Melihat notifikasi di ponselnya, jantung Ray seakan berhenti. Ada yang menusuk di ulu hatinya. Siapkah besok dia bertemu dengan sosok yang untuk pertama kali akan dia temuinya. Hatinya tiba-tiba didera kesakitan.
Apakah ini cara terbaik. Ketika Move pergi menghilang untuk kesekian kalinya, seseorang yang seperti berhak sekali atas diri perempuan itu.
Dengan gontai dia meraih ponsel yang tergeletak di atas meja kerjanya, berusaha membagi berita itu pada keluarganya.
"Ma!" suaranya terputus, ketila mendengar panggilannya di sahutin sang mama.
"Besok dia, datang" ucapnya sekali lagi yang membuat suara mamanya tiba-tiba menghilang.
Ray hanya menghela napas sesak mengetahui orang yang melahirkannya itu seolah sock mendengar kabar itu. Ray tahu betul, sebenarnya wanita separu baya itu juga tidak menginginkan pertemuan yang seperti ini.
Untuk pertama kalinya, dia akan bertemu dengan orang yang sangat mirip dengan dirinya bahkan mungkin
Hai, mampir yuk kemari, Karyaku yang lain ada juga lho @Sang Kapten @Fatamorgana
Tenggorokan Ray seperti tercekat mendengar permintaan lawan bicaranya di seberang. Hatinya benar-benar berkecamuk. Harus jawab apa dia dengan permintaan laki-laki yang tak lain adalah Farhan Dinata saudara kembarnya. "Raya!" Panggil Farhan dari seberang telpon. "Eh, iya, Far sorry. Aku lagi di jalan, nanti Aku telpon kamu lagi. Bye! Klik." Sambungan telpon terputus. Ada titik keringat yang mengembun di dahinya yang bersih dan berwarna gading itu. "Ada apa?" tanya Careld dengan serius. "Dia minta nomor telpon Move." Careld memandang wajah sepupunya itu. Ada rasa iba tapi itu cukup buat menghukum Ray atas semua yang dilakukannya pada Move selama 6 tahun. "Itu hak dia, kasihlah. Toh nomor telpon itu juga nggak aktif sekarang." "Bukan itu masalahnya?" Careld kembali menatap dalam wajah Ray, dahinya berkerut tanda dia tak mengerti. "Dari mana dia tahu, kalau aku mengenal Move!" Deg! Benar! Darim
Pagi ini, keluarga Dinata menjadi trending topik di media berita. Kedatangan Farhan yang wajahnya bagai pinang dibelah dua benar-benar mengundang kekagetan semua orang. Semua orang tidak pernah menyangka kalau selama ini di keluarga Dinata ada anak kembar. Saudara kembar Raya Dina bernana Farhan Dinata. Yang tak sedikitpun mereka berbeda. Hanya saja kalau Raya Dinata sosok yang lebih angkuh dan dingin sedangkan Farhan Dinata adalah sosok yang ramah dan hangat. Murah senyum walau ada sisi kurangnya. Apapun yang menjadi keinginan seorang Farhan harus dia dapatkan. Media berita mana saja hari ini menerbitkan Headline yang sama. Berita yang menghebohkan masyarakat dan menjadi trending topik. Viral di media sosial manapun. Bahkan menggelar konferensi pers. Untuk menjelaskan duduk permasalahannya. Karena dengan kedatangan Farhan ternyata menimbulkan pro dan kontra. Banyak dari para pembaca media sosial yang pro dan kontra, mengomentari tentang kemanakah sel
