POV FirmanSang surya yang datang menyapaku pagi ini, biasanya aku akan menyambutnya dengan suka cita dan hati yang riang, tapi tidak dengan hari ini. Hari ini aku akan menghadapi hari yang sangat berat dalam hidupku.Semua kebahagiaan yang sudah aku raih selama ini, apakah akan pupus begitu saja. Bila semua orang akan menyambut dengan bahagia hari pernikahannya, tapi tidak denganku, aku akan menikahi wanita yang sama sekali tidak aku cintai.Ooh Tuhaaan ... apa aku akan kehilangan semuanya, kasih sayang dan semua perhatian, hari-hari indah bersama istri dan anakku ... haaa ... Kenapa ini harus terjadi padaku, pada saat aku menikmati peranku sebagai suami dari perempuan yang sangat aku cintai, dan ayah dari anak perempuan yang lucu dan menggemaskan.Rasanya aku sangat malas untuk beranjak di tempat tidurku, kulirik ke arah sampingku, di sana tidak ada sosok wanita yang kucintai, betapa hampa hatiku, saat kau putuskan untuk pisah ranjang denganku, ranjang yang biasanya hangat dengan ca
Mamat dan Pak Joko menghampiri kami dengan wajah yang pias diliputi rasa bersalah, "Maaf Tuan, Nyonya, kami sudah berusaha menghadang mereka tapi kami tak berhasil, kami kalah jumlah Tuan. Mereka udah ada di depan pintu, Tuan!" ucap Mamat sambil menundukkan wajahnya."Gak apa-apa kami mengerti, kami akan segera menemui mereka!" Aku menepuk bahu Mamat sambil melangkah menjauhi mereka."Maafkan saya, Tuan," lirih Mamat dan Pak Joko yang masih bisa ku dengar saat aku perlahan meninggalkan mereka."Pak Firmaaan ... Jangan coba-coba kabur!" Bruug! Bruuug! Suara mereka mulai berusaha mendobrak pintu depan.Aku langsung membuka pintu membuat mereka terkejut, "Hei, kalian mau merusak pintu rumahku!" gertakku dengan mata melotot pada mereka."Hahaha ... Tuan Firman, kami kira Tuan akan melarikan diri," ucapnya dengan nada meledek."Kan tadi aku sudah bilang, tunggu!! Aku akan bersiap kenapa kalian tidak bisa bersabar sih!!" Aku berteriak keras pada mereka, kesal dengan tindakan mereka yang ber
"Mas mengenal laki-laki yang ada di foto itu?" tanya sang tukang kebun melihat kami begitu terkejut."Tentu saja Pak, laki-laki ini adalah kakak ipar saya yang sedang ada masalah dengan Maya yang saya ceritakan sama Bapak itu.""Apaaaa ... Saya gak percaya! Ja-jadi kakak ipar yang Mas ceritakan sama saya tempo hari itu adalah mantan kekasih Non Mayra!"Pria yang berprofesi sebagai tukang kebun plus penjaga rumah itu sangat terkejut mendengar pengakuanku."Iya Pak, Bapak pasti sama terkejutnya sama kami.""Iya Mas, yang tak habis pikir kenapa punya hubungannya sama Non Maya, harusnya kan sama Non Mayra yang jelas-jelas pernah menjalin hubungannya dengan kakak iparnya si Mas." Dahi Pria tua itu terlihat mengkerut, sepertinya ada yang aneh dengan kasus yang menimpa Mas Firman."Nah, itu yang sedang kami selidiki saat ini Pak. Biar semuanya lebih jelas gimana kalau Bapak ceritakan soal hubungan Mayra sama Mas Firman, Kakak Ipar saya ini!" timpal Yudha yang sejak tadi penasaran ingin mende
