Home / Romansa / Takdir bukan Milik Kita / Permainan Di mulai

Share

Permainan Di mulai

last update Last Updated: 2021-11-24 21:41:59

“Hm, nggak ada yang salah, sih, tapi emang kamu hidup nggak mau punya ambisi?”

“Ambisi sama obsesi beda lho ya.” Alsava mengangguk. “Btw, kamu keren di usia muda udah jadi founder. Pasti capek, ya?” Alsava terkejut dengan pertanyaan itu, karena biasanya orang-orang yang bertanya justru akan bilang, “Duh beruntung deh jadi kamu!” atau “Gimana sih caranya se-sukses ini?”

Excuse me? Capek gimana maksudnya?”

“Yah iya, kamu udah berhasil di usia muda … pasti kehilangan banyak waktu, kan? Waktu main sama teman-teman, waktu istirahat, waktu buat leha-leha, waktu buat refreshing.” Alsava sama sekali tidak menyangka kalimat itu yang akan keluar dari bibir Alan. Namun di sisi lain, kalimat Alan terdengar seakan bisa membaca isi pikirannya. Perhatian Alsava kembai berkelana. Alan punya tangan yang ganteng—oke bisa dibilang ini gila, tapi Alsava suka salah fokus. Dia suka melihat urat kebiruan yang muncul di tangan seorang cowok, Alsava menyebutnya dengan istilah tangan ganteng. Alan juga punya rahang tegas seta sepasang alis tebal di wajahnya. Pengalaman bekerja dalam HRD juga menjadi alasan mengapa penilaian Alsava cenderung soal fisik.

“Kamu berapa bersaudara?” Alsava mengalihkan perhatian.

“Anak tunggal, kamu?”

“Wow, kita sama. Nggak enak ya jadi anak tunggal? Nggak ada teman berbagi, nggak bisa curhat sama orangtua juga karena perbedaan usia dan canggung gitu deh.”

“Kalau dikasih kesempatan saya mau, sayangnya, orangtua saya meninggal waktu saya duduk di bangku SMP. Sampai sekarang saya tinggal sama Bibi, dan Bibi punya tiga anak perempuan dan satu anak laki-laki yang semuanya udah menikah. Sisa saya doang.”

“I am sorry to hear that.”

Pertemuan pertama berjalan lancar, Rara senang bukan main sewaktu mendengarnya. Pertemuan pun berlanjut ke pertemuan kedua, kali ini Alan yang menentukan tempatnya. Kalau Alsava mengajaknya ke restoring mewah, Alan justru membawanya ke sebuah kedai kopi di pinggir jalan. Di tengah-tengah percakapan, tahu-tahu seorang pengamen datang menginterupsi mereka. Alsava berniat mengusir, tapi Alan justru menyerahkan dua batang rokok. “Lho kok malah dikasih rokok sih? Bukannya dikasih duit?”

“Kalau dikasih duit, ada kemungkinan mereka beli miras. Tapi kalau dikasih rokok kan udah jelas, buat ngerokok.”

“Oke, masuk akal.” Alsava mengangguk, sembari matanya tak lepas memandangi Alan.

Alsava rasa sudah cukup untuk b**a-basi dan memulai pendekatan, dari sikap dan gerak-gerik, sepertinya Alan sudah memenuhi persyaratan. Toh, ini semua juga hanya pura-pura. Alhasil Alsava memilih bicara to-the-point. “By the way, aku kira udah cukup deh pedekatenya. Gimana kalau kita langsung ke kesimpulan kita dua hari terakhir?” ucap Alsava yang selalu ceplas-ceplos.

“Hm?” Alan terlihat terkejut.

“Yah, Rara pasti udah bilang ke kamu kan, soal aku?”

“Soal kamu? Nggak Rara nggak bilang apa-apa.”

“Jadi gini,” Alsava pun bercerita panjang lebar, soal harta wasiat ayahnya yang baru akan cair ketika dia akan menikah dan dia butuh uang itu segera cair secepatnya. Dia juga menjelaskan alasannya tidak ingin menikah dan selamanya akan berpegang teguh pada prinsip itu. Awalnya Alan terlihat terkejut, tapi lama kelamaan cowok itu mengangguk paham. “Rara bilang katanya kamu juga nggak mau menikah, tapi kamu dipaksa harus menikah bahkan diancam mau dijodohkan. Jadi untuk menghindari aksi jodoh-jodohan yang kelewat jadul itu, sepertinya kita punya visi-misi yang sama.” Alsava mengucapkan itu diikuti seringai di bibir tipis berlapis lipstick merah merona yang terlihat begitu seksi di bibirnya.