Aku tercekat dengan tenggorokan kering, melihat sosok yang sudah tepat berada di hadapanku."Astaga! Ini siapa? Ray, kah? Farhan, kah?" Tiba-tiba aku merasa pening mendapati sosok di depanku ini tidak bergeming. Hanya tatapan dinginnya membuatku beringsut ke belakang.Tanpa diperintah sosok tampan itu berangsur mendekatiku. Mencoba menggapai tanganku. Tapi aku semakin terpojok. Mencari sesuatu yang mampu membuatku tenang.Ini sebenarnya siapa? Bahkan dalam keadaan seperti ini, pikiranku pun tak mampu ku ajak bekerja sama. Sungguh, aku tak mengenali siapa pria ini?Terlalu mirip! Sama bahkan. Dari garis rahangnya yang keras, lengkung hidungnya yang mancung, bahkan sinar pendar di matanya, pun sama warnanya. Coklat mengkilat.Sampai tubuhku menyentuh dinding belakang, laki-laki itu bahkan tak melepaskan ku. Tubuhku gemetar, kaki dan tanganku bergetar. Sesaat panik attack itu menderaku, mengkoyak keberanianku. Dengan bibir thremorku mencoba mencari ta
"Plak-plakk--!" Aku meringis dan mengusap pipi kanan dan kiriku. "Dasar perempuan tak tahu diri!" Kembali wanita itu mengayunkan tangannya namun urung dijatuhkan dipipiku lagi. Aku meregang, mengepalkan tembok mendengar apa yang barusan keluar dari mulut perempuan itu. "Sekarang, kamu puas melihat mereka saling memukul dan membunuh?! Inikah yang kamu inginkan. Kamu mau membalas dendam kepada mereka?!" Bertubi-tubi pertanyaan bernada pernyataan itu. Aku hanya bergeming di tempatku berdiri. Tak kutampik semua yang dikatakan perempuan itu, Aliya mama dari si kembar Ray dan farhan Dinata. Iya! Akulah yang nenyebabkan pertengkaran demi pertengakara mereka. Memang seharusnya aku nggak di sini. Dengan cepat aku berkari menuju ke pelataran gedung perusahaan Dinata Group. Ingin secepatnya aku menghilang dari dunia mereka. Sudah cukup rasanya aku dihina oleh mereka. Tak ingin lagi aku ada diantara meteka lagi. "Move!"
Panggilan itu membuatku tersentak. Aku nggak menyangka ada yang mihatku bersembunyi di balik dinding di lorong koridor ini. Pria itu mendekati aku. Raya Dinata, si kembar yang dingin, panggilan buatnya baru-baru ini. Semenjak munculnya kembarannya yang super ganteng. "Ayok!" Dia menarik tanganku dan sedikit menyeretku untuk mendekati dokter yang menangani jantung Farhan. "Dok, ini yang namanya Move Herdianata." ucapnya pada dokter yang mencariku. "Baik, mari ikut," aku terlongo mendengar kedua orang itu bicara. "Pergilah!" kata dia sambil menatapku penuh harap. Aku hanya membalas tatapannya dengan kebingungan. Ternyata dibalik keangkuhannya terselip kepeduilan yang sangat tinggi untuk saudara kembarnya yang baru pertama kali juga ia temukan selama hampir 30 tahun. Sekilas kulirik tante Aliya, yang begitu sinis menatapku. "Ray! Kenapa di biarkan dia masuk ke ruangan Farhan?" Ray menghela napas mendegar ucapan mam
Baik aku dan semua yang ada di situ, menoleh ke asal suara. Disana, di balik tirai sudah berdiri sosok yang sudah tak asing lagi kecuali di mata Farhan. Nathan, laki-laki yang terakhir melindungiku itu sudah berdiri drngan tenangnya berjalan maju. "Mungkin, kamu tidak mengenalmu tapi aku mengenalmu dengan baik. Aku mohon setelah ini jangan mencari Move. Dia akan pergi denganku." suara itu ternyata mampu membuat Farhan menghentilan aktivitasnya mengisi daya di tubuhnya. Dengan perlahan dia berdiri dan mendekati sosok Nathan. "Tapi dia milikku, dan akan selalu menjadi milikku." Sudah gila kali, ya laki-laki kembar ini. Kenapa tiba-tiba dia berbicara seperti itu. Kulihat Ray tidak nyaman dengan suasana seperti itu. "Farhan! Lebih baik, kamu istirahat. Kamu harus cepat pulih jangan banyak berpikir yang nggak ada gunanya." Suara itu milik mamanya. Hatiku bergetar mendengar wanita itu mengintrupsi anak kembarnya. "Nathan!
