Rasa malu Winena seperti bertahan di wajah, bahkan setelah lebih dari setengah hari ia melakukan sesuatu hal yang gila untuk Sena. Yang bahkan tidak pernah Winena lakukan dengan Faris saat mereka masih menikah dulu. "Kamu nggak berniat pulang ke rumah buat ganti baju?" usir Winena yang diam-diam memperhatikan gerak-gerik Sena yang sedang sibuk mengeringkan tubuh bagian atas dengan handuk. Laki-laki itu baru selesai mandi setelah nyaris enam jam tidur nyenyak di kamar Winena. Dengkurannya keras sekali, menunjukkan dengan jelas bahwa selama beberapa hari terakhir laki-laki itu kurang tidur. "Aku memang nggak berniat pulang ke rumah. Malam ini aku langsung balik ke Jakarta." "Gila kamu?" Sena mendengkus. Ia menengok ke arah Winena dengan pelototan kesal. "Gila gara-gara kamu, Win. Aku nggak tenang ngebiarin kamu marah terus sama aku." "Tapi kan kamu bisa tinggal telepon aku." Setelah menggantung handuk di balik pintu kamar mandi, Sena menghampiri Winena yang duduk di ujung tempat
Dulu, Winena cukup yakin dirinya bukan orang yang plin-plan. Tetapi semenjak bersama Sena, Winena menyadari bahwa beberapa kali ia impulsif melakukan sesuatu yang kemudian disesalinya. Seperti saat ia meminta putus kepada Sena, lalu dengan mudah diluluhkan oleh laki-laki itu, yang memiliki kesabaran luas sehingga tidak dengan mudah terpantik emosi saat berusaha meyakinkan Winena yang saat itu begitu tidak percaya diri untuk bisa tetap terus bersamanya. Kemudian saat kedua kalinya Winena meminta hal yang sama, sekali lagi, Winena dengan mudah kembali berubah pikiran. Siapa lagi jika bukan karena Sena? "Kamu yakin nggak mau nginep semalam aja di sini?" tanya Winena yang ke sekian kalinya. "Nginep di kos kamu?" Winena mengangguk yakin. "Tapi kamu lagi datang bulan. Kan nggak bisa diapa-apain, Win. Rugi dong!" Winena memukul lengan Sena dengan gemas. "Berisik, ah!" "Kamu nggak bisa diapa-apain, malah aku yang kamu apa-apain," goda Sena lagi. Dan Winena pun kembali memukul lengan Se
Sena benar-benar tidak menyinggung sama sekali tentang Tante Elis ataupun tentang Ibu setiap kali menelepon Winena, seperti permintaan wanita itu di saat mereka bertemu terakhir kali. Meski masih ada sedikit rasa kecewa, Winena pun sudah kembali mengabari Tante Elis tentang keadaannya. Tidak setiap hari. Juga tidak terlalu mendetail seperti sebelum-sebelumnya. Tidak ada pula video call saat Om Tirta ingin bicara atau sekadar memastikan bisa melihat wajah Winena. Tetapi untuk keadaan yang sekarang, itu semua sudah lebih dari cukup. Tante Elis mungkin juga sempat merasa kehilangan Winena, karena balasan-balasan pesannya tidak menunjukkan tanda-tanda kemarahan seperti sebelum Winena pergi meninggalkan rumah tanpa pamit untuk kembali ke Yogyakarta minggu lalu. Tante Elis sepertinya juga paham kalau untuk sekarang mereka memang perlu menjaga jarak jika tak ingin hubungan mereka semakin renggang. Sebab, jika terus dipaksakan untuk mengerti perasaan satu sama lain, yang Winena takutkan ada
