“Maaf, Tuan. Saya lepaskan selimutnya, ya,” ujar dokter Dafa ragu-ragu karena melihat raut wajah Adi seperti singa yang siap menerkam mangsanya.“Kenapa? Itu tubuh istri saya dari tadi dingin banget, makanya saya kasih selimut,” protes Adi, tidak terima selimut itu dilepas dari tubuh istrinya.“Ini justru tidak baik untuk Nyonya, Tuan. Ruangan ini juga terasa panas,” ujar dokter Dafa.“Itu karena saya yang mematikan AC-nya,” sahut Adi seraya menggaruk tengkuknya yang tidak gatal, lalu meraih remot AC yang ada di atas nakas.“Adi, sebaiknya kamu jangan protes! Nyalakan lagi AC-nya dan biarkan Dokter Dafa melakukan tugasnya!” titah pak Arya seraya menatap Adi dengan tajam.Sang dokter pun mulai melakukan pemeriksaan kepada Risa, dimulai dari mendeteksi detak jantungnya, mengecek suhu tubuh, dan mengecek tekanan darahnya. Namun, saat melihat hasil yang ditunjukkan oleh sfigmomanometer atau alat yang digunakan untuk mengukur tekanan darah, dokter Dafa menghela napas berat membuat semua or
Waktu telah menunjukkan di angka sebelas malam, Adi sudah berkali-kali menguap karena mengantuk dan juga merasa sangat lelah. Namun, ia tidak bisa tidur sebelum mendapat kabar yang pasti tentang pengawalnya.Meskipun sudah diperingati oleh pak Arya untuk tidak memikirkan soal yang terjadi malam ini, Adi tetap tidak bisa hanya berdiam diri dan menunggu saja. Ia merasa bertanggung jawab atas para bodyguard yang telah mempertaruhkan nyawa mereka demi menyelamatkan dirinya dari serangan musuh.“Ngantuk banget lagi,” ucap Adi seraya menutup mulutnya karena menahan rasa kantuk yang tak tertahan.“Kamu pasti lelah, tidurlah! Tapi sebaiknya kamu sholat dulu sebelum tidur, aku mau sholat sebentar,” ujar Risa seraya turun dari tempat tidur.“Kamu tidak ingat apa yang dikatakan Leni? Kamu harus bed rest, Sayang. Ayo, tidurlah dulu!” pinta Adi sambil menarik tangan Risa.“Aku tidak bisa tidur, dari tadi aku sudah tidur. Kalau aku mati di saat aku tertidur dan belum sholat bagaimana? Bed rest buka
Entah apa isi pesan yang dikirimkan ibunya sehingga membuat Risa nyaris saja pingsan setelah membaca pesan tersebut.Seorang pengawal yang kebetulan berada tidak jauh dari tempat Risa berdiri, segera menghampiri majikannya saat melihat istri dari tuan muda Winata sampai menjatuhkan ponselnya. Ia berpikir pasti ada sesuatu yang telah terjadi sama wanita itu.“Nyonya Muda, Anda baik-baik saja?” tanya pengawal itu, lalu meraih ponsel Risa yang tergeletak di tanah.“Ka-kamu panggilkan Pak Dodi sekarang!” perintah Risa dengan suara bergetar.“Ada apa, Nyonya Muda? Saya bersedia melakukan apa yang Nyonya Muda suruh,” ujar pengawal.Risa mengangkat satu tangannya sebagai tanda penolakan atas tawaran dari pengawal itu. “Tidak perlu, lakukan saja apa yang saya suruh!” pintanya lagi.Pengawal itu pun mengangguk dan mengikuti kemauan Risa. “Baik, Nyonya Muda,” ucapnya sembari melangkah meninggal taman.Risa menyeret kakinya menuju kursi panjang yang ada di taman, napasnya terasa sesak, jantungny
