Winena tidak bisa menahan senyumnya saat melihat Sena sudah menunggu di pintu keluar tepat di titik penjemputan di Terminal 2 di bandara Soekarno-Hatta. Laki-laki itu melambaikan tangan dan tersenyum lebar."Hai, Sayang!" seru Sena yang agak terlalu keras hingga mencuri tatapan banyak pasang mata di sana.Winena malu sekali karena langsung menjadi perhatian, tetapi kemudian mempercepat langkah agar bisa segera sampai di tempat Sena berdiri."Kamu kenapa teriak-teriak, sih? Malu!" protes Winena, masih dengan senyum yang benar-benar tak bisa ditahan. Terlalu bahagia karena bisa bertemu lagi dengan sang kekasih.Kacamata hitam yang tadinya menutupi kedua mata Sena segera dilepaskan laki-laki itu, untuk bisa menatap Winena secara langsung. Mata itu, memancarkan kerinduan yang sama. Winena pun tersenyum semakin lebar."Kangen banget," ucap Sena melarikan tangan ke wajah Winena, memajukan wajah untuk mengecup kening Winena, lalu mendekap wanita itu erat-erat."Aku juga," balas Winena seraya
Sena baru akan kembali masuk ke dalam mobil untuk pulang ke apartemen saat tiba-tiba ada mobil lain yang berhenti secara serampangan hingga nyaris menabrak bemper mobil pinjaman Sena. Pemiliknya, seorang wanita, tergesa-gesa keluar. Langkahnya tergopoh-gopoh. Belum sempat Sena menegur, wanita yang tampak seumuran dengan ibunya itu sudah berdiri di depan Winena yang kebingungan."Tante Diah, ada perlu apa malam-malam begini?" Winena sekilas melirik Sena yang sekarang sedang bimbang antara mau tetap tinggal lebih lama atau langsung pulang seperti rencananya tadi."Win, kenapa nggak pernah bilang sama Mama kalau Faris melakukan KDRT ke kamu?"Pertanyaan yang dilontarkan wanita bernama Tante Diah tanpa basa-basi itu mengagetkan Sena."Tante, maaf, itu—""Mama berkali-kali tanya ke Faris kenapa kalian bercerai, tetapi Faris nggak pernah mau bilang," sela Tante Diah seraya meraih tangan Winena untuk digenggam."Tante Diah," Winena bicara pelan seraya berusaha melepaskan tangan Tante Diah. "
Seperti yang sudah Winena takutkan akan terjadi, Tante Elis sangat kecewa karena fakta yang baru saja diketahuinya tadi malam. Ini yang membuat Winena sempat memilih untuk menghentikan semua yang sudah ia mulai dengan Sena. Winena bukan hanya memikirkan bagaimana reaksi orang tua Sena saat diberitahu tentang keluarga Winena yang bermasalah, tetapi juga reaksi Tante Elis saat mengetahui tentang Sena yang dianggap keluarga Winena punya andil dalam menghancurkan hidup keluarga mereka. Yang lebih menyakitkan, Tante Elis tidak hanya kecewa tetapi juga begitu sakit hati hingga Winena masih mendengar tangis Tante Elis ketika waktu sudah menunjukkan pukul tiga pagi. Winena pun sempat menangis, tetapi tak lama kemudian ketiduran karena terlalu lelah setelah lembur di kantor dua hari terakhir dan juga perjalanan singkat dari Yogyakarta ke Jakarta. Ditambah lagi karena ini pertama kalinya Winena bertengkar dengan Tante Elis. Pertengkaran yang sangat serius pula. "Pagi, Tante. Masak apa?" Wine
