Elvira yang pingsan karena rasa sedih dan malu pada kedua adik dan mamanya, akhirnya siuman dan mendapati tubuhnya tergolek lemah pada sebuah tempat tidur di Rumah Sakit itu. Elvira berbaring di ruang istirahat yang biasa di pakai dokter dan perawat jaga pada ruang ICU. Diruang itu, Gempita menunggu Elvira dengan air mata berlinang. Sedangkan Ervan dan Gilang berada di luar ruang ICU dan sudah dapat dilerai saat Elvira pingsan. Saat kelopak mata Elvira terbuka, dilihat Gempita tengah memandang wajahnya dengan air mata yang membasahi pipinya. Gempita yang melihat netra Elvira terbuka, langsung menggenggam erat tangan Elvira dan menciumi jemari tangannya seraya memberikan semangat pada wanita cantik itu. “Kak Vira, tolong yang kuat. Semua pasti udah di atur. Cepat atau lambat semua pasti akan terbuka. Semua hanya menunggu waktu. Untuk saat ini lah mungkin yang terbaik,” nasihat Gempita yang hadir bagai orang dewasa. “Gempi..., Tapi mamaku jadi korban. Bagaimana aku bisa memaafkan diri
Elvira duduk di bangku depan ruang ICU dengan hati cemas. Detik demi detik dilaluinya dengan rasa takut, kuatir dan gelisah usai Dokter menyatakan kalau Aprilia masih dalam observasi setelah melewati masa kritis.Kira-kira pukul enam sore, Amelia menemui Elvira ke Rumah Sakit. Dilihat kakak tercintanya hanya terdiam dengan mata bengkak dan wajah lesu.“Kak, Ayo kita cari makanan di sekitar area Rumah Sakit,” ajak Amelia duduk di sebelahnya.“Aku nggak lapar..., Kalau kamu belom makan, sana makan,” ucapnya pelan berselimut kesedihan pada netranya.“Kak! Dengar aku...,” pinta Amelia menelan ludah dan memegang tangan kanan Elvira.Sejurus kemudian, Elvira menatap Amelia. Kedua netra kakak beradik itu pun, berkabut tebal dan kedua wanita cantik itu menangis.“Mel..., Aku banyak salah sama mamaaa..., Pasti mama sakit hati sekali mendengar semua kebohonganku selama ini,” isaknya seraya memegang bagian dadanya seolah menahan sakit di hatinya.“Kak..., Yakinlah..., Nggak pernah sekali
Dengan napas tersengal-sengal karena berlari menuju ruang ICU, kedua wanita cantik itu pun menemui perawat jaga.“Suster..., Saya anak Bu Aprilia,” ucap Elvira.“Oh, ya, silakan ikut saya,” pinta perawat jaga beranjak dari tempat duduknya.“Ayo, Mel...,” ajak Elvira.“Tolong, satu aja...,” tegur perawat tersebut saat melihat Amelia ikut berjalan dibelakang nya.“Maaf Suster, ini adik saya. Tolong, biarkan kami berdua liat mama,” pinta Elvira meraih tangan Amelia yang sejenak menghentikan langkahnya.Perawat yang mendengar hal itu pun mengangguk pelan seraya menoleh ke arah Amelia. Mereka pun memasuki ruang ICU dan melewati beberapa orang yang masih dalam taraf kritis dengan beberapa alat kedokteran terpasang pada beberapa tubuh pasien.Mereka masuk ke dalam bangsal paling belakang dari 8 bangsal yang ada. “Silakan,” ucap perawat yang mengantar kakak beradik itu.“Mamaaa...,” panggil perlahan Elvira berada disisi kanan. Sedangkan Amelia berada disisi kiri Aprilia.Jemari pada tangan Ap
