Stendy bertanya, "Bukannya kamu tadi sibuk berdansa sama pacarmu? Masih punya energi buat memperhatikan apa yang terjadi di tempat kami?" Kedua tangannya disilangkan di depan dada dan ekspresinya tersenyum tipis."Keributan sebesar itu, susah buat pura-pura nggak lihat," jawab Reagan.Stendy mengangkat bahu dengan santai. "Sudah kuduga. Lagian bukannya nggak pernah ditolak. Kamu pasti lebih tahu gimana sifatnya Nadine dibanding aku."Reagan tetap tak berekspresi. Di bawah cahaya lampu jalan yang redup, separuh wajahnya tertutup bayangan. "Sudah kubilang, kamu nggak akan pernah punya kesempatan."Stendy tersenyum. "Justru menurutku ... ini semakin menarik!""Kamu tahu kan, semakin sulit suatu gunung untuk didaki, aku semakin tertantang. Satu kali gagal bukan berarti akan selalu kalah. Akan ada suatu saat di mana aku berhasil mencapai puncak dan melihat ke bawah."Reagan mendengus, "Aku cuma khawatir sebelum sampai ke puncak, kamu sudah jatuh terperosok di tengah jalan.""Nggak masalah,
Nadine mengingat kembali seberapa besar porsi makan Mikha, lalu melirik makanannya yang hanya sedikit. Dengan jumlah segini, kemungkinan besar bahkan tidak cukup untuk mengisi celah di giginya.Dalam waktu kurang dari dua jam, dia pasti akan kelaparan. Namun, yang membuatnya terkejut ....Setelah dua sesi kelas berlalu, Mikha tetap duduk diam di tempat, tanpa tanda-tanda ingin membeli makanan tambahan.Ini .... Nadine terkejut. Apa dia benar-benar tidak lapar?Jika mendengar pertanyaan itu, Mikha pasti akan melompat dan memprotes sambil menangis. 'Lapar! Aku hampir mati kelaparan! Mana mungkin nggak lapar?!'Benar sekali .... Saat ini Mikha sudah merasa pusing dan perutnya keroncongan tanpa henti. Otaknya dipenuhi gambaran keripik, biskuit, kue, camilan pedas, ceker ayam ....'Aaaargh! Aku pengen makan! Tapi harus tahan!'Sementara itu, Nadine sama sekali tidak menyadari penderitaan Mikha. Dia benar-benar mengira Mikha tidak lapar. Namun, ketika keesokan harinya Mikha masih makan denga
Mino mulai mondar-mandir di tempat sambil bergumam, "Dulu, kamu selalu cuek sama omongan orang. Kenapa tiba-tiba mau diet? Ada yang merundung kamu?!"Mikha selalu dididik dengan baik, penuh percaya diri, dan optimis.Sejak kecil, dia tidak pernah ambil pusing soal bentuk tubuhnya. Bahkan saat SD, ketika teman-temannya mengucilkannya karena tubuhnya yang montok, dia tetap ceria seolah tidak terjadi apa-apa.Namun sekarang, tiba-tiba dia memutuskan untuk diet?Putrinya itu polos dan berhati besar. Jika dia sampai bertekad untuk menurunkan berat badan, pasti ada sesuatu yang besar terjadi!Mino merasa jantungnya berdebar.Jika diteruskan seperti ini, Mikha takut ayahnya bahkan akan mulai menimbulkan konspirasi. Oleh karena itu, dia buru-buru menjelaskan, "Aku nonton video edukasi, katanya diet yang sehat itu bagus buat tubuh. Aku nggak bisa selamanya gemuk, 'kan? Jadi aku mau coba."Mendengar hal itu, kening Mino semakin berkerut. Video edukasi?Pasti ada yang aneh!Mino sangat mengenal p
