Home / Romansa / Takut Kawin / Rekaman Kamar Hotel Daffin

Share

Rekaman Kamar Hotel Daffin

Author: Be Maryam
last update Last Updated: 2024-10-29 19:42:56

Daffin terbaring di atas ranjang klinik sahabat. Klinik kecil yang berada di tengah pajak petisah, tepat di seberang carefour. Wajahnya terlihat pucat dengan bibir yang bewarna merah alami. Masih dalam keadaan terpejam, Daffin mengigau menyebutkan sesuatu yang tidak dimengerti Dira. Igauan itu membuat wajah Daffin mendadak bersedih dengan air mata yang mengalir deras dari kedua sudutnya.

Tidak ada yang bisa Dira lakukan, kecuali menatap wajah Daffin dengan dahi mengernyit. Hatinya merasa lega mengetahui keadaan Daffin yang baik-baik saja. Namun, ia tetap merasa kesal akan tingkah Daffin saat ini. Kekesalannya terus bertambah dan kain menumpuk. Hanya ada kebencian setiap kali ia menatap wajah Daffin.

“Gara-gara kau ini, hampir aja jabatanku terancam. Aneh-aneh ajalah tingkah manusia jaman sekarang. Sikit-sikit bunuh diri, pikirnya yang enggak dituntutnya setelah mati. Huh! Udah jadi model terkenal pun goyang kali mentalnya. Enggak cocok kau disebut jantan,” gerutu Dira dengan tatapan kebencian. Bagi Dira, wajah tampan Daffin tidak lebih baik dari seekor kambing yang berpakaian rapi.

“Syukur kau jatoh di atas bak kardus. Kalau enggak? End betol hidup kau. End juga hidupku kalau kau mati. Lihatlah! Mati aja pun kau, nyusahkan aku loh. Cukuplah aku berurusan dengan artis. Asal kau tau, cukup kau ajalah artis pertama dan terakhir yang berhubungan denganku. Amit-amit cabang baik ...,” ujar Dira sembari mengepalkan tangan lalu memukul tiga kali ke arah besi ranjang dan kemudian di arahkan ke dahinya. Beginilah cara jampi-jampi agar tak kembali sial.

“Drrt, drrt, drrt ....”

Suara getaran gawai terdengar, mata Dira terus mengusik mencari asal suara. Hingga akhirnya ia tersadar getaran itu berasal dari gawai Daffin yang berada di saku celana.

“Ah, biarin ajalah. Segan pula aku rogoh-rogoh kantong celananya. Yang dipikir pula aku cewek mesum.”

Getaran kembali terdengar, namun kali ini dari gawai Dira.

“Apa, Yak? Yang lagi tugasnya aku ini.”

“Besok ada yang mau datang, bisanya kau pulang?”

“Enggak tau juga, Yak. Ada keadaan darurat pula ini. Nantilah Dira kabarkan.”

“Usahakan ya, enggak enak Ayak. Udah Ayak yang nyuruh orang tu datang.”

“Hm ...!” jawabnya dengan kedua gigi merapat. Dira benar-benar kesal, wajahnya seketika terlihat menakutkan. Kembali menyimpan gawai ke dalam saku celana, lalu menghempaskan tubuh ke atas kursi, Dira terus menggerutu.

“Jangan bilang yang mau datang itu cowok.”

“Saya di mana?” tanya Daffin dengan suara yang terbata-bata.

“Di klinik. Misi bunuh diri kau gagal. Cemana? Menyesalnya kau masih hidup?” ledek Dira dengan senyuman yang menyungging di sudut bibirnya.

“Saya mau balik hotel, saya mau istirahat!” pinta Daffin sambil memaksakan diri untuk duduk.

“Oke, tapi kau janji. Jangan pula kau lanjutkan niat bunuh dirimu di hotel. Udah cukuplah kau nyusahkan aku,” ucap Dira dengan hidung yang bergoyang saat berbicara.

Kini mereka berdua sudah berada di dalam taksi menuju hotel Antares. Keduanya duduk berjauhan, Dira di samping sopir dan Daffin berada di belakang. Wajah Daffin terlihat masih pucat dan hanya duduk sambil bersandar lemas. Sedangkan Dira terlihat tidak perduli, namun terus mencuri pandang ke arah cermin untuk melihat keadaan Daffin.