“Setahun aja gimana? Perjanjian kita cuma setahun, setelah itu, boleh bercerai dan kita hidup masing-masing. Aku dapat apa yang aku mau, dan kamu terbebas dari ajakan akan dijodohin, kan?”

Alan terkekeh kecil. “Betul.”

“Good.”

Perhatian Alan tertuju pada Alsava, melihat cara gadis itu berbicara. Terlihat sekali keras kepala, dari caranya tidak ingin dipotong saat mengobrol. Alsava mengeluarkan sesuatu dari dalam tasnya; surat perjanjian.

“Kamu boleh baca perjanjian nikah kontrak kita. Kalau ada yang mau direvisi silahkan kita diskusikan sampai ketemu titik ujungnya.”

“Kamu selalu to-the-point gini, ya?”

“Lebih tepatnya, nggak suka mengulur waktu. Karena waktu adalah uang dan berharga buat aku. Jadi lebih cepat, lebih baik kan?”

Alan terkekeh kecil dan segera membuka surat perjanjian. Namanya ada sebagai pihak kedua, dan nama Alsava di pihak pertama. “Jadi nama kamu Alsava Grizelle?”

“Yep.”

Dia mencoret di bagian, “Jika Pihak Kedua setuju menikah kontrak, maka akan mendapatkan nomnal sebesar 100 juta”.

“Kok dicoret?”

“Kita win-win solution, kan? Aku diuntungkan karena nggak jadi dijodohkan, kamu diuntungka juga karena berhasil mencairkan dana dari surat wasiat. Aku piker nggak perlu membalas aku dengan nominal.” Dalam hati, Alsava bersorak, itu artinya dia tidak butuh mengeluarkan uang untuk membayar. Alan membubuhkan tandatangan di bagian yang dicoret.

“Boleh aku tahu, kenapa kamu setuju secepat ini?”

“Karena kita berdua sama-sama membutuhkan dan lagi dalam posisi kepepet, udah jadi reaksi alamiah manusia kan yang melakukan berbagai cara kalau di ujung tanduk?” Jawaban Alan cukup masuk akal,meskupin belum menjelaskan dengan logis alasannya menyetujui terlibat dalam pernikahan kontrak. Alsava hanya tahu bahwa Alan akan dijodhkan sementara cowok itu tidak ingin menikah sepanjang hidupnya, sebatas itu, Alsava berpikir bahwa dia sudah ikut campur ke ranah pribadi jika bertanya alasannya tidak ingin menikah. Jadi cukup lebih baik untuk tidak saling tahu-menahu.

Alan membaca poin lainnya. Tidak boleh saling menyentuh tubuh tanpa persetujuan dari kedua belah pihak. Tidak boleh melakukan tindakan asusila atau kekerasan. Tidak boleh membawa senjata tajam di dalam rumah. Tidak boleh ikut campur dalam urusan pribadi kedua belah pihak. “Pihak kedua akan tinggal di rumah pertama?”

“Iya, kamu tinggal dirumahku. Enang, aku punya kamar tamu yang bisa kamu tempati. Aku nggak mungkin kan pindah rumah? Karena posisi tempatku sudah sangat strategis dari tempat kerja,” dalih Alsava.

Lelaki itu menganggukkan kepalanya. “Oke, semua poin sudah ok.” Alan segera menandatangani perjanjian di atas materai, diikuti tandatangan Alsava.

Cowok itu mengambil secangkir kopi di depannya, menyesapnya perlahan.

“Jadi, kapan kita mulai menikah? Minggu depan?”

Mendengar celetukan Alsava, Alan langsung tersedak.

