Keesokan harinya, di ruang rawat Risa. Adi dan kedua orang tuanya tengah bersiap-siap untuk membawa Risa pulang ke rumah utama keluarga Winata. Sembari menunggu Risa melakukan pemeriksaan sebelum pulang, Adi meminta pengawal untuk membawa barang-barang istrinya ke mobil.Setelah selesai melakukan pemeriksaan, Anita juga ikut mengantar Risa sampai ke mobil. Tidak hanya dokter Anita, dokter Reyhan dan dokter Leni pun tak tinggal diam. Mereka berdua telah menunggu Risa di lobby rumah sakit.“Pak Reyhan, apa benar Kalau Risa itu adalah teman masa kecilnya Bapak?” tanya dokter Leni, ia baru mengetahui soal itu dari dokter Anita.“Iya, Dok. Dia adalah gadis kecil saya!” jawab Reyhan sambil tersenyum, membuat siapa saja meleleh melihatnya.Dokter Leni pun manggut-manggut menanggapi, ia bisa melihat dari raut wajah dokter Reyhan saat mengatakan bahwa Risa adalah gadis kecilnya. Tatapan mata yang berbinar penuh cinta dan senyuman penuh kebahagiaan menghiasi wajahnya. Sang dokter mengatakan itu
Setelah sampai di rumah utama keluarga Winata, Risa disambut ramah oleh para pelayan yang memang sedang menunggu kedatangan nyonya muda mereka. Terutama Mia, dia yang paling antusias di antara banyaknya pekerja di rumah itu.Bu Sukma turun dari mobil seraya melihat ke sekeliling bangunan raksasa yang ada di hadapannya.“Masya Allah … ini rumah mertuanya Neng Risa? Ini namanya bukan rumah, tapi istana! Lalu, untuk apalagi Neng Risa minta rumah yang lebih besar dari ini?” gumam Bu Sukma, ia terkagum-kagum melihat desain rumah mertuanya Risa.“Masuk, Sayang! Ayo, Bu Sukma!” seru Ibu Airin sambil menggandeng tangan Risa.“Iya, Nyonya.” Bu Sukma masih tertegun melihat rumah mewah yang ada di hadapannya.“Akhirnya, aku balik lagi ke rumah ini. Tapi kali ini aku tidak datang sendiri,” gumam Risa seraya mengelus perutnya.Mendengar suara klakson mobil di depan rumah, Mia dan teman-temannya berjalan menuju teras depan. Mereka sangat yakin jika itu adalah Risa.“Nyonya Muda!” pekik Mia seraya b
Adi telah siap dengan pakaian kantornya. Namun, ia masih menunggu istrinya yang belum juga keluar dari kamar mandi. Tidak biasanya Risa berlama-lama di kamar mandi seperti ini, membuat Adi merasa khawatir.“Risa … kamu ngapain di dalam? Kalau sudah selesai cepat keluar!” teriak Adi karena kamar itu kedap suara.Tak berapa lama kemudian, terdengar pintu kamar mandi terbuka. Risa keluar sambil memegangi perutnya, tentu saja hal itu membuat Adi semakin khawatir melihat keadaan istrinya.“Ada apa? Kenapa belum pergi ke kantor?” tanya Risa.“Kamu yang kenapa? Apa sakit lagi?” tanya Adi dengan raut wajah cemas.“Tidak apa-apa, ini cuma sakit perut biasa. Nanti juga akan hilang sendiri,” sahut Risa.Adi tetap tidak bisa percaya begitu saja, ia merasa ada yang ditutupi oleh Risa. Tidak mungkin tidak ada apa-apa, buktinya ia terlihat menahan sakit seperti itu.“Kamu tidak usah bohong! Ayo, kita ke dokter!” seru Adi seraya membuka jasnya, ia akan membatalkan meeting bersama kliennya.“Tidak usa
