Selesai melakukan meeting secara virtual, Devan masuk ke dalam kamar Nadya untuk mengecek kondisi gadis itu. Dia terkejut kala demam Nadya belum juga turun, bahkan semakin panas. Padahal sudah minum obat. Tak lama, terdengar Nadya mulai meracau tidak jelas. Devan sangat khawatir dan segera membangunkan Nadya. Dia berencana akan membawa gadis itu ke dokter.“Nadya!” Devan mengguncang pelan tubuh gadis itu, agar segera terbangun dari tidurnya. Devan akan membawa tunangannya itu ke dokter saat ini juga.“Mass...tubuhku lemas dan terasa ngilu.” Nadya merengek dengan matanya yang masih terpejam.“Kita ke dokter sekarang!” Devan langsung melangkah ke arah lemari, mengambil pakaian ganti untuk Nadya. Pakaian yang sekarang Nadya kenakan basah oleh keringat.Nadya hanya menganggukkan kepalanya. Dia menurut apa yang Devan lakukan, karena demam yang dia rasakan saat ini membuat tubuhnya terasa lemas dan ngilu.Devan dengan telaten mengganti pakaian Nadya. Setelah siap, dia meraih kunci mobil dan
“Terima kasih atas perhatian yang Mas berikan di saat aku sakit.” Nadya tersenyum sumringah kala dirinya kini telah pulih kembali.“Aku senang kok melakukannya, Nad. Jadi kamu nggak perlu terima kasih atau merasa sungkan,” ucap Devan lembut.Nadya memeluk Devan erat. Dirinya merasa beruntung memiliki calon suami seperti Devan. ya, calon suami. Devan telah melamarnya sebelum hujan turun, dan mengguyur tubuh mereka hingga basah kuyub. Nadya merasa Devan merupakan pria idaman yang patut disyukuri. Ada hikmahnya juga dia sakit kemarin, karena dengan begitu dia tahu perasaan Devan terhadapnya sangat besar.“Mas hari ini nggak berangkat kerja?” tanya Nadya setelah dia melepaskan pelukannya.“Hari ini aku masih kerja dari sini dulu sambil menjaga kamu, Sayang.” Devan mencolek hidung mancung Nadya dengan gemas.“Aku sudah sembuh kok. Aku sudah tidak demam lagi. Mas bisa berangkat kerja sekarang, biar aku yang menunggui apartemen Mas,” ucap Nadya.Devan menggelengkan kepalanya dan mengecup pip
Nadya terkejut kala tiba-tiba panggilan telepon ibunya terputus. Dia seketika panik, takut terjadi sesuatu pada ibunya. Untuk mengetahui kondisi ibunya, dia langsung melakukan panggilan video call. Dan tak lama panggilan itu segera diangkat oleh ibunya langsung. Nadya bernapas lega kala wajah cantik ibunya terpampang di layar telepon genggamnya.“Halo, Nad. Maaf tadi terputus karena baterainya lemah jadi harus di charge dulu. Dan kebetulan Mama haus jadi minum dulu. Lama deh hubungi kamu lagi. Tak tahunya kamu langsung video call hehehe. Maaf ya, sayang, sudah bikin kamu panik.” Wajah Laura, ibu Nadya terlihat di layar sedang tertawa dan hal itu membuat Nadya tenang.“Mama, bikin aku panik. Aku pikir tadi terjadi sesuatu pada Mama, sehingga tiba-tiba putus panggilan teleponnya.” Nadya mengerucutkan bibirnya, yang membuat Laura tersenyum melihat putri sulungnya.“Iya, kan Mama sudah minta maaf tadi. Eh, Nad, sekarang kamu ada di mana, sih? kok kayaknya bukan seperti di apartemen kamu,
