"Alhamdulillah."
Laki-laki itu sudah selesai dengan makannya. Dia mencuci tangan dan mengeringkannya dengan menggunakan tisu yang tersedia di meja tamu.
Pemandangan seisi rumahnya terlihat tidak terlalu baik. Di sana-sini terlihat berantakan, karena memang tak ada yang merapikan. Ammad sendiri tidak pandai mengurus rumah, di samping dia memang sibuk dengan pekerjaannya sehari-hari sebagai pengawas lapangan sebuah proyek pembangunan sebuah pusat perbelanjaan di daerahnya.
Tanpa menghiraukan situasi rumahnya yang berantakan, Ammad mengambil ponsel dan kunci motor. Dia bergegas melangkah menuju pintu depan kemudian keluar dari rumah itu
Sekejap kemudian laki-laki itu sudah dalam perjalanan menuju rumah Rosita. Hatinya mulai terasa menghangat dengan perhatian kecil yang ditunjukkan oleh Rosita dengan mengirimkan makan siang. Sesuatu hal yang dulu pernah begitu di rindukannya.
Dul
"Tumben Abang main kemari? Biasanya selalu sibuk." "Hari ini Abang tidak sibuk, karena pekerjaan sudah hampir selesai. Tinggal finishing saja. Mungkin satu atau dua hari ke depan proyek itu selesai." Ammad tersenyum. "Alhamdulillah ... semangat ya, Bang!" Ah, kata-kata yang terdengar dari mulut Rosita begitu manis. Andai saja dulu dia selalu mengucapkan kata-kata itu, pasti dia tidak akan pernah tergoda oleh pesona Naila. "Di mana Fitri?" tanyanya. Ada perasaan canggung saat berhadapan dengan wanita itu sekarang. "Dia sedang tidur, Bang. Kalau Abang mau melihat Fitri, silakan Abang masuk ke dalam kamarku Ammad menggelengkan kepala. "Nanti saja, De. Abang mau ngobrol dulu sama kamu." Rosita mengerutkan kening. "Apakah penting, Bang?" "Nggak terlalu penting juga," sahut Ammad. "Kapan Ade selesai nifa
Semua orang boleh saja menganggap dia sebagai perempuan laknat, tukang selingkuh bahkan perempuan lacur. Dia bisa menerima hal itu, tetapi adakah yang menyadari bagaimana perasaan seorang istri ketika suaminya jatuh hati pada perempuan lain? Dia akui selama ini dia memang salah. Dia hanya fokus kepada anak-anak, memastikan bagaimana agar gaji sang suami setiap bulannya hanya untuk keluarga. Dia tak sadar bahwa sang suami begitu merindukan kemesraan dan perhatian seperti saat mereka baru menikah. Apakah laki-laki itu sedang puber kedua? Ah, entahlah, tetapi kemungkinan seperti itu ada, mengingat usia suaminya yang tak lagi muda. Dari situlah kisah itu bermula. Rosita yang sakit hati memilih menjalin hubungan dengan laki-laki lain, seorang pejabat daerah sekaligus pengusaha. Laki-laki yang memanjakan dirinya, bukan cuma materi, tapi juga urusan di ranjang. Rosita duduk di pinggir ranjang. Matanya lekat m
Hari H resepsi perkawinan Khairul dan Naila semakin dekat. Kesibukan begitu terasa. Setiap anggota keluarga besar Khairul memiliki tugas masing-masing. Meskipun semuanya sudah di tangan pihak Wedding Organizer, tetap saja mereka tidak bisa santai. Hari ini Khairul dan Naila tengah fitting baju pengantin di sebuah butik yang cukup terkenal di kota Pekanbaru. "Bagaimana, Bang?" tanya Naila. Suaranya mengagetkan Khairul yang tengah asyik memandangi istrinya. Di ruangan tertutup itu hanya ada mereka berdua. Gaun berwarna putih dengan jilbab berwarna putih pula membuat wanita itu terlihat begitu anggun, apalagi dengan mahkota silver di kepalanya. "Ade cantik," puji Khairul. "Bajunya sangat pas dengan ukuran tubuh Ade." "Alhamdulillah.... Berarti tidak perlu diapa-apain lagi ya, Bang. Cukup begini saja," sahut Naila. Ade juga sudah merasa nyaman dengan baju ini," sambungnya. Laki-laki itu m