Sementara di rumah sakit, seseorang yang tadi menghubungi Risa dengan nomor ponsel Bu Yulia, tampak gelisah menunggu kedatangan sasarannya. Ia sangat yakin kali ini rencananya akan berhasil karena Risa sangat menyayangi ibunya.“Sial! Kenapa lama sekali itu anak,” gerutu orang itu sambil terus memantau keadaan di sekelilingnya. “Lebih baik aku temui wanita buta itu aja dulu,” ucapnya seraya masuk ke dalam rumah sakit.Saat sampai di tempat tujuannya, laki-laki itu mengetuk pintu, lalu masuk ke dalam ruangan itu. Ibunya Sonya kaget saat melihat seseorang yang tidak dia kenal masuk ke ruang rawat putrinya.“Siapa kamu?” tanya ibunya Sonya seraya melihat penampilan laki-laki itu dari ujung kaki hingga kepala.“Siapa, Buk?” tanya Sonya.“Ibu juga tidak tahu,” jawab Bu Lasmini.“Kamu lupa sama saya? Mata kamu boleh saja tidak bisa melihat, tapi ingatan kamu masih berfungsi, ‘kan?” tanya orang itu.“Pak Santos? Ngapain Bapak ke sini lagi? Saya sudah tidak ada urusan sama Anda, lebih baik An
Sebelum keluar dari ruang rawat Sonya, Erik melihat sekilas ke arah wanita itu. Entah kenapa hatinya merasa iba melihat keadaan mantan kekasih sahabatnya saat ini.“Permisi, Nyonya,” ucap Erik dengan sedikit membungkuk di hadapan ibunya Sonya.“Iya, terima kasih karena sudah membantu putri saya,” balas ibunya Sonya. Erik hanya mengangguk pelan, lalu keluar dari ruangan itu untuk menyusul sahabatnya.Selama di perjalan menuju parkiran, Adi terus memikirkan kejadian yang baru saja terjadi. Seandainya Risa tetap datang ke rumah sakit, ia tidak tahu apa yang akan dilakukan Santos kepada istrinya.“Ada apa lagi, Bro?” tanya Erik seraya membukakan pintu mobil.“Kepala gue sakit mikiran masalah yang terjadi beberapa hari ini,” sahut Adi sembari memijat pelipisnya, lalu masuk ke dalam mobil.“Sabar, Bro. Itulah alasannya kenapa gue nggak mau terikat dengan pernikahan, ada-ada aja masalah yang terjadi. Mending kayak gue, sendiri, bebas, dan gue happy-happy aja.” Mendengar perkataan Erik, Adi m
Ibu Airin pun mengizinkan Risa pergi ke kantor polisi untuk menemani ibu kandungnya.“Pergilah, Sayang. Kamu hati-hati, ya,” kata ibu Airin dengan sendu, ia merasa kasihan pada Bu Yulia karena telah dibohongi oleh suaminya sendiri.“Terima kasih, Ma,” ucap Risa seraya mengulas senyum, meskipun senyuman itu menyimpan seribu duka.“Rik, lo ikut, ya.” Adi menepuk pundak Erik, membuat sang empunya tersentak kaget, lalu mengangguk cepat sebagai jawaban atas permintaan sahabatnya.Mobil Pak Arya baru saja memasuki gerbang rumah utama keluarga Winata, ia melihat seseorang yang tidak asing keluar dari rumahnya dengan terburu-buru.“Tunggu!” ucapnya kepada sopir.“Iya, Tuan. Ada apa?” tanya sopir seraya menghentikan laju mobilnya.“Saya turun di sini saja,” ujar pak Arya sembari membukakan pintu mobil.“Baik, Tuan.” Sang sopir pun bergegas turun dari mobil.“Yulia, kamu di sini? Ada apa?” tanya pak Arya.“Iya, saya ada urusan sama anak kamu. Tapi sekarang sudah selesai, saya harus pergi.” Bu Y
“Adi, cukup!” bentak Bu Yulia seraya melotot tajam.Ia menyeret langkah yang terasa berat, membantu laki-laki itu untuk berdiri. Sebagai seorang istri, Bu Yulia tidak tega melihat keadaan suaminya yang sangat menyedihkan seperti itu. Darah segar masih mengucur dari rongga hidung laki-laki itu, akibat pukulan keras yang dilayangkan Adi.Suasana di ruangan itu jadi mencekam. Adi sudah tidak bisa menahan emosinya yang sudah sampai ke ubun-ubun saat melihat laki-laki paruh baya itu selalu berkilah dan membalikkan fakta. Sementara Erik yang juga ikut geram karena Santos sangat pintar memainkan perannya.