Air mataku tumpah di dalam mobil Nathan. Aku sudah tidak mau berpura-pura kuat lagi. Aku nggak sehebat yang mereka pikir. Aku cuma manusia biasa yang bisa lemah dan menangis. Dan ini adalah perjuangan terakhirku untuk tidak menangis. Aku dah dah capek bersandiwara menjadi wanita kuat dan tangguh lagi. Kalau pada kenyataannya aku sekarang lemah dan rapuh.
"Menangislah, kalau itu membuatmu lebih kuat."ucap Nathan tanpa menatapku. Dan memang benar, air mataku tumpah membanjiri pipi tirusku. Ada kekelahan yang sangat luar biasa di sana.
Pundakku terguncang kencang, isakku terdengar keras. Senggukku memilukan. Mungkin itu yang membuat Nathan menepikan mobilnya di pinggir jalan yang agak sepi. Dia membiarkan aku dengan segala rasaku. Memberiku waktu menangis sepuas-puasnya.
Ada setengah jam aku dibiarkan Nathan dengan kondisi seperti itu. Hingga akhirnya saking capeknya, aku sudah tak ingat apa-apa. Yang kutahu sepertinya aku tertidur lelap di mobil Nathan.
Hai, mampir yuk ke sini. @Sang Kapten @Fatamorgana
"Move!" suara itu milik Nathan, tapi aku hanya mendenguskan napas halusku tanpa menoleh ke semua orang. Apa lagi melihat wajah sinis dan tak suka wanita paru baya itu. Aku nggak peduli. Toh nantinya kalau benar aku jadi perawat pribadi Farhan aku nggak akan serumah dengannya. "Aku nggak setuju!" Tiba-tiba suara lain memecah ketegangan di ruangan itu. Aku sendiri menoleh ke asal suara dan jujur merasa sangat terkejut setelah tahu siapa orang yang menentang kesediaanku untuk menjadi perawat pribadi Farhan. Ray! Raya Dinata, saudara kembar Farhan. Kenapa tiba-tiba mengemukakan pendapat yang sedikit berbau frontal? "Apa masalahnya Move sendiri sudah menyetujui?" Sanggah Farhan mengecam ketidak setujuan saudara kembarnya. "Intinya, Aku tidak setuju?" Masih dengan kukuhny Ray mempertahankan pendapatnya. Entah, alasan kuat apa yang membuatnya tiba-tiba menyanggah kesediaanku menjadi perawat pribadi Farhan. "Tapi kamu nggak berhak memutu
Masih dengan keterkejutanku aku bergeming di tempatku berdiri. Menatap sosok tamu yang masih berdiri di depan pintu tanpa ku persilakan masuk. Hanya mata kami yang saling berpandangan dengan hati yang saling bertautan. Berkali-kali aku menelan salivaku, dan ku kuatkan agar aku tetap bisa bertahan untuk menatapnya mengamati wajahnya tanpa menundukkan kepala. Demikian juga dengan dia. Mata elang yang sudah lama sekali tak kutemui itu begitu tenang menatapku menguliti wajahku dengan sinar pendarnya yang memancarkan sinar pendarnya. Lama terdiam dan terpaku akhirnya dengan berbaringan, kami bicara. Detik itu juga aku merasakan desiran halus yang dulu sering kerusakan mana kala bertemu dengannya. Ternyata rasa itu masih ada di sini. "Hai, Ray! Masuk! Kok cuma di depan pintu?" suara Farhan menghenyakkan perasaan ksmi masing-masing. Dengan reflek tubuhku menyingsut ke samping ketika kaki Ray melangkah masuk ke dalam apartemen. "Langsung ke meja makan, ya? Ki
"Tolong--gg--!Aku semakin panik. "Farhan! Farhan!" Karena panik aku tak tahu lagi apa yang harus aku lakukan. Dengan kebingungan aku menangis sejadi-jadinya. Meraung-raung tak tahu harus berbuat apa."Move! Hei, Move!" guncangan hebat itu membuatku terkejut. Seketika itu aku membelalakan mataku. Mengerjab liar dan menyapu nanar ke seluruh penjuru ruangan.Seolah tersadar aku langsung terduduk memandang sodok yang ada di depanku."Farhan! Aku memekik tertahan tapi tak menubruknya, hanya menggenggam pundaknya yang kejar. Ada air mata yang sudah mrembes di sudut kiri dan kanan."Hei! Ada apa? Kamu seperti mimpi sangat buruk." ucapnya sambil meraih tanganku yang tadi menggenggam pundaknya."Kamu berteriak dan menangis. Dan juga memanggil-manggil namaku. Ada apa, hem?"Oh! Jujur karena aku ini orangnya gampang baperan kutubruk juga akhirnya pria tampan itu. Kuraba jantung buatan itu. Miris. Laki-laki yang sedang ada dalam pelukanku ini ha