Bel tanda masuk berbunyi.Arnold masuk ke dalam kelas dan mulai berbicara, "Hari ini kita akan membahas evolusi molekuler dan filogeni sistematik ...."Saat istirahat sepuluh menit, Mikha tergeletak di meja dengan lesu. Darius yang sudah menahan diri sejak tadi akhirnya tidak tahan lagi. "Kamu ini benar-benar nggak beres beberapa hari ini!"Mikha kebingungan. Ngomong ke aku?"Iya, kamu!"Alih-alih tersinggung, Mikha malah mengangguk setuju. "Aku juga merasa begitu!"Darius terdiam sejenak."Lihat, aku sampai kurusan gara-gara lapar! Seumur hidup, aku nggak pernah sesengsara ini .... Diet itu sulit banget. Jadi, aku memutuskan ....""Nggak mau diet lagi! Mati sekalipun nggak mau diet lagi!"Darius terdiam. Padahal tadi dia bukan bilang begitu."Nanti setelah kelas selesai, aku traktir kalian makan, gimana?" Belum sempat Darius maupun Nadine merespons, Mikha sudah mengambil keputusan sendiri. "Oke, kita sepakat!"Darius dan Nadine terkejut."Jadi kita makan steik atau hotpot? Gimana kala
Nadine mencengkeram erat leher Arnold, sementara kedua kakinya terangkat dan membelit tubuh pria itu. Saat ini, Nadine benar-benar seperti seekor koala yang menempel di batang pohon.Dan Arnold adalah pohon itu."Maaf, maaf! Aku nggak sengaja! Tadi anjing itu tiba-tiba muncul, aku kaget banget ...." Nadine buru-buru meminta maaf sambil mencoba bergerak turun.Namun ....Tangan besar Arnold masih melingkar di pinggangnya dan mencengkeramnya erat. Meski ada lapisan jaket tebal di antara mereka, Nadine tetap bisa merasakan panas yang menjalar dari genggaman itu.Wajahnya langsung memerah, rona itu menyebar cepat ke seluruh pipinya, lalu ke telinganya."Pa ... Pak Arnold ...."Nadine mencoba mendorong dirinya turun sedikit, tetapi pria itu tetap tidak bergerak. Tangan Arnold seperti kunci baja yang mengamankan posisinya, tidak memberi celah sedikit pun.Lalu, terdengar suaranya yang rendah dan serak, "Kamu takut?"Tidak jelas apakah dia bertanya tentang anjing itu atau tentang dirinya send
Suhu air dari gelas meresap ke telapak tangannya, tapi Nadine merasa tidak sehangat genggaman di pinggangnya tadi.Tiba-tiba, terdengar ketukan di pintu."Siapa?" Dia berjalan ke arah pintu dan membukanya.Arnold berdiri di luar. "Sepatumu."Nadine tertegun. Dia tidak menyangka pria itu benar-benar mencari dan mengambil kembali sepatunya yang tadi dibawa kabur oleh anjing."Terima kasih, Pak Arnold.""Sama-sama."....Sore harinya, Nadine tidur sebentar. Setelah bangun pukul dua, dia lalu pergi ke laboratorium. Saat dia tiba, Darius sudah ada di sana, tapi tidak melihat Mikha.Darius menjelaskan, "Oh, dia pergi beli minuman."Belum selesai bicara, Mikha sudah kembali dengan kantong berisi bubble tea. Tentu saja, ada juga untuk Nadine.Di laboratorium ini, mereka memang sudah membuat sudut kecil di pojok ruangan yang jauh dari meja eksperimen. Tempat itu khusus untuk menyimpan makanan, minuman, dan camilan mereka.Yang membuat Nadine terkejut adalah ketika Darius menerima bubble tea yan
Mereka bertemu di restoran kecil di depan gerbang Universitas Brata. Saat Nadine dan Arnold tiba, Stendy sudah lebih dulu di sana."Nadine datang ...," katanya sambil tersenyum. Tatapannya tertuju penuh pada Nadine, seolah Arnold hanyalah udara."Maaf membuatmu menunggu, Pak Stendy," jawab Nadine sopan.Mendengar panggilan itu, senyum Arnold sedikit terangkat. Setelah itulah, Stendy baru tampak menyadari keberadaannya."Pak Arnold, kita ketemu lagi."Arnold tetap tersenyum ramah. "Iya, sepertinya kita memang sering ketemu, Pak Stendy.""Silakan duduk."Stendy lalu menarik kursi di sampingnya untuk Arnold, sementara kursi di sisi lainnya dia buka untuk Nadine. Kalau mereka duduk sesuai susunan ini, maka posisinya akan menjadi: Arnold - Stendy - NadineNamun ...."Tempat itu menghadap langsung ke pintu masuk. Orang-orang terus berlalu lalang dan buka-tutup pintu, anginnya kencang. Nadine, sebaiknya kamu duduk di sini saja."Arnold menarik kursi di sebelahnya. Nadine berpikir sejenak, men