Gawai kembali bergetar, ternyata itu panggilan masuk dari gawai Daffin.

“Halo, Bi. Enggak kenapa-kenapa kok. Ini Daffin udah mau balik ke hotel. Bibi mau dibawain apa?” ucapnya dengan nada suara yang dibuat tegar.

Baru saja menutup panggilan masuk dari Bibinya, Daffin harus kembali menerima panggilan masuk dari Leo-manajernya.

“Gua udah di taksi mau balik ke hotel. Lu kapan sampai?” tanya Daffin dengan suara yang terbata-bata karena menahan sesak dadanya.

“Gua baik-baik aja. Usahakan malam lu udah sampai yah,” jelas Daffin yang kemudian terpejam cukup lama. Dira yang merasa cemas terus saja menatap wajah Daffin melalui cermin, namun perasaannya mendadak kaget bercampur malu ketika Daffin terbangun dan menatap ke arah cermin hingga keduanya saling bertatapan.

“Sial! Ni anak udah macam setan aja. Tadi merem tiba-tiba melek, pakai lihat cermin lagi. Ke gep jadinya kan.”

Taksi berhenti di depan pintu masuk hotel. Dira lebih dulu keluar, sedangkan Daffin masih merasa lemas hingga duduk terdiam dengan tangan yang mengurut dahi.

“Bisa turun sendiri enggak?” tanya Dira dengan nada nyolot. Ia sepertinya merasa sangat sial hari ini, hatinya tak henti-hentinya menggerutu akan sosok Daffin. Begitu bencinya, hingga ia enggan membantu Daffin yang kesulitan turun dari taksi.

Berusaha keluar, Daffin melangkah memasuki hotel dengan mata yang nyaris tertutup. Kakinya tertatih dengan mulut yang meringis. Entah bagian mana yang sakit, namun Dira sedikitpun terlihat tak perduli dan tak berniat untuk bertanya.

Tubuh atletis dengan bentuk fisik yang proposional tak lantas membuat Dira memuji sosok Daffin. Malah dengan penuh rasa jijik Dira kembali menggerutu, “Casing aja yang bagus. Isinya sih, sampah!” ujarnya sambil menggerakkan kaki kanannya lebih maju saat berjalan, gerakannya ini seakan hendak berniat menendang Daffin dari belakang.

Berdiri dan siap membuka pintu seketika tubuh Daffin terjatuh, Dira bergerak cepat menampung tubuh Daffin dan membiarkan tangan kanan Daffin bergelanyut di pundaknya. Kejadian ini membuat topi Dira terbuka hingga melepas ikatan rambutnya yang kini jatuh terurai. Dengan sedikit kesulitan, Dira berhasil membawa masuk tubuh Daffin. Namun, tanpa Dira sadari ada seseorang yang menggunakan hoodie tengah merekam keduanya.

“Huh! Berat juga tubuh Om satu ini. Oalah, kapanlah penderitaan ini berakhir,” gerutu Dira yang sudah berhasil membaringkan tubuh Daffin di atas ranjang.

Merasa resah jika harus menemani Daffin di dalam kamar, Dira memutuskan berdiri di depan pintu. Layaknya bodyguard wanita, Dira berdiri siaga di sana.

Waktu terus berjalan, hingga malam pun tiba. Dira yang merasa lelah berdiri kini memutuskan duduk dan bersandar pada dinding. Keadaannya saat ini tak lebih seperti pengemis jalanan.

Merasa sangat lelah karena sudah memasuki tengah malam, Dira tidak mungkin meninggalkan Daffin sendirian. Mau tidak mau, ia harus masuk dan tidur sambil duduk di sofa dalam kamar Daffin.

***

Leo tiba di hotel ditemani dengan dua kru pelaksana acara. Mereka menunjukkan wajah cemas karena kamar Daffin yang tak kunjung dibuka meski sudah digedor berulang kali. Dengan segera salah satu kru meminta petugas hotel untuk membantu membukakan pintu kamar Daffin.

Tergesa-gesa merisaukan keadaan Daffin, Leo beranjak masuk dan melihat Daffin yang sedang berbalut handuk putih menutupi tubuh bagian bawah. Sepertinya ia baru saja selesai mandi, terlihat dari rambutnya yang basah dan disudut ruang ada seorang gadis berbaring di atas ranjang dengan tubuh berselimut. Keadaan ini tanpa sengaja terekam oleh salah satu kru yang sedang melakukan live igram melalui gawainya.