Aku terkulai di pembaringan. Rasanya aku benar-benar tak percaya jatuh lagi ke dalam pelukannya. Sedang Ray masih menindihku dengan napas memburu. Badannya yang kekar penuh dengan keringat. Tak henti-hentinya dia merspatkan bibifnya ke seluruh tubuhku. Wajahku dan leherku jadi sasaran empuknya. Aku masih tersengal ketika pelepasan untuk kesekian kalinya Bahkan dia tak membiarkanku istirahat semenitpun. Seperti orang kelaparan dan kehausan, Ray tidak membiarkanku hanya sebentar saja menghirup oksigen. Ketika semua sudah finish, laki-laki itu meraup mukaku menciuminya bak memakan es krim. Aku sempat gelagapan mendapati dia begitu tak ingin melepaskaku. Kubiarkan dia dengan tingkahnya begitu. Aku sudah nggak kuat, capaek dan ngantuk sekali. Entah karena aku kecapekan atau ulah Ray semalam yang keterlaluan, tidurku nyenyak sekali. Aku berjengkit saat mendengar dering telpon di ruang tamu. "Astaga!" Aku melompat dari twmpat tidurku langsung nubruk ke
Aku hanya termangu melihat sosok kembar itu sudah tepat berada di depan pintu ruang kerja Farhan. Malah di sana ada dokter Careld dan Dattan.Dengan sungkan aku menyingsut minggir, berniat akan meninggalkan ruangan itu setelah mengangguk hormat pada Farhan. Karena memang tugasku sudah selesai. Lebih baik, kan aku pulang."Maaf, Aku pulang Farhan." ucapku lalu menuju ke arah pintu di mana mereka berdiri.Tapi barusan aku mau melewati mereka, tangan Ray menarik pinggangku dengan cepat dan erat. Spontan aku memekik, kaget. Bahkan bukan hanya aku yang kaget. Tapi Farhan seketika bereaksi. Dokter Careld menatap tajam ke arah Ray, hanya Dattan yang bergeming di tempatnya."Ray! Apa-apaan ini? Kamu menyakitinya!" seru si kembar yang satu itu."Jangan bebani dia dengan semua permintaan kamu itu, Farhan! Dia tidak ingin menikah denganmu. Bahkan sebelum kamu datang. Dua orang itu!" sambil menunjuk ke arah Dattan dan dokter Careld, "mereka sudah terlebih dahu
Rupanya Farhan tidak main-main demgan ucapannya. Karena Fero masih saja bergeming di tempatnya. Dua petugas keamanan tiba-tiba datang dan mencekal tangan Fero dengan keras. "Apa-apaan ini! Aku bisa keluar sendiri, nggak perlu panggil petungas keamanan Farhan!" Dengus Fero kesal dan marah. "Ingat Farhan, Aku akan membalasmu!" ucapnya sekali lagi dengan wajah merah padam. Sedang aku hanya terdiam, terpaku di tempatku. Atau mungkin lebih baik aku segera pergi saja dari tempat itu. Toh ini nggak ada urusannya sama aku. Badanku mulai beringsut mundur. Aku sudah nggak ingin berada di tempat itu lama-lama. Rasanya mati otak aku kalau di sana. Sudah nggak mampu aku mencerna semua pembicaraan mereka. "Move!" Deg! Panggilan itu lagi. Tapi kali ini aku terpaku. "Kamu mulsi hari ini bejerja menjadi sekertaris saya sekaligus asisten pribadi saya." Mendengar itu, aku langsung terduduk di lantai. Dokter Careld langsung menarikku
