Mereka sudah tiba kembali di apartemen Nadya ketika waktu menunjukkan pukul sebelas malam. Nadya bergelayut manja di lengan Devan. Dan ketika mereka berjalan menuju lift, seorang security menghampiri mereka sambil membawa sesuatu di tangannya.“Ibu Nadya! tunggu dulu, Bu!” panggil security apartemen ketika melihat Nadya akan masuk ke dalam lift.Nadya kemudian menoleh ke arah sumber suara. Dan dilihatnya security apartemen tergopoh-gopoh menghampirinya.“Ada apa, Pak?” tanya Nadya kebingungan.“Tadi sekitar jam tujuh, ada seorang pria yang menitipkan ini pada saya, dan meminta saya untuk menyerahkannya kepada Ibu.” Security itu kemudian menyerahkan bingkisan yang ada di tangannya kepada Nadya.“Terima kasih, Pak,” tukas Nadya, lalu menganggukkan kepalanya dan tersenyum ramah.“Sama-sama, Bu.” Security itu kemudian undur diri dan berlalu dari hadapan Nadya. Kini Nadya tengah kebingungan menerka siapa pengirim bingkisan tersebut. Dia melihat di sekeliling bingkisan itu, tapi tidak dia t
“Kamu serius?” tanya Devan memastikan. Dia lalu membawa Nadya ke atas pangkuannya dan memeluk erat tubuh gadisnya itu.Nadya menganggukkan kepalanya, “Iya, hingga aku merasa aman dan tidak ada orang yang berusaha untuk meneror aku lagi.”“Ok, kalau begitu besok kamu bawa barang-barang kamu yang penting saja dulu. Seandainya nanti ada yang kurang, kita akan ambil lagi kesini,” tukas Devan.Devan merasa kalau ada pihak lain yang sengaja membuat Nadya ketakutan dan merasa tidak nyaman, sehingga menerornya dengan mengirimkan bunga yang sudah layu. Seketika dirinya teringat kalau tadi Nadya bilang, hari ini dia bertemu dengan seseorang yang bernama Kayden. Lalu apakah ada hubungannya pertemuan itu dengan pengiriman bunga yang sudah layu?“Nad!” panggil Devan yang seketika membuat gadis itu mendongakkan kepala ke arahnya.“Ya,” jawab gadis itu.“Tadi kamu bilang kalau hari ini, kamu bertemu dengan seseorang yang bernama Kayden. Bisa ceritakan kronologis pertemuan kamu dengan dia?” tanya Dev
"Hari ini kamu sudah mulai kembali ke kantor?" Devan menatap manik mata kekasihnya dengan lekat.Nadya menganggukkan kepalanya. Dia sibuk menyiapkan sarapan untuk mereka berdua."Tolong taruh piring ini di meja makan, Mas. Aku buatkan sarapan kesukaan kamu nih," ujar Nadya sambil tersenyum."Terima kasih ya, Sayang." Devan mengecup pipi kanan Nadya setelah dia meletakkan piring di atas meja."Kamu sendiri sudah masuk kantor hari ini?" tanya Nadya ketika dia menikmati sarapannya."Sudah, tapi agak siangan. Rencananya aku akan mengantarmu ke kantor dulu dan membawa barang-barang kamu ke apartemenku. Setelah itu, aku kembali ke apartemen kamu dengan naik taksi untuk mengambil mobil kamu, dan menaruh mobil kamu di apartemenku. Setelah itu baru aku ke kantor."Nadya tergelak ketika mendengar rencana Devan yang sangat rinci. Jadi terkesan seperti buang-buang waktu."Nggak usah gitu, Mas. Kasihan nanti Mas Devan bolak-balik. Nanti aku suruh sopir kantor untuk mengambil mobil di apartemen. J