“Hai, apa kabar?” Orang itu pun tersenyum dan melambaikan tangan pada Risa. “Tuan Andre, Anda di sini?” tanya Risa.Andre menatap Risa dengan intens, membuat ia merasa tidak nyaman dengan tatapan itu.“Iya. Kebetulan saya ada meeting sama klien di sini. Bagaimana kabar Anda? Saya dengar, katanya Anda lagi sakit, ya? Maaf, kemarin tidak bisa ikut ke rumah sakit bersama Mama saya dan Indri, saya lagi ada meeting dan tidak bisa diwakilkan,” ujar Andre terus memperhatikan Risa, ia tidak menyangka bisa bertemu dengan bidadarinya di restoran itu.“Tidak apa-apa, Tuan. Saya sudah baik-baik saja sekarang, saya juga ingin menemui seseorang di sini. Mungkin saja, Anda juga mengenalnya. Oh, ya, terima kasih karena sudah mengizinkan Indri menemui saya. Sudah lama sekali saya tidak bertemu dengannya,” ujar Risa.“Benarkah? Siapa?” tanya Andre tanpa mengalihkan pandangannya dari wajah Risa. “Saya yang harus berterima kasih, karena dengan kembalinya Anda ke sini membuat anak saya punya semangat la
“Adi ... kamu di sini?” tanya Ibu Airin.“Aku perlu bicara sama kamu!” kata Adi dengan tegas sambil menarik tangan Risa menuju mobilnya.Ibu Airin pun langsung mengikuti anak dan menantunya, ia takut jika Adi tidak bisa menahan emosinya dan membuat Risa terluka.“Adi, sakit. Lepaskan aku! Aku bisa jalan sendiri,” ujar Risa sambil berusaha melepas tangannya yang dicekal oleh Adi. Tetapi Adi seolah tidak mendengarnya.“Adi, lepaskan dia! Kamu mau ngapain, sih?!” teriak Ibu Airin sambil terus mengikuti langkah Adi.Sesampainya di depan mobil, Adi melepas tangan Risa. Lalu memintanya untuk masuk ke dalam mobil itu, tetapi Risa menolak. Ia takut jika harus berada dalam satu mobil bersama Adi. Apa lagi saat ini, Risa tidak melihat ada sopir di dalam mobil itu.“Masuk!” titah Adi dengan nada datar.“Tidak, aku tidak mau. Aku mau pulang sama Mama,” ujar Risa menolak, membuat Adi semakin naik darah.“Masuk!” bentak Adi seraya mengarahkan telunjuknya ke dalam mobil.Mendengar bentakan keras dar
Malam pun menjelang, Risa tengah bersiap-siap untuk melaksanakan ibadah shalat magrib. Usai shalat, ia keluar dari kamar untuk ikut makan malam bersama.Saat sampai di meja makan, Risa melihat Adi dan kedua orang tuanya telah duduk di meja makan sembari menunggu kedatangannya.Risa merasa ada yang aneh dengan Adi, ia melihat pria itu masih menggunakan pakaian yang sama seperti tadi siang, hanya jasnya saja yang dilepas.“Selamat malam semuanya,” sapa Risa seraya menghampiri ibu dan ayah mertuanya.“Malam, Sayang. Ayo, duduk sini!” pinta Ibu Airin seraya menarik satu kursi untuk Risa.“Terima kasih, Ma.” Risa duduk bersebelahan dengan Ibu Airin.Adi sama sekali tidak menoleh ke arah istrinya, ia terus melanjutkan makannya hingga selesai. Risa juga tidak begitu menghiraukan karena ia masih takut jika teringat dengan bentakan suaminya tadi siang.Usai makan malam, Ibu Airin membawa Risa ke ruang keluarga. Sementara Adi masuk ke ruang kerja untuk menyelesaikan pekerjaannya yang tertunda,
Pukul 02:30 WIB dini hari, Risa terbangun karena merasa tenggorokannya kering. Namun, ia merasa ada yang aneh dengan tubuhnya.“Kenapa berat sekali!” gumam Risa seraya membalik badannya.Ia mengerjapkan mata berkali-kali untuk mengumpulkan nyawa sepenuhnya. Saat matanya terbuka sempurna, Risa mendapati seseorang tengah tertidur pulas di sampingnya sambil memeluknya dengan posesif.“Aaaaaa!” teriak Risa seraya menyibak selimutnya dengan kasar.Adi terperanjat kaget mendengar teriakan Risa, ternyata dugaannya benar. Risa pasti akan histeris saat melihat ia tidur di ranjang yang sama.