"Move, ruangan kamu nanti bersebelahan denganku, meskipun kita tidak satu ruangan tapi Aku masih mengawasimu dari kaca tembus pandang," ucap Farhan sambil menunjuk ke arah kaca yang memang benar tembus pandang menghadap ke arah ruangannya. Aku hanya membalad ucapannya dengan tersenyum kalem dan mengangguk mengerti. "Pak Farha! Anda ada rapat dengan Dinata Group. Lima menit lagi akan segera dimulai di ruang pertemuan." tiba-tiba terdengar suara yang sudah khas di telinga Farhan. Laki-laki itu menoleh dan tersdnyum ramah. "Baik, Renata. Kita akan segera ke sana. Oh, iya, ini sekertaris yang pernah kubilang padamu. Bahwa Aku akan mencari sekertaris dan asisten sendiri. Namanya Move." Aku mengangguk hormat pada wanita yang kurasa umurnya hanya bersebrangan denganku itu. Wajah sinis wanita yang bernama Renata itu tampak begitu bengis. Aku mencebik dengan hati perih. Lagi-lagi begini. Selalu saja setiap bekerja dimanapun ada saja orang yang nggak su
"Selamat datang, Tante Aliya," sapa Renata sambil mengulur halus tangannya dan mencium punggung tangan Aliya, ibunya Raya dan Farhan.Aliya hanya tersenyum lantas menjatuhkan tatapannya pada sodok di depannya. Dan orang yang ditatap dengan tajam itu adalah Aku.Aku sedikit terkejut, tapi cepat-cepat menguasai diri. Menebarkan senyum pada klien yang ikut meeting tadi. Di sampingku dari kubu Genius Grohp ada Farhan dengan tenangnya melangkah ke arah wanita separu baya itu.Di sebelahku ada kubu dari Dinata Group dan Careld Alderald Subastian.Tampak Ray dengan muka tegangnya mengawasi sstiap pergerakan mamanya dengan wanita yang bernama Renata itu. Yang desas-desusnya adalah orang yang berperan penting dalam berdirinya Genius Group. Dia adalah Owner di perusahaan Farhan.Tapi menurut Ray perempuan itu adalah perempuan yang culas sama dengan Feronika Alfarest sahabat masa kecilnya.Tak beberapa lama, orang-orang yang terdiri dari beberap
Hari itu akhirnya datang juga. Hari di mana aku jadi ratu sehari dan Ray jadi raja sehari. Bahagia? Tentu. Bahkan hanya air mata haru yang menjadi temanku.Laki-laki 7 tahunku . Ya Tuhan, akhirnya. Aku benar-benar pengen pingsan karena nggak kuatnya menahan kebahagiaanku.Bahagia! Benar-benar bahagia. Saat ijab kabul itu berlangsung dan jawaban sah itu terdengar, tubuh melemah seketika. Tangan dan kaki ku thremor tiba-tiba.Puji syukur ya Tuhan, semua atas keridhoanmu. Kedua tanganku lama banget tertengadah hingga kulihat imamku masuk ke kamar yang sudah dipersiapkan."Sudah sah, Sayang," bisiknya sambil mengecup daun telingaku membuat buluku meremang seketika.Kucium punggung tangannya tanda aku sangat menghormatinya lantas dia menyesap bibirku sebentar sebelum selanjutnya kami kembali ke pesta."Ma, Pa," kucium satu per satu punggung tangan mereka lalu kupeluk orang tua itu yang sekarang sudah menjadi orang tuaku.Giliran Farh
Ray masih terengah saat tubuhnya mengejang di atas tubuhku. Berkali-kali dia mengecup bibirku. Dan mengendus leherku saat dia sudah berbaring di sebelahku. Mataku sudah terpejam saat tangannya kembali menyentuh puncak dadaku yang tak terlapisi kain sedikit pun. Pria itu memainjannya dan membuat ku mengerang pelan. "Besok kita pre wedding, aku nggak mau ada halangan lagi." Aku hanya mengangguk sambil menikmati sentuhannya yang mrmbuatku kembali menegang. "Aku mau secepatnya kita menikah, Sayang," ucapnya bergetar sambil mengulum dadaku yang sudah mengeras. "Hemmn," jawabku dengan gelisah. Karena sudah kurasakan milikku lembab lagi. "Oh, Ray," akhirnya lolos juga dari tadi yang kutahan. Desahan berat karena tangan dan mulut Ray yabg usil. Pria itu hanya tersenyum puas melihat ku tersiksa seperti itu. Tak menunggu lama ketika wajahnya kembali terbenam di kedua pahaku aku kembali mendapat pelepasan. Rasanya aku sudah tidak sanggup