Elvira, Amelia serta Ervan kembali ke rumah Aprilia usai pemakaman sang mama. Raut kesedihan masih terlihat jelas pada kedua putri almarhumah. Namun, tidak demikian dengan Ervan. Putra kedua almarhumah yang tampak sibuk dengan ponselnya. Baru saja mereka sampai rumah itu, ponselnya telah berdering dan lelaki itu pun melangkah panjang ke halaman belakang untuk menjawab ponselnya dengan suara pelan. “Ya, tunggu..., aku ke belakang dulu...,” jawabnya saat melangkahkan kakinya ke halaman belakang. “Gimana Mas akhirnya? Udah ada pembicaraan masalah rumah mama kamu?” tanya Fitri, istrinya. “Fitri, rasanya nggak mungkin aku minta warisan rumah ini. Apalagi, adik dan kakakku masih terlihat sangat sedih atas kepergian mama,” ucap Ervan pelan berbicara dengan Fitri, istri yang masih melayangkan gugatan cerai, di halaman belakang. “Mas Ervan! Pokoknya, hari ini aku mau dengar keputusan Kak Vira yang sombong dan adikmu yang bodoh itu, mengenai rumah peninggalan mama kamu. Kalau sampai mereka
PRANG...! PRANG...! Sebuah kaca bagian depan rumah Aprilia pecah saat dua batu bata sengaja dilemparkan ke rumah itu, hal itu terjadi kira-kira pukul setengah enam pagi. Disaat suasana kompleks perubahan tersebut tidak terlalu ramai. Darmi pembantu rumah tangga yang berada di ruang tamu berteriak keras kala sebuah batu bata masuk ke dalam rumah, hingga membuat dua kaca pecah secara bersamaan. “AAAK! Siapa itu lempar batu!” teriak Darmi. “Apa itu, Bik!” teriak Elvira yang berada di dalam dapur bersama Amelia. Terdengar langkah panjang kedua perempuan cantik itu menuju ruang tamu. Begitu juga dengan Revan yang tidur di kamar lantai satu turun dari tangga seraya berkata, “Kak! Ada apa itu!” Sesampai mereka di ruang tamu, Darmi yang melihat kedatangan mereka pun berteriak. “Hati-hati Non! Pecahan kaca...,” urai Darmi. “Ya Allah! Gila! Kerjaan siapa ini?” teriak Elvira. Ervan yang baru tiba di ruang tamu itu juga terkejut saat memandang 2 jendela diantara 4 jendela pada rumah itu b
“Amel! Tunggu ... Dengar kejelasan kakak dulu,” pinta Elvira gegas mengimbangi langkah Amelia yang tampak tak setuju dengan saran Elvira. Ervan yang paham sikap lunak Elvira pada adik bungsunya pun ikut memanggil adiknya dengan keras dan berusaha mendahului langkahnya. “Amel! Berhenti!” perintah Ervan keras. Amelia menghentikan langkahnya saat mereka akan memasuki ruang santai dekat ruang keluarga. Lalu, dengan tatapan penuh emosi, jemari Amelia menuding ke arah Ervan. “Kakak ngerti nggak! Kalau mama mau rumah ini jadi rumah kenangan kita semua. Disini kita bertumbuh! Disini, aku secara pribadi selalu merasakan kehadiran papa,” ungkap Amelia lirih dengan netra yang telah dipenuhi kristal bening dan siap meluncur. “Mel, kamu tau kan kita diteror! Aku tadi dengar, gimana mertua Elvira mengancam. Aku nggak mau terjadi apa-apa sama Angga. Makanya, hari ini aku izin nggak ke kantor. Aku mau antar Angga ke sekolah dan menungguinya.” “Kak Revan! Mahkam mama aja belom kering ... Kakak ud
Sementara itu, pagi hari di kediaman Gilang, terlihat Zuraida mondar-mandir di ruang keluarga usai menghubungi Elvira. Sedangkan Gempita terlihat, tengah memasak di dapur. Dan Gilang, tak terlihat batang hidungnya.“Gempi! Buatkan kopi!” teriak Zuraida yang kini duduk di meja makan.Tanpa banyak bicara, Gempita pun membuatkan kopi untuk Zuraida. Tak lama kemudian wanita muda cantik itu, meletakkan secangkir kopi tepat di depan Zuraida.“Mau kemana lo?!” panggil Zuraida saat Gempita berlalu dari hadapannya melangkah ke dapur.“Masak, Bu,” jawabnya santai berlalu dari hadapan Zuraida.“Lama amat sih lo masaknya? Emang tinggal masak apa lagi? Lain kali, beli aja lauk pauk di warung depan. Susah-susah amat sih..., pake masak segala!”“Ya, Bu.” Jawab singkat Gempita.Ditiup-tiup uap kopi yang keluar dari cangkir yang dipegangnya. Lalu, disesapnya kopi panas itu dengan sesekali ditiupnya. Tampak, Zuraida meraih sekotak rokok, diraihnya sebatang rokok putih dan dinyalakan. Sesaat kemu
