"Kita mau ke mana? Ini bukan jalan ke rumah, kan?" tanya Rani pelan.Namun, bukannya menjawab pertanyaan Rani, Sean justru mengambil sesuatu dari kantong bajunya. Pria itu lalu menyerahkan sebuah kartu ATM. Rani yang bingung, jelas tak langsung menerimanya. Hal ini membuat Sean langsung meletakkan benda itu ke telapak tangan Rani."Pergunakan itu untuk membeli segala keperluanmu, termasuk kebutuhan rumah tangga. Mulai sekarang, kau masak di rumah karena aku tak mau lagi membeli makanan dari luar," ucap Sean santai, sedangkan Rani kembali menatapnya dengan pandangan bingung."Ada apa dengan tatapanmu itu?" tanya Sean.Rani menarik napas lalu memalingkan wajahnya. Jujur, dia mulai bingung dengan sikap Sean. Apakah pria ini ingin memulai hubungan mereka atau hanya sebatas ingin makan masakannya? Entahlah, Rani tak mengerti dengan hubungan ini."Turun, kita belanja keperluan rumah, termasuk isi kulkas juga."Rani pun tersentak dari lamunan saat mendengar suara Sean. Entah sejak kapan me
"Ada apa dengan wajah kalian?" tanya Miko saat menatap wajah Sean dan Rani keesokan pagi di dalam mobil yang menuju kantor.Namun, kedua orang itu tak menjawab dan hanya menunduk. Alis asisten itu sontak naik dan terus memandang sepasang suami istri yang aneh itu."Kalian--""Bukan urusanmu!" teriak keduanya kompak membuat Miko menggelengkan kepala dan memilih diam. Hanya saja, ia dapat langsung menebak kalau ada sesuatu terjadi pada pasangan aneh ini.Sebuah senyum jahil muncul di wajah Miko. "Kalian baik-baik saja, kan? Apa perlu pergi ke Dokter dulu sebelum ke kantor? Aku rasa ada yang tak beres dengan rona wajah kalian berdua," ucapnya yang sukses membuat Rani dan Sean membelalak."Diam dan jangan banyak bicara. Perhatikan saja jalan di depanmu." Sean memberi perintah dengan nada ketus. Miko pun menurut meski ia semakin yakin ada yang tak beres dengan keduanya.Dengan ahli, pria itu lantas mengemudikan mobil, hingga tak butuh lama mereka tiba di depan gedung kantor."Ehm," deham
"Kau terlalu banyak berpikir, Fitri. Mana mungkin dia simpan pak Sean? Lihat saja penampilannya. Mana mungkin pria kaya dan tampan punya selera pada wanita seperti itu," ucap Ita sinis yang ternyata dapat mendengar ucapan tersebut.Di sisi lain, Hendra terdiam dan hanya menatap kepergian Rani. Dia seketika berpikir soal pria yang menjamin Rani. Apa mungkin itu Sean? Namun, dia segera menepis pikirannya karena tak percaya kalau pemilik perusaan besar ini adalah pria yang membantu Rani. Dari mana mantan istrinya itu bisa mengenal orang hebat?Di tengah kebimbangan Hendra, Rani sudah masuk ke dalam ruangan Sean. Dia melihat pria itu tengah membaca dokumen di hadapannya. Keningnya terlihat berkerut seolah tengah berpikir keras."Berhenti mengerutkan kening seperti itu, Sean. Kau akan terlihat tua jika terus begitu."Rani mengingatkan karena sudah sering ia melihat Sean melakukan itu. Diserahkannya segelas teh hangat karena merasa tadi Sean sudah minum kopi. Tak baik bila minum minuman pe
"Hebat juga kau bisa menjadi simpanan pak Sean, Ran. Bisa kasih tau aku, dukun yang membantumu?"Ita bertanya pada Rani yang sedang menikmati makan siangnya. Wanita itu menahan geram, karena Rani seolah tak perduli pada pertanyaannya.Plak! Tring ....Ita menepis tangan Rani, membuat sendok di tangannya terhempas ke lantai. Tak lama terdengar jeritan Ita, karena Rani menyiramnya dengan kuah soto yang masih panas."Jangan mengganggu orang yang sedang makan. Adab ini pun kau tak mengerti, entah apa isi otakmu itu. Selain selingkuh dengan pria beristri dan melakukan hubungan free seks, tak adakah lagi isi kepalamu itu, Ita!"Semua orang terkejut mendengar teriakan Rani termasuk Hendra. Pria itu terpaku, karena tak menyangka mantan istrinya bisa berbuat begitu. Sedangkan Ita menangis merasakan perih dan panas di kepalanya."Aku sudah terlalu banyak diam selama ini. Sayang kau memang tak tau diri, kau bangga berhasil merebut suamiku, tapi kau lupa pada usiamu itu. Apa kau pikir pria yang