Stendy mulai membahas topik utama. "Minggu ini, kami fokus di pembangunan struktur utama dan saat ini prosesnya sudah mencapai tahap ...."Begitu membahas pembicaraan serius, Nadine langsung mendengarkan dengan saksama, bahkan mengunyah makanannya lebih lambat.Saat itu, piring ayam goreng berputar ke arah Arnold. Dia mengambil sendok dan hendak meletakkan beberapa potong ayam ke piring Nadine.Namun, di saat yang sama, Stendy juga menyodorkan sepotong ikan ke arahnya. Gerakan keduanya berhenti bersamaan. Mereka saling menatap.Udara di sekitar mereka terasa membeku.Stendy tersenyum tipis. "Pak Arnold memang sangat perhatian."Arnold tetap tenang. "Nggak sebanding sama pengamatan Pak Stendy yang tajam."Nadine menatap makanan di depannya. "Terima kasih, berikan saja padaku semua."Setelah itu, Arnold dan Stendy baru menarik kembali pandangan mereka satu sama lain. Stendy berdeham, "Ikan ini tinggi protein, makan lebih banyak."Arnold menambahkan, "Ayam ini nggak pedas, kamu pasti suka
Namun, kenapa memangnya?Perasaan bukanlah pelengkap, bukan pula permainan hiburan. Sekali terlibat, maka harus sepenuh hati.Namun, Nadine masih punya begitu banyak tugas yang harus diselesaikan, banyak eksperimen yang belum dijalankan.Dia baru membuka sedikit pintu gerbang akademik, baru menjelajahi dunia riset. Ada begitu banyak hal yang menunggunya, mana sempat dia memikirkan cinta?Setelah mendengarnya, hati Arnold sedikit mencelos. Namun, dia sudah menduganya. Jika Nadine jatuh cinta semudah itu, justru itu bukan Nadine yang dia kenal."Aku paham." Tiba-tiba, Arnold menghela napas lega. Bibirnya perlahan terangkat, senyuman mulai terlihat di sudut matanya.Nadine ikut tersenyum. "Ubi panggangnya manis nggak?"Arnold mengangguk. "Manis.""Kalau begitu, lain kali aku traktir lagi.""Oke."Mereka berpisah di depan pintu apartemen, lalu masuk ke apartemen masing-masing.Hal pertama yang dilakukan Nadine adalah membuka buket mawar biru itu, lalu membaginya ke dua vas bunga. Dipadukan
Arnold bukan tipe orang yang suka membohongi dirinya sendiri.Sebaliknya, setelah sempat menghindar sejenak, dia selalu memilih untuk menghadapi perasaannya dengan jujur.Di dalam hatinya, ada sebuah suara yang memberitahunya bahwa ... dia menyukai Nadine. Dia terpesona oleh semua hal tentang Nadine.Dari reaksi awalnya yang penuh penyangkalan, sampai saat ini dia baru menerima fakta itu. Arnold baru paham, bahwa perasaan cinta tidak pernah bisa diatur oleh logika. Hasrat yang dulu dia coba untuk redam, bukan hanya tidak bisa hilang, kini malah semakin tumbuh hingga tak terkendali.Mimpi-mimpi basah yang datang malam demi malam, seolah tamparan yang menyadarkan.Menyakitkan, tapi juga ....Begitu indah.Dalam mimpinya, Nadine seperti jelmaan dewi sekaligus iblis. Dia mampu memikat dan mencengkeram jiwa Arnold dengan mudahnya. Sementara itu, Arnold tak akan pernah bisa melawan. Selain terjerumus, dia tidak punya pilihan lain.Arnold dikenal sebagai sosok yang tegas. Satu-satunya hal yan