****

“OH EM JIIII HELLOW, UDAH GILA LO, YA?” itu reaksi pertama yang diberikan Rara ketika ditelepon untuk datang ke rumah Alsava dan Alsava menceritakan kalau dia akan segera menikah dengan Alan secepatnya minggu depan. “Udah kayak kawin sama kucing aja lho, kucing aja kalau mau kawin ada pendekatannya. Guling-guling dulu, gigitan, baru hap! Kawin! Lah elu? Baru ketemu dua kali udah ngajak kawin, emang dasar cewek sarap!”

“Ya elah, nagapin sih ngulur-ngulur waktu?”

Related chapters

  • Takdir bukan Milik Kita   Ambil Kendali

    “Ya nggak gitu juga Va, meskipun Cuma kontrak tapi kan, ya, dia punya keluarga.” “Lusa dia bakal ngajak gue ketemu keluarganya, habis itu gue bawa dia ketemu keluarga gue. Selesai. Apa yang harus dipermasalahkan, deh?” Belum selesai percakapan kedua orang itu, Sofie muncul di pintu sambil menenteng higheels. Matanya menatap nyalang pada Alsava. “dasar wanita jahanam lo ya, bikin gue kaget! Gue nyaris nabrak mobil orang tahu nggak? Gara-gara VN yang lo kirimin di grup dan bilang lo mau kawin. Udah gila lo? Alsava, lo tuh ngajak kawin anak orang loh!” “Apasih reaksi lo berdua lebay banget dih.” Alsava memutar bola matanya dan membuat kedua temannya menahan diri untuk tidak menghantam kepalanya dengan vas bunga mewah di meja. “Lagian ngapain sih perihal kawin tuh diperlambat?” “Tauk deh, capek ngomong sama lo.” Alsava tersenyum sambil melihat tandatangan Ala

    Last Updated : 2021-11-24
  • Takdir bukan Milik Kita   Rumah Alan

    “Dih emang kenapa kalau outfit-nya gini?”“Yang ada lo didepak duluan sebelum masuk rumah. Dimana-mana kalau pertemuan keluarga, pakaiannya tuh formal dong!”“Oh, oke.” Alsava mengangguk setuju, tapi formal bagi Alsava rupanya kemeja berwarna putih dipadu jas hitam dan celana dasar yang kontan membuat Rara menepuk kening. “Apa lagi sih? Tadi lo bilang pakaian formal? Lah ini gue turutin.”“Ya nggak gitu juga, Beb. Pakaian lo tuh lebih cocok buat ngelamar kerja daripada ketemuan keluarga. Sini deh gue cariin. Minggir lo!” Rara menyentak tubuh Alsava agar memberikan ruang baginya untuk menjelajah isi lemari Alsava—atau lebih tepatnya dibilang fitted closet karena Alsava memiliki satu ruang khusus yang ukurannya sebesar kamar pribadi hanya untuk menampung pakaian, tas, sepatu, dan berbagai koleksi perhiasan.“Lo itu mau ket

    Last Updated : 2021-11-24
  • Takdir bukan Milik Kita   Menikah itu ...

    “Hallooooo, selamat datang.” Alsava melihat seorang wanita berparas ramah dengan hidung mancung dan berjilbab menyambutnya, diikuti seorang wanita lainnya. “Ini Alsava, ya?’ Alan tentunya sudah bercerita sedikit mengenai Alsava ke bibinya, dan bibinya meneruskan ke anggota keluarga lain. Alan memiliki pasangan adalah informasi menarik yang harus segera disebarluaskan. “Va, kenalin ini kakak iparku, yang ini Kak Silva,” Alan memperkenalkan wanita berjilbab yang menyambut kali pertama, “istri dari abang sepupuku yang pertama, Kak Yesa. Disebelahnya, Kak Eca, sepupu perempuanku. “Alsava.” Alsava menjawa singkat, berusaha menarik ujung bibirnya yang terasa kaku. Melihat ekspresi Alsava yang kurang nyaman, Alan meletakkan tangannya di punggung Alsava. Tindakan itu sempat membuat Alsava meliriknya, sedikit terkejut. Lalu Alsava mendengar Alan berbisik lirih, “Relax, Va.” Seorang wanita tua muncul, Alsava bisa me