Zuraida sangat curiga pada Gempita saat diketahui Elvira telah pergi dari rumah Aprilia. Baginya sangat sulit menemui seseorang di tengah kota Jakarta yang warganya sangat sibuk dengan segala permasalahan yang terjadi dalam lingkungan masyarakat yang heterogen.“Bener-bener kagak diuntung itu anak! Udah bagus gue urusin dari kecil. Tau begitu, biarin mampus sekalian sama emak nya! Dari kecil diurus malah sekarang gigit gue! Awas aja lo sampe pulang kerja, gue siksa sampe terkencing-kencing dah lo!” Hati Zuraida meradang saat menyadari kalau Gempita telah berkhianat padanya. Padahal selama ini, Zuraida sama sekali tidak menaruh curiga sedikit pun pada gadis itu. Selama ini, Zuraida menganggap kalau Gempita telah sepenuhnya menganggap dia sebagai ibunya sendiri. Terlebih, almarhum mamanya Gempita adalah seorang kupu-kupu malah asuhan Zuraida.Selama menunggu kedatangan Jaja, telah satu bungkus rokok habis oleh Zuraida. Wanita berusia sekitar 47 tahun itu sangat emosi mengetahui kepe
Sudah dua bulan ini, bayi cantik yang dilahirkan oleh Larasati diasuh oleh Elvira. Sejak hari kematian Larasati, Elvira akhirnya menyusui ketiga bayi. Antara si kembar dan bayi Larasati hanya beda usia satu setengah bulan. Rasa lelah Elvira yang bersemangat untuk tetap memberikan ASI eksklusif untuk ketiga bayi tersebut selama 6 bulan, membuat Irwan merasa kasihan pada Elvira harus bangun tengah malam, hingga tubuhnya terlihat lebih kurus. Irwan selalu menemani Elvira saat mengurusi ketiga bayi mereka. Sementara Anastasia yang telah berusia 6,5 tahun sudah bisa mengurus dirinya sendiri.Tetapi, tidak seperti malam ini. Saat halilintar saling bersahutan membuat ketiga bayi menangis dan Anastasia yang biasanya sudah terbiasa tidur di kamarnya sendiri, merasa takut kala mendengar suara halilintar dengan curah hujan yang sangat besar usai perayaan tahun baru. Hingga akhirnya, Irwan pun membawa busa spring bed milik Anastasia ke kamar ketiga bayi mereka.“Gimana..., sekarang Ana udah ngga
Satu bulan kemudian, di bulan Desember saat hujan mulai kian mencurahkan intensitasnya. Irwan yang selalu datang ke rumah Elvira, tidak menampakkan batang hidungnya. Biasanya lelaki tampan itu selalu ke rumah pukul tujuh pagi. Irwan selalu sarapan di rumah itu. Dan jika matahari tidak bersembunyi dari balik awan, Irwan selalu mengajak si kembar dengan kereta dorongnya.Rutinitas yang dilakukan oleh Irwan sebelum kerja dan selalu menghabiskan waktu saat libur, membuat Elvira merasakan kesepian yang sejak kelahiran si kembar selalu di temani Irwan di pagi hari, kini wanita cantik itu sarapan seorang diri.“Ibu akan sarapan sekarang? Atau tunggu bapak?” tanya Urip salah seorang pelayan di rumah itu.Elvira memandang jam didinding. Dilihat jam telah menunjukkan pukul 8 pagi. Sudah satu jam berlalu, Irwan pun belum datang ke rumahnya.Dalam hati Elvira pun berkata, ‘Ehm..., apa karena hujan, pak Irwan nggak ke rumah yaa? Padahal hari ini kan dia libur?’“Buu..., sarapan sekarang?” tanya pe
