Apa yang akan terjadi selanjutnya? yuk baca dan ikuti cerita ini. beri dukungan dengan memberikan Gems terima kasih. ikuti cerita saya yang lainnya. 1. Istriku Minta Cerai Setelah Aku Tagih Hutangnya. 2. Kunci Brangkas Rahasia Suamiku. 3. Maaf, Aku Pantang Cerai 4. Bawa Anak Lelakimu Pulang, Bu.
Talak bab 24Anita terkejut mendengar suara yang bernada marah itu. Matanya melotot bahkan hampir keluar, saat melihat seseorang menatapnya dengan pandangan jijik.“Mas?”"Ah, semakin menarik pertunjukan ini," ucap Rani pelan memperhatikan semuanya, terutama saat mantan suami Anita datang.Hemm… atau calon mantan suami, ya? Pelakor itu kan masih dalam masa iddah.Rani menggelengkan kepala, mengabaikan pikirannya. Ia lalu melihat kembali Anita yang sudah pucat pasi, sedangkan Hendra hanya bisa diam.Anita jelas menyadari tindakan Rani. Meski sekujur tubuhnya terlihat gemetar, wanita itu akhirnya bisa berbicara, "Kalian … mau apa lagi? Bukankah kalian sudah mendapatkan apa yang kalian mau, yaitu menyingkirkan aku agar bisa menikah dengan orang lain," ucap Anita lagi.Untuk sesaat, orang-orang yang menonton kejadian itu sedikit merasa kasihan. Tapi, itu tak lama karena Rani tiba-tiba tertawa. Mantan istri sah itu tampak berbicara dengan tenang, "Mungkin, kau benar juga. Karena itu, mant
Talak bab 25"Senang amat yang baru ketemu mantan."Sean menyindir Rani yang baru pulang setelah seharian di luar. Dia dengar hari ini sang istri hanya ada satu kelas tapi lihat, dia pulang tepat sepuluh menit setelah Sean sampai rumah.Anak buahnya yang bertugas mengawasi Rani sudah melapor. Kalau hari ini Rani bertemu dengan Hendra dan ibunya, meski dia heran Siti begitu cepat keluar dari rumah sakit."Sudah tua tapi mantan mertuamu itu kuat juga. Dia bahkan sudah keluar dari rumah sakit, menemani anaknya untuk melawan mantan menantunya."Sean berkata sinis sembari melangkah meninggalkan Rani. Wanita itu hanya menarik napas panjang, setelah mendengar ucapan sang suami. "Sudah aku duga, kau mengirim orang untuk mengawasi aku, Sean?"Bukannya menjawab Sean justru meninggalkan Rani. Dia menuju ke kamarnya, tanpa perduli meski sang istri menghentakkan kaki karena kesal. "Sean, jawab dulu pertanyaanku!"Rani berteriak lalu mengejar Sean ke kamarnya. Wanita itu terus mengikuti pria itu hin
Talak bab 26 "Sean." Rani memangil karena sejak pulang kerja. Pria itu bersembunyi di ruang kerjanya, tak keluar meski untuk mengambil minum. Dia teringat tatapan Sean tadi siang, bertanya pada diri sendiri ada apa dengannya."Gelap amat, ada orang atau tidak?"Rani meraba dinding mencari tombol listrik. Begitu ketemu dia langsung menekan dan ruangan itu langsung terang-benderang. Dia terkejut saat melihat Sean, berbaring di sofa dengan lengan menutupi matanya."Sean ada apa? Kau sakit?"Rani mendekat dan meraba kening Sean. Untuk merasakan suhu tubuhnya, namun dia merasa suhu tubuh pria itu normal saja, dia berniat membangunkannya karena mengira Sean tertidur, siapa sangka tiba-tiba pria itu membuka lengannya dan mereka saling menatap. "Ada apa?"Rani kembali bertanya karena Sean hanya diam tak bersuara. Wanita itu makin bingung, karena pria itu tiba-tiba memutar tubuhnya menghadap sandaran sofa."Makan malam sudah siap. Pergilah mandi, setelah itu mari makan." Rani menarik napas pa
Talak bab 27. "Mau apa lagi? Ini sudah malam. Aku mau tidur, Sean."Rani yang baru keluar dari kamar mandi, terkejut melihat Sean berada di kamarnya. Dengan santai pria itu berbaring di tempat tidurnya, Rani melipat tangan di dada menunggu Sean bicara, namun pria itu justru menarik selimut untuk menutupi tubuhnya."Sean, pergilah ke kamarmu. Ini sudah malam, aku juga mau tidur." Rani berkata dengan nada merengek. Dia kehabisan akal menghadapi pria yang sudah menjadi suaminya itu. "Ya udah ayo tidur.""Apa kau sudah gila! Kembali ke kamarmu!"Akhirnya Rani kehabisan stok sabarnya. Dia berteriak sembari menarik tubuh Sean agar turun dari ranjangnya, namun pria itu balik menarik, hingga dia jatuh dan berbaring di samping pria itu. "Apa yang kau lakukan, Sean?"Rani bertanya dengan suara bergetar. Bagaimana tidak, saat ini Sean memeluk perutnya, dengan kedua kaki menjepit kakinya hingga dia tak bisa bergerak. "Mari jadi suami-istri yang sesungguhnya, Ran. Kita lupakan soal kontrak-kontrak