“Biarkan aku menghajar laki-laki ini, Sayang.” Adi sudah bersiap untuk melayangkan kembali pukulan ke wajah Santos, tetapi Risa menggelengkan kepalanya seraya menatap Adi dengan tatapan sendu.“Aku mohon, jangan lakukan itu! Aku tidak mau suamiku jadi pembunuh,” ujar Risa dengan mata berkaca-kaca.Adi terenyuh mendengar ucapan istrinya, lalu mendekap wanita itu, menghujani kepalanya dengan
Bu Yulia bertengkar hebat dengan Pak Mahes waktu itu. Karena ia ketahuan telah berselingkuh di belakang suaminya, ia mencoba berkilah dan tidak mengakui perbuatannya, tetapi Santos datang ke rumah itu dan mengakui semuanya. Makanya pada hari itu terjadi keributan yang membuat nyawa Pak Mahes melayang di tangan laki-laki selingkuhan istrinya.“Jadi, itu alasan kamu mencabut tuntutan terhadap saya?” tanya pak Arya. Sekarang ia jadi mengerti kenapa selama ini Bu Yulia tidak pernah membencinya, meski ia sudah ditetapkan sebagai tersangka atas pembunuhan Pak Mahes.“Risa, maafkan Mama. Kamu orang yang sangat baik, kamu pasti mau memaafkan Mama. Mama tahu kamu memiliki hati yang begitu lembut seperti almarhum papa kamu, kamu pasti tidak akan tega jika Mama berada di penjara,” ujar Bu Yulia dengan memohon.“Tapi hari ini hati itu sudah mati, Ma. Dulu, Mama adalah segalanya bagi Risa. Mama seperti rembulan yang selalu menerangiku di kala malam, Mama adalah matahari yang memberikan kehangatan
“Astaghfirullah … apa yang sudah aku lakukan?” gumam Risa sambil menarik napas panjang.Andre juga kaget melihat Risa yang begitu emosi, ternyata wanita sangat lembut dan penyayang yang ia kenal selama ini juga bisa berkata dengan nada tinggi seperti itu.“Saya tahu kalau cara saya sedikit egois, tapi itu adalah bukti kalau saya mencintai kamu. Saya bisa mendapatkan ribuan gadis yang bersedia menjadi istri saya, tapi yang saya inginkan hanya kamu. Hanya kamu yang akan menjadi ibu dari anak-anak saya,” ujar Andre.Risa menipiskan bibir dan tersenyum tanggung, lalu mengangkat wajahnya yang tadi tertunduk.“Dengarkan saya baik-baik, Tuan Andre Kusuma Yang Terhormat. Saya adalah seorang istri yang sah di mata agama dan hukum yang berlaku di negara ini, saya tidak melarang Anda jatuh cinta sama saya karena itu adalah persoalan hati seseorang. Namun, maaf beribu maaf saya ucapkan. Apapun yang akan Anda lakukan tetap tidak akan merubah apapun, saya tidak akan membalas perasaan Anda!” ucap Ri
Adi keluar dari ruang ganti dengan raut wajah yang masih sama seperti saat sebelum ia masuk ke dalam ruangan tersebut.“Kamu masih ingin aku mengabulkan permintaanmu itu, Sayang? Jangan harap!” ujar Adi dengan nada ketus.Risa menghela napas berat kala melihat suaminya masih tersulut emosi setelah mendengar permintaannya untuk berbicara empat mata dengan Andre.“Please, Sayang! Izinkan aku untuk bertemu dengannya, kamu boleh ikut dan mengawasiku dari jauh. Bagaimana?” tawar Risa mencoba bernegosiasi dengan suaminya.“Sekali tidak, tetap tidak!” tandas Adi tanpa melihat ke arah Risa.Risa tidak putus asa meski telah ditolak berkali-kali, ia harus bisa membujuk suaminya agar mau mengabulkan keinginannya. Jika terus dibiarkan, maka masalah di antara keduanya tidak akan pernah selesai. Akar dari permasalahan di sini adalah dirinya, maka dari itu dialah yang harus turun tangan sendiri.“Ya sudah, kalau kamu bersikukuh seperti itu. Aku mau tidur di kamar sebelah,” ujar Risa sembari melangka