Setelah akad nikah sahabatnya, Sena masih sempat mengajak mengobrol dengan Reiga tentang pekerjaan. Obrolan mereka yang serius dan sesekali ada ketegangan di antara mereka itu membuat orang-orang di sekitar mereka menyingkir satu per satu. Sementara itu, Winena pun memilih untuk mengobrol dengan istri Reiga yang bernama Kala sambil menyantap hidangan yang disajikan. Sama seperti Reiga, keluarga dan istrinya juga sangat ramah. Winena jadi tidak merasa terasing di tengah orang-orang yang baru dikenalnya."Aku udah kenal Sena cukup lama. Sekitar lima atau enam tahunan gitu dan dia sama sekali belum berubah. Masih sama seperti yang aku kenal pertama kali. Baik, ramah, walaupun sering juga bertingkah konyol," cerita Kala yang sejak tadi menodong Winena tentang awal mula Winena kenal dengan Sena.Winena tersenyum sembari melirik Sena yang saat ini tengah serius menekuri bendel kertas yang Winena yakini adalah berkas perkara kasus yang sedang ditanganinya bersama Reiga. Winena geleng-geleng
Lagi-lagi, agenda Winena yang ingin membayar 'utang' dengan berenang bersama Sena harus gagal sebelum terlaksana karena ada telepon dari Ibu yang meminta Sena agar cepat-cepat pulang ke Yogyakarta. Hari masih begitu pagi saat telepon itu datang. Sena dan Winena bahkan masih bergelung di bawah selimut. "Ibu, jelasin pelan-pelan ada apa? Kalau Ibu panik, aku juga jadi nggak bisa tenang nyetir dari sini nanti," kata Sena setelah sejak tadi mendengar suara Ibu yang terdengar gusar. "Kamu pokoknya langsung pulang sekarang. Ibu nggak bisa jelasin di telepon. Ini penting sekali." Sesuatu telah terjadi dan Ibu tidak mau langsung mengatakannya di telepon. "Soal apa, Bu? Mbak Binar? Semalam aku video call sebentar, Mbak Binar kelihatan baik-baik saja kok." "Bukan. Binar baik-baik saja, kata dokternya malah sudah boleh pulang dalam dua atau tiga hari ke depan." Ibu menghela napas. "Pokoknya kamu pulang saja dulu." Sena dan Winena bertatapan. "Sena, pulang ya," pinta Ibu. Memutus pandangan
Saat Ibu marah-marah di telepon tadi, Sena sudah menduga kalau memang ada sesuatu tentang Winena yang Ibu ketahui karena Ibu benar-benar bersikukuh tidak ingin Sena membawa pulang Winena. Ibu juga terdengar marah sekali. Jadi, Sena mengetahui begitu saja bahwa apa yang akan dibicarakan Ibu adalah perihal yang sangat serius.Sena hanya tidak menyangka kalau ada seseorang yang sengaja mengirimkan sebuah paket ke rumah yang ditujukan langsung kepada Ibu. Sena tidak bisa memikirkan nama lain selain Nindi. Hanya wanita itu yang mengonfrontasi dirinya sejak mengetahui hubungannya dengan Winena."Ibu dapat foto-foto itu dari mana?" tanya Sena sembari menahan amarahnya kepada Nindi.Sena sebisa mungkin menahan diri dengan keras untuk tidak merobek-robek tumpukan foto pernikahan Winena dengan Faris yang langsung disodorkan Ibu ke muka laki-laki itu begitu tiba di rumah beberapa menit yang lalu. Sena bahkan belum sempat duduk."Apa itu penting sekarang, Sena?" Ibu menggeram marah.Kepala Sena p
Bahkan meski sudah bertahun-tahun terlewati, tidak ada satu orang pun yang bisa benar-benar membuang masa lalu mereka. Sekeras apa pun mencoba. Seperti Winena yang sudah sengaja menjauh dan melarikan diri, bayang-bayang itu tetap terus mengikuti. Winena mau tidak mau harus menerima kenyataan dan berusaha menjalani hidup dengan apa adanya. Dan Winena pun kini harus meyakinkan Ibu agar wanita itu mau menerima Winena beserta masa lalunya. Seperti yang Sena janjikan, Sena menceritakan apa yang terjadi di rumah. Sena tidak menjelaskan secara detail tentang apa yang dikatakan Ibu, tetapi Winena mengerti apa yang diinginkan Ibu. Ibu yang tidak bisa menerima Winena karena telah mengetahui status Winena yang pernah menikah. Winena dipaksa untuk berhenti sebelum sempat benar-benar berjuang. Tetapi, cerita Sena tidak berhenti hanya sampai di sana. Setelah banyak perdebatan, Ibu bisa sedikit luluh dan mengizinkan Winena untuk datang ke rumah. Setelahnya, semua keputusan ada di tangan Ibu. Kala