Keinginan kuat Winena untuk bertemu Sena dan menuntaskan rindu terpaksa Winena tahan karena ia tidak ingin membuat Tante Elis semakin sedih dan marah mengetahui dirinya tetap nekat pergi setelah pertengkaran mereka siang tadi. Oleh karena itu, Winena mengurung diri di kamar untuk berteleponan dengan Sena setelah puas menangis."Nanti kita coba lagi ya, Sayang. Sekarang kamu harus tenang," ucap Sena setelah Winena menceritakan pertengkarannya dengan Tante Elis tadi.Winena menatap ke luar jendela. Semakin beranjak sore, cuaca yang tadinya cerah telah berubah menjadi mendung. Seperti perasaan Winena saat ini."Tante Elis nangis lagi tadi. Gara-gara aku terlalu memaksa Tante untuk menerima kita.""Beliau pasti masih kaget dengan semuanya. Jangan kamu ajak bahas tentang kita dulu. Kamu juga, jangan nangis lagi. Semuanya akan membaik.""Aku selama ini terlalu sibuk memikirkan diriku sendiri sampai melupakan Tante Elis yang juga sangat kehilangan Ibu. Sekarang aku malah menambah luka baru d
WARNING 18+Dimohon untuk bijak dalam membaca ya^^..Winena kembali ke Yogyakarta keesokan harinya tanpa menyelesaikan masalahnya dengan Tante Elis dan juga dengan Sena. Winena bahkan pergi begitu saja tanpa memberitahu Tante Elis yang masih belum pulang dari rumah Tante Vera. Winena juga tidak mengabari Sena yang dari semalam mengirimkan berderet-deret pesan dan voice note. Winena sampai harus mengancam akan memblokir nomor Sena jika laki-laki itu terus menerornya.Selama nyaris seminggu, Winena tidak lagi mengabari Tante Elis tentang kesehariannya, karena Tante Elis pun tidak bertanya apa-apa. Winena juga belum bicara lagi dengan Sena yang memang tidak lagi menerornya dengan banyak pesan, tetapi sehari sekali tetap menanyakan kabar Winena. Winena selalu membalas dengan singkat tanpa menanyakan balik tentang kabar Sena dan setelahnya Sena tidak akan membalas apa-apa lagi. Begitu terus dalam lima hari terakhir ini. Winena pikir akan terus begitu sampai seterusnya. Tetapi pagi ini, k
Rasa malu Winena seperti bertahan di wajah, bahkan setelah lebih dari setengah hari ia melakukan sesuatu hal yang gila untuk Sena. Yang bahkan tidak pernah Winena lakukan dengan Faris saat mereka masih menikah dulu. "Kamu nggak berniat pulang ke rumah buat ganti baju?" usir Winena yang diam-diam memperhatikan gerak-gerik Sena yang sedang sibuk mengeringkan tubuh bagian atas dengan handuk. Laki-laki itu baru selesai mandi setelah nyaris enam jam tidur nyenyak di kamar Winena. Dengkurannya keras sekali, menunjukkan dengan jelas bahwa selama beberapa hari terakhir laki-laki itu kurang tidur. "Aku memang nggak berniat pulang ke rumah. Malam ini aku langsung balik ke Jakarta." "Gila kamu?" Sena mendengkus. Ia menengok ke arah Winena dengan pelototan kesal. "Gila gara-gara kamu, Win. Aku nggak tenang ngebiarin kamu marah terus sama aku." "Tapi kan kamu bisa tinggal telepon aku." Setelah menggantung handuk di balik pintu kamar mandi, Sena menghampiri Winena yang duduk di ujung tempat
Dulu, Winena cukup yakin dirinya bukan orang yang plin-plan. Tetapi semenjak bersama Sena, Winena menyadari bahwa beberapa kali ia impulsif melakukan sesuatu yang kemudian disesalinya. Seperti saat ia meminta putus kepada Sena, lalu dengan mudah diluluhkan oleh laki-laki itu, yang memiliki kesabaran luas sehingga tidak dengan mudah terpantik emosi saat berusaha meyakinkan Winena yang saat itu begitu tidak percaya diri untuk bisa tetap terus bersamanya. Kemudian saat kedua kalinya Winena meminta hal yang sama, sekali lagi, Winena dengan mudah kembali berubah pikiran. Siapa lagi jika bukan karena Sena? "Kamu yakin nggak mau nginep semalam aja di sini?" tanya Winena yang ke sekian kalinya. "Nginep di kos kamu?" Winena mengangguk yakin. "Tapi kamu lagi datang bulan. Kan nggak bisa diapa-apain, Win. Rugi dong!" Winena memukul lengan Sena dengan gemas. "Berisik, ah!" "Kamu nggak bisa diapa-apain, malah aku yang kamu apa-apain," goda Sena lagi. Dan Winena pun kembali memukul lengan Se
