Mereka akhirnya selesai juga acara belanja-nya dan segera pulang."Ini kamar kamu selama kamu tinggal di sini. Ini sebelumnya kamar tamu, dan sekarang jadi kamar kamu," ucap Devan. Dia membuka pintu kamar itu dan mengecup kening Nadya.Nadya menganggukkan kepalanya."Kalau aku nggak boleh bantuin, aku mandi dulu saja, ya." Nadya mengecup pipi Devan dan segera masuk ke dalam kamar yang ditunjukkan oleh kekasihnya itu.Devan segera berjibaku dengan peralatan masak yang dia miliki. Dia mulai memasak makanan kesukaan mereka berdua. Tomyam, merupakan salah satu makanan kesukaan pasangan tersebut yang Devan kuasai cara memasaknya.Dia mulai menyiapkan bahan makanan seperti sawi putih, jamur dan bumbu dapur. Kemudian dia mencucinya dengan bersih. Lalu dia olah bumbu-bumbu itu menjadi satu di atas wadah yang sudah disiapkan sebelumnya. Begitu juga dengan udang, cumi dan bakso ikan, semua dicuci bersih dan dijadikan satu dalam wadah yang juga sudah disiapkan sebelumnya.Devan dengan cekatan m
"Maaf saya mengganggu Bapak malam-malam begini," sahut wanita itu canggung karena dia melihat Nadya ada di samping Devan. Tiba-tiba saja wanita itu menyesal datang ke apartemen Devan. Dia pikir sebelumnya, kalau saat ini Devan sedang sendirian. Dia tidak tahu kalau Nadya ternyata memiliki hubungan dengan pria yang sedang dia incar saat ini.Devan menganggukkan kepalanya dan melihat wanita itu tiba-tiba menjadi gugup."Ada apa kamu malam-malam datang kemari, Shila?" tanya Devan memicingkan mata menatap wajah wanita yang ternyata adalah Shila, sekretarisnya."Saya...saya ingin mengantar ini, Pak. Tadi sepertinya tertinggal di ruangan Bapak. Mungkin Bapak akan memerlukan ini." Shila mengambil sebuah benda dari dalam tasnya yang ternyata adalah sebuah kacamata. Lalu menyerahkan benda itu ke pemiliknya."Oh, terima kasih. Tapi, tidak diantar kemari juga tidak apa-apa. Saya kalau di luar kantor nggak pake kacamata, kok. Itu kacamata baca saja yang saya gunakan kalau membaca detail kasus. Me
Nadya berjalan cepat menuju meja kerjanya ketika telepon genggamnya berdering. Dia tersenyum kala dilihatnya Devan tengah melakukan panggilan video call. Dia sengaja membiarkan teleponnya berdering untuk beberapa saat, karena tadi pagi dia masih dalam kondisi merajuk.Setelah dalam hitungan dering kelima, akhirnya Nadya mengangkat panggilan video call itu dengan posisi seolah dia sedang sibuk bekerja. Dia berpura-pura sedang menandatangani dokumen yang sebenarnya sudah dia cek dan di tandatangani dari tadi. Dia hanya tidak ingin terlihat antusias saat mengangkat panggilan video call kekasihnya itu.“Halo.”“Halo, Sayang. Bagaimana makanannya? Enak?”“Huum. Enak banget. Makasih ya, Mas.”“Sama-sama. Nanti aku jemput pulangnya, ya.”“Lho, aku ke kantor bawa mobil. Nanti kalau kamu jemput, mobilku bagaimana?”“Ya sudah, kamu tinggal saja di kantor atau kamu suruh asisten kamu atau karyawan kamu yang lain, untuk mengantar ke apartemenku.”Nadya menganggukkan kepalanya. Dia akan menyuruh A
Setelah menempuh perjalanan hampir satu jam lamanya karena terjebak kemacetan ibukota, akhirnya mereka tiba di restoran favorit mereka.Mereka menempati meja yang berada di area rooftop. Devan telah memesan tempat itu sebelumnya, sehingga staf restoran itu langsung mengarahkan mereka ke tempat yang sudah dipesan. Devan sengaja memesan tempat di restoran rooftop agar dapat memberi kesan yang romantis. Dari lantai atas dapat melihat pemandangan gemerlap kota Jakarta. Selain itu hawa sejuk dari atap yang outdoor atau semi outdoor membuat suasana jadi berbeda. Hal itu yang membuat Devan tertarik makan malam disana bersama Nadya.“Kamu masih ingat tidak, saat terakhir kali kita makan di sini sebelum kita putus?” tanya Devan dengan senyum yang menggoda. Dia mengingat momen terakhir mereka dua tahun yang lalu. Saat itu mereka merayakan ulang tahun Devan yang ke tiga puluh tiga. Dan itu terjadi sehari sebelum Nadya mengajak Devan untuk membawanya pergi jauh. Dia melakukan itu setelah dia meng