Hari selanjutnya aku sudah pulang dari rumah sakit. Kali ini aku pulang je rumah Ray bukan ke apartemen Farhan. Apartemen Farhan di kosongin sementara waktu. Kalau lagi bisan aja pengen liburan di sana. "Duduk di sini dulu atau mau langsung ke kamar?" tanyanya masih menggendong tubuhku yang masih lemah. "Langsung ke kamar saja," jawabku masih melingkarkan tanganku di lehernya. Setelah sekian lama banyak peristiwa yabg terjadi, entah kenapa baru kali ini aku merasa sedekat ini dengan Ray. Rasanya aku sangat merindukan saat-saat pertama kali dulu kita saling menyayangi tanpa ada pertengkaran dan air mata. Rasanya dulu aku sangat polos mencintai dia tanpa ada yang mengganggu gugat. Agak terhenyak rasanya ketika pria tampanku itu membaringkan tubuhku di tempat tidurnya. Aku terbangun dari lamunanku. "Pesen bubur dulu, ya. Habis itu minum obat." "Ray, nggak usah. Aku bikin sendiri saja." Ray mendelikkan matanya. "Maksudnya aoa mau b
Dorr ... doorr! Suara tembakan itu persis hampir mengenai jantung buatan Farhan ketika tiba-tiba pria tampan itu menutup kembali pintu ruang kerjanya. Buru-buru dia menghubungi polisi dan menghubungi Ray agar cepat bersembunyi. [Ray! Bersembunyi! Mereka menggunaksn senjata api!] Teriakan Farhan cukup membuat Ray mengerti. Pria itu tidak mengibstrupsi saudara kembarnya karena dia harus mencari bantuan. Suasana malam itu kian huru-hara karena tiba-tiba dua orang asing masuk ke ruang kerja Farhan dengan sarkasnya menembakkan beberapa amunisi hingga membuat suasana gaduh. Tak selang lama polisi dapat melumpuhkan penjahat amatiran itu. Ray dan Farhan pergi ke kantor polisi untuk memberikan kesaksian. "Ulah siapa, menempatkan penjahat amatiran begitu, Far?" Ray tampak kesal karena malamnya ini terganggu dengan ulah para penjahat amatiran yang pada belum bisa menggunakan senjata api. "Aku tahu siapa orangnya. Ni! Tolong pelajari! Aku mau pula
Berkali-kali Renata menelan salivanya. Tak henti-hentinya dia menatap ke wajah sang penguasa itu. Terlihat lebih dingin dan arogan dari biasanya. Manusia dengan jantung buatan itu masih sebuk dengan segaja macam file dan berkas penting serta surat perjanjian kontrak kerja sama. Sedang di sebelahnya setumpuk kertas file yang iya yakini entah kapan selesainya. Tapi bukan itu yang membuat Renata menatap gelisah setumpuk file dan berkas itu. Tapi salah satu berkas dan file itu ada salinan surat kontrak yang suda ia rubah mengenai isi perjanjiannya dengan perusahaan papanya yang terbelit hutang yang banyak. "Renata! Kamu bisa pulabg duluan. Mungkin saya mau tidur dikantor saja untuk menyelesaikan pemeriksakaan berkas filenya." Suara bariton Farhan menggema di ruang kerjanya. "Astaga! Gila apa orabg ini. Mau lembur sampai tidur di kantor segala!" batin Renata ngedumel marah. Kalau sampai bosnya tidur di kantor otomatis berkas file itu pasti akan selesai diperiksa m
