Saat itu, mereka baru resmi berpacaran. Jelas, Nadine belum terbiasa memiliki pacar. Reagan sebenarnya sangat marah waktu itu. Sebagai tuan muda yang selalu membuat orang lain menunggu, belum pernah sekali pun dia harus menunggu seseorang selama itu.Namun, melihat wajah bersalah Nadine dan mendengar permintaan maafnya berulang kali, kemarahannya langsung padam tak bersisa."Kamu terlalu sibuk. Setelah itu, setiap kali kita kencan, aku selalu datang lebih dulu. Aku akan memesankan makanan dan menunggumu.""Yang paling lama aku menunggu ... adalah waktu Bu Freya membawamu ke seminar akademik. Pihak penyelenggara tiba-tiba mengubah jadwal, jadi acaranya molor dua jam. Waktu kamu akhirnya datang, restoran sudah hampir tutup."Nadine tetap tanpa ekspresi. Namun, tatapannya sedikit bergetar.Itu adalah pertengkaran pertama mereka. Dan berakhir dengan Reagan yang mengalah terlebih dulu."Terus, ada juga waktu kamu pergi ke barat laut untuk ngumpulin sampel sama Bu Freya. Kamu pergi begitu sa
Reagan tiba-tiba muncul.Sebelum Nadine sempat berlari menghampirinya dengan gembira, Reagan langsung memberi perintah tegas. Sekelompok pengawal menerobos masuk ke perkebunan anggur. Mereka mulai mencabut semua bunga yang telah dirawat dengan susah payah oleh Nadine selama berminggu-minggu."Siapa suruh kamu nanam bunga di sini? Apa aku nggak mampu beli bunga sampai kamu harus tanam sendiri? Kamu bahkan jadi betah di sini ya?""Telepon nggak diangkat, pesan nggak dibalas. Semua demi bunga dan tanaman ini, ya? Cabut semuanya! Buang!"Dalam waktu kurang dari setengah jam, kebun yang hijau subur berubah menjadi tanah gersang. Semua kerja keras Nadine selama lebih dari dua minggu lenyap dalam sekejap mata.Sejak saat para pengawal masuk, Nadine hanya berdiri terpaku. Dia melihat Reagan mengeluarkan perintah untuk memulai tindakan barbar itu. Melihat kehijauan berubah menjadi kegersangan dan semua tunas bunga dihancurkan dengan kejam ....Semua ini bukan karena bencana alam, tetapi karena
Nadine mengatakannya dengan begitu santai, seolah semua ini sudah benar-benar terlepas darinya dan tidak ada hubungannya lagi dengannya.Di dalam hati, Reagan merasa sangat sesak. Semakin keras dia berusaha menggenggam pasir di tangannya, semakin cepat pasir itu mengalir pergi.Dulu, dia mencabut semua bunga yang ditanam Nadine. Sekarang, dia menggantinya dengan taman yang penuh warna dan keindahan. Namun, Nadine bahkan tidak menoleh sedikit pun."Nggak apa-apa. Kalau kamu nggak suka, kita bisa ganti tempat ....""Bukan begitu, aku suka." Nadine memandangnya dengan lurus. "Bunga-bunga ini memang sangat indah. Sebagai manusia, wajar kalau kita merasa tersentuh oleh keindahan.""Tapi, kalau ini hanyalah caramu untuk merebutku kembali, dan bunga-bunga ini hanya menjadi alat untuk mencapai tujuanmu, maka keindahan ini adalah sesuatu yang sia-sia.""Aku nggak suka menyia-nyiakan seperti itu."Reagan tertegun dan bergumam, "Aku cuma ingin meminta maaf atas semua kesalahan yang kuperbuat di m
