"Eee...sudah sih Tante. Tapi..." Moza bingung menjelaskannya pada Rosa. Haruskah dia bilang kalau dirinya sudah dinikahi oleh Arthur dan mungkin tidak bisa kembali ke rumah itu? Tapi bagaimana cara menjelaskannya?"Tapi apa, Moza? Kamu jangan membuat tante khawatir."Srek!Tiba-tiba Arthur mengambil ponsel Moza dari genggaman tangan istrinya itu. Kini ponsel itu dia dekatkan ke telinganya."Halo! Ini Arthur!""Heh? Tuan Arthur?" suara Rosa terdengar terkejut. "Maaf tuan. Maaf jika saya mengganggu waktu anda bersama Moza.""Tidak juga. Tapi aku ingin menjelaskan sesuatu pada anda.""Apa itu tuan?""Moza tidak akan kembali ke kos-annya.""Lho, kenapa tuan?""Mulai hari ini Moza akan tinggal di rumah saya.""A-apa? Tinggal di rumah anda? Apa ini bagian dari perjanjian karena menyelamatkan usaha katering saya.""Mungkin iya. Tapi dia tinggal di rumah saya sebagai istri bukan yang lain.""I-istri? Bagaimana bisa?""Kenapa tidak bisa? Sebenarnya kami sudah berencana menikah satu tahun yang
Klak!Jantung Moza terasa mencelot ketika dia mendengar suara pintu yang terbuka. Namun dia berusaha tetap tenang dan tidak melakukan pergerakan. Ya sebagaimana layaknya orang tidur saja. Maka dia berusaha terlihat seperti itu.Tap. Tap. Tap.Itu adalah suara sepatu Arthur. Memacu detak jantungnya sehingga semakin cepat. Lalu suara itu berganti dengan suara pelan-pelan orang yang sedang melepas apa yang dikenakan di tubuhnya.Deg. Deg. Deg.Semakin kesini, jantung Moza tambah tidak karuan ritmenya. Tapi mau bagaimana lagi. Dia harus bertahan untuk pura-pura tidur.Terdengar langkah mendekat. Moza sudah sangat tegang. Dia mengira Arthur akan mendekati tempat tidurnya. Ternyata tidak. Arthur hanya lewat dan membuka lemari pakaian. Moza membuka matanya sedikit dan melihat Arthur mengambil sebuah handuk. Rupanya pria itu akan mandi dulu sebelum tidur.Arthur hendak berbalik, Moza cepat-cepat menutup matanya kembali. Lalu terdengar pintu kamar mandi dibuka dan ditutup. Selanjutnya adalah s
Kurang lebih 30 menit kemudian."Istirahatlah dulu sebentar. Jika tenaga sudah pulih kita lanjutkan," ucap Arthur sembari menarik selimut untuk menutupi tubuh mereka yang polos. Pertarungan memang sudah berakhir dan dia sangat menikmatinya. Tapi entah kenapa dia masih belum juga merasa puas.Moza tersentak kaget. "Apa? Kita akan melakukannya lagi?"Arthur tersenyum tanpa dosa. "Tentu saja, sayang. Satu kali tidak cukup buat aku.""Jadi harus berapa kali?""Minimal empat kali lah.""Anda mau membuatku pingsan karena kelelahan?"Arthur memeluk Moza kian erat. "Aku bukan mau membuatmu pingsan karena kelelahan, tapi aku mau membuatmu pingsan karena nikmat. Aku menyukai semua yang ada pada dirimu, Moza. Aku mencintaimu. Jangan pernah tinggalkan aku ya."Moza tak menjawab. Kata-kata cinta dari seorang pria seperti Arthur apakah bisa dipercaya? Moza menghela nafas perlahan. Dia mencoba untuk berfikir positif, mencoba untuk percaya dengan apa yang dikatakan oleh Arthur. Cinta ya cinta. Dia s
Moza terbangun ketika mendengar suara mengaji dari speaker dari Masjid kompleks. Itu artinya sebentar lagi waktu subuh tiba. Tapi mata Moza sulit sekali untuk dibuka karena dia baru saja tidur satu jam yang lalu. Arthur memang gila. Bagaimana tidak, pria itu benar-benar melakukannya sampai beberapa kali. Seingatnya hampir satu jam sekali. Benar-benar suami yang berbahaya.Sesungguhnya Moza masih ingin tidur. Matanya masih sangat mengantuk. Tapi suara orang mengaji mengharuskannya bangun. Dia harus mandi dan kemudian melakukan kewajiban subuh. Dia tidak bisa meninggalkannya apalagi hanya dengan alasan mengantuk.Moza menoleh ke samping. Dia hampir tidak percaya kalau Arthur ternyata mempunyai wajah yang sangat tampan. Alis, mata, hidung, dan bibir semuanya tampak sempurna di mata Moza. "Mas Arthur memang tampan. Aku mengakui itu walaupun kelakuannya bikin panas hati," ucap Moza lirih. Dia lalu menggerakkan tangan kanannya ke pipi Arthur. Dia tepuk pipi Arthur pelan. "Mas! Mas! Bangun!