Related chapters

  • Takut Kawin   Daffin Diserang

    Dira terbangun di atas ranjang, wajahnya terlihat bingung. Sambil menahan rasa sakit di kepalanya, Dira segera membuka selimut yang ternyata tubuhnya masih mengenakan pakaian lengkap. “Sialan! Aku pikir dia ngapa-ngapain aku. Untungnya enggak,” gerutu Dira yang segera bangkit dan meraih jaket miliknya, Dira bersiap pulang. Dirinya benar-benar merasa lelah saat ini, meski tidak menghabiskan banyak tenaga, namun kurang tidur cukup membuat wajahnya terlihat lemas. “Eh, Mbanya mau kemana?” tanya Leo dengan senyum terkembang. “Mau pulang!” jawab Dira cuek, wajahnya terlihat tak senang sambil melirik tajam ke arah Daffin. “Mba tugasnya belum selesai. Mba harus temani kami selama di Medan,” jelas Leo dengan tubuh sedikit merunduk. Sepertinya ia takut sekaligus heran melihat tingkah kasar Dira yang awalnya ia kira gadis baik karena berwajah kalem. Namun, ternyata ia salah. Dira jauh lebih menakutkan

  • Takut Kawin   Permintaan Ayah Dira

    Seharian ini Dira terus menunjukkan wajah penuh kekesalan. Bibir cemberut dengan kaki yang menendang-nendang kasar ke arah benda yang ada di hadapannya. “Kok bisa anak itu kabur? Pintu terkunci, terus pun jendela dilapisi besi dalamnya kan?” gerutu Dira yang masih tidak terima akan hilangnya jejak sang penguntit. “Punya CCTV tapi kok belum dinyalakan. Percuma aja dipasang! Argh ... nyesal kali enggak aku hajar habis-habisan anak itu. Kalau aja yang punya kafe enggak datang, udah babak belur dia kubuat!” Dira masih saja tidak terima akan apa yang terjadi. Selain tidak mendapatkan informasi penting dari si penguntit, Dira juga harus menanggung malu kepada dua orang polisi yang diminta datang menangani masalah ini. Duduk di sudut meja sambil terus menatap cemberut, Dira mengepal erat kedua tangannya. Jika bukan karena harus kembali menjaga Daffin, Dira sudah pergi mencari si penguntit itu.

  • Takut Kawin   Tawaran Bibi dan Leo

    Pesawat mendarat di bandara Soekarno Hatta, tepat pukul tujuh pagi. Terlihat ada banyak orang mengerumuni halaman bandara. Mereka terlihat seperti reporter dengan ciri khas tas kecil, kamera dan perekam suara yang berada dalam genggaman. Sekitar sepuluh orang, mereka duduk sambil berbincang menatap ke arah pintu keluar bandara. Diluar dugaan, Leo memasang wajah kaget saat menatap ke arah para pencari berita yang kini berdiri menunggu mereka. Tak lagi bisa mengelak, Daffin memutuskan untuk melewati mereka dengan raut wajah tenang. Tak lupa senyuman manis yang menjadi ciri khasnya. “Daf, apa benar kamu ingin bunuh diri?” “Kenapa kamu tidak terlihat di panggung para model? Bukannya kamu salah satu juri acara itu?” “Apa kamu pergi karena tuduhan Gay?” “Daf, beri kami jawaban!” Jutaan pertanyaan diabaikan begitu saja, hanya senyum dan sikap santun yang

  • Takut Kawin   Serumpun Kisah Masa Lalu

    Daffin terlihat bersedih memandangi wajah bibinya. Ia tak menyangka, serangan para media kini mulai merambat hingga keanggota keluarganya. “Bu, sebagai Bibi Daffin apa pendapat anda tentang tuduhan gay yang diberikan pada Daffin?” “Apakah anda yakin kalau Daffin tidak memiliki kelainan seks?” “Daffin tidak pernah mendekati wanita, apa itu benar?” Semua pertanyaan itu sontak membuat Bibi Daffin shok. Napasnya terasa sesak dengan pandangan mata yang perlahan meredup. Tak mampu lagi mengontrol diri, seketika tubuhnya tumbang dan terbaring lemah di atas lantai. Wanita dewasa yang menjadi pelayannya tak mampu berbuat apa-apa, selain meminta perawat mengangkat tubuh Devi ke atas ranjang dan menghubungi Daffin untuk segera datang. Betapa sedih dan hancurnya hati Daffin, air matanya terus mengalir deras menyaksikan sang bibi yang kini terpejam tak sadarkan diri. Rasa bersalah t