POV ArlitaSial! Aku gak bisa ngulur-ngulur waktu nih! Aku terpaksa mengikuti semua kata mereka, aku hanya bisa duduk di mobil menuju tempat akad nikah tanpa bisa berbuat apapun.Aku menatap orang yang mengawal mobil kami, aku rasanya pernah melihat salah satu dari mereka, sejak dari rumah tadi aku terus mikir di mana aku pernah melihat orang itu, kenapa rasanya wajahnya rasanya tak asing yah? Ayolah, ingat-ingat, Arlita! Siapa tahu aku bisa menemukan petunjuk baru. Aku terus menatap orang yang mengendarai sepeda motor yang terus mengawal mobil suamiku dari bagian depan sambil terus mengingatnya.Dia melirik ke arah mobil Mas Firman, karena akan berbelok jalan, sewaktu berada di perempatan jalan, mungkin dia berjaga-jaga agar Mas Firman tidak coba-coba lari.Kali ini aku bisa lihat dengan jelas wajahnya saat dia menoleh ke arah kami.Diaaaa ... Aku ingat sekarang dia siapa! Dia adalah orang yang dulu mencoba menodong tasku saat itu, saat Maya menolongku dan itu pertama kali aku berte
"Ma-mas me-mengenal perempuan itu?" tanyaku terbata cukup terkejut Mas Firman mengenal wanita cantik dengan tubuh tinggi semampai bagaikan model yang kini ada di hadapan kami.Mas Firman sama sekali tak menjawab wajahnya diliputi ketegangan dan terlihat memucat seolah sedang melihat sosok hantu."Haaai ... Mas Alfa, apa kabar? Sudah lama kita tidak bertemu?" ucap wanita itu dengan nada menggoda.Mas Alfa? Dia panggil Mas Firman dengan sebutan Alfa, bagaimana dia tahu panggilan itu, yang aku tahu, orang yang memanggil dengan sebutan Alfa hanyalah orang tuanya. Apa wanita ini seseorang yang pernah dekat dengan Mas Firman.Dulu, aku pun memanggilnya dengan sebutan itu, tapi saat itu dia menolaknya dengan sebutan itu, dia lebih nyaman dipanggil dengan sebutan Mas Firman."Paaah ... jawab aku! Siapa wanita itu? Kenapa dia memanggilmu dengan sebutan Mas Alfa?" tanyaku lagi pada Mas Firman.Mas Firman tidak juga menjawab pertanyaanku."Maaaas ... jawablah, jangan buat aku salah paham!!" desa
Mas Firman menghentikan sejenak ucapan kabulnya, kemudian menghela napasnya dengan panjang dan kembali meneruskan mengucapkan ucapan kabulnya."Saya terima nikah dan kawinnya ..." Kali ini bukan hanya menutup mata, tapi aku pun menutup telingaku. Aku gak sanggup kalau harus mendengarkan kalimat itu terucap dari mulut suamiku sampai selesai dan membayangkan Maya sah menjadi istri kedua suamiku. "Tungguuuu ...!!" tiba-tiba terdengar suara seorang wanita dan suaranya itu tak asing lagi bagiku.Aku membuka mataku, aku terkesiap melihat wanita yang aku kenal sudah ada di hadapanku."Bu Rossaaa ...!!" Aku tersenyum bahagia akhirnya bantuan datang, ada kelegaan terasa di hati ini, begitupun Mas Firman kulihat ada rona bahagia pada wajahnya."Tenang Bu Arlita, saya pastikan pernikahan ini tidak akan tejadi," ujar Bu Rossa dengan senyumnya yang lebar."Hei, siapa kamu? Bagaimana kamu bisa masuk?" ujar pria berbaju hitam yang sedari tadi berjaga di dekat kami dengan tatapan sangar."Kamu tany
Azra terlihat terengah-engah saat memasuki Vila itu. Keringatnya membasahi sekujur tubuhnya lalu dia menghampiriku."Kak Lita, gak apa-apa? Mana Mas Firman dan yang lainnya?" tanyanya panik sambil melihat sekelilingnya."Zra, tolong Mas Firman! Dia dibawa oleh Mayra dan anak buah Mayra, melalui pintu belakang!!" Aku menunjuk suatu ruangan yang mungkin ada sebuah pintu keluar di ujung ruangan itu."Apaaa ...! Apa aku sudah terlambat? Aaaargh ... sial!" Azra terlihat sangat kesal, dia pun bergegas, dia berlari sekuat tenaga menuju ruangan yang tadi aku tunjuk. Mudah-mudahan Azra bisa menyusul mereka."Gimana Zra, apa mereka bisa terkejar?" tanyaku saat melihat Azra kembali masuk."Maaf Kak Lita, mereka sudah kabur, mobil mereka sudah tidak ada." Azra terlihat kecewa tidak dapat mengejar mobil Mayra yang sudah lenyap ditelan bumi."Zraaa ... gimana ini?" Aku sudah gak kuat menahan air mata ini walaupun sedari tadi aku terus berusaha tegar."Tenang Kak, kita akan terus berusaha mencari ke