Setelah kembali ke Jakarta, terhitung sudah satu bulan berlalu, pekerjaan Sena ternyata tidak bisa ditinggalkan barang sebentar saja, terlebih setelah ditemukannya lebih banyak bukti pada kasus korupsi yang sedang ditanganinya. Sena sibuk sekali hingga untuk bertukar pesan dengan Winena saja hanya sempat saat sudah mau tidur dan saat bangun tidur saja. Di waktu malam siang, Sena juga lebih sering tetao bekerja. Sena pun tak punya waktu untuk melakukan video call sehingga Winena hanya puas mendengarkan suara Sena lewat voice note dan menahan rindu yang semakin menguat.Karena kesibukan Sena yang entah kapan akan berakhir, Winena berniat untuk datang ke rumah orang tua Sena sendirian. Winena tidak bisa lebih lama lagi menunggu untuk segera menemui Ibu dan menjelaskan segalanya. Namun, Sena tidak mengizinkan. Sena tidak ingin Winena sendirian saat harus menghadapi Ibu."Semoga minggu depan aku bisa pulang ya, Sayang," ucap Sena melalui sambungan telepon.Tadi pagi, Winena sengaja mengiri
Anakku tersayang, WinenaSaat kamu menerima surat ini, mungkin Ayah sudah tidak ada di dunia lagi. Melalui surat ini, Ayah ingin mengatakan betapa besar rasa syukur dan rasa bangga Ayah bisa memiliki kamu sebagai anak. Kamu sudah berkali-kali mendengar dari Ibu kalau dulu kami sangat menanti-nantikan kehadiran anak dalam pernikahan kami yang sudah bertahun-tahun. Saat kami sudah nyaris menyerah, kamu hadir melengkapi kebahagiaan kami. Kamu selalu menjadi kebahagiaan kami, Win.Bahkan, saat hubungan Ayah dan Ibu sudah tidak seperti dulu lagi, kami selalu mencintai kamu sama besarnya seperti saat kamu masih berada di rahim ibumu.Tentang keadaan Ayah dan Ibu yang telah berubah dan akhirnya berimbas ke kamu, menyakiti kamu, Ayah minta maaf, Nak. Maaf, karena Ayah sudah merusak keluarga impian yang selalu kamu inginkan.Winena, Ayah sangat menyesal karena menciptakan dunia yang mengerikan untuk kamu tinggali. Tetapi Ayah yakin kalau kamu akan bisa menemukan dunia yang lebih indah daripada
"Kamu ingat nggak sih, Win, kalau kamu masih punya utang ke aku yang belum kamu bayar?" Sena memainkan rambut panjang Winena. Ujung-ujung jarinya perlahan turun, menyentuh tulang selangka Winena yang tidak tertutup apa-apa. Setelah pergumulan Sena dan Winena di atas tempat tidur beberapa saat yang lalu, mereka masih bergelung di balik selimut tanpa mengenakan pakaian kembali. Bukan karena malas bergerak, tetapi Winena tidak cukup puas jika hanya satu ronde. Mereka hanya istirahat sejenak sebelum melanjutkan kesenangan bersama. "Utang apa? Es krim?" Winena mengernyit. Sena berdecak, tetapi tak urung terkekeh. Soal cemilan, mereka punya selera yang berbeda sehingga mereka tak pernah mengusik cemilan milik masing-masing. Tetapi semuanya berubah begitu saja saat Winena hamil. Segala jenis cemilan yang dulu tidak disukainya, kini semuanya masuk ke perut. Terutama cemilan-cemilan milik Sena yang dulunya selalu dihindari Winena. "Bukan, Sayang. Tapi soal renang. Udah berapa kama sejak kam