  • Takut Kawin   Kabar Buruk

    “Apa, apa lagi yang mau kau bilang? Aku sudah lelah. Semua uangku habis untuk biayai pengobatanmu. Bukannya sembuh, kau malah kambuh. Kau tau sudah berapa banyak uang yang aku habiskan untuk keluarga ini? Tapi apa yang aku dapatkan? Hah?” cibir ayah Daffin. Bibirnya terus saja berucap sumpah serapah, berisi kekesalan. Amarahnya meledak, kesabarannya telah lenyap. Hatinya begitu panas, tak henti-hentinya ia mengacungkan jari penuh amarah kepada wanita yang kini hanya bisa terduduk dan menangis. Bentakan, hinaan dan makian terlontar jelas. “Menyesal! Kalau aja aku tidak menikahimu, mungkin hidupku sudah bahagia sekarang. Hidup tenang dengan harta yang melimpah. Heh! Nasi sudah menjadi bubur. Aku enggak mau lebih lama hidup di rumah kumuh ini. Kalau aku bertahan di sini, hidupku tidak akan pernah berubah. Mulai sekarang, jangan pernah lagi mengingatku. Jangan pula menegurku jika bertemu. Ingat itu wanita sialan!” Ucap

  • Takut Kawin   Aksi Dira di Bandara

    Sepanjang penerbangan Dira terus saja memejamkan matanya. Bukan karena mabuk kendaraan, melainkan menahan kesedihan hatinya. Kepergian tanpa pamit yang ia lakukan saat ini ternyata menyakiti dirinya sendiri. Takut dan gelisah pun tak henti membayangi. Wajah kedua adik perempuannya selalu terbayang. Meski mereka tak banyak menghabiskan waktu bersama, namun mereka senantiasa bertemu di setiap harinya. Begitu pula wajah sang ayah yang tak pernah lupa memeriksa kamarnya di malam hari. Semua ini menyebabkan kerinduan hadir, meski baru beberapa jam ia meninggalkan kota kelahirannya. “Mba, Mba!” tegur seorang pria yang duduk tepat di samping Dira. “Maaf, Mba. Ini ada sekotak roti untuk Mba,” sambungnya yang hingga saat ini tak mendapat jawaban dari Dira. Dira masih saja diam dan mengabaikan pria itu. Sesungguhnya ia belum tertidur, hanya saja ia takut kalau air matanya mengalir jika ia memaksa untuk

  • Takut Kawin   Daffin Bertemu Dira Kembali

    Dira dan Tomi berada di kafe Tjikini yang ada di Jakarta Pusat. Duduk tenang di sudut ruang sambil menikmati teh hangat. Suasana terasa sepi dengan Dira yang begitu betah berdiam diri. Berbeda dengan Tomi yang terkesan hangat dan ramah, hingga ia begitu banyak bicara.“Terima kasih, Mba,” ucap Tomi kepada seorang pelayan wanita.Meja yang kosong pun kini telah berisi dengan beragam macam menu. Lontong cap gomeh, nasi goreng belacan dan tape bakar.“Silakan makan,” ucap Tomi kepada Dira. Ia menyeringai lebar merasa yakin kalau diantara pilihannya pasti ada yang Dira suka.“Kamu nyuruh aku habisin semua?” tanya Dira dengan kedua mata menyala. Tak henti-hentinya Dira menatap satu demi satu menu yang ada. sesungguhnya, ia begitu ingin mencoba semuanya. Terlihat menggairahkan, terlebih masih dalam keadaan panas. Terutama menu lontong yang kembali mengingatkan Dira akan