POV Firman"Hei, aku mau dibawa ke mana?" tanyaku dengan kesal mereka membawa paksa diriku, tanganku ditarik-tarik hingga keluar dari sebuah pintu.Aku berjalan sudah seperti hewan peliharaan yang tengah dibawa tuannya untuk disembelih, pria berbadan besar itu terus menarik tanganku dengan langkah langkah terburu-buru menuju mobil yang sudah terparkir tak jauh dari pintu itu.Seseorang membukakan pintu mobil, lalu badanku didorong hingga aku terjatuh ke dekat jok mobil, "Weeei ... jangan kasar-kasar!" makiku."Udah jangan banyak omong, duduk saja di sana!!" "Gak, aku gak mau!!" Aku hendak berdiri dan turun dari mobil itu, tapi lagi-lagi aku didorong dan kali ini aku dipaksa duduk dipepet oleh dua orang berbadan besar itu.Aku tidak terima, tanganku meronta-ronta tak ingin aku ikut mereka."Aku gak mau ikut kalian!!""Godek pindah ke depan, aku mau di sini menemani Mas Alfa!" kata Mayra, duduk di sebelahku."Gak Mayra, aku gak mau ikut, biarkan aku turun dan menemui istriku, dia past
Firlita POVSebulan kemudian ... Aku tak pernah bertemu dengan Pak Willy sesuai kesepakatan. Dia memenuhi janjinya tak menggangguku hingga aku siap menerimanya lagi.Hari ini aku dipanggil oleh HRD, entah apa salahku. Padahal kinerjaku bagus kata managerku."Maaf Nona Firlita, mulai hari ini Nona dipindahkan ke bagian lain," kata Manager HRD."Saya salah apa Pak?" tanyaku, padahal aku sudah mulai nyaman di divisi ini."Nona tidak salah apa-apa, hanya saja Nona lebih dibutuhkan di bagian lain. Silahkan bawa surat ini, dan Nona pergi ke lantai 10"Lantai 10? Bukankah itu lantai khusus ruangan direktur dan direksi yah."Iya selamat yah Nona, Nona terpilih menjadi sekretaris Direktur kami yang baru."Sekretaris Direktur? Beneran ini ... Bahkan aku tidak menguasai pekerjaan sekretaris.Ya sudahlah, dari pada aku tidak bekerja. Aku terima saja."Iya terima kasih Pak, saya tidak menyangka akan dipilih menjadi sekretaris Direktur." Entah aku harus senang, ataukah bimbang ... aku tidak perna
"Apaaa ... Om Firman ini adalah ..." Belum sempat Fayra selesai dengan ucapannya, Tante Mayra langsung memotongnya, "Iya, dia ayah kandung kamu, Fayra. orang yang selalu kamu tanyakan kini sudah ada di depan kamu!"What! Pak Firman ayahnya Fayra. Waw, waw ... ini jadi makin seru!Kami semua tampak terkejut, Papa Mama pun sama, hanya Firlita saja yang tampak biasa, apa dia sudah tahu yah."Aku baru tahu kemarin!" bisiknya, seolah tahu kalau aku mau menanyakannya."Oh.""Ayaaah ....!!" Fayra langsung memeluk Pak Firman dengan mata berkaca-kaca."Pantas saja aku merasa nyaman bila dekat Om, rupanya memang ada chemistry ayah dan anak di antara kita.""Aku sangat merindukanmu, Ayah! Sejak kecil aku hanya mengetahui namamu saja, wajahmu sjaa aku tidak pernah tahu, ayah! Aku hanya ingin disayang seperti anak-anak lain yang memiliki ayah," Fayra menangis sesenggukan di pelukan Pak Firman."Maafkan aku Nak, ayahmu ini bahkan tidak pernah tahu keberadaan kamu, Mamamu menyembunyikannya dari ayah