Mereka akhirnya selesai juga acara belanja-nya dan segera pulang."Ini kamar kamu selama kamu tinggal di sini. Ini sebelumnya kamar tamu, dan sekarang jadi kamar kamu," ucap Devan. Dia membuka pintu kamar itu dan mengecup kening Nadya.Nadya menganggukkan kepalanya."Kalau aku nggak boleh bantuin, aku mandi dulu saja, ya." Nadya mengecup pipi Devan dan segera masuk ke dalam kamar yang ditunjukkan oleh kekasihnya itu.Devan segera berjibaku dengan peralatan masak yang dia miliki. Dia mulai memasak makanan kesukaan mereka berdua. Tomyam, merupakan salah satu makanan kesukaan pasangan tersebut yang Devan kuasai cara memasaknya.Dia mulai menyiapkan bahan makanan seperti sawi putih, jamur dan bumbu dapur. Kemudian dia mencucinya dengan bersih. Lalu dia olah bumbu-bumbu itu menjadi satu di atas wadah yang sudah disiapkan sebelumnya. Begitu juga dengan udang, cumi dan bakso ikan, semua dicuci bersih dan dijadikan satu dalam wadah yang juga sudah disiapkan sebelumnya.Devan dengan cekatan m
"Maaf saya mengganggu Bapak malam-malam begini," sahut wanita itu canggung karena dia melihat Nadya ada di samping Devan. Tiba-tiba saja wanita itu menyesal datang ke apartemen Devan. Dia pikir sebelumnya, kalau saat ini Devan sedang sendirian. Dia tidak tahu kalau Nadya ternyata memiliki hubungan dengan pria yang sedang dia incar saat ini.Devan menganggukkan kepalanya dan melihat wanita itu tiba-tiba menjadi gugup."Ada apa kamu malam-malam datang kemari, Shila?" tanya Devan memicingkan mata menatap wajah wanita yang ternyata adalah Shila, sekretarisnya."Saya...saya ingin mengantar ini, Pak. Tadi sepertinya tertinggal di ruangan Bapak. Mungkin Bapak akan memerlukan ini." Shila mengambil sebuah benda dari dalam tasnya yang ternyata adalah sebuah kacamata. Lalu menyerahkan benda itu ke pemiliknya."Oh, terima kasih. Tapi, tidak diantar kemari juga tidak apa-apa. Saya kalau di luar kantor nggak pake kacamata, kok. Itu kacamata baca saja yang saya gunakan kalau membaca detail kasus. Me
Nadya berjalan cepat menuju meja kerjanya ketika telepon genggamnya berdering. Dia tersenyum kala dilihatnya Devan tengah melakukan panggilan video call. Dia sengaja membiarkan teleponnya berdering untuk beberapa saat, karena tadi pagi dia masih dalam kondisi merajuk.Setelah dalam hitungan dering kelima, akhirnya Nadya mengangkat panggilan video call itu dengan posisi seolah dia sedang sibuk bekerja. Dia berpura-pura sedang menandatangani dokumen yang sebenarnya sudah dia cek dan di tandatangani dari tadi. Dia hanya tidak ingin terlihat antusias saat mengangkat panggilan video call kekasihnya itu.“Halo.”“Halo, Sayang. Bagaimana makanannya? Enak?”“Huum. Enak banget. Makasih ya, Mas.”“Sama-sama. Nanti aku jemput pulangnya, ya.”“Lho, aku ke kantor bawa mobil. Nanti kalau kamu jemput, mobilku bagaimana?”“Ya sudah, kamu tinggal saja di kantor atau kamu suruh asisten kamu atau karyawan kamu yang lain, untuk mengantar ke apartemenku.”Nadya menganggukkan kepalanya. Dia akan menyuruh A
Setelah menempuh perjalanan hampir satu jam lamanya karena terjebak kemacetan ibukota, akhirnya mereka tiba di restoran favorit mereka.Mereka menempati meja yang berada di area rooftop. Devan telah memesan tempat itu sebelumnya, sehingga staf restoran itu langsung mengarahkan mereka ke tempat yang sudah dipesan. Devan sengaja memesan tempat di restoran rooftop agar dapat memberi kesan yang romantis. Dari lantai atas dapat melihat pemandangan gemerlap kota Jakarta. Selain itu hawa sejuk dari atap yang outdoor atau semi outdoor membuat suasana jadi berbeda. Hal itu yang membuat Devan tertarik makan malam disana bersama Nadya.“Kamu masih ingat tidak, saat terakhir kali kita makan di sini sebelum kita putus?” tanya Devan dengan senyum yang menggoda. Dia mengingat momen terakhir mereka dua tahun yang lalu. Saat itu mereka merayakan ulang tahun Devan yang ke tiga puluh tiga. Dan itu terjadi sehari sebelum Nadya mengajak Devan untuk membawanya pergi jauh. Dia melakukan itu setelah dia meng
