Irene tidak menyangka bahwa Stendy pernah membaca bukunya. "Kamu tahu kalau Seven Days itu karyaku?"Stendy melirik sekilas ke arah Nadine sebelum menjawab, "Ya, aku tahu."Mengenai dari mana dia mengetahuinya .... Stendy tidak menjelaskan. Irene pun tidak bertanya lebih lanjut.Sialnya, Nadine justru menjadi sasaran dari dua pasang yang mata penuh penasaran itu selama beberapa saat. Sungguh melelahkan ...."Jadi, pelakunya benar-benar si guru fisika yang polos itu?"Irene sedikit terkejut. "Kenapa kamu tanya seperti itu?"Dalam novel, semua petunjuk akhirnya mengarah pada guru fisika tersebut. Dia menggunakan keahliannya dalam ilmu pengetahuan untuk menyusun kejahatan yang nyaris sempurna. Semua bukti jelas-jelas mengarah padanya. Kasusnya sudah tertutup rapat.Namun, Stendy justru mempertanyakan, apakah dia benar-benar pelakunya? Tatapan Irene terhadapnya menjadi semakin dalam."Aku ingat ada beberapa detail yang agak tersembunyi dalam cerita ini ...." Stendy mulai menjelaskan.Perta
"Stendy, apa maksudmu ini?" Reagan berjalan mendekat ke meja teh."Maksud yang mana?""Kenapa kamu menghentikan proyek di kawasan pengembangan?"Dengan santai, Stendy menyesap tehnya. "Nggak mau kerja sama, jadi aku hentikan. Ada masalah?""Kamu pikir bisa seenaknya begitu saja?!" Reagan mendengus. "Kamu tahu berapa banyak kerugian yang terjadi setiap harinya?""Kurang lebih, aku tahu.""Tahu, tapi tetap melakukannya?!"Tanpa tergesa-gesa, Stendy menuangkan teh untuk dirinya sendiri dengan lancar. Reagan kehilangan kesabaran dan menekan teko teh dengan kuat. "Kamu sudah menghindar selama tiga hari, sekarang masih tetap diam saja. Mau sampai kapan kamu terus menunda ini?"Baru saat itu Stendy mengangkat pandangannya. "Siapa bilang aku menghindar?""Sekretarismu bilang kamu lagi dalam perjalanan bisnis. Itu cuma alasan agar bisa menghindar dariku, 'kan?""Heh, menghindar darimu?" Stendy tertawa kecil. "Aku pergi ke kota sebelah untuk survei. Jadwalnya sudah ditetapkan sejak dua minggu la
"Kamu nggak mungkin sebodoh itu mengira kalau kita benar-benar memutus semua hubungan, Nadine nggak akan peduli sama masa lalu kita dan langsung menerima kamu, 'kan?""Bodoh!" Dengan amarah yang meledak, Reagan meraih cangkir teh dari tangan Stendy dan melemparkannya ke lantai.Prang!Suara pecahan cangkir bergema di ruangan."Dulu aku nggak pernah tahu kalau kamu ternyata seorang bucin sialan, Stendy!"Philip dan Teddy langsung melangkah mundur beberapa langkah, menghindari pecahan kaca yang mungkin melukai mereka. Mereka saling bertukar pandangan, diam-diam terkejut dengan arah pembicaraan ini.Stendy benar-benar bersikeras memutus hubungan bisnisnya dengan Reagan. Dia menggunakan strategi yang merugikan kedua belah pihak hanya untuk menciptakan jarak di antara mereka?Dulu, meskipun mereka berselisih paham, urusan bisnis tetap berjalan. Uang tetap dicari bersama, keuntungan tetap dibagi. Tidak peduli seberapa buruk hubungan pribadi mereka, selama proyek menguntungkan, mereka tetap b