Sena benar-benar tidak menyinggung sama sekali tentang Tante Elis ataupun tentang Ibu setiap kali menelepon Winena, seperti permintaan wanita itu di saat mereka bertemu terakhir kali. Meski masih ada sedikit rasa kecewa, Winena pun sudah kembali mengabari Tante Elis tentang keadaannya. Tidak setiap hari. Juga tidak terlalu mendetail seperti sebelum-sebelumnya. Tidak ada pula video call saat Om Tirta ingin bicara atau sekadar memastikan bisa melihat wajah Winena. Tetapi untuk keadaan yang sekarang, itu semua sudah lebih dari cukup. Tante Elis mungkin juga sempat merasa kehilangan Winena, karena balasan-balasan pesannya tidak menunjukkan tanda-tanda kemarahan seperti sebelum Winena pergi meninggalkan rumah tanpa pamit untuk kembali ke Yogyakarta minggu lalu. Tante Elis sepertinya juga paham kalau untuk sekarang mereka memang perlu menjaga jarak jika tak ingin hubungan mereka semakin renggang. Sebab, jika terus dipaksakan untuk mengerti perasaan satu sama lain, yang Winena takutkan ada
Anakku tersayang, WinenaSaat kamu menerima surat ini, mungkin Ayah sudah tidak ada di dunia lagi. Melalui surat ini, Ayah ingin mengatakan betapa besar rasa syukur dan rasa bangga Ayah bisa memiliki kamu sebagai anak. Kamu sudah berkali-kali mendengar dari Ibu kalau dulu kami sangat menanti-nantikan kehadiran anak dalam pernikahan kami yang sudah bertahun-tahun. Saat kami sudah nyaris menyerah, kamu hadir melengkapi kebahagiaan kami. Kamu selalu menjadi kebahagiaan kami, Win.Bahkan, saat hubungan Ayah dan Ibu sudah tidak seperti dulu lagi, kami selalu mencintai kamu sama besarnya seperti saat kamu masih berada di rahim ibumu.Tentang keadaan Ayah dan Ibu yang telah berubah dan akhirnya berimbas ke kamu, menyakiti kamu, Ayah minta maaf, Nak. Maaf, karena Ayah sudah merusak keluarga impian yang selalu kamu inginkan.Winena, Ayah sangat menyesal karena menciptakan dunia yang mengerikan untuk kamu tinggali. Tetapi Ayah yakin kalau kamu akan bisa menemukan dunia yang lebih indah daripada
"Kamu ingat nggak sih, Win, kalau kamu masih punya utang ke aku yang belum kamu bayar?" Sena memainkan rambut panjang Winena. Ujung-ujung jarinya perlahan turun, menyentuh tulang selangka Winena yang tidak tertutup apa-apa. Setelah pergumulan Sena dan Winena di atas tempat tidur beberapa saat yang lalu, mereka masih bergelung di balik selimut tanpa mengenakan pakaian kembali. Bukan karena malas bergerak, tetapi Winena tidak cukup puas jika hanya satu ronde. Mereka hanya istirahat sejenak sebelum melanjutkan kesenangan bersama. "Utang apa? Es krim?" Winena mengernyit. Sena berdecak, tetapi tak urung terkekeh. Soal cemilan, mereka punya selera yang berbeda sehingga mereka tak pernah mengusik cemilan milik masing-masing. Tetapi semuanya berubah begitu saja saat Winena hamil. Segala jenis cemilan yang dulu tidak disukainya, kini semuanya masuk ke perut. Terutama cemilan-cemilan milik Sena yang dulunya selalu dihindari Winena. "Bukan, Sayang. Tapi soal renang. Udah berapa kama sejak kam
