadi teman, harapnya. "Awas,," Haidar sigap memegang lengan Aisyah saat melewati jalanan yang menurun. "Hati-hati, pegang tanganku!" ujarnya. "Makasih," sahut Aisyah memegang lengan kekar rekan kerjanya itu. Tanpa mereka sadari raut wajah Andaru berubah dingin, tatapannya tajam pada dua orang yang berjalan menjauh di depannya. "Pak," Doni baru sampai dengan nafas ngos-ngosan, tangannya memegang jas milik bosnya. "Itu.... hah hah.. itu Pak guru Haidar, dia juga relawan dari Jakarta. Katanya mereka itu ada hubungan spesial. Makanya tadi saya b
Sekitar satu jam perjalanan mereka sampai di sebuah rumah peristirahatan. Sebuah rumah panggung yang terbuat dari kayu, sederhana namun estetik. Andaru turun lebih dulu. "Ayo! Kamu gak ingin didalam mobil terus kan?" Aisyah menoleh, "Aku tidak mau turun, aku mau balik." "Kenapa apa kamu takut sama aku? Apa menurut kamu aku akan berbuat yang tidak-tidak sama kamu?" Andaru menaikkan satu alisnya. Aisyah menghela nafas panjang, paling tak suka jika dianggap berprasangka buruk sama orang. "Bicara apa sih kamu?" ujarnya lalu beranjak turun dari mobil.Pandangan mata Aisyah mengamati sekitarnya. Sepertinya dirinya pernah melihat rumah yang berdiri kokoh didepannya itu. 'Oh,, ini rumah yang sama yang biasa dilihatnya dari bukit.' batin Aisyah. Ternyata tempat ini tidak terlalu jauh. "Jangan melamun!" Andaru menarik tangan Aisyah dan membawanya masuk kedalam rumah. "Bisa lepasin tangan aku nggak?" pinta Aisyah. "Ok, maaf sudah membuatmu tidak nyaman." Dengan terpaksa Andaru melepas tan
"Tunggu!" teriak Andaru. "Kamu salah faham Ai, " Dengan langkah lebar Andaru mendahului langkah Aisyah menuju pintu. Ceklek... Pria itu mengunci pintu dan memasukkan kuncinya kedalam saku celananya. Tanpa banyak bicara Andaru menggendong Aisyah dan membawanya kembali ke atas ranjang. "Astaghfirullah Daru..." pekik Aisyah. "Dengerin dulu!" Andaru menindih tubuh Aisyah. "Kalau kamu tidak bisa diam, aku akan menciummu lagi!" Ancamannya sukses membuat wanita itu diam. "Itu salah faham. Aku sama sekali tidak ada hubungan dengan wanita itu. Perusahaan menyewanya untuk menjadi model untuk brand perhiasan kami," jelas Andaru namun tak membuat Aisyah percaya, wanita cantik itu tetap tak mau menatapnya. "Lihat aku! Aku gak bohong Ai. Saat itu kami bertemu di acara pernikahan rekan bisnis aku. Itu foto sebenarnya dokumentasi pengantin. Aku gak tahu bagaimana Raisa bisa mendapatkannya." Tambah pria tampan itu. Wajahnya berubah kusut, Andaru mengusap wajahnya frustasi. Benar kata Zachary pos
Sesuai janjinya, setelah mereka selesai makan Andaru langsung mengantar Aisyah kembali ke rumah dinasnya menggunakan mobil dengan sopir dan Doni ikut serta. "Kemana cincin tunangan kita? Kenapa nggak kamu pakai?" tanya Andaru yang sontak saja membuat Doni dan pak sopir terkejut dan melirik bosnya yang duduk di kursi belakang. "Kamu sendiri juga nggak pakai. Apa sudah kamu buang?" tanya balik Aisyah. Andaru tersenyum lalu memiringkan tubuhnya menghadap Aisyah. Dengan tangan kanannya ia mengeluarkan kalung dari dalam kemejanya. "Aku memakainya di sini." Pria itu menunjukkan cincinnya yang dijadikannya liontin kalung. "Ada alasan mengapa aku tidak memakainya. Nanti akan aku jelaskan." Aisyah tersenyum, "Iya, aku percaya," jawabnya lalu melakukan hal yang sama. Dari dalam kemejanya dikeluarkannya sebuah kalung dengan cincin tunangan mereka. "Aku juga menjadikannya liontin," Sontak saja mereka tertawa berbarengan, mereka benar-benar memiliki chemistry. Tanpa bersepakat pun mereka melak