    Last Updated : 2021-12-24
  • Takdir bukan Milik Kita   Postingan Baru

    Akhirnya Alsava bisa bernapas lega setelah berpamitan dengan keluarga besar Alan. Sejauh ini, respons mereka bisa dibilang tidak ada yang curiga, sepertinya percaya dengan hubungan antara Alsava dan Alan. Bahkan kakak sepupu Alan sudah memberi kode, bertanya seputar tanggal pernikahan. Alsava kini sudah kembali duduk di boncengan Alan, kembali berpegangan erat karena takut jatuh. Dia memandangi wajah cowok itu dari spion. Alsava tersenyum sumringah, mengeluarkan ponsel, lalu memotret Alan dari spion kecil sembari meletakkan dagunya di pundak Alan.Perfecto.Siapa pun yang melihat foto itu pasti akan berpikir mereka adalah pasangan bahagia yang sedang kasmaran.Soal berpura-pura dan melakukan penyamaran, Alsava memang ratunya. Tepat pukul delapan malam, Alsava sudah sampai di rumah. “Thanks buat malam ini, Va, tinggal satu lagi agenda kita, kan? Ketemu sama keluarga kamu.”

    Last Updated : 2021-12-25
  • Takdir bukan Milik Kita   An Evil

    “Alsava? Dari mana aja, Nak? Mami kangen banget sama kamu!” Perhatian Alsava tertuju ke seorang waita paruh baya yang rambutnya sudah sedikit beruban, “nggak keliatan selama ini.” Dia berniat memeluk Alsava, tapi Alsava mengelak, menunjukkan gesture bahwa dia tidak suka disentuh.Wanita itu adalah Nadia, ibu tirinya. Seorang wanita yang dianggap sebagai ibu peri dalam keluarga Grizelle karena mampu memberikan keturunan laki-laki dalam silsilah darah keturunan ayahnya, tapi bagi Alsava, dia tak ubah seorang nenek sihir yang merenggut kehidupan bahagia ibunya.“Alsava? Dari mana aja, sih? Udah lupa ya sama keluarganya?” Celetukan itu berasal dari Tante Yosi, istri dari pamannya. “Waktu lagi di atas aja nggak kelihatan batang hidungnya, eh waktu lagi di bawah, langsung muncul.”“Oh tenang aja, Tante, aku ke sini bukan karena aku lagi di bawah kok. Aku datang masih pakai stiletto yang harganya 80 juta, tas Hermes satu milyar dan juga bawa kabar baik,” Alsava berhenti bicara, memberi efek

    Last Updated : 2022-11-09
  • Takdir bukan Milik Kita   Sebar Undangan

    Alsava:Aku udah sewa WO buat pernikahan kita. Hari ini undungan udh jadi, Senin dpn kita udh bisa nikah. Acara bakal diadakan di rumahku. What do u think?Alan baru saja terbangun dari tidurnya setelah dia mengantarkan Alsava pulang larut malam karena jalanan baru saja lengang di pukul sepuluh malam—dan jarak antara rumahnya dan rumah Alsava pun terbilang lumayan. Alhasil Alan baru sampai ke rumah di pukul setengah dua belas malam, untungnya Bi Nur sudah tidur, jadi tidak perlu menjawab berbagai rentetan pertanyaan yang pasti akan ditunjukkan untuknya. Dan kali ini, kantuk Alan langsung hilang sewaku membaca chat dari Alsava.Ponselnya bergetar lagi.Alsava:Kau butuh brp undangan? Mau ngundang temen2mu? Keluarga km?”Kali ini bukan kantuk yang menyerang Alan, melainkan sakit kepala. Padahal mereka punya waktu untuk mengobrol di jalan semalaman, tetapi tidak ada satu pun pertanyaan dari Alsava muncul seputar pernikahan mereka. Tidak menyebut undangan atau apa pun, tahu-tahu sudah boo