Air mataku tumpah di dalam mobil Nathan. Aku sudah tidak mau berpura-pura kuat lagi. Aku nggak sehebat yang mereka pikir. Aku cuma manusia biasa yang bisa lemah dan menangis. Dan ini adalah perjuangan terakhirku untuk tidak menangis. Aku dah dah capek bersandiwara menjadi wanita kuat dan tangguh lagi. Kalau pada kenyataannya aku sekarang lemah dan rapuh. "Menangislah, kalau itu membuatmu lebih kuat."ucap Nathan tanpa menatapku. Dan memang benar, air mataku tumpah membanjiri pipi tirusku. Ada kekelahan yang sangat luar biasa di sana. Pundakku terguncang kencang, isakku terdengar keras. Senggukku memilukan. Mungkin itu yang membuat Nathan menepikan mobilnya di pinggir jalan yang agak sepi. Dia membiarkan aku dengan segala rasaku. Memberiku waktu menangis sepuas-puasnya. Ada setengah jam aku dibiarkan Nathan dengan kondisi seperti itu. Hingga akhirnya saking capeknya, aku sudah tak ingat apa-apa. Yang kutahu sepertinya aku tertidur lelap di mobil Nathan.
"Move!" suara itu milik Nathan, tapi aku hanya mendenguskan napas halusku tanpa menoleh ke semua orang. Apa lagi melihat wajah sinis dan tak suka wanita paru baya itu. Aku nggak peduli. Toh nantinya kalau benar aku jadi perawat pribadi Farhan aku nggak akan serumah dengannya. "Aku nggak setuju!" Tiba-tiba suara lain memecah ketegangan di ruangan itu. Aku sendiri menoleh ke asal suara dan jujur merasa sangat terkejut setelah tahu siapa orang yang menentang kesediaanku untuk menjadi perawat pribadi Farhan. Ray! Raya Dinata, saudara kembar Farhan. Kenapa tiba-tiba mengemukakan pendapat yang sedikit berbau frontal? "Apa masalahnya Move sendiri sudah menyetujui?" Sanggah Farhan mengecam ketidak setujuan saudara kembarnya. "Intinya, Aku tidak setuju?" Masih dengan kukuhny Ray mempertahankan pendapatnya. Entah, alasan kuat apa yang membuatnya tiba-tiba menyanggah kesediaanku menjadi perawat pribadi Farhan. "Tapi kamu nggak berhak memutu
Hari itu akhirnya datang juga. Hari di mana aku jadi ratu sehari dan Ray jadi raja sehari. Bahagia? Tentu. Bahkan hanya air mata haru yang menjadi temanku.Laki-laki 7 tahunku . Ya Tuhan, akhirnya. Aku benar-benar pengen pingsan karena nggak kuatnya menahan kebahagiaanku.Bahagia! Benar-benar bahagia. Saat ijab kabul itu berlangsung dan jawaban sah itu terdengar, tubuh melemah seketika. Tangan dan kaki ku thremor tiba-tiba.Puji syukur ya Tuhan, semua atas keridhoanmu. Kedua tanganku lama banget tertengadah hingga kulihat imamku masuk ke kamar yang sudah dipersiapkan."Sudah sah, Sayang," bisiknya sambil mengecup daun telingaku membuat buluku meremang seketika.Kucium punggung tangannya tanda aku sangat menghormatinya lantas dia menyesap bibirku sebentar sebelum selanjutnya kami kembali ke pesta."Ma, Pa," kucium satu per satu punggung tangan mereka lalu kupeluk orang tua itu yang sekarang sudah menjadi orang tuaku.Giliran Farh
Ray masih terengah saat tubuhnya mengejang di atas tubuhku. Berkali-kali dia mengecup bibirku. Dan mengendus leherku saat dia sudah berbaring di sebelahku. Mataku sudah terpejam saat tangannya kembali menyentuh puncak dadaku yang tak terlapisi kain sedikit pun. Pria itu memainjannya dan membuat ku mengerang pelan. "Besok kita pre wedding, aku nggak mau ada halangan lagi." Aku hanya mengangguk sambil menikmati sentuhannya yang mrmbuatku kembali menegang. "Aku mau secepatnya kita menikah, Sayang," ucapnya bergetar sambil mengulum dadaku yang sudah mengeras. "Hemmn," jawabku dengan gelisah. Karena sudah kurasakan milikku lembab lagi. "Oh, Ray," akhirnya lolos juga dari tadi yang kutahan. Desahan berat karena tangan dan mulut Ray yabg usil. Pria itu hanya tersenyum puas melihat ku tersiksa seperti itu. Tak menunggu lama ketika wajahnya kembali terbenam di kedua pahaku aku kembali mendapat pelepasan. Rasanya aku sudah tidak sanggup