“Kok kamu pakai tanya maksud Mama, Nad? Seharusnya kalau mau melamar anak orang datang dong menemui Mama. Jangan lewat video call begini! Mama memang dibesarkan di budaya barat. Tapi, setahu Mama di sana tidak ada yang melamar anak orang melalui video call. Setidaknya datang baik-baik menemui orangtua. Apa kamu mau dilamar dengan cara seperti ini?” Laura menatap wajah Devan dan Nadya bergantian.“Tapi, seperti yang Mama ketahui kalau Papa sangat...sangat tidak setuju dengan hubungan kami. Jadi sepertinya Papa akan menolak lagi kalau Mas Devan datang melamar aku. Atau mungkin saja Mas Devan akan diusir oleh Papa.” Nadya memberikan alasan kepada ibunya yang saat ini sedang merotasi matanya, setelah mendengar alasan dari Nadya.“Kalian itu bertindak seperti tidak ada cara lain saja. Kalau tahu Papa akan menolak lagi, coba cara lain. Misalnya bertemu dengan Mama tanpa sepengetahuan Papa. Masak seperti ini harus diajari, sih.” Laura menggelengkan kepalanya. Sementara Nadya dan Devan tersen
"Nad, weekend kita ke Bandung, ya. Aku mau kenalin kamu ke ibuku." Devan menatap Nadya dengan tatapan penuh cinta."Ok. Aku senang sekali kenalan sama calon mertua," sahut Nadya. Dia merangkul lengan kekar Devan, ketika mereka sedang berjalan menuju lift, yang akan membawa mereka ke unit apartemen Devan."Aku senang sekali karena Mama merestui hubungan kita." Devan menautkan jemarinya ke jemari lentik Nadya."Dari dulu Mama memang suka sama kamu. Waktu kamu datang ke rumah, Mama antusias sekali supaya aku cepat menemui kamu. Mama bilang, pria tampan jangan dibiarkan menunggu terlalu lama." Nadya tertawa kecil kala mengingat kejadian dua tahun yang lalu, ketika Devan datang untuk melamar dirinya.Ting.Pintu lift terbuka. Devan dan Nadya segera masuk ke lift tersebut. Di dalam lift itu, tidak hanya mereka berdua, tetapi ada seorang pria seusia Nadya yang juga masuk kedalam lift."Hai! Baru tinggal disini, ya? Aku baru lihat sepertinya." Pria itu berusaha menyapa Nadya yang berdiri di s
Penunjuk waktu di pergelangan tangan kiri Nadya menunjukkan pukul sebelas siang ketika mereka tiba di kota Bandung. Devan mengarahkan mobilnya ke sebuah rumah sederhana yang memiliki halaman cukup luas. Halaman rumah itu sangat teduh dan asri, karena terdapat dua pohon mangga yang cukup besar dan beberapa tanaman hias, yang membuat halaman rumah itu indah di pandang mata.Devan memarkir mobilnya di samping rumah, tepatnya di bawah naungan pohon mangga. Dia sengaja memilih tempat di sana untuk memarkir mobilnya, agar tidak terkena sinar matahari secara langsung.“Yuk, kita masuk! Ibuku ada di dalam. Beliau biasanya menghabiskan waktu dengan menyulam.” Devan kemudian menggandeng tangan Nadya menuju pintu utama rumahnya.Tok...tok...tok.Cukup lama mereka berdiri di depan pintu utama, menunggu pintu itu dibuka oleh penghuni rumah. Tak lama terdengar suara anak kunci sedang digerakkan dari dalam. Lalu tak lama pintu itu terbuka dan menampakkan sosok wanita paruh baya dengan kacamata berte
“Pak, tadi siang Devan menanyakan soal jati dirinya.” Nani mengungkapkan kepada suaminya, apa yang Devan tanyakan padanya. Mereka sedang berada di kamar pribadi, dan berbicara dengan sangat perlahan pada saat menjelang tidur.“Tanya apa, Bu?” tanya Satria penasaran. Dia langsung mendekatkan diri ke arah istrinya agar pembicaraan mereka tidak terdengar oleh Devan maupun tunangannya.“Tadi dia bilang kalau kira-kira seminggu yang lalu ada orang yang mengira dirinya adalah orang lain yang mirip dengan dia. Lalu dia tanya apa dia mempunyai saudara, tapi aku enggan menjawab pertanyaan dia. Karena aku takut kalau dia tahu yang sebenarnya, dia akan membenci kita dan meninggalkan kita, Pak. Aku sangat sayang pada Devan dan aku tidak mau kehilangan dia, Pak.” Nani mulai meneteskan air matanya dan menggelengkan kepalanya seraya terus berkata, “Aku tidak mau kehilangan Devan. Aku sangat mencintai dia, Devan itu anakku.”“Bu, sepertinya kita memang harus berterus terang pada Devan. Sepandai-panda