Setelah Bu Soraya pergi dari rumah itu, Ibu Airin membawa Risa ke kamarnya untuk membicarakan apa yang tadi disampaikan oleh Bu Soraya kepadanya.“Sayang, ayo duduk sini!” ajak Ibu Airin sambil menepuk sofa kosong di sebelahnya.“Iya, Ma.” Risa tersenyum sembari mendudukkan dirinya di samping Ibu Airin. “Apa yang ingin Mama jelaskan sama Risa?” tanyanya dengan lembut.“Kamu masih ingat kejadian saat kamu dan Adi pergi untuk menghadiri jamuan makan malam waktu itu? Soal itulah yang akan Mama sampaikan sama kamu,” ujar Ibu Airin.“Makan malam yang diadakan oleh Tuan Andre?” tanya Risa lagi.“Iya, Sayang. Yang waktu itu,” sahut Ibu Airin.“Kenapa memangnya, Ma?” tanya Risa semakin penasaran.“Ternyata, dia mengadakan acara makan malam itu untuk membuat kamu keluar dari rumah ini dan menculik kamu. Nyonya Kusuma sendiri yang bilang seperti itu sama Mama. Andre meminta anak buahnya untuk mengikuti mobil kalian,” jelas Ibu Airin.“Apa, Ma?! Jadi, penyerangan pada malam itu adalah ulahnya Tu
“Nyonya mau bicara apa?” tanya Ibu Airin seraya menatap Bu Soraya dengan lekat.Bu Sora menghela napas panjang seraya memejamkan mata sebelum mengatakan apa yang akan ia sampaikan.“Maaf sebelumnya, Nyonya Airin. Mungkin ini akan sedikit mengejutkan Anda, tapi saya harap Nyonya bisa menerimanya,” ujar Bu Soraya.Perkataannya semakin membuat Ibu Airin penasaran, apa sebenarnya yang ingin disampaikan oleh nyonya Kusuma. Sehingga ia terlihat gugup dan ketakutan seperti itu.“Katakan saja, Nyonya. Apa yang ingin Nyonya katakan sebenarnya? Kenapa Nyonya jadi tegang begitu?” tanya Ibu Airin, ia juga sudah tidak bisa menyembunyikan rasa penasarannya.“Putra saya ternyata mencinta menantu Anda, saya juga baru mengetahuinya. Selama ini sudah banyak perempuan yang saya kenalkan sama dia, tapi tidak ada satu pun yang bisa menarik perhatiannya. Mulai dari gadis kaya dan terhormat, sampai gadis biasa sudah pernah saya kenalkan. Namun, hasilnya tetap sama. Andre sama sekali tidak melirik satu pun
“Mau ketemu saya? Siapa, Mbak?” tanya Risa dengan mengerutkan dahi. “Iya, Nyonya Muda. Seorang ibu-ibu sama anak kecil yang waktu itu datang ke rumah sakit,” jawab Mia dengan napas yang masih ngos-ngosan. “Ayo kita lihat siapa orangnya, Sayang!” seru Ibu Airin sembari merangkul pundak Risa. “Iya, Ma.” Risa langsung bergegas masuk ke dalam rumah. Ia sudah bisa menduga siapa orang tersebut. Sementara Ibu Airin penasaran siapa orang yang ingin bertemu dengan menantunya. Siapa ibu-ibu yang dimaksud oleh Mia? “Di mana orangnya, Mia?” tanya ibu Airin saat sampai di ruang keluarga. “Masih di depan, Nyonya Besar. Saya tadi nyariin Nyonya Muda ke kamar, tapi Nyonya Muda nggak ada di sana,” ujar Mia. “Siapa sih, orangnya?” gumam Ibu Airin sembari berjalan menuju pintu depan. Ia tidak pernah terpikir jika orang itu adalah Indri, si gadis kecil yang sudah seperti putri bagi Risa. Sesampainya di teras depan, mereka langsung dikagetkan dengan teriakan anak kecil yang berlari ke arah Risa.