“Kenapa berteriak-teriak? Ini masih malam. Ayo, tidur lagi!” seru Adi seraya menarik pinggang Risa.‘Ya Allah … kuatkan hamba. Tenanglah, Risa! Kamu harus bisa melawan rasa takutmu, dia itu suamimu!’ ucap Risa dalam hati sambil menarik napas panjang.Risa bergeser sedikit menjauh dari suaminya, dan perlahan-lahan ia berusaha melepas tangan Adi yang melingkar di pinggangnya. Tetapi pria itu malah menariknya
“Duduklah!” pinta Adi seraya menatap istrinya dengan intens, hari ini penampilan Risa terlihat sangat cantik di matanya.Tak hanya Adi, Erik pun menatap Risa tanpa berkedip. Baru kali ini ia melihat istri sahabatnya dengan jelas. Saat menjemput Risa ke panti asuhan waktu itu, ia tidak bisa melihat dengan jelas karena wanita itu berada dalam pangkuan Adi.‘Cantik banget istri lo, Di. Gila lo, cewek kayak gini lo sia-siain hanya demi si wanita ular itu.’ Erik membatin sambil terus memperhatikan Risa.Ibu Airin membawa Risa duduk di sofa, ia juga ingin tahu apa yang ingin diberikan Adi kepada istrinya.“Ayo, Sayang. Duduk sini!” ajak Ibu Airin, dan Risa pun mengangguk setuju.“Iya, Ma.” Risa duduk di antara Ibu Airin dan Yogi.“Ini yang kamu minta kemarin,” kata Adi seraya menyerahkan sebuah map kepada Risa.“Apa ini?” tanya Risa seraya menerima map yang diberikan suaminya.“ Buka saja!” titah Adi.Risa membuka map tersebut perlahan-lahan, dan saat semua isi map terlihat, ia sedikit terk
“Astaghfirullah … apa yang sudah aku lakukan?” gumam Risa sambil menarik napas panjang.Andre juga kaget melihat Risa yang begitu emosi, ternyata wanita sangat lembut dan penyayang yang ia kenal selama ini juga bisa berkata dengan nada tinggi seperti itu.“Saya tahu kalau cara saya sedikit egois, tapi itu adalah bukti kalau saya mencintai kamu. Saya bisa mendapatkan ribuan gadis yang bersedia menjadi istri saya, tapi yang saya inginkan hanya kamu. Hanya kamu yang akan menjadi ibu dari anak-anak saya,” ujar Andre.Risa menipiskan bibir dan tersenyum tanggung, lalu mengangkat wajahnya yang tadi tertunduk.“Dengarkan saya baik-baik, Tuan Andre Kusuma Yang Terhormat. Saya adalah seorang istri yang sah di mata agama dan hukum yang berlaku di negara ini, saya tidak melarang Anda jatuh cinta sama saya karena itu adalah persoalan hati seseorang. Namun, maaf beribu maaf saya ucapkan. Apapun yang akan Anda lakukan tetap tidak akan merubah apapun, saya tidak akan membalas perasaan Anda!” ucap Ri
Adi keluar dari ruang ganti dengan raut wajah yang masih sama seperti saat sebelum ia masuk ke dalam ruangan tersebut.“Kamu masih ingin aku mengabulkan permintaanmu itu, Sayang? Jangan harap!” ujar Adi dengan nada ketus.Risa menghela napas berat kala melihat suaminya masih tersulut emosi setelah mendengar permintaannya untuk berbicara empat mata dengan Andre.“Please, Sayang! Izinkan aku untuk bertemu dengannya, kamu boleh ikut dan mengawasiku dari jauh. Bagaimana?” tawar Risa mencoba bernegosiasi dengan suaminya.“Sekali tidak, tetap tidak!” tandas Adi tanpa melihat ke arah Risa.Risa tidak putus asa meski telah ditolak berkali-kali, ia harus bisa membujuk suaminya agar mau mengabulkan keinginannya. Jika terus dibiarkan, maka masalah di antara keduanya tidak akan pernah selesai. Akar dari permasalahan di sini adalah dirinya, maka dari itu dialah yang harus turun tangan sendiri.“Ya sudah, kalau kamu bersikukuh seperti itu. Aku mau tidur di kamar sebelah,” ujar Risa sembari melangka