    Last Updated : 2023-09-19
  • Takdir bukan Milik Kita   PROLOG

    Suara alat-alat rumah sakit menggema ditelinga anak perempuan itu, dia sedang menangisi ibunya yang telah lama tidak mau membuka mata lagi. Di umur yang masih sangat kecil, gadis itu harus mengenal rasa sakit hati, kesepian, sendirian. Ya, gadis kecil itu menunggu Ibu nya setiap hari agar terbangun dari tidur panjangnya.Suara tangisannya semakin keras, disusul dengan suara mendengung dari layar pendeteksi detak jantung yang menunjukkan gelombang dan kini berubah menjadi garis lurus. Para perawat datang ke ruangan itu, tubuh gadis kecil itu digendong oleh salah satu perawat wanita dan membawanya menjauh dari ibunya yang dia ketahui sudah meniggal dunia.Disaat anak seusianya bermain-main hingga tak ingat waktu, memainkan banyak permainan bersama teman-temannya seperti main bola bekel, congklak, gobak sodor, engklek, ular tangga, boneka kertas, yoyo, petak umpet, atau main petasan dari tumbuhan. Terpikirkan saja tidak olehAlsava Grizelle, ana

    Last Updated : 2021-11-24
  • Takdir bukan Milik Kita   Ide Gila

    Ada sebuah standar konstruksi sosial yang Alsava benci selama hidup sebagai seorang permpuan di Indonesia. Pertama, seorang perempuan tidak boleh lebih tinggi pendidikannya daripada laki-laki atau risikonya adalah akan sedikit laki-laki yang mau pedekate. Alsava pernah disindir oleh Bibinya saat perkumpulan keluarga. “Jadi perempuan itu, ya nggak perlu sekolah tinggi-tinggi toh ujungnya nanti bakal bekerja di dapur, laki-laki juga kan punya ego yang tinggi, nggak mau dikalahkan sama perempuan.”Alsava yang panas pun langsung menjawab, “Tapi Bu, perempuan itu calon ibu yng bakal mendidik anak-anaknya kelak. Pendidikan pertama seorang anak didapat dari rumah, bukankah punya kebanggaan sendiri kalau punya istri dan ibu yang cerdas? Lagipula Bu, saya nggak mau menurunkan standar hidup saya hanya demi seorang laki-laki.”Alhasil tiap kali ada perkumpulan keluarga, Alsava jarang datang hanya untuk menghindari pertanyaan seputar “Kapan menikah?&r

    Last Updated : 2021-11-24

Latest chapter

  • Takdir bukan Milik Kita   Sebar Undangan

    Alsava:Aku udah sewa WO buat pernikahan kita. Hari ini undungan udh jadi, Senin dpn kita udh bisa nikah. Acara bakal diadakan di rumahku. What do u think?Alan baru saja terbangun dari tidurnya setelah dia mengantarkan Alsava pulang larut malam karena jalanan baru saja lengang di pukul sepuluh malam—dan jarak antara rumahnya dan rumah Alsava pun terbilang lumayan. Alhasil Alan baru sampai ke rumah di pukul setengah dua belas malam, untungnya Bi Nur sudah tidur, jadi tidak perlu menjawab berbagai rentetan pertanyaan yang pasti akan ditunjukkan untuknya. Dan kali ini, kantuk Alan langsung hilang sewaku membaca chat dari Alsava.Ponselnya bergetar lagi.Alsava:Kau butuh brp undangan? Mau ngundang temen2mu? Keluarga km?”Kali ini bukan kantuk yang menyerang Alan, melainkan sakit kepala. Padahal mereka punya waktu untuk mengobrol di jalan semalaman, tetapi tidak ada satu pun pertanyaan dari Alsava muncul seputar pernikahan mereka. Tidak menyebut undangan atau apa pun, tahu-tahu sudah boo

  • Takdir bukan Milik Kita   An Evil

    “Alsava? Dari mana aja, Nak? Mami kangen banget sama kamu!” Perhatian Alsava tertuju ke seorang waita paruh baya yang rambutnya sudah sedikit beruban, “nggak keliatan selama ini.” Dia berniat memeluk Alsava, tapi Alsava mengelak, menunjukkan gesture bahwa dia tidak suka disentuh.Wanita itu adalah Nadia, ibu tirinya. Seorang wanita yang dianggap sebagai ibu peri dalam keluarga Grizelle karena mampu memberikan keturunan laki-laki dalam silsilah darah keturunan ayahnya, tapi bagi Alsava, dia tak ubah seorang nenek sihir yang merenggut kehidupan bahagia ibunya.“Alsava? Dari mana aja, sih? Udah lupa ya sama keluarganya?” Celetukan itu berasal dari Tante Yosi, istri dari pamannya. “Waktu lagi di atas aja nggak kelihatan batang hidungnya, eh waktu lagi di bawah, langsung muncul.”“Oh tenang aja, Tante, aku ke sini bukan karena aku lagi di bawah kok. Aku datang masih pakai stiletto yang harganya 80 juta, tas Hermes satu milyar dan juga bawa kabar baik,” Alsava berhenti bicara, memberi efek