William POVAku memilih untuk menghampiri dulu Firlita di kantor, sedangkan Papa pergi menuju kantor Pak Firman. Kita ingin semuanya clear hari ini juga, agar hidupku lebih tenang tidak terus-menerus diganggu oleh model sialan itu.Aku menuju ruangan divisi keuangan. Aku tahu ke napa dia sampai minta pindah ke sini. Pasti untuk menghindari bertemu denganku.'Itu dia, wanitaku ... sudah satu bulan lebih kamu menghindariku, aku sangat merindukannya.' Sosok perempuan cantik dengan senyum mempesona sosok gadis impianku itu tengah berjalan menuju ruangannya aku pun mengendap-endap di belakangnya.Begitu tiba di dekatnya. Aku langsung tarik tangannya."Hei apa-apaan ini Pak!" protesnya kesal, berusaha menepis tanganku, tapi tenaganya kalah kuat."Ikut saja denganku!" Aku terus menarik tangannya hingga ke depan mobil."Saya tidak mau Pa. Saya mau kerja, baru juga dua hari saya kerja. Jangan buat nama saya jelek di divisi yang baru ini dong!" bentaknya, dia menepis tanganku lagi kali ini deng
"Ayo cepat, Willy. Kita hampir terlambat!" ujarku pada William yang tengah menyetir menuju restoran yang telah ditentukan menjadi tempat pertemuan dengan orang yang telah menghubungi mereka kemarin."Sabaaar ... Pa. Ini macet banget." Willy pun kesal karena jalanan hari ini kebetulan sedang macet-macetan kami sampai terjebak di tengah-tengah.Kenapa sih, macet ini gak tahu waktu, kita lagi buru-buru ini malah macet. Aku hanya bisa berkeluh kesah karena mobil hanya maju sedikit demi sedikit.Mudah-mudahan dia mau menunggu kita. Ini sudah hampir pukul 10.00."Ini gara-gara kamu susah banget dibangunin!" makiku, karena kesal William tadi bangun jam 9.00."Maafin aku Pa, semalam aku gak bisa tidur. Aku baru tidur subuh tadi, Pa.""Kamu, Wil!" Percuma juga marahin anak itu, dia memang terkadang susah tidur mungkin memikirkan kehidupan percintaannya yang berantakan."Udah Pa, udah. Tuh mobil di depan udah maju," timpal istriku menenangkanku yang tengah kesal."Maju Wil, cepetan tuh ada jala
"Fiir ...! Firlitaaa .. !" Suara itu mengagetkanku, sudah lama aku merindukan dia memanggilku begitu."Iya Pak." Aku masih berusaha menghormatinya sebagai atasanku."Masuklah ke ruanganku. Aku ingin bicara denganmu.""Ma-maaf Pak, sebaiknya kita bicara saja di sini.""Ayolah Fir, sampai kapan kamu akan menghindariku!" Pak Willy mencekal tanganku.Dia seperti tahu saja kalau selama ini aku memang berusaha untuk menghindarinya.Aku celingukan takut ada yang lihat. "Udah masuk saja, gak usah takut gak ada siapa-siapa ini!" Pak Willy menarik tanganku menuju ruanganku."Masuk!" Pak memaksaku masuk dan mengunci pintu."Gak usah dikunci Pak! Disangka orang kita lagi ngapain lagi!" protesku sambil hendak memutar kunci yang masih menempel di lubang kunci."Fiiiir ... jangan bikin aku terus menderita, Fir ... aku putus dari kamu saja bikin hidup aku terpuruk, apalagi melihat kedekatan kamu sama laki-laki itu saja membuatku tambah tersiksa." Sebegitunyakah yang dia rasakan, bukannya seharusnya d
Firman POVMalam ini aku baru pulang dari kantor, entah kenapa setelah aku bertemu Mayra tadi siang perasaanku tidak enak.Baru masuk ke rumah aura rumah terasa sangat berbeda. Kulihat istriku hanya duduk di sofa tanpa menyambutku."Waalaikumsalam." Dia menjawab salamku dengan ekspresi datar."Sayaaang... ada apa sih, aku pulang kok cemberut?" godaku sambil mencolek pipinya yang mulus."Gak usah colek-colek segala!" ketus Arlita."Idih galak amat sih, Neng," jawabku sambil bercanda."Udah gak usah bercanda, duduk!" Arlita tampak serius, sikapnya begitu dingin. Ada apa dengan istriku ini kenapa mukanya gak ada manis-manisnya hari ini. Apa aku sudah berbuat salah yah."Pa, Mama sekarang minta Papa jujur! Kenapa Papa gak mau mempertimbangkan permintaan William untuk bersanding sama putri kita, padahal Mama yakin dia sungguh-sungguh mencintai anak kita?" Ini kenapa tiba-tiba Arlita menanyakan hal ini lagi yah? Aneh sekali."Jawab Pa, kenapa diem?""Bukannya Mama sudah tahu alasannya, k