Dua minggu kemudian, berita buruk menimpa Gilang. Lelaki gemulai itu dikatakan tengah meregang nyawa. Kondisinya sedang sekarat. Karena itu, Gempita yang selama ini bolak-balik menjengguk Gilang pun berinisiatif untuk menghubungi Elvira, di hari minggu kala semua masalah Elvira selama dua minggu itu terselesaikan.“Pagi Kak Vira,” sapa Gempita pada sambungan telepon dengan suara parau.“Pagi Gempita, apa kabar? Semua baik-baik saja kan?!” tanya Vira dengan cemas. Padahal selama ini mereka selalu berkirim kabar dengan Gempita.“Kak Vira, apa bisa ke Jakarta? Kak Gilang waktunya nggak lama lagi. Kondisinya semakin melemah. Padahal Gempi udah janji mau pertemukan Kak Vira sama kak Gilang. Kakak, apa bisa tolong Gempi buat menuruti keinginan terakhir kak Gilang?” tanya Gempita dalam isak tangisnya.“Baiklah, aku akan kabari kamu sore ini. Kamu yang sabar yaa..., bisikkan ke telinga Gilang. Kalau aku sudah memaafkan dia,” pinta Elvira dan sambungan telepon mereka pun berakhir.Usai berkomu
Elvira dan Amelia menempati satu kamar hotel yang sama dengan Irwan. Hanya saja Irwan kali ini bersama Bram. Sedangkan Narto dan Harto, kakak ipar Bram telah pulang dini hari usai seluruh rangkaian pemeriksaan dan forensik atas diri almarhumah Melisa telah selesai.Di dalam kamar hotel 101 di lantai satu, Elvira telah bersiap dengan pakaian serba hitam begitu juga dengan Amelia.“Kak Vira, kemarin aku lihat pak Irwan menangis di sebelah kamar jenazah. Aku dengar dia berbicara dengan pak Bram. Katanya, ingin sekali dia memeluk Kak Vira. Tapi, kata dia suatu hal yang mustahil. Kasihan aku liatnya.”“Kasihan apa sih, Dek. Wong aku bukan istrinya ... Jelas nggak mungkin dia berani peluk aku,” jawab Elvira tersenyum simpul.“Sekarang kalau kakak ngomong udah kayak wong Suroboyo, hahahahahaha..., tapi Kak, kalau diajak nikah mau kan?” tanya Amelia sembari menyisir rambutnya.“Ogah! Aku nggak mau punya suami yang masih punya istri. Tapi, aku juga nggak mau punya suami yang ceraikan istrinya u
Acara pengajian di rumah baru Irwan Kusuma untuk menyambut kedua putra kembar keluarga itu, disambut dengan derai air mata. Irwan membawa bayi Andre dan Amelia membawa bayi Andri ke dalam rumah. Suasana di dalam rumah telah ramai oleh ibu-ibu pengajian yang ada di kompleks perumahan itu.Lalu, Nita yang mengkoordinasikan ibu-ibu pengajian, meminta pada ibu-ibu yang sudah datang mengirimkan doa untuk Elvira.“Terima kasih saya ucapkan pada Ibu-ibu semua yang telah hadir di rumah ini. Saya mohon bantuannya untuk mengirimkan doa pada Elvira Purnamasari, mama si kembar. Semoga Allah melindunginya dan bisa segera ditemukan,” pinta Nita dalam isak tangisnya.“Aamiin...,” serempak ibu-ibu pengajian itu pun menadahkan tangan dan mengusap wajahnya.Setelah itu, salah satu dari ibu-ibu yang berada di ruang keluarga yang cukup besar itu pun, memimpin doa dengan menyebutkan nama Elvira. Setelah itu, mereka pun semuanya mengaji.Saat ibu-ibu yang diundang pengajian di rumah Irwan tengah mengirimkan
Saat mobil yang membawa Elvira masuk ke dalam halaman pertokoan sesuai dengan lokasi yang diberikan oleh Wicaksono. Namun, terlihat keempat orang penculik tidak keluar dari dalam mobil. Kesempatan itu di pakai oleh Darsono untuk memberitahukan pihak berwajib terdekat pada wilayah Surabaya.“Siang menjelang sore Pak! Saya Darsono, wartawan sebuah koran kriminal. Izin ingin melaporkan kejadian yang saya lihat di sebuah Rumah Sakit. Tapi, saya nggak tau apa ini perampokan atau apa. Sebuah mini bus dengan plat nomor X000xx dari Rumah sakit menuju tol. Sekarang ini berada di sebuah ruko dekat dengan pos polisi perumahan,” lapor Darsono pada bagian kepolisian terdekat.Namun, alangkah terkejutnya saat polisi yang mendapat laporan langsung merespons dengan cepat laporan tersebut.“Terima kasih Pak Darsono, kesatuan polisi telah bersiap-siap meluncur ke lokasi. Mobil mini bus tersebut tidak merampok, tetapi mereka menculik seorang wanita yang habis melahirkan bayi kembar di rumah itu. Apa Pak