Dua tahun kemudian.....Rasanya, seperti mimpi.Tujuh tahun yang lalu, saat Winena menikah dengan Faris rasanya tidak seperti ini. Saat itu, Winena hanya melewatinya dengan hati yang berbunga-bunga dan perasaan yang menggebu-gebu ingin segera menyambut kehidupan rumah tangganya bersama Faris.Bersama Sena, Winena terus-menerus menemukan perjalanan yang benar-benar baru yang menantang dan penuh kejutan. Segalanya terasa berbeda. Dan Winena tidka punya waktu untuk membandingkan dengan pernikahan pertamanya dahulu. Sebab, Winena terlalu bahagia karena akhirnya bisa mengikatkan diri dalam janji suci pernikahan bersama Seba setelah lika-liku hubungan mereka selama dua tahun terakhir.Rasanya, seperti baru pertama kali Winena mendengar namanya disebutkan dengan merdu dalam ijab qabul. Winena menangis terisak saat haru menyelebungi seluruh sel dalam tubuhnya yang meneriakkan kebahagiaan.Rasanya, seperti baru pertama kali Winena merasakan jantungnya berdebar keras saat akan menyambut malam
Nindi sontak kembali berbalik untuk menatap Sena dan langsung memberikan tatapan tajam dan sengit yang bisa diartikan sebagai, "Kenapa wanita itu ada di sini?" "Lho, Mas nggak bilang kalau lagi ada yang jenguk." Ibu masuk diikuti Winena yang sama sekali tidak menatap Sena. "Kalau tahu begitu tadi porsinya bisa Ibu lebihin biar kita bisa sekalian makan siang bersama." "Nindi udah mau balik kok, Bu," balas Sena dengan tatapan yang tidak lepas dari Winena yang sibuk mengeluarkan makanan dari kantong plastik yang tadi wanita itu bawa. "Cantik namanya. Persis seperti orangnya," puji Ibu. "Teman Sena di kejaksaan juga, Mbak Nindi?" Sena dapat melihat gerakan tangan Winena yang terhenti selama beberapa detik sebelum kembali melanjutkan kegiatannya. Wanita itu masih pura-pura tidak memedulikan Sena maupun Nindi. "Bukan, Tante." Nindi yang lebih dulu mendekat untuk menyalami tangan Ibu. Hanya jabat tangan singkat, tanpa mencium punggung tangan. "Saya public figure. Bekerja di dunia hibura
Sena termenung lama menatap ke luar jendela rumah sakit setelah rekan-rekan kerjanya yang menjenguknya satu per satu pamit undur diri. Sudah beberapa hari lalu Sena mendengar cerita singkat dari Tante Elis bahwa Winena sekarang ada di Jakarta. Bahwa Winena sudah keluar dari tempat kerjanya di Yogyakarta karena keadaan Om Tirta memburuk. Winena ada di dekatnya. Setelah tiga bulan lamanya Sena berjauhan dengan Winena, kini Sena bisa kembali berdekatan dengan wanita yang ia cintai dan rindukan dengan sangat. Sena sempat berharap setelah mengetahui bahwa wanita itu juga sempat menunggui dirinya selama operasi yang kedua. Namun, hingga satu minggu kemudian, saat Sena sudah diizinkan pulang, Winena tidak datang lagi. Sena sadar bahwa dirinya sekarang tampak sangat menyedihkan karena masih mengharapkan sosok yang telah mencampakkannya tanpa mau diajak kompromi sama sekali. Namun, harap itu benar-benar tak bisa dipupus, terutama setelah kunjungan Tante Elis yang tidak lagi menunjukkan kebe
"Ibu mau minta maaf, Win," ucap Ibu setelah sepuluh menit menit awal hanya berbasa-basi.Pagi tadi, saat Winena sudah dalam perjalanan menuju rumah sakit, Ibu mengirim pesan. Mengingatkan Winena tentang rencana pertemuan mereka. Dan Winena pun langsung setuju untuk bicara di kantin rumah sakit saja sekalian makan siang."Minta maaf untuk apa, Bu?""Karena pernah melukai hati kamu dengan kata-kata menyakitkan dan membuat hubungan kamu dengan Sena rusak. Ibu sangat menyesal karena menempatkan kalian pada situasi sulit. Maafkan Ibu ya, Nak."Winena dihantam rasa sakit di dada karena ucapan Ibu yang terdengar begitu sedih. Membuat Winena ingin menangis. "Bukan salah, Ibu. Perpisahan saya dan Sena terjadi karena pilihan saya sendiri."Ibu tersenyum sedih. "Pilihan kamu itu ada karena penolakan demi penolakan keras Ibu terhadap kamu, kan? Ibu yang minta kalian berpisah. Ibu yang menginginkan kalian hanya berteman."Winena diam saja. Sebab, apa yang dikatakan Ibu benar adanya. Namun, Winena