Talak bab 28."Hari yang cerah, Sean. Wajahmu begitu bersinar, perasaan tiga hari yang lalu wajahmu suram. Kenapa hari ini begitu bercahaya?"Miko penasaran, karena sejak tadi senyum tak luntur dari wajah bos sekaligus sahabatnya itu. Begitu juga dengan Rani, wanita itu terlihat tersipu setiap kali menatap wajah suaminya. Miko sedikit bisa menebak kalau ada hal baik antara pasangan itu. "Apa kau sudah belah duren, Sean?"Sean yang duduk di kursi belakang mengangkat kepalanya. Sorot matanya menatap tajam ke arah Miko, pria itu tertawa saat menyadari tebakannya benar. "Jaga bicaramu, Mik. Jangan sampai Rani mendengar pertanyaan bodoh ini."Miko tertawa mendengar peringatan Sean. Lagipula, mana mungkin dia bicara soal beginian di depan Rani. Bisa hilang wibawanya. "Lupakan, apa kau sudah tau informasi soal pria yang aku minta kau selidiki. Pria itu sepertinya punya hubungan dengan Rani, sudah dua kali aku melihatnya bersama Rani walau diam-diam."Sean ingat kejadian di kampus istrinya. D
Talak bab 29"Usiaku baru enam belas tahun saat itu. Empat puluh hari setelah ayah dan ibu meninggal, entah karena lelah atau karena sebab lain, aku tertidur hingga pagi. Saat itulah istri paman bersama seorang tetangga masuk ke kamar untuk membangunkan aku. Tiba-tiba mereka berteriak seperti orang gila, mengundang banyak orang. Saat itu juga mereka melihat Hendra telanjang bulat di sampingku.Waktu itu begitu mencekam. Aku ketakutan Sean, tak ada yang mau mendengar. Paman terus memukuli wajahku seperti kesetanan, tanpa daya aku menerima saat mereka memaksa menikahkan aku dengan Hendra. Awalnya siri karena masih di bawah umur, setelah Rara lahir baru Hendra mengesahkan pernikahan kami. Itupun setelah paman menjanjikan, kalau rumah yang aku dan Hendra tempati tak akan mereka usik. Meski mereka tau kalau dua rumah itu semua milikku, hanya saja sertifikatnya ada di tangan ibumu."Rani mengusap wajahnya setelah selesai menceritakan, kenapa dia mau menikah dengan Hendra. Melihat istrinya
Talak bab 30 (Sertifikat)"Apa kau sudah gila, Hendra? Mana mungkin kami tau di mana sertifikat itu?” geram paman Rani, ”kami sudah mencari bertahun-tahun tapi tak ketemu. Pasti, hanya Rani yang tau tempat benda itu tersimpan."Wajah Paman Rani memerah terlihat marah.Begitu datang, istri keponakannya itu langsung memaksa mereka untuk menyerahkan sertifikat rumah saudara dan iparnya. Jangankan menyerahkan benda itu, melihatnya saja mereka belum pernah!Hendra menggelengkan kepala."Rani bilang tak menyimpannya, berarti kalian yang menyimpannya,” ucap pria itu bak preman, “Atau, benda itu tersembunyi di rumah ini dan tak ada yang tahu?” “Aku tak peduli. Kalian temukan secepatnya atau tinggalkan rumah ini," putusnya.Hendra tampak tak peduli lagi dengan kesopanan di hadapan keluarga istrinya itu.Baginya, sertifikat rumah harus segera ketemu. Melihat tindakan Hendra, paman dan bibi Rani tampak geram melihat Hendra. Manusia tak tahu diri ini, berani sekali mengancam mereka? Kalau tak
Talak bab 31"Pardi mungkin bersalah, Rani. Tapi kau tak bisa berbuat sekejam ini, bagaimana pun dia paman kandungmu adik ibumu."Seorang wanita terlihat iba, saat melihat Pardi yang memelas karena tak mau di usir. Rani tersenyum mendengar ucapan wanita itu, wanita yang berperan besar dalam kehancuran hidupnya. Wanita itu yang masuk ke kamar bersama bibinya, kemudian bicara omong kosong dengan bangga, seolah dia mengetahui semua kebenarannya.Tanpa sadar dia mengengam tangan Sean dengan begitu erat. Sean sampai mengerutkan keningnya, karena merasa sakit akibat kuku istrinya menancap di tangannya. "Sayang."Rani tersentak merasakan sentuhan Sean di pipinya. Dia berpaling menatap sang suami, kemudian dia tersenyum pahit. Sean merasa kalau Rani tengah berusaha menenangkan dirinya."Bibi Mia, apa kabar? Lama tak ketemu. Aku senang persahabatan Bibi Mia dan paman beserta istrinya begitu kuat, sampai rela membela meski tau dia bersalah, tapi aku tak heran sih. Dulu saja Bibi begitu hebat m