“Dimakan dulu buburnya, Sayang. Setelah itu baru minum obat lalu tidur untuk memulihkan kondisi kamu,” ucap Devan.“Kalau setelah tiga hari demamnya belum turun juga, kita periksa ke dokter, ya.” Devan menyuapkan bubur ke mulut Nadya agar gadis itu dapat segera minum obatnya.“Sini aku makan sendiri buburnya, Mas. Aku bisa kok. Mas Devan pergi kerja aja. Nggak usah terlalu khawatir sama aku,” ucap Nadya. Dia mencoba meraih mangkuk berisi bubur yang Devan buat untuknya.“Aku sudah ijin sama Doni akan bekerja dari sini, karena hari ini tidak bisa ke kantor. Jadi aku akan mengikuti rapat secara virtual,” sahut Devan, yang mengarahkan kembali sendok berisi bubur ke mulut Nadya.Nadya mengunyah bubur yang terasa pahit di mulutnya itu dengan perlahan. Dia berusaha menelan bubur itu agar dapat segera minum obat dan tidur. Dia berharap setelah tidur, tubuhnya akan kembali normal seperti semula.“Mas bilang sama Doni kalau aku tinggal untuk sementara waktu di sini?” tanya Nadya memicingkan mat
Mengetahui hal itu, Devan segera berantisipasi dengan selalu ada di dekat istrinya itu. Dia cuti selama lima hari kerja, sehingga masih bisa menemani istrinya di rumah.“Kamu tenang aja, Sayang. Kamu nggak sendiri, kok. Ada Mas dan baby sitter yang akan membantu kamu nanti untuk mengurus bayi kembar kita. Mama juga akan siap membantu kok. Jadi jangan panik, ya. Kamu pasti bisa,” hibur Devan.Nadya menganggukkan kepalanya dan tersenyum menatap sang suami. Dia lalu merebahkan dirinya di atas tempat tidur. Dan memejamkan matanya. Namun, tak lama terdengar tangisan Deny. Nadya kemudian membuka kembali kelopak matanya seraya berkata, “Bawa kemari, Mas. Sini aku kasih ASI.”Devan tersenyum dan meraih bayi laki-lakinya dari baby crib, lalu menyerahkan pada Nadya. Bayi laki-laki yang tampan itu kemudian menyusu dengan lahap. Hingga setelah beberapa menit, bayi itu selesai menikmati ASI sang mama. Belum sempat Nadya menutup kembali pakaiannya, Dendy pun menangis. Hal itu membuat Nadya mengusap
“Congratulations!!”Nadya yang baru saja keluar dari dalam kamar mandi ditemani oleh Devan, terkejut ketika membuka pintu kamar mandi. Mereka disambut oleh Kayden dan Carissa.Mereka membawa satu kotak kue dan bunga untuk Nadya. Carissa segera memeluk dan mencium pipi Nadya kiri dan kanan bergantian. Sedangkan Kayden hanya bersalaman dengan Nadya.“Terima kasih, ya. Kalian jadi repot bawain kue dan bunga segala,” sahut Nadya terharu.“Anak kalian ganteng-ganteng dan cantik. Mudah-mudahan aku dan Carissa cepat diberi momongan juga,” ucap Kayden sambil mengedipkan sebelah matanya pada Carissa, yang seketika menjadi tersipu.“Aamiin. Semoga doa kamu dikabulkan oleh Yang Maha Kuasa,” sahut Devan.“Nadya, aku salut sama kamu yang sudah menjadi ibu dari ketiga bayi yang lucu dan menggemaskan ini. Bagaimana hamil anak kembar tiga?” tanya Carissa penasaran.“Rasanya sudah pasti senang, tapi saat perut sudah membesar berat juga bawa perutnya,” sahut Nadya.“Tenang saja, Sayang. Nanti kalau kam