Reyhan kaget melihat Anita tiba-tiba berada di sana, apalagi setelah ia mendengar pertanyaan dokter muda itu. Ia yakin jika Anita sudah mendengar semua pembicaraannya dengan dokter Cyntia. “Dokter Anita, Anda di sini?” tanya Reyhan lalu menghentikan langkahnya saat melihat Anita menghampirinya. “Iya, Pak. Saya kebetulan baru pulang dari rumah Risa, tapi nggak nyangka bisa bertemu Pak Reyhan di sini. Tapi maaf nih, Pak. Bukan maksud saya lancang, apa benar Pak Reyhan dan Dokter Cyntia pacaran?” Anita menatap Reyhan dengan lekat, ada rasa sesak di dadanya saat mengetahui laki-laki yang ia cintai saat ini sudah menjadi kekasih wanita lain. Namun, ia berusaha menutupi rasa kecewanya. “Oh, bagaimana keadaan Risa? Apa kandungannya baik-baik saja?” tanya Reyhan lagi. Ia tidak menanggapi pertanyaan Anita yang terakhir karena ia tidak punya jawaban untuk pertanyaan itu. Saat Reyhan menyebut nama Risa, darah Cyntia seakan mendidih mendengar kekasihnya menanyakan wanita lain. Terlebih lagi,
“Apa yang mau kamu jelasin? Kamu mau mengatakan kalau semua yang kamu lakukan ini karena cinta? Apa itu yang akan kamu katakan sama Mama, Andre?!” erang Bu Soraya dengan raut wajah memerah. “Ma, semua ini tidak seperti yang Mama pikirkan. Aku tidak mungkin mencelakai wanita yang aku cintai,” ujar Andre. “Cinta kamu bilang? Kamu bukan mencintainya, tapi kamu hanya terobsesi! Wanita itu terlalu baik untuk kamu, Andre. Jadi sekarang Mama tahu apa tujuan kamu mengadakan jamuan makan malam waktu itu, ternyata ini rencana kamu? Mama malu mengakui kamu sebagai putra dari keluarga Kusuma. Papa kamu tidak pernah berbuat curang dalam hal apapun, termasuk apa yang baru saja kamu lakukan ini. Kamu sudah mencoreng nama baik keluarga Kusuma, Ndre.” Bu Soraya keluar dari kamar Andre sambil menangis, ia tidak percaya jika putranya sampai senekat itu hanya demi mendapatkan wanita yang katanya begitu ia cintai. Selama ini Andre memang tidak pernah tertarik pada semua wanita yang pernah Bu Soraya ke
Satu bulan sudah berlalu. Selama itu pula Risa tidak diizinkan keluar dari rumah, bahkan untuk pemeriksaan kandungannya pun Adi sudah membuat kamar tidur mereka seperti sebuah klinik. Itu semua ia lakukan demi menjaga keamanan dan keselamatan istri dan calon anaknya.Dokter Reyhan dan Cyntia sudah resmi menjadi sepasang kekasih. Namun, sampai saat ini Risa belum mengetahui hal itu. Anita juga belum tahu soal itu karena Cyntia tidak pernah datang ke rumah sakit. Semua orang di rumah sakit juga tidak ada yang tahu mengenai hubungan anak pemilik rumah sakit itu dengan mantan dokter spesialis anestesi kardiovaskuler sekaligus mantan asisten dokter Reyhan di tim operasi.Reyhan bersedia menjadi kekasih Cyntia demi keselamatan Risa dan bayi yang tengah ia kandung, tetapi Reyhan juga mengajukan syarat kepada wanita itu. Cyntia dilarang menemuinya di rumah sakit, dan syarat itu pun diterima oleh wanita itu.Hari ini adalah jadwal pemeriksaan kandungan Risa. Usia kandungannya sudah memasuki d
Risa keluar dari kamar mandi dan melihat Adi duduk di sofa dengan kedua tangan dijadikan penopang wajahnya. Tatapannya terlihat kosong, bahkan laki-laki itu sampai tidak menyadari jika istrinya sudah keluar dari kamar mandi. Terlihat jelas bahwa saat ini dia sedang banyak masalah. “Kamu mandi dulu sana! Setelah itu kita shalat supaya pikiran kamu lebih tenang,” ujar Risa membuyarkan lamunan Adi. “Kamu sudah selesai, Sayang? Maaf ya, aku jadi melamun. Ya sudah, aku mandi dan ambil air wudhu sebentar.” Adi masuk ke kamar mandi dengan langkah gontai, ada rasa bersalah yang ia rasakan terhadap istrinya. “Ya Allah, apapun masalah yang sedang ia hadapi saat ini, aku mohon permudahkanlah!” ucap Risa penuh harap. Kriet! Suara pintu kamar mandi terbuka, Adi keluar dari sana dengan handuk melilit dari tubuhnya. Wajahnya sudah terlihat lebih segar setelah mandi dan berwudhu. “Sebentar ya, Sayang. Aku ganti baju dulu,” ucap Adi sembari melangkah menuju tempat tidur. Pakaian gantinya sudah d