Fayra POV"Kamu senang kan bisa bertunangan dengan pria yang kamu cintai?" tanya Mama."Tentu saja, Ma. Akhirnya aku bisa miliki dia," jawabku dengan senyuman yang lebar."Pertahankan dia Fay, jangan kayak Mama. Mama dulu terlalu mementingkan ego Mama untuk menjadi model yang terkenal. Hingga Mama kehilangan Papa kamu. Dia memilih menikah dengan wanita lain." Mama terlihat begitu sedih, mungkin itu penyesalan yang tak berujung dalam hidupnya, kehilangan cinta sejatinya.Aku tidak boleh seperti Mama, aku harus bertahan demi cintaku pada Pak Willy."Maaf Ma, aku dari dulu ingin sekali menanyakan hal ini? Apaaa... Papaku masih ada? Kenapa Mama selalu menyembunyikannya dariku?"Mungkin ini saatnya aku mendesak Mama untuk memberitahu secara mendetail soal Papaku."Maaf Fay, belum saatnya kamu tahu. Suatu hari nanti pasti Mama akan kasih tahun kamu, Fay.""Mama selalu begitu, kenapa sih Ma?" Mama tetap tak mau bilang soal Papa. Sampai hari ini hanya namanya saja yang aku tahu."Kamu kan uda
Sial banget hidupku, kenapa harus kenal sama gadis itu, padahal dari awal pun aku tidak tertarik sedikit pun sama dia. Aku harus menemui Papanya Firlita siapa tahu dia bisa membujuk Papaku untuk membatalkan pertunangan ini."Pak Firmaaaan .... Saya mohon tolong saya, saya benar-benar tidak ada hubungan apa-apa sama gadis itu. Saya hanya mencintai putri Pak Firman." Aku mengucapkannya dengan sungguh-sungguh, entah Pak Firman akan melihat kesungguhanku ini."Saya tidak yakin setelah saya mendengar ucapan gadis itu!" Pak Firman tampaknya sudah terlanjur percaya dengan ucapan gadis itu."Pak, saya sangat yakin kalau saya ini dijebak, tolong izinkan saya tetap bersama Firlita? Dan tolong bilang sama Papa saya untuk Menolak pertunangan saya dengan Fayra, Pak.""Maafkan aku Willy, aku belum seratus persen percaya sama kamu." Aku tahu ini bakalan sulit, tapi demi Firlita Aku harus terus membujuknya."Tante Arlita, saya sungguh-sungguh sama Firlita... tolong bantu saya. Saya tahu, kalau saya
Flashback on"Pak Willy tolong saya, saya disekap oleh seseorang di sebuah apartement!!" Suara Fayra terdengar panik di ujung telepon."Ka-kamu di mana Fay?" tanyaku ikut panik."Saya ada di apartement Berlian lantai 7 kamar 52, cepat Pak! Saya takut ini!"Tok! Tok! Tok !! "Wei, cepaaaat.... kalau gak saya akan mendobrak pintu kamar mandi itu!"Terdengar suara laki-laki yang berteriak sambil menggedor pintu dengan keras."Udah yah Pak, kayaknya mereka udah curiga! Pak Willy harus cepat, saya takut Paaak...!" katanya sambil berbisik dan terdengar begitu gugup.Tut! Dia mematikan sambungan telepon.Aduh, gimana ini? Aku harus menolongnya, tapii... bagaimana dengan pertunanganku.Aku melihat ke arah jam tanganku, masih ada Waktu sekitar dua jam.Aku pun bergegas makin cepat pergi, makin cepat beres urusannya dan aku bisa pergi ke pertunanganku."Lho Willy, kamu mau ke mana? Kok malah pergi acara pertunangan kamu sebentar lagi?" tanya Papa saat melihatku hendak pergi."Ada urusan sangat