Setelah Bu Soraya pergi dari rumah itu, Ibu Airin membawa Risa ke kamarnya untuk membicarakan apa yang tadi disampaikan oleh Bu Soraya kepadanya.“Sayang, ayo duduk sini!” ajak Ibu Airin sambil menepuk sofa kosong di sebelahnya.“Iya, Ma.” Risa tersenyum sembari mendudukkan dirinya di samping Ibu Airin. “Apa yang ingin Mama jelaskan sama Risa?” tanyanya dengan lembut.“Kamu masih ingat kejadian saat kamu dan Adi pergi untuk menghadiri jamuan makan malam waktu itu? Soal itulah yang akan Mama sampaikan sama kamu,” ujar Ibu Airin.“Makan malam yang diadakan oleh Tuan Andre?” tanya Risa lagi.“Iya, Sayang. Yang waktu itu,” sahut Ibu Airin.“Kenapa memangnya, Ma?” tanya Risa semakin penasaran.“Ternyata, dia mengadakan acara makan malam itu untuk membuat kamu keluar dari rumah ini dan menculik kamu. Nyonya Kusuma sendiri yang bilang seperti itu sama Mama. Andre meminta anak buahnya untuk mengikuti mobil kalian,” jelas Ibu Airin.“Apa, Ma?! Jadi, penyerangan pada malam itu adalah ulahnya Tu
“Nyonya mau bicara apa?” tanya Ibu Airin seraya menatap Bu Soraya dengan lekat.Bu Sora menghela napas panjang seraya memejamkan mata sebelum mengatakan apa yang akan ia sampaikan.“Maaf sebelumnya, Nyonya Airin. Mungkin ini akan sedikit mengejutkan Anda, tapi saya harap Nyonya bisa menerimanya,” ujar Bu Soraya.Perkataannya semakin membuat Ibu Airin penasaran, apa sebenarnya yang ingin disampaikan oleh nyonya Kusuma. Sehingga ia terlihat gugup dan ketakutan seperti itu.“Katakan saja, Nyonya. Apa yang ingin Nyonya katakan sebenarnya? Kenapa Nyonya jadi tegang begitu?” tanya Ibu Airin, ia juga sudah tidak bisa menyembunyikan rasa penasarannya.“Putra saya ternyata mencinta menantu Anda, saya juga baru mengetahuinya. Selama ini sudah banyak perempuan yang saya kenalkan sama dia, tapi tidak ada satu pun yang bisa menarik perhatiannya. Mulai dari gadis kaya dan terhormat, sampai gadis biasa sudah pernah saya kenalkan. Namun, hasilnya tetap sama. Andre sama sekali tidak melirik satu pun
“Mau ketemu saya? Siapa, Mbak?” tanya Risa dengan mengerutkan dahi. “Iya, Nyonya Muda. Seorang ibu-ibu sama anak kecil yang waktu itu datang ke rumah sakit,” jawab Mia dengan napas yang masih ngos-ngosan. “Ayo kita lihat siapa orangnya, Sayang!” seru Ibu Airin sembari merangkul pundak Risa. “Iya, Ma.” Risa langsung bergegas masuk ke dalam rumah. Ia sudah bisa menduga siapa orang tersebut. Sementara Ibu Airin penasaran siapa orang yang ingin bertemu dengan menantunya. Siapa ibu-ibu yang dimaksud oleh Mia? “Di mana orangnya, Mia?” tanya ibu Airin saat sampai di ruang keluarga. “Masih di depan, Nyonya Besar. Saya tadi nyariin Nyonya Muda ke kamar, tapi Nyonya Muda nggak ada di sana,” ujar Mia. “Siapa sih, orangnya?” gumam Ibu Airin sembari berjalan menuju pintu depan. Ia tidak pernah terpikir jika orang itu adalah Indri, si gadis kecil yang sudah seperti putri bagi Risa. Sesampainya di teras depan, mereka langsung dikagetkan dengan teriakan anak kecil yang berlari ke arah Risa.