Dua tahun kemudian.....Rasanya, seperti mimpi.Tujuh tahun yang lalu, saat Winena menikah dengan Faris rasanya tidak seperti ini. Saat itu, Winena hanya melewatinya dengan hati yang berbunga-bunga dan perasaan yang menggebu-gebu ingin segera menyambut kehidupan rumah tangganya bersama Faris.Bersama Sena, Winena terus-menerus menemukan perjalanan yang benar-benar baru yang menantang dan penuh kejutan. Segalanya terasa berbeda. Dan Winena tidka punya waktu untuk membandingkan dengan pernikahan pertamanya dahulu. Sebab, Winena terlalu bahagia karena akhirnya bisa mengikatkan diri dalam janji suci pernikahan bersama Seba setelah lika-liku hubungan mereka selama dua tahun terakhir.Rasanya, seperti baru pertama kali Winena mendengar namanya disebutkan dengan merdu dalam ijab qabul. Winena menangis terisak saat haru menyelebungi seluruh sel dalam tubuhnya yang meneriakkan kebahagiaan.Rasanya, seperti baru pertama kali Winena merasakan jantungnya berdebar keras saat akan menyambut malam
Nindi sontak kembali berbalik untuk menatap Sena dan langsung memberikan tatapan tajam dan sengit yang bisa diartikan sebagai, "Kenapa wanita itu ada di sini?" "Lho, Mas nggak bilang kalau lagi ada yang jenguk." Ibu masuk diikuti Winena yang sama sekali tidak menatap Sena. "Kalau tahu begitu tadi porsinya bisa Ibu lebihin biar kita bisa sekalian makan siang bersama." "Nindi udah mau balik kok, Bu," balas Sena dengan tatapan yang tidak lepas dari Winena yang sibuk mengeluarkan makanan dari kantong plastik yang tadi wanita itu bawa. "Cantik namanya. Persis seperti orangnya," puji Ibu. "Teman Sena di kejaksaan juga, Mbak Nindi?" Sena dapat melihat gerakan tangan Winena yang terhenti selama beberapa detik sebelum kembali melanjutkan kegiatannya. Wanita itu masih pura-pura tidak memedulikan Sena maupun Nindi. "Bukan, Tante." Nindi yang lebih dulu mendekat untuk menyalami tangan Ibu. Hanya jabat tangan singkat, tanpa mencium punggung tangan. "Saya public figure. Bekerja di dunia hibura
Sena termenung lama menatap ke luar jendela rumah sakit setelah rekan-rekan kerjanya yang menjenguknya satu per satu pamit undur diri. Sudah beberapa hari lalu Sena mendengar cerita singkat dari Tante Elis bahwa Winena sekarang ada di Jakarta. Bahwa Winena sudah keluar dari tempat kerjanya di Yogyakarta karena keadaan Om Tirta memburuk. Winena ada di dekatnya. Setelah tiga bulan lamanya Sena berjauhan dengan Winena, kini Sena bisa kembali berdekatan dengan wanita yang ia cintai dan rindukan dengan sangat. Sena sempat berharap setelah mengetahui bahwa wanita itu juga sempat menunggui dirinya selama operasi yang kedua. Namun, hingga satu minggu kemudian, saat Sena sudah diizinkan pulang, Winena tidak datang lagi. Sena sadar bahwa dirinya sekarang tampak sangat menyedihkan karena masih mengharapkan sosok yang telah mencampakkannya tanpa mau diajak kompromi sama sekali. Namun, harap itu benar-benar tak bisa dipupus, terutama setelah kunjungan Tante Elis yang tidak lagi menunjukkan kebe
"Ibu mau minta maaf, Win," ucap Ibu setelah sepuluh menit menit awal hanya berbasa-basi.Pagi tadi, saat Winena sudah dalam perjalanan menuju rumah sakit, Ibu mengirim pesan. Mengingatkan Winena tentang rencana pertemuan mereka. Dan Winena pun langsung setuju untuk bicara di kantin rumah sakit saja sekalian makan siang."Minta maaf untuk apa, Bu?""Karena pernah melukai hati kamu dengan kata-kata menyakitkan dan membuat hubungan kamu dengan Sena rusak. Ibu sangat menyesal karena menempatkan kalian pada situasi sulit. Maafkan Ibu ya, Nak."Winena dihantam rasa sakit di dada karena ucapan Ibu yang terdengar begitu sedih. Membuat Winena ingin menangis. "Bukan salah, Ibu. Perpisahan saya dan Sena terjadi karena pilihan saya sendiri."Ibu tersenyum sedih. "Pilihan kamu itu ada karena penolakan demi penolakan keras Ibu terhadap kamu, kan? Ibu yang minta kalian berpisah. Ibu yang menginginkan kalian hanya berteman."Winena diam saja. Sebab, apa yang dikatakan Ibu benar adanya. Namun, Winena