Baru makan dua suapan, Nadine tanpa sengaja mengangkat kepala dan langsung melihat seorang pria berdiri di depan gedung apartemennya.Arnold memang punya kebiasaan joging malam. Bahkan di cuaca sedingin ini, Nadine masih sering melihatnya keluar berolahraga. Namun malam ini ... dia tidak memakai pakaian olahraga?Arnold mengenakan mantel panjang yang rapi. Wajahnya tampak agak serius. Nadine merasa ... Arnold sepertinya sengaja menunggunya di sini?"Pak Arnold," sapa Nadine sambil tersenyum dan melangkah mendekat.Arnold membalas dengan senyum tipis. Namun, ketika melihat buket mawar biru yang digendong Nadine, sorot matanya seketika berubah. Dia terdiam sejenak."Baru pulang dari jalan-jalan?""Kalau dibilang jalan-jalan, nggak juga. Tadi aku ambil mobil di showroom, terus nonton konser piano."Arnold melirik lagi ke arah bunga di pelukannya. "Bunganya ... cukup unik."Mata Nadine langsung berbinar. "Pak Arnold, coba lihaat. Apa kamu melihat ada yang Istimewa?"Sambil berbicara, Nadin
Kota Linong?Stendy sempat tertegun, tapi tidak terlalu memikirkannya.Dari sudut matanya, dia melirik Nadine sekilas, lalu buru-buru berkata ke seberang telepon, "Kakek, sekarang aku lagi ada urusan yang sangat penting. Begitu selesai, aku akan langsung pulang. Kalian jaga emosi kalian dulu. Dokter sudah bilang, jangan sampai terlalu sedih atau terlalu senang.""Kalau begitu lanjutkan dulu urusanmu, nggak usah buru-buru. Lagi pula, orangnya sudah ditemukan dan kamu juga kenal dengannya."Stendy mengerutkan kening. "Aku kenal?""Iya. Adik ibumu sekarang namanya Irene. Dia itu penulis buku 'Seven Days'! Waktu di Toko Buku Gramilia itu lho, dia lagi ada acara tanda tangan buku di lantai atas, sedangkan kami ada di lantai bawah.""Salahku juga, waktu itu nenekmu ingin naik ke atas melihat-lihat, tapi aku nggak setuju. Jadi kami cuma berpapasan begitu saja ....""Soal Nadine ... pantas saja nenekmu langsung merasa akrab saat pertama kali melihat gadis itu. Ternyata memang ada hubungan dara
Nadine menoleh dan langsung bertemu dengan tatapan Stendy yang dalam dan penuh perasaan. Jantung Nadine seketika berdegup lebih kencang dan tanpa sadar, dia ingin menghindar.Malam ketika sesuatu terjadi pada Nadine, Stendy mengantarnya pulang dan melihat dirinya berjalan berdampingan dengan Arnold menaiki tangga. Saat itulah, Stendy merasa tidak bisa lagi menahan diri.Stendy tahu dirinya bukan orang yang sabar.Namun demi Nadine, dia sudah menunggu selama enam tahun. Enam tahun untuk melihatnya berpisah dari Reagan, lalu satu tahun tambahan hanya untuk membuat hubungan mereka bertahan di titik "teman biasa".Akan tetapi dia tahu, hubungan itu tidak bisa selamanya berhenti di situ.Malam itu, Stendy menyadari bahwa jika terus menunggu, semuanya hanya akan berakhir seperti dulu. Jadi, kenapa tidak ... pertaruhkan semuanya kali ini?Demi hari ini, demi pengakuan yang ingin dia sampaikan, Stendy telah mempersiapkan diri sejak lama. Dia tidak mau lagi menjadi sosok yang hanya menunggu dal
"Benar. Memang nggak ada mawar biru alami di alam liar, jadi bunga ini baru melambangkan harapan yang nggak bisa terwujud atau misi yang nggak terselesaikan. Tapi, coba kamu lihat bunga di tanganmu itu dengan teliti," kata Stendy sambil menatap Nadine."Hah? Ini alami? Bukan pakai pewarna?" tanya Nadine yang terkejut, lalu menatap Stendy untuk mencari jawaban dari ekspresi Stendy. Saat melihat Stendy tersenyum, dia langsung tahu dugaannya memang benar.Nadine kembali bertanya dengan kaget, "Bagaimana kamu bisa mendapatkannya?""Belakangan ini ada artikel di jurnal biologi sintetis tentang kloning dan Ekspresi Nonribosomal Peptida Sintetis untuk memproduksi mawar biru. Penulis utamanya adalah seorang doktoral internasional dari Fakultas Farmasi Universitas Tobas, Ankanahari Nangawa. Langkah awalnya buat plasmid ganda yang berisi dua gen bakteri untuk sintetis indigo dan masukkan plasmidnya ke dalam agrobakterium, lalu ...."Stendy tertegun sejenak setelah mengatakan itu, seolah-olah sed