Reyhan kaget melihat Anita tiba-tiba berada di sana, apalagi setelah ia mendengar pertanyaan dokter muda itu. Ia yakin jika Anita sudah mendengar semua pembicaraannya dengan dokter Cyntia. “Dokter Anita, Anda di sini?” tanya Reyhan lalu menghentikan langkahnya saat melihat Anita menghampirinya. “Iya, Pak. Saya kebetulan baru pulang dari rumah Risa, tapi nggak nyangka bisa bertemu Pak Reyhan di sini. Tapi maaf nih, Pak. Bukan maksud saya lancang, apa benar Pak Reyhan dan Dokter Cyntia pacaran?” Anita menatap Reyhan dengan lekat, ada rasa sesak di dadanya saat mengetahui laki-laki yang ia cintai saat ini sudah menjadi kekasih wanita lain. Namun, ia berusaha menutupi rasa kecewanya. “Oh, bagaimana keadaan Risa? Apa kandungannya baik-baik saja?” tanya Reyhan lagi. Ia tidak menanggapi pertanyaan Anita yang terakhir karena ia tidak punya jawaban untuk pertanyaan itu. Saat Reyhan menyebut nama Risa, darah Cyntia seakan mendidih mendengar kekasihnya menanyakan wanita lain. Terlebih lagi,
“Apa yang mau kamu jelasin? Kamu mau mengatakan kalau semua yang kamu lakukan ini karena cinta? Apa itu yang akan kamu katakan sama Mama, Andre?!” erang Bu Soraya dengan raut wajah memerah. “Ma, semua ini tidak seperti yang Mama pikirkan. Aku tidak mungkin mencelakai wanita yang aku cintai,” ujar Andre. “Cinta kamu bilang? Kamu bukan mencintainya, tapi kamu hanya terobsesi! Wanita itu terlalu baik untuk kamu, Andre. Jadi sekarang Mama tahu apa tujuan kamu mengadakan jamuan makan malam waktu itu, ternyata ini rencana kamu? Mama malu mengakui kamu sebagai putra dari keluarga Kusuma. Papa kamu tidak pernah berbuat curang dalam hal apapun, termasuk apa yang baru saja kamu lakukan ini. Kamu sudah mencoreng nama baik keluarga Kusuma, Ndre.” Bu Soraya keluar dari kamar Andre sambil menangis, ia tidak percaya jika putranya sampai senekat itu hanya demi mendapatkan wanita yang katanya begitu ia cintai. Selama ini Andre memang tidak pernah tertarik pada semua wanita yang pernah Bu Soraya ke
Satu bulan sudah berlalu. Selama itu pula Risa tidak diizinkan keluar dari rumah, bahkan untuk pemeriksaan kandungannya pun Adi sudah membuat kamar tidur mereka seperti sebuah klinik. Itu semua ia lakukan demi menjaga keamanan dan keselamatan istri dan calon anaknya.Dokter Reyhan dan Cyntia sudah resmi menjadi sepasang kekasih. Namun, sampai saat ini Risa belum mengetahui hal itu. Anita juga belum tahu soal itu karena Cyntia tidak pernah datang ke rumah sakit. Semua orang di rumah sakit juga tidak ada yang tahu mengenai hubungan anak pemilik rumah sakit itu dengan mantan dokter spesialis anestesi kardiovaskuler sekaligus mantan asisten dokter Reyhan di tim operasi.Reyhan bersedia menjadi kekasih Cyntia demi keselamatan Risa dan bayi yang tengah ia kandung, tetapi Reyhan juga mengajukan syarat kepada wanita itu. Cyntia dilarang menemuinya di rumah sakit, dan syarat itu pun diterima oleh wanita itu.Hari ini adalah jadwal pemeriksaan kandungan Risa. Usia kandungannya sudah memasuki d
Risa keluar dari kamar mandi dan melihat Adi duduk di sofa dengan kedua tangan dijadikan penopang wajahnya. Tatapannya terlihat kosong, bahkan laki-laki itu sampai tidak menyadari jika istrinya sudah keluar dari kamar mandi. Terlihat jelas bahwa saat ini dia sedang banyak masalah. “Kamu mandi dulu sana! Setelah itu kita shalat supaya pikiran kamu lebih tenang,” ujar Risa membuyarkan lamunan Adi. “Kamu sudah selesai, Sayang? Maaf ya, aku jadi melamun. Ya sudah, aku mandi dan ambil air wudhu sebentar.” Adi masuk ke kamar mandi dengan langkah gontai, ada rasa bersalah yang ia rasakan terhadap istrinya. “Ya Allah, apapun masalah yang sedang ia hadapi saat ini, aku mohon permudahkanlah!” ucap Risa penuh harap. Kriet! Suara pintu kamar mandi terbuka, Adi keluar dari sana dengan handuk melilit dari tubuhnya. Wajahnya sudah terlihat lebih segar setelah mandi dan berwudhu. “Sebentar ya, Sayang. Aku ganti baju dulu,” ucap Adi sembari melangkah menuju tempat tidur. Pakaian gantinya sudah d