  • Takut Kawin   Pukulan Cinta Untuk Daffin

    Jantung Dira berdenyut kencang dengan nada yang lembut, aneh dan membingungkan. Keadaan ini bermula saat ia kembali bertemu Daffin. Kedatangan Daffin yang begitu mendadak membuat Dira terus teringat pada dirinya. Terlebih saat tangan Daffin menyentuh lembut wajahnya. Jarak pandang yang begitu dekat sungguh membuat Dira tak nyaman.Kulit kecokelatan dan hidung yang mancung itu terlihat jelas olehnya. Bulu-bulu halus yang tumbuh sekitar pipi dan dagu tertata begitu rapi. Meskipun Daffin menggunakan kacamata, namun Dira dapat melihat dengan jelas matanya yang menatap tajam ke arah dirinya. Tatapan penuh rasa hawatir hingga membuat Daffin nekad mengorbankan diri demi melindungi Dira.Jeritan, “Aduh!” nya saja hingga kini masih terngiang di telinga Dira. Hembusan napas dan aroma tubuhnya juga melekat erat dalam ingatan.“Argh ... katanya Jakarta luas, kenapa pulak aku bisa jumpa dia lagi?” gerutu Dira

Latest chapter

  • Takut Kawin   Siapa Cepat Dia Dapat

    Dira lebih dulu pulang bersama Bibi, sedangkan Daffin bersama kru lainnya. Rasa tak ingin berpisah itu hadir, namun Daffin tahan. Terlebih setelah melihat wajah jutek Dira. Bayang indahnya perjalanan pulang jika ia lalui bersama pun segera pudar setelah Sofia memanggil dirinya.“Bi, hati-hati ya. Jangan lupa untuk selalui kabari Daffin. Oke,” ucap pria tampan itu. Tatapan tulus serta kecupan penuh kasih ia layangkann pada wanita yang ada di hadapannya.“Ya sayang, Bibi tunggu di rumah.”Sesungguhnya Daffin ingin mengatakan sesuatu kepada Dira, tetapi sepertinya gadis itu menghindar dan memilih untuk pergi terlebih dahulu. Daffin hanya bisa menghela napas berat dari mulutnya. Ia pun mengantarkan Bibi menuju parkiran mobil.Sepanjang jalan Daffin terus tersenyum dalam diam. Sontak kejadian ini membuat banyak mata yang menaruh curiga.“Ehem, ada apa nih. Kok ada yang lain. Apa ada yang tau?” ledek salah satu kru.“Tanya Sofia gih. Kan dia yang paling dekat. Ngomong-ngomong cewek tadi sia

  • Takut Kawin   Tercium Sebuah Kebusukan

    Salah seorang kru mengetahui kabar kecelakaan yang dialami mobil Daffin. Ia pun segera menyampaikan kepada Leo selaku manajernya Daffin.“Mas Leo, aku dapat kabar kalau sopir mas Daffin kecelakaan,” ucapnya dengan tatapan cemas.“Apa?” tanya Leo dengan nada yang begitu kuat. Hingga membuat banyak mata memandang ke arahnya seketika. Tak terkecuali Daffin yang saat ini sibuk pemotretan.“Sebentar ya,” ucap Daffin meminta izin untuk menghentikan pemotretan sementara. Ia pun segera menghampiri Leo guna menanyakan apa yang telah terjadi.“Sopir lu kecelakaan!” jelas Leo dengan raut wajah cemas.“Emang dia kemana?” tanya Daffin yang tak mengetahui alasan sopirnya pergi.Leo pun menjelaskan, bahwa ia telah menyuruh si sopir mencari sesuatu di daerah kota. Untuk menjaga keamanan, ia menyuruhnya pergi dengan mengendarai mobil pribadi milik Daffin.Setidikitpun Daffin tak menaruh curiga. Ia justru sangat menghawatirkan keadaan pemuda yang menjadi sopir barunya. Sopir muda yang sengaja ia utus u