Saat Amelia siuman, wanita cantik itu pun menangis kembali dan histeris memanggil Elvira hingga Irwan memeluknya, untuk memberikan semangat dan keyakinan atas Elvira yang akan baik-baik saja. Karena saat ini, Amelia terlihat sangat ketakutan kala teringat atas kejadian penculikan itu. “Amel, tolong tenangkan dirimu. Tadi Mbak Nita juga udah minta tolong dengan mas Narto dan mas Harto. Ini pihak kepolisian juga sedang berkoordinasi dengan melakukan pengejaran. Kamu yang sabar dan bantu doa yaa...,” Irwan mengelus punggung Amelia layaknya seorang kakak lelaki yang selama ini tidak di dapat dari Ervan.“Pak Irwan..., kasihan kak Vira..., hikss..., kenapa nasib kak Vira malang sekali? Padahal kak Vira orang yang baik. Siapa yang jahat seperti itu sama kakak?” isak Amelia dalam pelukan Irwan.Dibiarkan Amelia menumpahkan segala kegelisahan hatinya. Lalu, Irwan yang melihat Amelia telah kembali tenang, memberitahukan padanya tentang kedua bayi Elvira yang dikembalikan ke ruang bayi.“Amel..
Bab 94 : Elvira diculik?Amelia yang tidak ikut bersama suami dan kedua anaknya serta pengasuh dari kedua anaknya balik ke Jakarta, akan menemani Elvira yang rencananya hari ini akan pulang ke rumah Irwan, atas desakan Nita yang tengah menyiapkan kedatangan si kembar ke rumah yang di peruntukan bagi Elvira dan kedua bayinya.“Vira..., lihat ini tempat tidur si kembar. Kemarin itu Mbak minta langsung tukang dekorasi kamar bayi mengganti wallpaper dindingnya. Irwan kemarin itu pakai dasar warna ungu. Aneh sekali papanya si kembar itu. Dia pikir kamar untuk janda, kali yaa, Hehehehehe...,” tawa Nita saat menghubungi Elvira lewat panggilan video call.Nita memperlihatkan kamar si kembar dengan corak berwarna biru muda dan lantai kayu yang dialasi dengan permadani berwarna biru tua serta dua tempat tidur bayi berwarna putih yang dipadu dengan lemari pakaian berwarna biru muda.“Terima kasih, Mbak..., bagus sekali kamar si kembar,” ucap Elvira tersenyum dengan bias kebahagiaan dari matanya.
Darsono dan Melisa pun berjalan keluar Rumah Sakit. Sesampai di tempat parkir, dilihatnya Irwan tengah bersama seorang bengkel yang sedang mengurusi keempat bannya. Darsono melihat keganjilan pada keempat ban Irwan yang gembos. Lalu, ia pun berbicara dengan Melisa.“Lisa, apa ada orang lain juga yang sedang bermasalah dengan lelaki itu?” tanya Darsono seraya mengamati beberapa orang di sekitar mereka dari dalam mobil.“Nggak tau juga Om. Sekarang rencana kita gimana? Apa Om nggak penasaran untuk lihat kak Vira? Seingat Lisa, besok kak Vira pulang dari Rumah sakit Kalau Lisa mau cari tempat menginap dekat Rumah Sakit. Soalnya Lisa nggak percaya kalau kak Vira menolak Lisa,” ungkap Melisa.Entah mengapa, Darsono juga ikut penasaran atas diri Elvira. Maka, ia pun sepakat dengan Melisa untuk mencari penginapan dekat Rumah Sakit, agar besok pagi saat Elvira akan pulang dari Rumah Sakit, ia bisa mengambil fotonya dan membuat berita tentang dirinya berdasarkan cerita Irwan, pikir Darsono.D