Ini ... tidak seperti Reagan."Perlu aku ingatkan, masih tersisa 6 jam sebelum matahari terbenam. Setelah itu, hari ini akan berakhir.""Mm. Aku ingin selalu bersamamu setiap saat, tapi aku tahu nanti sore kamu akan ngantuk kalau nggak tidur siang di musim dingin."Nadine terdiam sejenak. "Kalau begitu, aku mau kamar sendiri."Reagan tersenyum, tetapi tatapannya dipenuhi kegetiran. "Memang itu rencananya. Aku nggak seburuk itu ... sampai nggak punya rasa malu."Nadine tidak memberi komentar. Kegetiran di tatapan Reagan semakin dalam. "Saat di vila ... melihatmu membawa buku dan hendak pergi, aku sangat marah. Aku sendiri nggak tahu apa yang kupikirkan waktu itu, jadi ....""Setelahnya, aku juga bertanya-tanya kenapa aku bisa kehilangan akal dan melakukan hal seperti itu ... Pertama, karena kamu pergi selama beberapa hari tanpa memberi kabar apa pun. Aku benar-benar sangat merindukanmu.""Kedua, aku ingin menakut-nakutimu, berharap kamu akan kembali dengan sendirinya ...."Tatapan Nadin
Keduanya berdiri di observatorium, menyaksikan matahari terbenam bersama.Matahari merah perlahan-lahan tenggelam, dari bentuknya yang bulat penuh, menjadi separuh, hingga akhirnya menghilang sepenuhnya, hanya menyisakan semburat jingga yang belum sirna."Ayo pergi, sudah waktunya pulang," kata Nadine."Oke, aku antar kamu."Angin berembus pelan, tatapan mereka bertemu. Yang tampak di mata masing-masing hanyalah ketenangan.Di dalam mobil, setelah menerima telepon, Nadine menoleh ke arah Reagan. "Tolong antar aku ke kampus, profesorku mencariku.""Oke."Saat langit hampir sepenuhnya gelap, mobil berhenti di depan gerbang Universitas Brata. Reagan turun lebih dulu dari kursi pengemudi, berjalan ke sisi penumpang, lalu membukakan pintu untuknya.Nadine membungkuk keluar dari mobil, berdiri tegak, lalu menatapnya perlahan. "Aku sudah memenuhi janjiku padamu. Semoga kali ini kamu nggak mengingkari janjimu lagi."Reagan menatap wajah Nadine yang tetap tenang. Tanpa sadar, dia ingin menggeng
Seperti yang diduga, Reagan tetap tidak merespons.Jinny akhirnya memilih diam, hanya merapatkan jaket bulunya, lalu duduk menemani pria itu di bangku kayu di luar kampus. Mereka membiarkan angin dingin menerpa tubuh mereka, sementara langit semakin gelap.Hingga akhirnya malam benar-benar tiba, lampu jalan menyala satu per satu, dan lampu neon dari kawasan pertokoan di kejauhan mulai berkelap-kelip. Saat itulah, pria yang sedari tadi membisu perlahan bangkit berdiri.Jinny tertegun sesaat, lalu refleks memanggil, "Hei ...."Reagan tidak menggubrisnya. Dia langsung berjalan ke mobil, menyalakan mesin, dan pergi begitu saja.Di detik itu, Jinny mendadak merasa sedikit iri pada Nadine. Bagaimana bisa seorang pria yang begitu arogan bersedia merendahkan diri hanya untuknya? Bagaimana bisa Nadine tetap tak tergoda setelah melihat mobil mewah dan jam tangan mahal?Ya, Jinny melihat dengan jelas saat Reagan mengantar Nadine kembali ke kampus. Jaraknya memang cukup jauh, jadi dia tidak bisa m
Semua yang ada di depan mata terasa begitu familier, tetapi juga ironis.Kenapa? Kenapa dulu dia mengatakan hal seperti itu? Sekarang saat mengingatnya kembali, rasanya seperti terkena kutukan!Dulu, Reagan hanya mengikuti keinginannya sendiri, tanpa pernah menyadari betapa sakit dan putus asanya Nadine saat itu.Hanya dalam waktu setahun, Nadine sudah kembali ke dunia kampus, memulai kehidupan barunya. Sementara dirinya ... masih terperangkap di dalam ruangan ini, tidak bisa keluar dan tidak ingin keluar.Genggaman Reagan pada gelas di tangannya semakin erat hingga jarinya memutih. Tiba-tiba, dia tertawa. Dulu saat memutuskan hubungan, dia begitu yakin. Kini, penyesalannya pun sama besarnya.Philip hanya bisa menghela napas panjang. Tidak ada gunanya membujuk. Satu-satunya yang bisa dia lakukan adalah ...."Ayo, aku temani kamu minum."Tak butuh waktu lama sampai Reagan benar-benar mabuk. Philip pun mengantarnya pulang ke vila.Di sepanjang perjalanan, meskipun matanya tertutup rapat,
