Sekitar pukul sembilan malam Andaru memasuki rumah besar keluarga Pradipta. Rumah mewah yang lebih mirip istana dengan segala kemewahan yang di impikan banyak orang di luar sana. Tapi tidak dengan Andaru, istana ini bak penjara yang menyimpan kenangan pahit tentang kematian kakaknya. Kini semakin terasa sepi semenjak kematian ayahnya satu tahun yang lalu. Langkah Andaru terhenti begitu melihat mamanya yang berdiri di depan tangga sedang memandangnya sambil tersenyum. Andaru mengerutkan dahinya, "Ada yang ingin Mama bicarakan?" tanyanya datar. "Mama sudah tahu wanita yang membuat kamu menolak di jodohkan?" ujar Mama Andaru dengan wajah sumringah. Kerutan di dahi Andaru semakin bertambah. "Siapa wanita yang Mama maksud?" Selama ini Andaru masih menyimpan rapi tentang sosok wanita yang dicintainya. Sementara ini hanya Zachary yang mengetahui tentang Aisyah. Apa mungkin temanya itu yang memberitahu mamanya? pikir Andaru. "Wanita ini kan yang ingin kamu nikahi? Sampai-sampai kamu me
Pagi ini Kepala sekolah memberikan surat pemberitahuan keputusan mutasi Aisyah dan Haidar. Mereka akan dikirim ke sebuah desa terpencil di luar pulau Jawa. Di tempatkan di sekolah yang sama sesuai permintaan kepala sekolah agar ada yang menjaga Aisyah di daerah orang. Mengingat ibu guru cantik itu belum pernah mutasi sampai luar pulau. "Hanya untuk satu tahun. Tapi kalian bisa memperpanjang waktu jika masih ingin mengabdi di sana." tutur kepala sekolah. "Terima kasih Pak," ucap Aisyah dan Haidar bergantian. "Tapi saya harap hanya setahun saja dan segera kembali ke sekolah ini." Harapan kepala sekolah. "InsyaAllah, setelah satu tahun kami akan kembali ke sekolah ini," ucap Haidar yang juga mendapat anggukan dari Aisyah. "Baik persiapkan diri kalian. Minggu depan kalian akan berangkat." ucap kepala sekolah lalu mempersilahkan Aisyah dan Haidar kembali ke kelasnya masing-masing. Pukul 12 siang Aisyah merapikan mejanya lalu bergegas pulang menggunakan motor maticnya. Setengah jam p
"Iya. Apa kamu mau jujur masalahnya apa?" tanya balik Aisyah menatap lekat kedua bola mata Arka. Arka mengerutkan dahinya, "Kok aku? Bagaimana sih kamu," Pria itu tertawa renyah. "Memangnya apa yang tidak aku katakan dengan jujur sama kamu?" ucapnya setelah berhenti tertawa. Aisyah kembali tersenyum tipis. Dalam hati dia berniat mengikuti permainan Arka. "Ya mungkin saja ada yang kamu sembunyikan sesuatu dari aku," sahutnya sambil mengangkat bahunya."Oh iya, kamu tau gak Ayah dan Om Mahendra pergi ke pesantren?" Aisyah berpura-pura seolah sedang mengadukan perbuatan orang tua mereka kepada Arka. "Tidak. Aku gak tahu," jawab Arka menggeleng. "Papa gak cerita kalau mau ke pesantren," sambungnya lalu menyesap secangkir es kopi yang di pesannya sebelum Aisyah datang. "Beneran kamu gak tahu?" Desak Aisyah dengan tatapan berubah Sinis. "Bener," jawab Arka santai."Minum dulu jus stroberinya!" Pria itu menunjuk segelas jus yang berwarna pink. "Sebenar ada apa? Kenapa kamu seperti sedan
"Laki-laki yang Ayah sebut baj*ngan dan brengs*k adalah korban dari Mas Arka. Penggrebekan itu adalah rencana Mas Arka dan Meysa mantan kekasih Andaru. "Apa?" Kompak Jafar dan Mahendra mengarahkan matanya Aisyah. "Kamu gak asal bicara kan?" tanya Jafar memastikan ucapan putrinya. "Arka Jelaskan!!!" sentak Mahendra. Arka membisu dengan kepala tertunduk. "Kenapa diam?" Aisyah menatap sinis pada mantan suaminya itu. "Apa perlu aku yang menjelaskan?" Arka mendongakkan wajahnya "Tidak. Aku bisa sendiri." Tidak ingin harga dirinya semakin rendah di mata Aisyah. Dia memilih untuk mengakui kesalahannya. "Saya sakit hati dan cemburu pada Andaru. Karena itu saya dan Meysa membuat rencana untuk menjebaknya," jelas Arka. "Maksudnya menjebak?" Mahendra memicingkan matanya. "Kejadian penggrebekan itu adalah rencana aku, Pa. Aku sengaja menyewa perempuan untuk berpura-pura tidur dengan Andaru. Berbohong jika Aisyah sakit juga bagian dari rencanaku agar Ayah dan Ibu datang sehingga aku bisa