  • Takut Kawin   Awkaward

    Belaian lembut di kepalanya membuat Dira tersadar akan kantuknya. Wangi yang tak asing berhasil menggelitik hidungnya. Sadar betul akan sosok yang kini duduk memandanginya Dira, perlahan membuka matanya. Meski kabur, Dira tahu benar bahwa Daffin kini duduk tersenyum menatapnya.“Kau?” ucapnya menatap tak percaya.Memutuskan untuk bangkit dan segera memeluk Daffin. Tersenyum penuh haru kebahagiaan, Dira merasa senang sekali saat ini. Terisak, ia melampiaskan semua kekacauan hatinya. Memeluk kian erat, hingga membuat kerutan pada sebahagian kemeja Daffin.Sepertinya tidak hanya Dira, melainkan Daffin pun menunjukkan tatapan yang sama. Keduanya terhanyut dalam hangatannya pelukan rindu. Seling memeluk erat seakan tak ingin kembali dipisahkan.Semua ini terasa begitu nyata, hingga akhirnya tatapan Dira yang sedari tadi bersembunyi di dada Daffin kini beralih pada Devi. Senyum penuh syukur yang terlihat pada wajah wanita tua itu memberi isyarat bahwa semua ini nyata.Masih tak menyadari da

  • Takut Kawin   Titik Terang

    Dira masih saja menatap bingung ke arah pemuda itu. Pemuda yang begitu mirip dengan rekannya Tomi.“Kau kok bisa di sini, Tom?” tanya Dira dengan nyolotnya.“Maaf, salah orang. Saya bukan Tomi,” ucapnya sembari menunjukkan senyuman. Lalu memutuskan pergi. Namun, baru saja tubuhnya berbalik, Dira lebih dulu menahan pundaknya dengan tangan.“Enggak usah main-main kau! Ngapain kau di sini?” tanya Dira kembali. Perasaan curiga mendadak hadir. Tepatnya semenjak kemarin, dimana mereka harus menangkap pengedar di bar.“Le, Cepat sini! Malah kenalan sama cewek,” ucap relawan lain. Ia melambaikan tangan ke arah pria yang diduga Tomi.“Maaf, Mba. Sekali lagi saya bilang, saya bukan Tomi. Mungkin kami hanya mirip,” ungkapnya menolak halus. Tangannya dengan lembut melepaskan tangan Dira dari pundaknya.“Enggak, kau pasti Tomi!” ungkap Dira. Kali ini ia bertindak nekad dengan menepis tangan kemeja pria itu. Terlihat ada tato kecil bergambar bintang di sana. Memperjelas kalau dia bukanlah Tomi yang

  • Takut Kawin   Kenapa Ada dia

    Terik cuaca tak lantas membuat Dira menyerah. Perut yang belum sempat terisi tak menunjukkan gejala lapar. Yang ada dalam benak Dira saat ini hanyalah ingin segera menemukan Daffin. Terus melangkah dan mencoba memasang telinga, Dira berharap bisa mendengar kata tolong dari seseorang. Bayang wajah Daffin yang tengah kesakitan pun membuat Dira semakin cemas.“Woy! Kemari!” teriak salah satu relawan.Dira dan timnya pun turut mendekati asal suara. Ternyata mereka menemukan tas berisi uang tunai yang tak sedikit jumlahnya. Tas kecil berupa koper itu bewarna putih. Sesaat Dira sadar akan penjelasan aparat kemarin.“Jangan bilang yang dilihat supir truk itu koper ini. Bukannya orang,” gumam Dira yang mulai mencemaskan akan keberadaan Daffin saat ini.Kini hari mendekati siang, suasana semakin panas meski ada banyak pohon yang melindungi mereka. Lelah, kaki Dira mulai gemetar. Tak dapat dipungkiri jika saat ini tubuhnya terasa lemas sekali. “Mba, ini minum dulu! Wajah Mba pucat banget,” uca

  • Takut Kawin   Dira Menggila

    “Daffin!” teriakan Dira menggema. Sebuah tepukan di pundaknya membuka matanya.“Kamu enggak kenapa-kenapa, Nak? Minum teh dulu!” pinta Devi dengan wajah sembabnya.Dira tersadar dan seketika merasa malu. Ternyata apa yang baru saja ia lamai hanyalah sebuah mimpi.“Kamu mimpiin Daffin ya?” tanya Devi sembari mendekap tubuh Dira.Tangis yang sedari pagi ia tahan pun meledak. Dira menangis terisak berharap sesak didadanya berkurang. Ia terus menangis sambil membayangkan wajah Daffin yang ia lihat di dalam mimpi. Ia tak bisa membayangkan jika penampakan Daffin yang ia temui adalah keadaan nyata yang Daffin alami. Bisa saja darah yang ada pada tangan dan kaki Daffin itu nyata dan kini Daffin masih terbaring kesakitan menanti ajal di tengah hutan belantara.Tangis Dira sungguh sulit dikontrol, meski ia merasa malu dalam keadaan seperti ini. Namun, hatinya tak mampu membohongi diri. Pilu jika Daffin benar pergi untuk selamanya, sedangkan ia mulai menyadari bahwa telah jatuh hati.“Kita doaka