"Nad ... aku tahu kamu masih marah .... Tapi, jangan membandingkan dirimu dengan Bibi Julia. Nad ... aku nggak akan membiarkanmu ... merendahkan dirimu sendiri ....""?!" Kenapa tidak boleh dibandingkan? Sejak kapan itu dianggap sebagai merendahkan diri?"Nad ....""Nad, Nad, Nad, Nad kepalamu!" Setelah itu, sebuah tamparan mendarat di kepala Reagan.Saat menyadari apa yang baru saja dia lakukan, Julia sempat terkejut setengah mati. Namun, beberapa detik kemudian, dia tidak bisa menahan senyumannya. Yang lebih mengejutkan ... tamparan itu seperti menekan tombol rahasia. Reagan langsung melepaskan genggamannya.Tanpa menunggu sedetik pun, Julia segera kabur. Begitu kembali ke kamar kecil, dia hanya bisa berguling-guling di tempat tidur, merasa kesal sekaligus khawatir.Kelihatannya, malam ini dia tidak bisa kembali ke rumah lama. Apakah Nadine benar-benar tidak akan kembali lagi? Kalau begitu, siapa yang akan menangani "Tuan Muda Gila" ini di masa depan? Benar-benar buat pusing!Setelah
Tangan nakalnya langsung menyelinap ke bawah sweter Kelly, dengan cekatan membuka kancing di punggungnya."Kelly ... Kelly ...." Sambil mencium, Teddy juga memanggil namanya dengan penuh gairah. Suaranya lembut, tetapi gerakannya ganas, seolah-olah ingin melahap Kelly.Kelly mengerahkan sedikit tenaga untuk mendorongnya menjauh. Pipinya merona, napasnya sedikit tersengal. "Siang bolong begini, kamu mau melakukan hal mesum? Minggir."Teddy tampak tidak puas. "Biarin aku cium sebentar lagi ...." Sambil berbicara, dia kembali mendekat. "Dua hari ini kamu sibuk jagain Nadine di rumah sakit, aku kangen sekali tahu!""Kangen aku?" Kelly meliriknya dengan ekspresi pasrah. Dia tahu betul seperti apa Teddy ini. "Lebih baik tutup mulutmu.""Hehe, benar sekali. Aku kangen tidur denganmu, kenapa memangnya?" Teddy pun merentangkan lengannya, memeluknya erat, seperti koala yang malas.Kelly sudah terbiasa dengan tingkah tidak tahu malunya ini. Dengan tenang, dia berkata, "Kamu ini Teddy yang dikelil
"Ka ... kalian berdua ngapain?" Teddy berdiri terpaku di tempat dengan ember di tangannya. Matanya melebar seperti orang bodoh.Kelly dan Nadine serentak menoleh ke arahnya."Kenapa lama banget? Suruh beli ember doang, malah pergi satu jam." Sambil bicara, Kelly merebut ember dari tangannya. Saat menoleh ke Nadine lagi, senyuman kembali muncul di wajahnya. "Aku sudah siapin air hangat. Nanti aku bantu lap badanmu supaya kamu merasa lebih nyaman.""Terima kasih, Kelly. Kamu baik banget.""Kalau begitu, lain kali jangan menghindar. Kasih aku cium kamu ....""Nggak bisa. Aku tiduran seharian. Muka belum cuci, rambut belum sisir, mana bisa terima ciuman dari dewi?""Nggak masalah, aku nggak keberatan kok."Sementara itu, Teddy yang embernya direbut masih tertegun di tempat. Apa-apaan ini?"Hah? Logo ini ...." Kelly menatap ember itu beberapa saat seperti melihat hantu. "Jangan bilang kamu beli ini di toko Hermes?""Iya!" Teddy mengangkat dagu sedikit dan mendengus ringan. "Gimana? Seleraku