“Dimakan dulu buburnya, Sayang. Setelah itu baru minum obat lalu tidur untuk memulihkan kondisi kamu,” ucap Devan.“Kalau setelah tiga hari demamnya belum turun juga, kita periksa ke dokter, ya.” Devan menyuapkan bubur ke mulut Nadya agar gadis itu dapat segera minum obatnya.“Sini aku makan sendiri buburnya, Mas. Aku bisa kok. Mas Devan pergi kerja aja. Nggak usah terlalu khawatir sama aku,” ucap Nadya. Dia mencoba meraih mangkuk berisi bubur yang Devan buat untuknya.“Aku sudah ijin sama Doni akan bekerja dari sini, karena hari ini tidak bisa ke kantor. Jadi aku akan mengikuti rapat secara virtual,” sahut Devan, yang mengarahkan kembali sendok berisi bubur ke mulut Nadya.Nadya mengunyah bubur yang terasa pahit di mulutnya itu dengan perlahan. Dia berusaha menelan bubur itu agar dapat segera minum obat dan tidur. Dia berharap setelah tidur, tubuhnya akan kembali normal seperti semula.“Mas bilang sama Doni kalau aku tinggal untuk sementara waktu di sini?” tanya Nadya memicingkan mat
Selesai melakukan meeting secara virtual, Devan masuk ke dalam kamar Nadya untuk mengecek kondisi gadis itu. Dia terkejut kala demam Nadya belum juga turun, bahkan semakin panas. Padahal sudah minum obat. Tak lama, terdengar Nadya mulai meracau tidak jelas. Devan sangat khawatir dan segera membangunkan Nadya. Dia berencana akan membawa gadis itu ke dokter.“Nadya!” Devan mengguncang pelan tubuh gadis itu, agar segera terbangun dari tidurnya. Devan akan membawa tunangannya itu ke dokter saat ini juga.“Mass...tubuhku lemas dan terasa ngilu.” Nadya merengek dengan matanya yang masih terpejam.“Kita ke dokter sekarang!” Devan langsung melangkah ke arah lemari, mengambil pakaian ganti untuk Nadya. Pakaian yang sekarang Nadya kenakan basah oleh keringat.Nadya hanya menganggukkan kepalanya. Dia menurut apa yang Devan lakukan, karena demam yang dia rasakan saat ini membuat tubuhnya terasa lemas dan ngilu.Devan dengan telaten mengganti pakaian Nadya. Setelah siap, dia meraih kunci mobil dan
“Terima kasih atas perhatian yang Mas berikan di saat aku sakit.” Nadya tersenyum sumringah kala dirinya kini telah pulih kembali.“Aku senang kok melakukannya, Nad. Jadi kamu nggak perlu terima kasih atau merasa sungkan,” ucap Devan lembut.Nadya memeluk Devan erat. Dirinya merasa beruntung memiliki calon suami seperti Devan. ya, calon suami. Devan telah melamarnya sebelum hujan turun, dan mengguyur tubuh mereka hingga basah kuyub. Nadya merasa Devan merupakan pria idaman yang patut disyukuri. Ada hikmahnya juga dia sakit kemarin, karena dengan begitu dia tahu perasaan Devan terhadapnya sangat besar.“Mas hari ini nggak berangkat kerja?” tanya Nadya setelah dia melepaskan pelukannya.“Hari ini aku masih kerja dari sini dulu sambil menjaga kamu, Sayang.” Devan mencolek hidung mancung Nadya dengan gemas.“Aku sudah sembuh kok. Aku sudah tidak demam lagi. Mas bisa berangkat kerja sekarang, biar aku yang menunggui apartemen Mas,” ucap Nadya.Devan menggelengkan kepalanya dan mengecup pip
Nadya terkejut kala tiba-tiba panggilan telepon ibunya terputus. Dia seketika panik, takut terjadi sesuatu pada ibunya. Untuk mengetahui kondisi ibunya, dia langsung melakukan panggilan video call. Dan tak lama panggilan itu segera diangkat oleh ibunya langsung. Nadya bernapas lega kala wajah cantik ibunya terpampang di layar telepon genggamnya.“Halo, Nad. Maaf tadi terputus karena baterainya lemah jadi harus di charge dulu. Dan kebetulan Mama haus jadi minum dulu. Lama deh hubungi kamu lagi. Tak tahunya kamu langsung video call hehehe. Maaf ya, sayang, sudah bikin kamu panik.” Wajah Laura, ibu Nadya terlihat di layar sedang tertawa dan hal itu membuat Nadya tenang.“Mama, bikin aku panik. Aku pikir tadi terjadi sesuatu pada Mama, sehingga tiba-tiba putus panggilan teleponnya.” Nadya mengerucutkan bibirnya, yang membuat Laura tersenyum melihat putri sulungnya.“Iya, kan Mama sudah minta maaf tadi. Eh, Nad, sekarang kamu ada di mana, sih? kok kayaknya bukan seperti di apartemen kamu,