Kini hanya ada Nadya dan Devan di ruang rawat inap itu. Setelah Runi pulang, Devan pun memberitahu mertuanya tentang Nadya yang sudah melahirkan. Laura, ibu Nadya sangat senang mendengar kalau anaknya sudah melahirkan. Beberapa bulan yang lalu anak bungsunya sudah memberinya seorang cucu. Kini Nadya memberikan tiga cucu sekaligus padanya. Hati Laura pun begitu bahagia. Dia mengatakan pada Devan, akan segera ke rumah sakit.Tangan Nadya kini berada dalam genggaman tangan Devan. Seluruh wajahnya pun sudah dihujani kecupan oleh suaminya yang tampak bahagia itu.“Nad, terima kasih. Terima kasih, kamu sudah berjuang untuk melahirkan anak-anak kita. Kamu seorang wanita yang hebat. Aku bahagia, Nad,” bisik Devan di telinga Nadya.“Aku juga bahagia, Mas. Rasanya aku menjadi wanita yang sempurna setelah melahirkan ketiga anak kita.” Nadya menarik wajah Devan untuk dia cium dengan penuh kasih sayang.Telapak tangan Nadya mengusap rahang kokoh Devan dengan lembut. Dia merasa hidupnya terasa leng
Runi dengan dibantu Mang Ujang memapah tubuh Nadya menuju mobil yang sudah siap sedia. Nadya dan Runi berada di kursi penumpang bagian belakang.“Bibi...nanti kalau suami saya pulang dari main golf, katakan kalau saya membawa Nadya ke rumah sakit. Nadya mau melahirkan,” ucap Runi yang diangguki oleh asisten rumah tangganya.“Iya, Bu,” titah si Bibi patuh.Setelah itu, Mang Ujang mengemudikan mobil keluar dari halaman rumah dengan kecepatan agak tinggi.Sementara itu, Runi tetap melakukan panggilan telepon pada Devan, hingga akhirnya panggilan teleponnya diangkat juga oleh anaknya itu.“Halo, Mama. Maaf aku baru angkat teleponnya, tadi habis meeting dan telepon genggam aku tertinggal di meja kerjaku,” ucap Devan di seberang sana.“Keenan...saat ini Mama sedang dalam perjalanan ke rumah sakit. Mama mengantar Nadya ke sana karena perut Nadya sudah mulai mulas terus dari tadi. Sepertinya akan melahirkan,” sahut Runi.“Ok, Ma. Aku akan menyusul ke sana. Tolong jaga istri aku ya, Ma. Aku tu
Enam bulan kemudian.Devan menghujani perut istrinya dengan kecupan. Telapak tangannya yang lebar pun mendarat di sana.“Hey, kalian capek habis bermain tadi, ya?” tanya Devan sambil terus mengelus perut istrinya yang telah kembali seperti semula, tidak ada tonjolan di sana-sini.“Mereka istirahat dulu lah, Mas. Mungkin mereka kasihan sama Mamanya, karena perut Mamanya jadi sakit akibat gerakan mereka,” timpal Nadya.Devan terus meraba-raba perut Nadya, berharap kalau ada gerakan dari dalam sana karena merasakan sentuhannya.“Ya sudah deh, kalian istirahat dulu. Tapi, kalian bertiga yang akur, ya, di dalam sana. Kalian akur di dalam perut Mama saat ini, dan nanti kalian juga harus akur saat sudah lahir, ok,” ucap Devan yang kembali menghujani perut sang istri dengan kecupan.Tak lama setelah Devan mengecup perut sang istri, wajah Devan terasa ada yang menendang dari dalam perut Nadya. Hal itu tentu saja membuat Devan dan Nadya tertawa senang.“Mereka merespon ucapan dan sentuhan aku,
Dua bulan kemudian.Tiba saatnya pernikahan antara Kayden Carissa dilangsungkan. Pernikahan itu sendiri digelar di salah satu hotel bintang lima, di Jakarta. Tampak pengamanan yang cukup ketat dari aparat kepolisian, maupun dari pihak keamanan hotel. Hal itu agar pernikahan tersebut berjalan dengan kondusif.Di salah satu ruang di hotel itu, yang di jadikan ruang ganti pengantin, tampak Carissa melihat tampilan dirinya di cermin saat dia sudah selesai dirias oleh seorang make-up artis. Runi, Ibunda Kayden itu memilihkan busana pengantin untuk Carissa dan Kayden di butik sahabatnya, tempat dimana Devan dan Nadya dulu menggunakan busana pengantin dari butik tersebut. Ibunda Carissa menatap takjub wajah anaknya yang kini tampil memukau. Wajah cantik Carissa semakin cantik dengan riasan sempurna dari make-up artis tersebut. Tubuh ramping Carissa berbalut kebaya warna putih dan kain batik coklat yang menyempurnakan penampilan gadis itu di hari bahagianya, pada hari ini.“Anak Mama cantik s