Hari selanjutnya aku sudah pulang dari rumah sakit. Kali ini aku pulang je rumah Ray bukan ke apartemen Farhan. Apartemen Farhan di kosongin sementara waktu. Kalau lagi bisan aja pengen liburan di sana. "Duduk di sini dulu atau mau langsung ke kamar?" tanyanya masih menggendong tubuhku yang masih lemah. "Langsung ke kamar saja," jawabku masih melingkarkan tanganku di lehernya. Setelah sekian lama banyak peristiwa yabg terjadi, entah kenapa baru kali ini aku merasa sedekat ini dengan Ray. Rasanya aku sangat merindukan saat-saat pertama kali dulu kita saling menyayangi tanpa ada pertengkaran dan air mata. Rasanya dulu aku sangat polos mencintai dia tanpa ada yang mengganggu gugat. Agak terhenyak rasanya ketika pria tampanku itu membaringkan tubuhku di tempat tidurnya. Aku terbangun dari lamunanku. "Pesen bubur dulu, ya. Habis itu minum obat." "Ray, nggak usah. Aku bikin sendiri saja." Ray mendelikkan matanya. "Maksudnya aoa mau b
Dorr ... doorr! Suara tembakan itu persis hampir mengenai jantung buatan Farhan ketika tiba-tiba pria tampan itu menutup kembali pintu ruang kerjanya. Buru-buru dia menghubungi polisi dan menghubungi Ray agar cepat bersembunyi. [Ray! Bersembunyi! Mereka menggunaksn senjata api!] Teriakan Farhan cukup membuat Ray mengerti. Pria itu tidak mengibstrupsi saudara kembarnya karena dia harus mencari bantuan. Suasana malam itu kian huru-hara karena tiba-tiba dua orang asing masuk ke ruang kerja Farhan dengan sarkasnya menembakkan beberapa amunisi hingga membuat suasana gaduh. Tak selang lama polisi dapat melumpuhkan penjahat amatiran itu. Ray dan Farhan pergi ke kantor polisi untuk memberikan kesaksian. "Ulah siapa, menempatkan penjahat amatiran begitu, Far?" Ray tampak kesal karena malamnya ini terganggu dengan ulah para penjahat amatiran yang pada belum bisa menggunakan senjata api. "Aku tahu siapa orangnya. Ni! Tolong pelajari! Aku mau pula
Berkali-kali Renata menelan salivanya. Tak henti-hentinya dia menatap ke wajah sang penguasa itu. Terlihat lebih dingin dan arogan dari biasanya. Manusia dengan jantung buatan itu masih sebuk dengan segaja macam file dan berkas penting serta surat perjanjian kontrak kerja sama. Sedang di sebelahnya setumpuk kertas file yang iya yakini entah kapan selesainya. Tapi bukan itu yang membuat Renata menatap gelisah setumpuk file dan berkas itu. Tapi salah satu berkas dan file itu ada salinan surat kontrak yang suda ia rubah mengenai isi perjanjiannya dengan perusahaan papanya yang terbelit hutang yang banyak. "Renata! Kamu bisa pulabg duluan. Mungkin saya mau tidur dikantor saja untuk menyelesaikan pemeriksakaan berkas filenya." Suara bariton Farhan menggema di ruang kerjanya. "Astaga! Gila apa orabg ini. Mau lembur sampai tidur di kantor segala!" batin Renata ngedumel marah. Kalau sampai bosnya tidur di kantor otomatis berkas file itu pasti akan selesai diperiksa m