Kode sandi untuk membuka ponsel dan melakukan pembayaran ....Arnold menjawab tanpa menoleh sama sekali. Nada bicaranya juga sama menyebalkannya dengan sosok punggungnya. "Dia yang kasih tahu aku."Stendy dan Reagan pun tidak bisa berkata-kata.....Saat Nadine terbangun, langit di luar jendela sudah terang. Tidak ada sinar matahari, tapi juga tidak sedang hujan. Angin musim dingin bertiup kencang menerpa ranting pohon yang gersang. Tidak ada sehelai pun daun yang tersisa di dahannya.Nadine duduk perlahan. Aroma khas disinfektan rumah sakit langsung menusuk hidung dan membuatnya refleks mengusap pelipis dan hidung.Saat melirik ke arah pergelangan kakinya yang cedera, Nadine mendapati kakinya sudah dibalut rapi. Dia tak bisa melihat jelas kondisinya, tapi tetap mencoba menggerakkannya sedikit.Untung saja .... Meski masih terasa nyeri, kakinya sudah jauh lebih baik dari sebelumnya.Saat itulah Kelly masuk ke kamar sambil membawa termos berisi air hangat. Begitu melihat Nadine sudah du
Clarine menatap kesal ke arah mobil kakaknya yang melaju mengejar ambulans yang membawa Nadine. Dia sampai mengentakkan kakinya karena kesal. Padahal, dia adik kandung Reagan! Padahal mereka searah, tapi Reagan malah tidak mau membawanya ....Lagi-lagi ... semua ini karena Nadine. Clarine merasa, dia dan Nadine sepertinya memang ditakdirkan saling bertentangan sejak awal!....Rumah Sakit Pusat – Instalasi Gawat Darurat.Setelah menanyakan kondisi pasien, dokter segera menginstruksikan pemeriksaan menyeluruh untuk Nadine.Saat Stendy menyampaikan informasinya, Arnold yang berdiri di samping langsung menambahkan dengan detail. Dari berapa suhu tubuh Nadine, kapan demamnya mulai mereda, pukul berapa dia mulai berkeringat, dan seterusnya ....Sampai-sampai sang dokter sempat melirik Arnold dengan takjub. Setelah pemeriksaan selesai, Nadine dipindahkan ke ruang rawat. Dalam perjalanan, dia sempat siuman sebentar.Arnold langsung mendekat. "Nadine, kamu bisa dengar aku?"Gadis itu menganggu
Mikha dan Darius juga segera ikut membantu. Tak lama kemudian, ambulans pun tiba.Begitu perawat dan dokter memastikan siapa pasiennya, mereka langsung melakukan pemeriksaan awal. Setelah kondisi Nadine dipastikan stabil untuk dipindahkan, mereka dibantu oleh Arnold dan Stendy untuk mengangkat tubuhnya ke atas tandu dan mendorongnya masuk ke dalam mobil.Perawat yang ikut serta bertanya, "Ada keluarga pasien? Cepat naik!""Aku!""Aku bisa!""Aku!"Ketiga suara terdengar bersamaan.Perawat mengernyit. "Dua orang saja cukup. Sisanya silakan ke rumah sakit pakai kendaraan sendiri." Dia menunjuk ke arah Arnold dan Stendy. Lagi pula, dari tadi mereka yang tampak paling sigap. Wajah mereka sama-sama lelah, penuh kekhawatiran, tapi tidak tampak dibuat-buat.Sedangkan pria satu lagi yang tertinggal ....Sebelum menutup pintu, perawat melirik sekilas ke arah Reagan. Pria itu masih bau alkohol, wajahnya kusut tak karuan, matanya seperti bisa membunuh orang kapan saja.Lupakan saja.Karena tidak
Di dalam gazebo yang terbuka dari keempat sisi, Arnold dan Stendy duduk bersila di lantai, sementara Nadine berada tepat di antara mereka.Stendy tampak tertidur, kepalanya miring dan sedikit menunduk. Dari sudut pandang Reagan, posisi itu terlihat seolah-olah kepala Stendy bersandar langsung ke bahu Nadine.Arnold juga memejamkan mata. Meskipun duduknya lebih tegak, satu tangan menopang kepala, bahunya justru bersentuhan erat dengan bahu Nadine. Bukan karena sengaja ingin mengambil keuntungan, tapi karena ingin memberi sandaran bagi Nadine yang masih lemas.Bahkan dalam tidurnya, Arnold tetap mempertahankan postur itu dan tidak berani melonggarkan kekuatan di bahunya sedikit pun. Tengah malam tadi, Stendy sempat tidak tega melihat kondisinya dan menawarkan untuk bertukar tempat. Namun, Arnold hanya berkata pelan, "Nggak usah, dia ringan sekali."Stendy hanya bisa terdiam. Orang ini ... ternyata dendamnya panjang juga.Padahal mereka bertiga sama-sama berpakaian rapi dan tidak ada ges