Perempuan itu merasakan jantungnya berdegup kian cepat saat dia mengalungkan tangan ke leher suaminya, lalu mengecup bibirnya sekilas. "Tempat ini sangat indah. Bagaimana mungkin Ade tidak menyukai tempat ini?" "Sebenarnya Abang ingin mengajakmu ke tempat wisata alam Mayang, tapi kalau ke tempat itu rasanya lebih baik dengan membawa serta Nayra. Saat ini Abang hanya ingin berduaan dengan kamu, menikmati bulan madu kita." Kata-kata bulan madu membuat pipi Naila memerah. Perempuan itu merasa dirinya sudah tua dan rasanya tak pantas kalau pernikahan mereka harus disertai dengan sesi bulan madu. Membayangkan semua keromantisan yang tercipta, rasanya dia tak sanggup. "Lah kok Ade jadi terdiam sih? Kenapa?" Khairul menangkap semburat malu di wajah istrinya. "Ade malu?" bisiknya. "Ade sudah tua, Bang. Masa iya masih memer
Laki-laki itu tak perduli dengan sang istri yang terus memberontak. Dia tak peduli dengan ocehan Naila yang minta diturunkan dari gendongannya, bahkan dia tak peduli dengan beberapa pasang mata yang memandangnya dengan penuh senyum dan di dalam hatinya mungkin berpikir bahwa mereka adalah pasangan kekasih yang lagi hot-hotnya memadu cinta.Khairul terus menggendong sang istri menuju parkiran mobil dan begitu sampai, dia mendaratkan tubuh mungil itu ke jok mobil dan menutup pintunya. Khairul masuk mobil dari pintu samping lalu duduk di belakang kemudi."Kenapa sih? Abang kok gitu sama Ade? Ade kan malu dilihat orang. Masa gendong Ade di tengah umum?!" protes Naila. Dia masih berbaring dengan menjadikan paha suaminya sebagai bantal."Kok malu? Sudah halal ini." Gelak tawa laki-laki itu memenuhi mobil mereka."Ade, kan malu. Kasihan sama beberapa pasang mata itu. Mereka pasti menganggap ki
"Ah...!!" Laki-laki itu mengumpat dalam hati. Dia melirik jam yang terpajang di dinding sebuah sudut ruangan. Waktu sudah menunjukkan pukul 17.00 sore."Benar, kita belum salat ashar. Maaf ya. Khairul menghela nafas. Dia menetralkan nafsunya yang sudah berada di ubun-ubun, lalu bangkit dari tubuh istrinya."Kita shalat ashar dulu ya, Sayang. Terima kasih sudah mengingatkan," ujarnya. Laki-laki itu mendahului masuk ke dalam kamar mandi.Naila bangkit dari tempat tidur dan mulai membenarkan kancing-kancing bajunya yang tadi sempat terlepas. Sementara itu matanya terus berkeliling mengatur seisi ruangan."Ruangan yang indah," gumamnya.Belum pernah sekalipun dia masuk ke dalam hotel dan kamar ini sungguh sangat mewah buatnya. Bisa merasakan merasakan dan berbaring di ranjang empuk bahkan seperti mimpi buatnya.Di masa lalu, kemiskinan dan semua yang melekat di d
"Abang ngomong apa sih? Sudah berkali-kali Ade bilang, kalau Ade mencintai Abang," bantahnya keras. Dia memalingkan muka menghadap kaca jendela yang masih menyungguhkan pemandangan malam nan indah "Tidak, Sayang, itu hanya kewajibanmu. Di dalam hatimu masih ada bang Ammad dan juga almarhum suamimu." "Itu sudah menjadi masa lalu Ade. Tolong jangan diungkit-ungkit lagi, Bang!" "Abang tidak bermaksud untuk mengungkit-ungkit masa lalumu, tetapi Abang ingin kamu mencintai Abang sepenuhnya dan tak berpaling kepada kenangan masa lalumu. Abang ingin hanya Abang yang jadi pusat perhatian Ade dan hanya Abang yang menjadi pemilik cinta Ade." "Maaf, Bang. Ade belum bisa untuk itu," lirihnya. Naila menundukkan kepala. Khairul benar. Laki-laki itu begitu peka perasaannya dan bisa membedakan mana yang cinta dan mana yang kewajiban. "Tak apa-apa, Sayang. Kita akan bela
"Abang tidak apa-apa, Sayang. Tidurlah. Abang masih bisa menahan diri kok," ucapnya menenangkan. "Adek istirahat dulu ya." Dia mengusap wajah wanita itu. Naila mulai memejamkan matanya. Rasa lelah dan ngilu di sekujur tubuh membuatnya cepat tertidur, berlayar ke alam mimpi. Melihat itu, Khairul hanya bisa tersenyum. kemudian dia mengalihkan pandangan menatap langit-langit kamar. Dia masih saja teringat percintaan panas mereka barusan. Betapa dia ingin segera mengulanginya kembali. Betapa dia sangat bersyukur bisa memiliki wanita itu dan dia berharap tidak lama lagi akan segera berhasil merebut hati Naila sepenuhnya Khairul bangkit dari tempat tidur setelah mengenakan celana selutut. Dia pun pergi ke kamar mandi. Lelaki tampan itu mengguyur tubuhnya dengan air dingin. Dingin yang menerpa tubuh sama sekali tak dia pedulikan. Sekarang yang terpentin