"Sedang apa kau? Duduk di sini seperti orang bodoh," tanya Sean, membuat Rani terdiam dan menunduk. Saat ini Rani sedang duduk di tangga darurat, setelah tadi bertengkar dengan Ita.'Bagaimana caranya aku bilang soal ancaman ku tadi di kantin. Sean pasti akan merasa, aku telah memanfaatkan dirinya. Dasar mulut ember asal mangap.' batin Rani."Sean," panggil Rani pelan. "Um," jawab Sean pendek. Sembari duduk di samping Rani.Mendengar Sean menjawab pendek, membuat Rani makin tertekan. Tiba-tiba wanita itu turun satu tangga dan duduk di depan Sean."Maaf, aku salah. Tadi asal ngomong soal keputusanmu. Tentang posisi staf perusahan."Rani berkata sembari menutup matanya. Dia tak sanggup jika harus melihat wajah Sean, kali ini pria itu pasti muak melihat wajahnya. Namun ucapan Sean selanjutnya membuatnya terkejut setengah mati. Matanya berkedip seolah tak percaya sama sekali, "Kau istriku, apa yang kau inginkan akan aku kabulkan."Rani masih terdiam mematung. Hingga terdengar bunyi dari
Talak bab 14"Serius amat, apa yang menarik di ponselmu, Ran?" Tanya Sean dengan tatapan penasaran.Rani yang mendengar pertanyaan Sean segera mengangkat kepala, lalu menekan ponselnya untuk kembali ke menu awal. Mata Sean tak lepas dari apa yang Rani lakukan, tatapan matanya terlihat curiga."Tak ada hubungannya denganmu, Sean. Jadi tak perlu tau, lagian tak penting kok," ucap Rani agak gugup membuat Sean semakin curiga."Lanjutkan makan mu, ini masih banyak." Rani mengambilkan sambal udang, kesukaan Sean. Namun pria itu terlihat tak lagi selera untuk makan, itu membuat Rani heran, karena biasanya pria itu akan menghabiskan makanannya tanpa sisa."Apa tak enak? Tapi ini aku pesan di tempat biasa kau makan."Rani meraih piring bekas Sean makan, lalu menyuap satu sendok makanan dan memasukan ke mulutnya. Terdengar suara mulutnya mengunyah walau pelan."Enak, tapi kenapa kau makan sedikit sekali?"Rani bicara tanpa menatap wajah Sean yang memerah, karena tak menyangka Rani mau makan bek
Talak bab 15"Aku dengar bu Ita yang sudah pasti turun jabatan. Lainnya, masih belum terungkap. Kejutannya lainnya, hari ini istri pak Sean akan datang. Aku ingin melihat wajah si Rani, saat melihat istri pria selingkuhannya datang."Fitri, salah satu pendukung Ita tersenyum sinis. Selain senang Ita turun jabatan, dia juga senang akan melihat kehancuran Rani, tanpa tau kalau dialah yang akan kecewa berat nantinya."Kita belum ada yang tau siapa istri pak Sean, kira-kira orangnya seperti apa ya?. Kasihan juga kalau si Rani babak belur di hajar istri sah pak Sean." Seorang wanita bertanya seolah berpikir juga. Mereka memang belum tau apapun soal Sean, tapi mereka merasa kasihan juga pada Rani. Membuat Fitri muak."Buat apa kasihan pada Rani. Aku akan pastikan wanita itu menerima balasan, karena meremehkan kita semua. Beraninya dia menggoda pak Sean."Fitri terlihat marah, matanya mencari Rani ke seluruh ruangan, tapi tak ketemu juga. Dia heran karena sejak tadi tak melihat wanita itu.
Talak bab 16."Hendra! Kau harus mencari perempuan sialan itu. Beraninya dia menjual rumah, tanpa berunding dengan kita. Beberapa preman datang dan mengusir kita, bagaimana ini?"Baru saja keluar dari lift. Hendra sudah mendengar omelan ibunya, dia tak menyangka kejutan yang Rani katakan, adalah kedatangan ibunya membawa kabar soal rumah yang di jual.Dia menoleh ke arah lift yang baru saja terbuka. Di sana Rani dan Sean melangkah sembari berpegangan tangan, melihat kedatangan Rani mantan ibu mertuanya melotot, karena tak menyangka bisa bertemu menantu yang sangat dia benci."Bagus sekali, ternyata kau berada di sini. Kau pasti sedang berusaha mengejar Hendra lagi kan, sayang dia tak mungkin lagi mau dengan wanita sepertimu."Lama tak bertemu, mulut ibu Hendra masih setajam dulu. Dia bicara tanpa melihat keadaan, bahkan dia tak melihat cara Sean memperlakukan Rani."Apa kabar, Bu? Lama tak bertemu, tuh mulut masih aja pedas," sindir Rani dengan kesal.Mendengar Rani menyindirnya membu