"Mas, kamu malam ini bisa temani aku ke resepsi nggak?" Nadya menatap Devan yang tengah menikmati sarapannya. "Rekan bisnis Papa mengundang Papa ke resepsi pernikahan anaknya. Tapi, Papa nggak bisa datang. Jadi aku yang diminta Papa untuk mewakili beliau datang ke resepsi itu.""Bisa. Jam berapa?" tanya Devan saat dia selesai menikmati sarapannya."Resepsinya sih dimulai jam tujuh malam," sahut Nadya."Ok. Aku akan siap sebelum jam tujuh malam. Paling yang lama kamu. Dandan sana dandan sini. Nanti saran aku, dandannya biasa saja, ya. Jangan terlalu cantik dandannya. Biar aku saja yang menikmati kecantikan kamu." Devan lalu bergeser ke arah Nadya dan menghapus tetesan air mineral yang masih ada di bibir gadis itu dengan bibirnya, lalu melumat bibir ranum itu.Nadya terkejut dengan ulah Devan. Namun, keterkejutannya itu tidak berlangsung lama, karena dia segera merespon lumatan bibir Devan."Mas! Kamu paling pintar kalau ambil kesempatan, deh," ucap Nadya sesaat setelah melepaskan tauta
Mengetahui hal itu, Devan segera berantisipasi dengan selalu ada di dekat istrinya itu. Dia cuti selama lima hari kerja, sehingga masih bisa menemani istrinya di rumah.“Kamu tenang aja, Sayang. Kamu nggak sendiri, kok. Ada Mas dan baby sitter yang akan membantu kamu nanti untuk mengurus bayi kembar kita. Mama juga akan siap membantu kok. Jadi jangan panik, ya. Kamu pasti bisa,” hibur Devan.Nadya menganggukkan kepalanya dan tersenyum menatap sang suami. Dia lalu merebahkan dirinya di atas tempat tidur. Dan memejamkan matanya. Namun, tak lama terdengar tangisan Deny. Nadya kemudian membuka kembali kelopak matanya seraya berkata, “Bawa kemari, Mas. Sini aku kasih ASI.”Devan tersenyum dan meraih bayi laki-lakinya dari baby crib, lalu menyerahkan pada Nadya. Bayi laki-laki yang tampan itu kemudian menyusu dengan lahap. Hingga setelah beberapa menit, bayi itu selesai menikmati ASI sang mama. Belum sempat Nadya menutup kembali pakaiannya, Dendy pun menangis. Hal itu membuat Nadya mengusap
“Congratulations!!”Nadya yang baru saja keluar dari dalam kamar mandi ditemani oleh Devan, terkejut ketika membuka pintu kamar mandi. Mereka disambut oleh Kayden dan Carissa.Mereka membawa satu kotak kue dan bunga untuk Nadya. Carissa segera memeluk dan mencium pipi Nadya kiri dan kanan bergantian. Sedangkan Kayden hanya bersalaman dengan Nadya.“Terima kasih, ya. Kalian jadi repot bawain kue dan bunga segala,” sahut Nadya terharu.“Anak kalian ganteng-ganteng dan cantik. Mudah-mudahan aku dan Carissa cepat diberi momongan juga,” ucap Kayden sambil mengedipkan sebelah matanya pada Carissa, yang seketika menjadi tersipu.“Aamiin. Semoga doa kamu dikabulkan oleh Yang Maha Kuasa,” sahut Devan.“Nadya, aku salut sama kamu yang sudah menjadi ibu dari ketiga bayi yang lucu dan menggemaskan ini. Bagaimana hamil anak kembar tiga?” tanya Carissa penasaran.“Rasanya sudah pasti senang, tapi saat perut sudah membesar berat juga bawa perutnya,” sahut Nadya.“Tenang saja, Sayang. Nanti kalau kam