  • Takdir bukan Milik Kita   Postingan Baru

    Akhirnya Alsava bisa bernapas lega setelah berpamitan dengan keluarga besar Alan. Sejauh ini, respons mereka bisa dibilang tidak ada yang curiga, sepertinya percaya dengan hubungan antara Alsava dan Alan. Bahkan kakak sepupu Alan sudah memberi kode, bertanya seputar tanggal pernikahan. Alsava kini sudah kembali duduk di boncengan Alan, kembali berpegangan erat karena takut jatuh. Dia memandangi wajah cowok itu dari spion. Alsava tersenyum sumringah, mengeluarkan ponsel, lalu memotret Alan dari spion kecil sembari meletakkan dagunya di pundak Alan.Perfecto.Siapa pun yang melihat foto itu pasti akan berpikir mereka adalah pasangan bahagia yang sedang kasmaran.Soal berpura-pura dan melakukan penyamaran, Alsava memang ratunya. Tepat pukul delapan malam, Alsava sudah sampai di rumah. “Thanks buat malam ini, Va, tinggal satu lagi agenda kita, kan? Ketemu sama keluarga kamu.”

  • Takdir bukan Milik Kita   Menikah itu ...

    “Hallooooo, selamat datang.” Alsava melihat seorang wanita berparas ramah dengan hidung mancung dan berjilbab menyambutnya, diikuti seorang wanita lainnya. “Ini Alsava, ya?’ Alan tentunya sudah bercerita sedikit mengenai Alsava ke bibinya, dan bibinya meneruskan ke anggota keluarga lain. Alan memiliki pasangan adalah informasi menarik yang harus segera disebarluaskan. “Va, kenalin ini kakak iparku, yang ini Kak Silva,” Alan memperkenalkan wanita berjilbab yang menyambut kali pertama, “istri dari abang sepupuku yang pertama, Kak Yesa. Disebelahnya, Kak Eca, sepupu perempuanku. “Alsava.” Alsava menjawa singkat, berusaha menarik ujung bibirnya yang terasa kaku. Melihat ekspresi Alsava yang kurang nyaman, Alan meletakkan tangannya di punggung Alsava. Tindakan itu sempat membuat Alsava meliriknya, sedikit terkejut. Lalu Alsava mendengar Alan berbisik lirih, “Relax, Va.” Seorang wanita tua muncul, Alsava bisa me

  • Takdir bukan Milik Kita   Rumah Alan

    “Dih emang kenapa kalau outfit-nya gini?”“Yang ada lo didepak duluan sebelum masuk rumah. Dimana-mana kalau pertemuan keluarga, pakaiannya tuh formal dong!”“Oh, oke.” Alsava mengangguk setuju, tapi formal bagi Alsava rupanya kemeja berwarna putih dipadu jas hitam dan celana dasar yang kontan membuat Rara menepuk kening. “Apa lagi sih? Tadi lo bilang pakaian formal? Lah ini gue turutin.”“Ya nggak gitu juga, Beb. Pakaian lo tuh lebih cocok buat ngelamar kerja daripada ketemuan keluarga. Sini deh gue cariin. Minggir lo!” Rara menyentak tubuh Alsava agar memberikan ruang baginya untuk menjelajah isi lemari Alsava—atau lebih tepatnya dibilang fitted closet karena Alsava memiliki satu ruang khusus yang ukurannya sebesar kamar pribadi hanya untuk menampung pakaian, tas, sepatu, dan berbagai koleksi perhiasan.“Lo itu mau ket