Baik judul ataupun variasi lagunya, Stendy sama sekali tidak bisa fokus. Cahaya redup di dalam aula konser bisa menjadi penyamaran yang terbaik, sehingga dia bisa menatap Nadine dengan tatapan yang lembut serta penuh perasaan dan tanpa perlu takut ketahuan.Stendy secara refleks menatap tangan Nadine yang putih. Dia berkali-kali ingin menggenggam tangan Nadine dengan erat, lalu tidak pernah melepaskannya lagi. Namun, setelah memberontak dengan pikirannya, pada akhirnya tetap logikanya yang menang. Dia mengingatkan dirinya untuk bertahan sampai melewati malam ini dan jangan gegabah agar tidak menakuti Nadine.Dua jam mungkin adalah siksaan dan ujian kesabaran bagi sebagian orang, tetapi itu adalah pesta untuk memanjakan indra yang langka bagi Nadine. Bahkan setelah konser sudah selesai, dia tetap masih tenggelam dalam suasananya."Apa kamu menyadari sesuatu dari lagu Croatian Rhapsody? Ternyata dia masukkan unsur musik rok juga, romantis dan energik. Terutama di bagian tengah lagunya, s
"Uhuk uhuk ...." Nadine langsung tersedak. Mereka sedang makan sambil mendengar cerita yang seru, tetapi topiknya malah tiba-tiba dialihkan ke dirinya. Pokoknya perasaannya tidak enak."Kami bukan sepasang kekasih, tapi makan malam ini bisa dibilang gratis untuk Tuan Stendy karena ...."Setelah mengatakan itu, Nadine tersenyum dan menatap pemilik restoran. "Aku yang traktir."Setelah tertegun sejenak, pemilik restoran itu menatap Stendy dengan tatapan seolah-olah berkata anak ini akhirnya kena batunya dan pantas menerimanya.Begitu selesai makan, Nadine langsung pergi membayar tagihan makanannya.Pemilik restoran itu menarik Stendy ke samping dan berbisik, "Kawan, kamu boleh terus begini. Ayo berusaha, segera dapatkan gadis itu. Kalau lain kali kamu masih nggak dapat gratisan lagi, jangan salahkan aku meremehkanmu."Stendy pun menghela napas. "Kamu pikir aku nggak mau?""Wah, akhirnya ada gadis di dunia ini yang bisa membuatmu kelabakan. Sungguh langka. Baiklah, biar teman lamamu ini y
Stendy menyahut, "Aku pikir-pikir dulu, nanti baru kita putuskan setelah ketemu.""Oke." Nadine mengakhiri panggilan, lalu langsung memakai jaket bulu tebal dan sepatu bot musim dingin, juga mengambil tas. Dia keluar dalam waktu kurang dari tiga menit!Cuaca tidak sedingin sebelumnya lagi, tetapi matahari masih tidak muncul.Begitu turun, Nadine langsung melihat Stendy berdiri di ujung gang, bersandar santai di samping mobil Maybach edisi terbatas. Pria yang memakai mantel hitam itu pun memutar-mutar kunci mobilnya.Begitu melihat Nadine, tubuh Stendy langsung tegak. Nadine tersenyum dan berjalan mendekat. Wajah Stendy yang tadi terlihat agak dingin langsung berubah cerah, bibirnya tersenyum.Begitu masuk mobil, Stendy menyerahkan sekantong sarapan, "Nih, susu kedelai dan roti, makan selagi masih hangat."Nadine menaikkan alisnya. "Pak Stendy bukan cuma jadi sopir, tapi juga beliin aku sarapan? Ini layanan bintang lima sih. Aku nggak berani menikmatinya."Stendy terkekeh-kekeh. "Kenapa