"Jangan-jangan Mbak menjadi relawan karena ingin mencari Kak Andaru?" tanyanya dengan memicingkan mataPlakkk....."Aww,, Sakit Mbak," keluh Zeyn meringis sambil mengelus pundaknya yang di pukul Aisyah. "Ck,.... Kamu bisa gak sih diajak ngomong serius?" decak kesal Aisyah. "Ha hah..." Zeyn tertawa renyah Kakak perempuannya memang sangat penurut dan terlalu jujur. Sekalinya membantah malah didiamkan berhari-hari oleh ayahnya. Sekali-kali berbohong bukankah hal yang wajar? "Apa kamu pikir aku suka bohong?" gerutu Aisyah. "Aku tahu Mbak tidak berbohong. Makanya aku bicara seperti itu supaya jadi reverensi Mbak untuk bertindak," jelas pemuda itu cengengesan. "Jadi orang jangan terlulu lurus napa? Belok belok dikit mah gak papa Mbak nanti juga sampai di tujuan." Sambungnya yang langsung mendapat tatapan tak suka dari Aisyah. "Keluar sana! Aku mau tidur, besok aku naik pesawat pagi." Aisyah mendorong pundak adiknya. "Ngomong sama kamu malah bikin emosi," gerutunya sembari merebahkan t
Setelah melewati waktu penerbangan yang cukup melelahkan akhirnya rombangan guru dari jakarta sampai di bandara pusat kota di pulau yang terkenal dengan hasil pertambangannya.Rombongan di bagi menjadi empat kelompok, setiap kelompoknya berisi dua orang guru dan dua pegawai diknas yang mengantar. Setiap kelompok di sambut oleh kepala desa yang berbeda. Aisyah bersama Haidar di kelompok yang sama. Mereka di sambut dengan ramah oleh Kepala dan beberapa orang perangkat desa. Nampak mereka sangat bahagia dan bersyukur dengan kedatangan para relawan guru yang bersedia mengajar di desa mereka. "Selamat datang Bapak guru Haidar dan Ibu guru Aisyah. Terima kasih atas kedatangan kalian," ucap kepala desa menjabat tangan Haidar dan Aisyah bergantian. "Terima kasih atas sambutannya," balas Haidar sembari menjabat tangan kepala desa itu. Aisyah pun mengurai senyum ramah sebagai ucapan terima kasih atas sambutan yang di berikan. Kepala desa berbasa-basi sebentar, kemudian membawa dua orang it
Suasana desa yang asri dan tenang mampu membuat hati Aisyah menjadi lebih ikhlas. Wanita 25 tahun itu tidak lagi tersiksa rasa bersalah kepada Andaru. Meski tak bisa di pungkiri terkadang ia masih menangis seorang diri jika mengingat apa yang sudah dialami Andaru karena dirinya. Jika saja Andaru tidak mencintainya mungkin lelaki itu tidak akan mengalami peristiwa buruk itu. Aisyah tidak bisa membayangkan betapa bencinya Andaru kepada dirinya sampai-sampai mantan tunangannya itu sekalipun tak pernah datang menemuinya.Meski begitu Aisyah tidak pernah menyalahkan Andaru. Laki-laki itu asti kecewa kepadanya karena meninggalkan Andaru di saat pria itu terpojok sendirian.Itulah yang selama ini menjadi beban di dalam hati Aisyah. Ia terus menyalahkan dirinya karena saat itu meninggalkan Andaru sendirian. Itu karena Aisyah masih trauma, ia takut jika keluarganya harus menjadi bahan gunjingan orang seperti dulu ketika videonya tersebar di media sosial. "Huhhh...." Aisyah menghela nafas pan
Pagi-pagi sekali Andaru berangkat ke tempat penambangan emas milik perusahaannya. Ia datang untuk kontrol rutin yang memang setiap tiga bulan sekali dilakukan. Sekitar pukul delapan, mobil yang membawa Andaru sudah sampai di desa dekat penambangan. Dari kejauhan terlihat anak-anak berseragam merah putih berbaris sembari terdengar sayup-sayup suara mereka sedang bernyanyi. "Sudah satu tahun lebih saya melewati jalan ini tapi baru kali ini melihat anak-anak sekolah berjalan-jalan bersama gurunya." Suara salah satu pekerja tambang yang duduk di kursi kemudi. Penasaran, Andaru mengangkat kepalanya. Matanya memandang sekilas siswa-siswi yang berbelok ke jalan kecil menuju ke bukit. "Itu siswa sekolah yang kita lihat dulu?" tanya Andaru. "Benar. Itu tadi salah satu guru dari kota. Orangnya cantik makanya siswa-siswinya memanggil ibu guru cantik," sahut Doni menunjuk seseorang di barisan paling akhir. Sontak Andaru memajukan tubuhnya diantara dua kursi depan. "Yang mana?" tanyanya. And