Kini hanya ada Nadya dan Devan di ruang rawat inap itu. Setelah Runi pulang, Devan pun memberitahu mertuanya tentang Nadya yang sudah melahirkan. Laura, ibu Nadya sangat senang mendengar kalau anaknya sudah melahirkan. Beberapa bulan yang lalu anak bungsunya sudah memberinya seorang cucu. Kini Nadya memberikan tiga cucu sekaligus padanya. Hati Laura pun begitu bahagia. Dia mengatakan pada Devan, akan segera ke rumah sakit.Tangan Nadya kini berada dalam genggaman tangan Devan. Seluruh wajahnya pun sudah dihujani kecupan oleh suaminya yang tampak bahagia itu.“Nad, terima kasih. Terima kasih, kamu sudah berjuang untuk melahirkan anak-anak kita. Kamu seorang wanita yang hebat. Aku bahagia, Nad,” bisik Devan di telinga Nadya.“Aku juga bahagia, Mas. Rasanya aku menjadi wanita yang sempurna setelah melahirkan ketiga anak kita.” Nadya menarik wajah Devan untuk dia cium dengan penuh kasih sayang.Telapak tangan Nadya mengusap rahang kokoh Devan dengan lembut. Dia merasa hidupnya terasa leng
Runi dengan dibantu Mang Ujang memapah tubuh Nadya menuju mobil yang sudah siap sedia. Nadya dan Runi berada di kursi penumpang bagian belakang.“Bibi...nanti kalau suami saya pulang dari main golf, katakan kalau saya membawa Nadya ke rumah sakit. Nadya mau melahirkan,” ucap Runi yang diangguki oleh asisten rumah tangganya.“Iya, Bu,” titah si Bibi patuh.Setelah itu, Mang Ujang mengemudikan mobil keluar dari halaman rumah dengan kecepatan agak tinggi.Sementara itu, Runi tetap melakukan panggilan telepon pada Devan, hingga akhirnya panggilan teleponnya diangkat juga oleh anaknya itu.“Halo, Mama. Maaf aku baru angkat teleponnya, tadi habis meeting dan telepon genggam aku tertinggal di meja kerjaku,” ucap Devan di seberang sana.“Keenan...saat ini Mama sedang dalam perjalanan ke rumah sakit. Mama mengantar Nadya ke sana karena perut Nadya sudah mulai mulas terus dari tadi. Sepertinya akan melahirkan,” sahut Runi.“Ok, Ma. Aku akan menyusul ke sana. Tolong jaga istri aku ya, Ma. Aku tu
Enam bulan kemudian.Devan menghujani perut istrinya dengan kecupan. Telapak tangannya yang lebar pun mendarat di sana.“Hey, kalian capek habis bermain tadi, ya?” tanya Devan sambil terus mengelus perut istrinya yang telah kembali seperti semula, tidak ada tonjolan di sana-sini.“Mereka istirahat dulu lah, Mas. Mungkin mereka kasihan sama Mamanya, karena perut Mamanya jadi sakit akibat gerakan mereka,” timpal Nadya.Devan terus meraba-raba perut Nadya, berharap kalau ada gerakan dari dalam sana karena merasakan sentuhannya.“Ya sudah deh, kalian istirahat dulu. Tapi, kalian bertiga yang akur, ya, di dalam sana. Kalian akur di dalam perut Mama saat ini, dan nanti kalian juga harus akur saat sudah lahir, ok,” ucap Devan yang kembali menghujani perut sang istri dengan kecupan.Tak lama setelah Devan mengecup perut sang istri, wajah Devan terasa ada yang menendang dari dalam perut Nadya. Hal itu tentu saja membuat Devan dan Nadya tertawa senang.“Mereka merespon ucapan dan sentuhan aku,
Dua bulan kemudian.Tiba saatnya pernikahan antara Kayden Carissa dilangsungkan. Pernikahan itu sendiri digelar di salah satu hotel bintang lima, di Jakarta. Tampak pengamanan yang cukup ketat dari aparat kepolisian, maupun dari pihak keamanan hotel. Hal itu agar pernikahan tersebut berjalan dengan kondusif.Di salah satu ruang di hotel itu, yang di jadikan ruang ganti pengantin, tampak Carissa melihat tampilan dirinya di cermin saat dia sudah selesai dirias oleh seorang make-up artis. Runi, Ibunda Kayden itu memilihkan busana pengantin untuk Carissa dan Kayden di butik sahabatnya, tempat dimana Devan dan Nadya dulu menggunakan busana pengantin dari butik tersebut. Ibunda Carissa menatap takjub wajah anaknya yang kini tampil memukau. Wajah cantik Carissa semakin cantik dengan riasan sempurna dari make-up artis tersebut. Tubuh ramping Carissa berbalut kebaya warna putih dan kain batik coklat yang menyempurnakan penampilan gadis itu di hari bahagianya, pada hari ini.“Anak Mama cantik s