Tidak pernah terbayang sama sekali di benak Winena akan kembali bertemu dengan Bapak dan Ibu dalam kondisi seperti ini. Kesedihan pekat membayang di wajah kedua orang tua Sena itu yang sejak tadi tidak bisa berhenti mondar-mandir di depan ruang operasi. Ini adalah operasi yang kedua, karena Sena mengalami komplikasi pasca operasi darurat tiga hari yang lalu saat laki-laki itu dilarikan ke rumah sakit.Winena tidak banyak bicara dengan Bapak dan Ibu karena memang saat ini bukan waktu yang tepat. Winena pun berpikir bahwa memang sudah tidak ada yang perlu dibicarakan lagi karena hubungannya dengan Sena sudah selesai. Winena berada di sana karena perlu memastikan laki-laki itu selamat dan baik-baik, lalu pergi setelahnya.Selain kedua orang tua Sena, di sana ada Reiga dan juga Pak Rudi, yang diketahui Winena sebagai kepala jaksa di tempat Sena bekerja. Mereka baru saja datang setelah kembali dari kantor polisi untuk dimintai keterangan.Reiga sempat agak kaget melihat ada Winena, mungkin
Jantung Winena masih berdenyut sakit setiap kali kakinya menginjak tanah Jakarta. Tetapi, kali ini sakitnya berdenyut lebih kuat. Berkali-kali lipat lebih sakit jika dibandingkan dengan sebelum ia mengenal Sena. Mengetahui bahwa dirinya berada di satu kota yang sama dengan mantan kekasihnya itu—hingga hari ini Sena masih sibuk mengurus kasus korupsi skala besar yang dilakukan oleh belasan oknum pejabat tinggi negara—membuat Winena khawatir akan sering bersinggungan dengan laki-laki itu saat ia keluar rumah.Kekhawatiran Winena sebenarnya terlalu berlebihan. DKI Jakarta dihuni oleh kurang lebih sebelas juta jiwa penduduk. Seharusnya memang tidak banyak probabilitas untuk bertemu Sena dengan tidak sengaja.Lucunya, yang sama sekali tidak Winena perkirakan adalah... ia bertemu dengan Nindi Fahrani saat turun dari pesawat kelas bisnis. Winena terheran-heran karena ia kira artis sekelas Nindi Fahrani selalu menjadi penumpang first class yang bisa mendapatkan pelayanan khusus dan didampingi
Berpisah dengan Sena adalah patah hati terbesar Winena setelah usaha kerasnya dalam setahun terakhir untuk pulih dari luka karena kehilangan orang tua dan juga akibat perceraiannya dengan Faris.Dan hari ini, terhitung sudah tiga bulan sejak Winena memutuskan Sena secara sepihak di depan rumah orang tua laki-laki itu. Sejak hari itu, Winena tidak pernah lagi bertemu dengan Sena. Laki-laki itu sempat beberapa kali menghubungi Winena dan mengajaknya bertemu, tetapi Winena menolak. Winena tidak siap terluka lagi dan melihat luka yang sama besarnya di mata Sena. Sena menyerah pada percobaan yang entah ke berapa. Yang Winena ingat, ini sudah lebih dari satu bulan sejak ia dan Sena benar-benar telah berhenti berkomunikasi dengan satu sama lain.Segala angan dan harap yang pernah Winena khayalkan bersama Sena telah terbakar menjadi abu. Sudah tak ada lagi yang bisa diperjuangkan. Winena kira, seiring berjalannya waktu, Winena akan bisa mengikhlaskan dan melanjutkan hidup. Seperti saat Winena