Kini mereka sudah ada di dalam mobil Kayden, yang akan mengantar Carissa pulang ke rumah. Tidak ada percakapan yang tercipta selama beberapa menit mereka di dalam mobil. Hingga akhirnya Kayden membuka suara.“Kamu pakai make-up, ya?” tanya Kayden menoleh sekilas ke arah Carissa, lalu dia menatap kembali ke arah jalan raya.“Eh, pakai make-up? Nggak kok, Kak. Aku hanya pakai bedak bayi. Di tas aku cuma ada bedak bayi saja. Aku juga nggak pernah pakai lipstik. Penampilanku selalu seperti ini saat kerja juga. Aku tergolong orang yang nggak bisa dandan,” jawab Carissa yang seketika pipinya memanas kala Kayden tiba-tiba bertanya demikian, yang artinya pria itu tengah memperhatikannya.Sementara itu, Kayden merutuki mulutnya yang seenaknya bertanya. Dia sendiri tidak mengerti kenapa mulutnya sangat lancang bicara, padahal dirinya bukan sekali ini bertemu dengan Carissa. Sudah dua kali! Pertama kalinya ketika gadis itu menemani ibunya datang ke rumah orangtuanya, dan yang kedua, tadi malam s
“Aku tidak melakukan apa-apa. Aku hanya mengganti pakaian kamu yang kotor yang terkena muntahan kamu. Semalam kamu mabuk berat. Kamu bilang padaku saat masih setengah sadar, kalau kamu tidak mau diantar pulang ke rumah dalam keadaan mabuk. Sehingga aku membawa kamu ke apartemenku. Di sini tidak ada pakaian wanita, jadi aku memakaikan kamu kaos milikku sebagai ganti pakaian kamu yang kotor.” Kayden menatap wajah cantik Carissa yang kini tengah merona.“Jadi kakak lihat semuanya, dong,” ucap Carissa lirih. Dia menutup wajahnya dengan kedua tangannya. Dia merasa risih mengetahui Kayden melihat bagian dalam tubuhnya.“Iya. Nggak apa-apa juga kali, Ris. Kita juga nantinya akan menikah,” sahut Kayden santai. Dia tersenyum geli melihat Carissa yang menutup wajahnya dengan kedua tangannya.Kayden melihat gadis cantik ini memang masih polos. Kayden menilai kalau usia gadis ini sekitar pertengahan dua puluhan. Semalam gadis ini bilang padanya saat masih tersadar kalau kemarin dia tengah ber-ula
“Ayo pulang, Rissa!” ajak Kayden setelah pria yang mengganggu Carissa pergi meninggalkan mereka. Kayden memapah tubuh Carissa yang seringan kapas baginya. “Kak, jangan bawa aku pulang! aku takut Mama sama Papa akan marah kalau melihat aku seperti ini.” Carissa lalu menyandarkan kepalanya di dada bidang Kayden. “Kenapa kamu sampai mabuk? lalu kamu kemari bawa mobil?” tanya Kayden sambil terus berjalan keluar klub itu dengan tangan kanannya menahan tubuh Carissa agar tidak terjatuh.“Aku hari ini berulang tahun. Teman-temanku mengajak aku ke klub itu untuk merayakan ulang tahunku. Dua temanku menjemput ke rumah jadi aku nggak bawa mobil. Mereka membawa aku ke klub karena aku sebelumnya memang tidak pernah masuk dan minum di klub malam, jadi mereka bilang akan mengajari aku supaya tidak ketinggalan jaman. Aku langsung mabuk setelah menghabiskan satu setengah gelas minuman beralkohol itu.” Carissa berbicara sambil tersenyum. Dalam pandangannya orang-orang di sekitarnya termasuk Kayden t