Kini mereka sudah ada di dalam mobil Kayden, yang akan mengantar Carissa pulang ke rumah. Tidak ada percakapan yang tercipta selama beberapa menit mereka di dalam mobil. Hingga akhirnya Kayden membuka suara.“Kamu pakai make-up, ya?” tanya Kayden menoleh sekilas ke arah Carissa, lalu dia menatap kembali ke arah jalan raya.“Eh, pakai make-up? Nggak kok, Kak. Aku hanya pakai bedak bayi. Di tas aku cuma ada bedak bayi saja. Aku juga nggak pernah pakai lipstik. Penampilanku selalu seperti ini saat kerja juga. Aku tergolong orang yang nggak bisa dandan,” jawab Carissa yang seketika pipinya memanas kala Kayden tiba-tiba bertanya demikian, yang artinya pria itu tengah memperhatikannya.Sementara itu, Kayden merutuki mulutnya yang seenaknya bertanya. Dia sendiri tidak mengerti kenapa mulutnya sangat lancang bicara, padahal dirinya bukan sekali ini bertemu dengan Carissa. Sudah dua kali! Pertama kalinya ketika gadis itu menemani ibunya datang ke rumah orangtuanya, dan yang kedua, tadi malam s
“Aku tidak melakukan apa-apa. Aku hanya mengganti pakaian kamu yang kotor yang terkena muntahan kamu. Semalam kamu mabuk berat. Kamu bilang padaku saat masih setengah sadar, kalau kamu tidak mau diantar pulang ke rumah dalam keadaan mabuk. Sehingga aku membawa kamu ke apartemenku. Di sini tidak ada pakaian wanita, jadi aku memakaikan kamu kaos milikku sebagai ganti pakaian kamu yang kotor.” Kayden menatap wajah cantik Carissa yang kini tengah merona.“Jadi kakak lihat semuanya, dong,” ucap Carissa lirih. Dia menutup wajahnya dengan kedua tangannya. Dia merasa risih mengetahui Kayden melihat bagian dalam tubuhnya.“Iya. Nggak apa-apa juga kali, Ris. Kita juga nantinya akan menikah,” sahut Kayden santai. Dia tersenyum geli melihat Carissa yang menutup wajahnya dengan kedua tangannya.Kayden melihat gadis cantik ini memang masih polos. Kayden menilai kalau usia gadis ini sekitar pertengahan dua puluhan. Semalam gadis ini bilang padanya saat masih tersadar kalau kemarin dia tengah ber-ula
“Ayo pulang, Rissa!” ajak Kayden setelah pria yang mengganggu Carissa pergi meninggalkan mereka. Kayden memapah tubuh Carissa yang seringan kapas baginya. “Kak, jangan bawa aku pulang! aku takut Mama sama Papa akan marah kalau melihat aku seperti ini.” Carissa lalu menyandarkan kepalanya di dada bidang Kayden. “Kenapa kamu sampai mabuk? lalu kamu kemari bawa mobil?” tanya Kayden sambil terus berjalan keluar klub itu dengan tangan kanannya menahan tubuh Carissa agar tidak terjatuh.“Aku hari ini berulang tahun. Teman-temanku mengajak aku ke klub itu untuk merayakan ulang tahunku. Dua temanku menjemput ke rumah jadi aku nggak bawa mobil. Mereka membawa aku ke klub karena aku sebelumnya memang tidak pernah masuk dan minum di klub malam, jadi mereka bilang akan mengajari aku supaya tidak ketinggalan jaman. Aku langsung mabuk setelah menghabiskan satu setengah gelas minuman beralkohol itu.” Carissa berbicara sambil tersenyum. Dalam pandangannya orang-orang di sekitarnya termasuk Kayden t