Farhan menatap wajah yang umurnya jauh di atasnya itu. Seorang yang seharusnya sudah bisa bersikap dewasa dan bijaksana. Namun sikap itu jauh dari wajah yang seoerti anak muda itu. Farhan menghela naoas dalam. Baru dia bertatapan secara langsung laki-laki yang sering menyiksa istrinya lahir dan batin. "Kalau hanya ingin bertemu dengan untuk menanyakan masalah Renata, Aku rasa Move sudah memberi tahumu." Pria dewasa itu menghela napas menatap pria yang mukanya sama persis dengan pria yang akan menikahi mantan istrinya. "Kamu tahu sekarang kondisi Move seperti apa?" tanya Farhan sambil memasukkan ke dua tangannya ke dalam saku. Sejenak laki-laki yang tak lain Dimetri itu menyugar rambut hitamnya. Bukankah dia akan menikah. Sudah seharusnya kan dia berbahagia saat ini___ "Bukkkkk ...!" Pria bertubuh kekar itu sepoyongan, ada darah yang mengalir dari sudut bibirnya. Sedang Farhan mengibas-ngibaskan tangannya. Ada rasa panas menjala
Teriakan Ray membuat seluruh penghuni ruangan itu tersentak. Semua tertuju pada tubuh Move yang kejang-kejang. Seketika senua yabg ada di ruangan di suruh keluar.Ray dengan paniknya tak bisa menenangkan perasaannya. Berkali-kali dua meraup mukanya. Bahkan semua orang mencoba untuk menenangkannya namun sia-sia.Seilah menunggu anteian lama sekali. Pintu ruangan itu tak kunjung dibuka. Padahal sudah hampir 30 menit. Dan ketika terdengar suara langkah kaki dari dalam menuju pintu keluar, Ray dengan segera menyambut dokter itu."Dok, bagaimana__"Sebaiknya, Bapak lihat sendiri keadaannya di dalam." Suara dokter itu membuat Ray terpana."Ray, sebaiknya kamu ke dalam duluan," ucap mamanya sambil memeluk putranya itu."Aku temani," kata Farhan masuk terlebih dahulu. Lalu di susul Ray.Kedua saudara kembar itu harap-harap cemas ketika memasuki ruangan itu. Beberapa suster sudah pergi meninggalkan mereka tapi di atas pembaringan p
Suara tangisan itu terdengar begitu keras hingga membuatku tersadar. Siapa yang menangis? Aku mencoba bangkit dari pembaringanku. Badanku rasanta remuk redam. Suara itu semakin terdengar di telingaku. Dan aku semakin penasaran. Sebenarnya siapa yang ditangisi? Apakah Ray? Apa calon suamiku itu tidak selamat? Astaga! Buruk sangka aja aku ini. Bagaimana tidak. Aku masih ingat betul bagaimana peristiwa itu terjadi. Ada beberapa mobil yang mengikuti kami ketika aku dan Ray akan mendatangi tempat pemotretan pre wedding kami. Dan tepat di kilometer 17 mobil-mobil itu menyenggol mobil Ray hingga mobil yang kami tumpangi masuk jurang. Itu artinya nyawa kami jadi taruhannya. Tetapi aku masih bisa merasakan sakit. Tandanya aku masih hidup. Nah! Apakah menangisi kematin Ray. Dengan buru-buru aku bangkit dari tidurku. "Ouw!" Kurasakan ada yang sakit di seluh badanku entah itu apa? Dan saat alu bisa melihat siapa yang menangis aku sangat terkejut. It
Melihat tangan thremor yang memegang gelas sampe jatuh ke lantai itu aku sudah nggak kaget. Setidaknya aku sudah bisa membuktikan bahwa semua yang diucapkan oleh Dimetri itu benar adanya.Bahwa Renata memang punya niat nggak baik dari awal datang ke Genius Group. Dua benar-benar wanita ular. Yang bisa bertahan saampai beberapa tahun di perusahaan Farhan hanya untuk menguasai secara garis besar sistem dan cara kerja Genius Group.Licik! Entah dia itu tangan kanan siapa yang di suruh untuk menyusup ke Genius Group. Yang pasti saat ini samua data perusaan dan sitem kinerja Genius Group sudah terbaca dan ia kuasain.Setidaknya kalau tencana ini bisa digagalkan tidak menutup kemungkinan Dinata Group jadi incaran selanjutnya."Renata, dengan reaksi kamu yang seperti ini, sudah cukup menjawab semua pertanyaan yang ada di otak aku. Aku punya bukti kejahatanmu, Renata." Seketika itu wajah Renata berubsh merah padam.Aku langsung beranjak berdiri. Tanpa memo