Tidak pernah terbayang sama sekali di benak Winena akan kembali bertemu dengan Bapak dan Ibu dalam kondisi seperti ini. Kesedihan pekat membayang di wajah kedua orang tua Sena itu yang sejak tadi tidak bisa berhenti mondar-mandir di depan ruang operasi. Ini adalah operasi yang kedua, karena Sena mengalami komplikasi pasca operasi darurat tiga hari yang lalu saat laki-laki itu dilarikan ke rumah sakit.Winena tidak banyak bicara dengan Bapak dan Ibu karena memang saat ini bukan waktu yang tepat. Winena pun berpikir bahwa memang sudah tidak ada yang perlu dibicarakan lagi karena hubungannya dengan Sena sudah selesai. Winena berada di sana karena perlu memastikan laki-laki itu selamat dan baik-baik, lalu pergi setelahnya.Selain kedua orang tua Sena, di sana ada Reiga dan juga Pak Rudi, yang diketahui Winena sebagai kepala jaksa di tempat Sena bekerja. Mereka baru saja datang setelah kembali dari kantor polisi untuk dimintai keterangan.Reiga sempat agak kaget melihat ada Winena, mungkin
Jantung Winena masih berdenyut sakit setiap kali kakinya menginjak tanah Jakarta. Tetapi, kali ini sakitnya berdenyut lebih kuat. Berkali-kali lipat lebih sakit jika dibandingkan dengan sebelum ia mengenal Sena. Mengetahui bahwa dirinya berada di satu kota yang sama dengan mantan kekasihnya itu—hingga hari ini Sena masih sibuk mengurus kasus korupsi skala besar yang dilakukan oleh belasan oknum pejabat tinggi negara—membuat Winena khawatir akan sering bersinggungan dengan laki-laki itu saat ia keluar rumah.Kekhawatiran Winena sebenarnya terlalu berlebihan. DKI Jakarta dihuni oleh kurang lebih sebelas juta jiwa penduduk. Seharusnya memang tidak banyak probabilitas untuk bertemu Sena dengan tidak sengaja.Lucunya, yang sama sekali tidak Winena perkirakan adalah... ia bertemu dengan Nindi Fahrani saat turun dari pesawat kelas bisnis. Winena terheran-heran karena ia kira artis sekelas Nindi Fahrani selalu menjadi penumpang first class yang bisa mendapatkan pelayanan khusus dan didampingi
Berpisah dengan Sena adalah patah hati terbesar Winena setelah usaha kerasnya dalam setahun terakhir untuk pulih dari luka karena kehilangan orang tua dan juga akibat perceraiannya dengan Faris.Dan hari ini, terhitung sudah tiga bulan sejak Winena memutuskan Sena secara sepihak di depan rumah orang tua laki-laki itu. Sejak hari itu, Winena tidak pernah lagi bertemu dengan Sena. Laki-laki itu sempat beberapa kali menghubungi Winena dan mengajaknya bertemu, tetapi Winena menolak. Winena tidak siap terluka lagi dan melihat luka yang sama besarnya di mata Sena. Sena menyerah pada percobaan yang entah ke berapa. Yang Winena ingat, ini sudah lebih dari satu bulan sejak ia dan Sena benar-benar telah berhenti berkomunikasi dengan satu sama lain.Segala angan dan harap yang pernah Winena khayalkan bersama Sena telah terbakar menjadi abu. Sudah tak ada lagi yang bisa diperjuangkan. Winena kira, seiring berjalannya waktu, Winena akan bisa mengikhlaskan dan melanjutkan hidup. Seperti saat Winena