  • Takdir bukan Milik Kita   Ambil Kendali

    “Ya nggak gitu juga Va, meskipun Cuma kontrak tapi kan, ya, dia punya keluarga.” “Lusa dia bakal ngajak gue ketemu keluarganya, habis itu gue bawa dia ketemu keluarga gue. Selesai. Apa yang harus dipermasalahkan, deh?” Belum selesai percakapan kedua orang itu, Sofie muncul di pintu sambil menenteng higheels. Matanya menatap nyalang pada Alsava. “dasar wanita jahanam lo ya, bikin gue kaget! Gue nyaris nabrak mobil orang tahu nggak? Gara-gara VN yang lo kirimin di grup dan bilang lo mau kawin. Udah gila lo? Alsava, lo tuh ngajak kawin anak orang loh!” “Apasih reaksi lo berdua lebay banget dih.” Alsava memutar bola matanya dan membuat kedua temannya menahan diri untuk tidak menghantam kepalanya dengan vas bunga mewah di meja. “Lagian ngapain sih perihal kawin tuh diperlambat?” “Tauk deh, capek ngomong sama lo.” Alsava tersenyum sambil melihat tandatangan Ala

  • Takdir bukan Milik Kita   Permainan Di mulai

    “Hm, nggak ada yang salah, sih, tapi emang kamu hidup nggak mau punya ambisi?”“Ambisi sama obsesi beda lho ya.” Alsava mengangguk. “Btw, kamu keren di usia muda udah jadi founder. Pasti capek, ya?” Alsava terkejut dengan pertanyaan itu, karena biasanya orang-orang yang bertanya justru akan bilang, “Duh beruntung deh jadi kamu!” atau “Gimana sih caranya se-sukses ini?”“Excuse me? Capek gimana maksudnya?”“Yah iya, kamu udah berhasil di usia muda … pasti kehilangan banyak waktu, kan? Waktu main sama teman-teman, waktu istirahat, waktu buat leha-leha, waktu buat refreshing.” Alsava sama sekali tidak menyangka kalimat itu yang akan keluar dari bibir Alan. Namun di sisi lain, kalimat Alan terdengar seakan bisa membaca isi pikirannya. Perhatian Alsava kembai berkelana. Alan punya tangan yang ganteng—oke bisa dibilang ini

  • Takdir bukan Milik Kita   Pertemuan

    “Ah masa nggak ada fotonya di sosmed?”“Anaknya tuh old fashioned banger, anjir. Nggak up to date. Lo nanyain berita-berita yang lagi hits juga dia nggak tahu.”“Boleh deh, bentar gue cek jadwal gue.”“Tuan ratu dengan jadwalnya yang super sibuk,” sindir Sofie.Alsava membuka kalender di ponselnya. Mengecek jadwal. “Hari Minggu gimana? Pukul 10-an gitu di kafe Vresteck.”“Dih enak banget lo asal buat jadwal, dimana-mana nih kalau ajak ketemuan harus menyamakan jadwal kedua belah pihak.”“Halah, gue tahu jadwal rakyat jelata kayak lo semua jam segini mah nggak ada kegiatan apa-apa.”“Kampret!” Kalau bukan Alsava yang bilang, mungkin es jeruk di depan Sofie sudah melayang. Mereka kena

  • Takdir bukan Milik Kita   Ide Gila

    Ada sebuah standar konstruksi sosial yang Alsava benci selama hidup sebagai seorang permpuan di Indonesia. Pertama, seorang perempuan tidak boleh lebih tinggi pendidikannya daripada laki-laki atau risikonya adalah akan sedikit laki-laki yang mau pedekate. Alsava pernah disindir oleh Bibinya saat perkumpulan keluarga. “Jadi perempuan itu, ya nggak perlu sekolah tinggi-tinggi toh ujungnya nanti bakal bekerja di dapur, laki-laki juga kan punya ego yang tinggi, nggak mau dikalahkan sama perempuan.”Alsava yang panas pun langsung menjawab, “Tapi Bu, perempuan itu calon ibu yng bakal mendidik anak-anaknya kelak. Pendidikan pertama seorang anak didapat dari rumah, bukankah punya kebanggaan sendiri kalau punya istri dan ibu yang cerdas? Lagipula Bu, saya nggak mau menurunkan standar hidup saya hanya demi seorang laki-laki.”Alhasil tiap kali ada perkumpulan keluarga, Alsava jarang datang hanya untuk menghindari pertanyaan seputar “Kapan menikah?&r

DMCA.com Protection Status