Farhan menatap wajah yang umurnya jauh di atasnya itu. Seorang yang seharusnya sudah bisa bersikap dewasa dan bijaksana. Namun sikap itu jauh dari wajah yang seoerti anak muda itu. Farhan menghela naoas dalam. Baru dia bertatapan secara langsung laki-laki yang sering menyiksa istrinya lahir dan batin. "Kalau hanya ingin bertemu dengan untuk menanyakan masalah Renata, Aku rasa Move sudah memberi tahumu." Pria dewasa itu menghela napas menatap pria yang mukanya sama persis dengan pria yang akan menikahi mantan istrinya. "Kamu tahu sekarang kondisi Move seperti apa?" tanya Farhan sambil memasukkan ke dua tangannya ke dalam saku. Sejenak laki-laki yang tak lain Dimetri itu menyugar rambut hitamnya. Bukankah dia akan menikah. Sudah seharusnya kan dia berbahagia saat ini___ "Bukkkkk ...!" Pria bertubuh kekar itu sepoyongan, ada darah yang mengalir dari sudut bibirnya. Sedang Farhan mengibas-ngibaskan tangannya. Ada rasa panas menjala
Teriakan Ray membuat seluruh penghuni ruangan itu tersentak. Semua tertuju pada tubuh Move yang kejang-kejang. Seketika senua yabg ada di ruangan di suruh keluar.Ray dengan paniknya tak bisa menenangkan perasaannya. Berkali-kali dua meraup mukanya. Bahkan semua orang mencoba untuk menenangkannya namun sia-sia.Seilah menunggu anteian lama sekali. Pintu ruangan itu tak kunjung dibuka. Padahal sudah hampir 30 menit. Dan ketika terdengar suara langkah kaki dari dalam menuju pintu keluar, Ray dengan segera menyambut dokter itu."Dok, bagaimana__"Sebaiknya, Bapak lihat sendiri keadaannya di dalam." Suara dokter itu membuat Ray terpana."Ray, sebaiknya kamu ke dalam duluan," ucap mamanya sambil memeluk putranya itu."Aku temani," kata Farhan masuk terlebih dahulu. Lalu di susul Ray.Kedua saudara kembar itu harap-harap cemas ketika memasuki ruangan itu. Beberapa suster sudah pergi meninggalkan mereka tapi di atas pembaringan p
Suara tangisan itu terdengar begitu keras hingga membuatku tersadar. Siapa yang menangis? Aku mencoba bangkit dari pembaringanku. Badanku rasanta remuk redam. Suara itu semakin terdengar di telingaku. Dan aku semakin penasaran. Sebenarnya siapa yang ditangisi? Apakah Ray? Apa calon suamiku itu tidak selamat? Astaga! Buruk sangka aja aku ini. Bagaimana tidak. Aku masih ingat betul bagaimana peristiwa itu terjadi. Ada beberapa mobil yang mengikuti kami ketika aku dan Ray akan mendatangi tempat pemotretan pre wedding kami. Dan tepat di kilometer 17 mobil-mobil itu menyenggol mobil Ray hingga mobil yang kami tumpangi masuk jurang. Itu artinya nyawa kami jadi taruhannya. Tetapi aku masih bisa merasakan sakit. Tandanya aku masih hidup. Nah! Apakah menangisi kematin Ray. Dengan buru-buru aku bangkit dari tidurku. "Ouw!" Kurasakan ada yang sakit di seluh badanku entah itu apa? Dan saat alu bisa melihat siapa yang menangis aku sangat terkejut. It
Melihat tangan thremor yang memegang gelas sampe jatuh ke lantai itu aku sudah nggak kaget. Setidaknya aku sudah bisa membuktikan bahwa semua yang diucapkan oleh Dimetri itu benar adanya.Bahwa Renata memang punya niat nggak baik dari awal datang ke Genius Group. Dua benar-benar wanita ular. Yang bisa bertahan saampai beberapa tahun di perusahaan Farhan hanya untuk menguasai secara garis besar sistem dan cara kerja Genius Group.Licik! Entah dia itu tangan kanan siapa yang di suruh untuk menyusup ke Genius Group. Yang pasti saat ini samua data perusaan dan sitem kinerja Genius Group sudah terbaca dan ia kuasain.Setidaknya kalau tencana ini bisa digagalkan tidak menutup kemungkinan Dinata Group jadi incaran selanjutnya."Renata, dengan reaksi kamu yang seperti ini, sudah cukup menjawab semua pertanyaan yang ada di otak aku. Aku punya bukti kejahatanmu, Renata." Seketika itu wajah Renata berubsh merah padam.Aku langsung beranjak berdiri. Tanpa memo