Di mata kedua pria itu, yang mereka lihat adalah Nadine yang bersandar lemah di tiang gazebo. Kedua pipinya memerah, tubuhnya terus menggigil, dan tangannya memeluk tubuh sendiri erat-erat."Nadine? Nadine? Kamu dengar aku?" Arnold mencoba membangunkannya dengan suara cemas.Namun, mata Nadine tetap tertutup rapat dan bulu matanya bergetar gelisah. Seakan-akan sedang berada di antara sadar dan tidak sadar, tidurnya tampak sangat tidak tenang.Arnold langsung merasa panik, lalu menyentuh keningnya. "Nggak bisa! Suhu tubuh Nadine terus naik. Kalau begini terus, sebelum pintu dibuka, kondisinya bisa memburuk."Stendy juga mulai kehilangan kesabaran. "Kamu pikir aku nggak tahu? Tapi di sini nggak ada apa-apa! Kita bisa apa?"Tidak ada obat penurun panas, tidak ada pemanas ruangan, bahkan tempat berteduh yang layak pun tak tersedia.Arnold meliriknya, lalu mengangkat satu tangan. Dia membuka tangannya dengan lebar dan mengarahkannya ke udara dengan sudut 90 derajat dari tubuh. Stendy menata
"Jadi, aku harap semua bisa saling memahami."Wajah Reagan masih terlihat kaku, tapi setidaknya dia tidak lagi membuat keributan. Jelas, kata-kata tadi cukup masuk ke pikirannya. Jinny mengembuskan napas lega. Namun ....Suara bisikan dan tatapan dari orang-orang di sekitar mulai membuatnya merasa tak nyaman.Bagaimanapun juga, pacarnya sampai kehilangan kendali hanya karena seorang wanita lain di depan umum. Selain itu, wanita itu adalah teman satu jurusan dan satu fakultasnya, hanya beda dosen pembimbing. Situasi ini terlalu gampang disalahartikan.Di dunia ini, ada banyak penonton yang senang "menonton drama". Seberapa besarnya kerumunan, tergantung pada seberapa "gurih" gosip yang disajikan.Melihat semua kehebohan ini hanya demi Nadine, Nella tidak tahan untuk mencibir, "Konyol banget."Dia kira entah ada masalah sebesar apa, tapi ternyata ... hanya ini?Nadine juga nggak mati, 'kan? Orangnya sudah ketemu juga. Apa perlu sampai membuat seisi kebun botani heboh?"Iya nih," Kaeso la
Keributan itu langsung menarik perhatian banyak mahasiswa dan staf kebun botani yang berkerumun."Siapa sih orang ini? Gaya banget!""Sepertinya aku pernah lihat dia. Waktu acara pertemuan kemarin dia datang barengan sama Jinny. Mungkin pacarnya?""Nggak deh, setahuku dia itu pengusaha. Pernah muncul beberapa kali di majalah bisnis.""Punya duit memang beda, ya. Bahkan bisa-bisanya ngomong mau nutup kebun botani milik negara .... ckck ...."Melihat kerumunan semakin ramai, staf penanggung jawab mulai merasa tidak tenang. Kelopak matanya berkedut dan dia menghela napas dalam-dalam.Awalnya, dia tidak berniat memperpanjang urusan dengan Reagan. Namun, karena ada banyak orang yang melihat kejadian itu, dia merasa harus meluruskan keadaan. Kebun botani ini bukan dikelola dengan mengandalkan investasi dari para pengusaha ....Namun, belum sempat dia buka mulut, suara gaduh dari kerumunan terdengar. Darius dan Mikha menerobos masuk dengan cemas."Pak! Kami teman sekelompok Nadine! Dia sudah