Arthur bercermin. Senyum. Penampilannya sudah tampak sempurna dengan setelan jas berwarna krem. Sebenarnya hari ini dia malas bekerja karena masih ingin tidur bersama Moza. Tapi ada rapat penting yang mengharuskannya tetap pergi ke perusahaan. Selain itu, dia juga sedang menyelesaikan masalah katering Rosa yang masih sedikit lagi.Arthur berbalik. Moza masih tertidur. Istrinya itu ternyata belum terbiasa digempur semalaman. Dia langsung tumbang dan tidak kuat bangun. Tak apa. Dia memang membiarkan Moza banyak tidur hari ini karena malam akan bertempur lagi.Arthur menaruh buku tabungan dan kartu ATM di nakas samping tempat tidur. Buku tabungan itu atas Moza karena isi tabungannya adalah uang 600 juta yang dia berikan pada Moza sebagai Mahar pernikahan. Setelahnya dia mengecup kening Moza. "Aku pergi kerja dulu ya, sayang."Moza hanya menggeliat sedikit tanpa membuka mata sama sekali. Moza benar-benar seperti orang pingsan. Arthur menegakkan tubuhnya. Setelah memakai sepatu, dia pun m
Sore hari rapat baru selesai. Arthur sedang bercengkrama dengan Leo ketika Putri membungkuk di hadapan mereka. Putri adalah karyawan paling cantik di perusahaan ini. "Selamat sore, tuan, pak. Saya pamit duluan.""Oh, iya," jawab Leo. Lalu dia mengikuti arah langkah kaki Putri menuju mobil yang ada di parkiran. Jendela depan mobil itu terbuka dan memperlihatkan manusia berjenis kelamin laki-laki di dalamnya. 'What? Dion?'Leo menyipitkan matanya lebih selidik. Dia tidak salah lihat. Pria di dalam mobil itu adalah Dion. Tapi bagaimana Dion bisa menjemput Putri? Dan mereka terlihat sangat akrab sekali. Arthur yang sejak tadi memperhatikan Leo, kemudian menyentuh bahu pria itu. "Ada apa?"Leo terhenyak. "Oh, eh, tidak tuan. Pria yang bersama Putri...""Itu pacarnya. Lebih tepatnya calon suaminya."Leo tersentak. "Bagaimana tuan tau itu?""Dari Aditya. Kamu tau bukan, tak ada informasi yang bebas dari telinga dia.""Tapi 'kan laki-laki yang bersama Putri itu adalah Dion."Kening Arthur
"Aku minta maaf, Moza. Aku benar-benar meminta maaf," ucap Arthur sembari memeluk Moza. "Minta maaf untuk apa, mas?" tanya Moza dengan kening yang mengerut."Karena telah membuat kamu kecewa." Arthur melepaskan pelukannya dan menatap Moza. "Katanya kamu tadi masak dan menungguku dari sore."Moza mengangguk. "Iya. Aku memang menunggu mas. Tapi sayang mas tidak pulang juga. Mas darimana sesudah dari perusahaan?""Aku mengurus masalah katering Rosa yang belum selesai. Kamu tau 'kan, undangannya waktu itu seribu orang. Jadi tidak mudah menyelesaikan masalah dengan orang seribu."Moza menghela nafas lega. "Oh, aku kira....""Aku dengan wanita lain?" Athur mengusap rambut Moza. "Aku tidak akan melakukan itu. Aku sudah berjanji kepadamu bukan kalau aku tidak akan pernah menyakitimu.""Ya, aku akan mencoba untuk percaya.""Jangan hanya mencoba. Kamu memang harus percaya."Moza mendorong tubuh Arthur lembut. "Mas sudah makan belum?""Sudah sayang. Tadi mas makan bareng Roby dan Aditya. Kamu b
"SEGAMPANG ITU KAMU BICARA TENTANG HAL INI?!" teriak Astrid dengan emosi penuh. Dion sampai tersentak kaget melihat perangai Astrid yang tiba-tiba berubah."Astrid, kenapa kamu harus menjerit? Malu di dengar tetangga!"Astrid menatap Dion dengan rahang mengencang. Rasanya dia ingin mencekik leher suaminya itu saat ini. "Bagaimana aku tidak menjerit, Dion? Kamu telah menyakiti hati aku!""Mengapa kamu tidak mau mengerti? Aku tidak bermaksud untuk menyakiti hati kamu! Aku itu mencari solusi untuk masalah rumah tangga kita! Jadi tidak ada yang salah di sini!"Astrid menyeringai. "Tidak ada yang salah kamu bilang?! Jadi dengan keputusan kamu menduakan aku kamu anggap itu benar?!""Iya. Karena hanya itu satu-satunya solusi. Coba apa solusinya untuk rumah tangga kita ini jika tidak memakai cara seperti itu? Kalau kamu susah hamil, masih ada solusi lain yaitu bayi tabung. Tapi itu jika rahim kamu masih ada. Masalahnya rahim kamu sudah diangkat, As. Maka dari itu ini adalah satu-satunya solus