Sejak seminggu yang lalu Andaru masih kepikiran dengan ucapan Haidar tentang hubungan Aisyah dengan ayah wanita itu. Benarkah jika hubungan Aisyah dan ayahnya sedang renggang? Bukan Andaru tidak mau bertanya langsung pada Aisyah, tapi pria itu ingin Aisyah sendiri yang menceritakan masalahnya tanpa paksaan. Namun sampai hari ini wanita itu belum juga bercerita. Sudah beberapa kali Andaru menyinggung tentang pernikahan dan keluarganya calon istrinya, sayangnya jawaban datar Aisyah seolah menyiratkan jika wanita itu tidak ingin membahas pernikahan mereka untuk saat ini. "Hai,," Sebuah tepukan mendarat di pundak Andaru. "Jadi pergi?" tanya wanita yang sejak tadi ada di pikirannya. Tepat pukul tuju Andaru sudah sampai di depan balai desa untuk menjemput sang pujaan hati. Hari ini jadwal Aisyah pergi ke kota untuk membeli alat-alat dan bahan untuk membuat kerajinan kalung dan gelang khas daerah itu. Sejak kedatangannya ke desa itu, Aisyah tidak hanya mengajar anak-anak di sekolah. Nam
Segera setelah keributan tak lagi terdengar, pintu ruangan di buka setelah sebelumnya di ketuk dua kali, "Bu Aisyah, silahkan ikut saya!" ujar Doni membuka pintu pelan. "Iya," jawab Aisyah mengangguk kemudian berjalan mendahului pria itu. "Pak Andaru meminta Bu Aisyah untuk menunggu di dalam mobil sebentar, sampai beliau menyelesaikan pekerjaannya." beritahu Doni ketika mereka berjalan menuju parkiran. Lagi-lagi wanita itu hanya mengangguk saja sebagai jawaban. Dalam hati Aisyah merasa takut jika harus bertemu dengan wanita yang telah melahirkan Andaru. Aisyah merasa takut dia harus kembali menelan kekecewaan karena tak mendapat restu dari ibu orang yang dicintainya. Sungguh dirinya tak ingin mengulang kembali kejadian dulu. Baru akan memasuki mobil ketika sebuah tangan menariknya dengan kasar dari belakang. "AS,...... " pekik Aisyah memutar tubuhnya kebelakang. "Maaf, Anda siapa?" tanya Aisyah dengan wajah terkejut. "Saya Mamanya Andaru," jawab Elmira ketus. "Untuk apa kamu da
"Mama ngapain datang ke sini?" gerutu Andaru dengan wajah menahan kesal. "Kamu sendiri ngapain di sini? Suka sekali kamu tinggal di tengah hutan?" sahut Elmira cuek dengan tatapan fokus ke layar ponselnya. Sejak tadi siang Elmira datang ke tempat penambangan. Wanita itu terus mengekori kemana saja putranya itu pergi. Sampai hampir menjelang malam wanita itu tetap tak mau beranjak pergi. Dan disinilah sekarang Elmira berada, di kamar peristirahatan milik Andaru. "Jangan menjadikan pekerjaaan sebagai alasan untuk tetap tinggal disini," tambah Elmira melirik kesal pada putranya. "Aku memang sedang bekerja Ma," "Kerja apa? Tempat kamu itu di kantor, bukan di tengah hutan begini. Emang kamu buruh tambang? Kamu itu CEO-nya," sahut Elmira menatap kesal putranya yang duduk di atas ranjang. "Mama tahu kamu betah di sini karena ada wanita murahan itu kan?" Elmira sangat yakin jika wanita yang sudah membuat putranya pergi beberapa tahun lalu itu disembunyikan Andaru tempat penambangan ini
"Jangan melamun saja," ujar seorang wanita berparas ayu pada Elmira yang sedang duduk melamun di teras rumahnya. "Minumlah, ini teh hijau biar kamu bisa lebih tenang." Diletakkannya secangkir gelas teh hangat di atas meja. "Makasih Ran," ucap Elmira. "Maaf dari kemarin merepotkan kamu terus." Elmira menyesap teh hijau setelah beberapa kami ditiupnya beberapa kali. "Aku sama sekali tidak merasa direpotkan hanya saja kasihan papamu, dia pasti kesepian di rumah sebesar itu sendirian." Sudah dua malam Elmira menginap di rumah sahabatnya setelah perdebatannnya dengan Andaru tempo hari. "Kepalaku tambah pusing kalau di rumah. Papa juga sibuk dengan teman-temannya. Sedangkan Andaru juga tidak mau pulang," sahut Elmira dengan ekspresi sedih lalu kembali meletakkan secangkir teteh hijau di atas meja. "Kalau boleh ngasih saran, sebaiknya kamu berhenti mencampuri urusan putramu supaya hubungan kalian tidak terus bersi tegang," tutur Rania menasehati."Tapi dia putraku satu-satunya Ran, aku