  • Takut Kawin   Cerita Semalam

    Malam itu mobil putih pintu geser yang sering Daffin gunakan untuk bekerja itu melaju kencang di tengah jalan sepi. Jalan lintas yang berjarak sempit dan cukup berkelok sedikit menyeramkan karena lampu penerangan jalan yang sangat minim. Seakan tak takut akan hal buruk yang mungkin terjadi, mobil putih itu terus melaju kencang seirama dengan musik DJ yang begitu deras.Sopir pribadi Daffin terus tertawa riang, bahkan sesekali ia bergoyang menikmati alunan nada. Bersorak dan ikut bernyanyi, ia begitu menikmati perjalanannya. Mungkin itu cara untuknya agar bisa terus melakukan perjalanan meski sudah tengah malam.Meski tak banyak kendaraan yang melintas, namun tak jarang mobil truk pengangkut barang berat melintas di tengah malam. Mereka sengaja bepergian di jam sepi, saat tak banyak kendaraan pribadi.Seakan memiliki nyawa cadangan, sopir itu terus saja melaju kencang meski sudah beberapa kali melewati mobil besar pengangkut barang berat. Langit malam itu terlihat lebih gelap, tanpa bi

  • Takut Kawin   Kabar Buruk

    Suasana berubah haru diikuti wajah kebingungan. Terdengar kabar bahwa mobil yang dikendarai Daffin mengalami kecelakaan fatal di salah satu tol. Berita ini disampaikan langsung oleh pihak kepolisian yang bertugas dan Devi selaku pihak keluarga diminta untuk datang ke kantor kepolisian sekitar.“Kenapa, Bu?” tanya Minah yang segera menghampiri nyonya pemilik rumah.Devi semakin syok setelah melihat foto yang berisi mobil Daffin yang penyot dibagian depan dan samping kiri. Dira yang sedari tadi diam pun turut menghampiri Devi. Saat ini sudah pukul setengah sebelas malam, tak mungkin mereka memaksakan diri untuk datang. Dira memutuskan untuk berangkat esok pagi bersama Devi dan sopir pribadinya.Malam ini terasa kacau. Pikiran Dira sungguh tak tenang. Waktu menunjukkan pukul satu malam, namun matanya masih enggan terpejam. Berulang kali mengubah gaya tidur, tak lantas membuatnya terlelap. Pikirannya dipenuhi dengan keadaan Daffin. Bayang wajah Daffin yang kini terbaring di atas ranjang d

  • Takut Kawin   Siapa Tomi Sesungguhnya

    Tomi lebih dulu masuk ke ruangan, memaksa Dira mengikuti rencana dadakannya. Melangkah masuk dengan gemuruh di dada Dira siap melakukan bela diri untuk menangkap salah satu bandar yang sedang berada di sana.Tetapi hal mengejutkan terjadi. Ruang yang Dira masuki terlihat kosong. Meninggalkan seorang pelayan yang tengah berbenah.“Kemana semua tamunya?” tanya Dira bingung.“Udah pada pulang, Mba. Emangnya Mba cari siapa ya?” tanya si pelayan bar yang tak kalah bingungnya. Menyadari Dira bisa masuk dengan mudah ke dalam ruangan, pelayan itu sadar jika Dira bukan orang sembarang. Jika bukan karena memiliki kenalan orang dalam, setidaknya ia pejabat negara.“Jadi, para pejabat sialan itu udah pada kabur?” tanya Dira kesal. Giginya saling beradu hingga menimbulkan bunyi.“Pejabat? Bukan Mba. Tapi anak muda biasa kok. Enggak ada anak pejabat juga pun,” ungkap si pelayan sambil menunjukkan wajah tengah berpikir keras.“Arrgh! Ini pasti kerjaan Tomi. Dia mau angkat telor rupanya,” gumam Dira

DMCA.com Protection Status