Stendy berkata, "Dia tumbuh dalam keluarga yang penuh cinta. Kamu tahu apa artinya?"Reagan berbalik dan menatapnya tajam.Stendy mengucapkan setiap kata dengan jelas, "Itu berarti, dia punya keberanian untuk mencintai sepenuh hati dan juga keberanian untuk meninggalkan ketika semuanya berantakan. Mungkin itulah kenapa saat dia bersamamu dulu, dia begitu teguh pada pilihannya, bahkan rela melawan dunia.""Sayang sekali, kamu menyia-nyiakan itu semua.""Mungkin, bagi kamu dan orang lain, tindakan Nadine saat itu, serta kesabarannya yang tanpa batas setelahnya, hanyalah wujud dari seorang wanita yang terlalu larut dalam perasaan.""Tapi aku tahu, dia bukan seperti itu. Dia cuma ingin mempertahankan keputusannya, berjuang sekuat tenaga tanpa menyisakan penyesalan. Pada akhirnya, yang dia inginkan hanyalah satu hal. Menyelesaikan sesuatu dengan baik, sebagaimana semuanya dimulai."Stendy tahu betul cara menusuk tepat di jantung seseorang. Langkah Reagan goyah, matanya sedikit memerah. "Kam
Reagan langsung meneliti kembali semua dokumen di mejanya sebelum menelepon manajer proyek. "Semua ini, hentikan.""A ... a ... apa?" Manajer proyek hampir mengira dirinya salah dengar.Semua proyek ini adalah tulang punggung perusahaan, bahkan beberapa di antaranya hampir menghasilkan keuntungan dalam waktu dekat. Sekarang dia tiba-tiba disuruh menghentikannya?!Reagan bertanya, "Apa ucapanku kurang jelas?""T-tidak, Pak ....""Atau sulit dimengerti?""Nggak juga ....""Lalu, apa masalahnya?"Keringat dingin mengalir di pelipis manajer proyek. "Pak Reagan, saya cuma nggak mengerti ....""Kamu nggak perlu mengerti. Lakukan saja."Menghentikan lebih dari 20 proyek bukanlah perkara mudah. Bagaimana cara meminimalisir kerugian?Bagaimana menyusun strategi agar dampaknya tidak menghancurkan perusahaan? Semuanya harus diperhitungkan dengan sangat hati-hati.Saat Reagan menyelesaikan pekerjaannya, langit sudah gelap. Dia berdiri di depan jendela kaca besar kantornya sambil menatap pemandanga
"Kami nggak akan menerima ini.""Pertama, kami nggak pernah melakukan apa pun untukmu. Kami bukan keluarga, bukan teman, dan nggak ada hubungan apa pun. Terlepas dari berapa pun nilainya, kami nggak berhak menerimanya.""Kedua, kamu dan Nadine ... sudah menjadi masa lalu. Sekarang kalian cuma orang asing, jadi nggak ada alasan bagi kami untuk menerima pemberianmu."Satu-satunya pertemuan mereka dulu masih segar dalam ingatan Irene. Dia dan Jeremy datang lebih awal ke restoran dan menunggu Reagan hampir setengah jam. Saat akhirnya datang, Reagan tidak membawa apa pun. Setelah hanya menyapa singkat, dia langsung fokus pada makanannya tanpa banyak berbicara.Dingin. Formal. Tidak peduli.Saat itu, satu kata muncul dalam benak Irene ... tidak sepadan. Lelaki seperti ini bukan pasangan yang cocok untuk putrinya.Namun, Nadine begitu mencintainya. Saat Reagan beralasan harus pergi lebih awal, Nadine segera mencari berbagai pembenaran untuknya.Irene tidak mengatakan apa-apa. Hanya ada rasa s
Perbedaan antara cara Jeremy memperlakukan Arnold dengan ramah dan bagaimana dia bersikap dingin terhadap Reagan begitu mencolok. Sisa percakapan tidak lagi terdengar oleh Reagan. Dia sudah turun dua lantai.Samar-samar, dia mendengar suara pintu ditutup. Mungkin Arnold telah masuk ke dalam rumah Nadine. Dengan membawa tumpukan hadiah yang tidak pernah tersampaikan, Reagan kembali ke vilanya.Rumah itu sunyi. Bibi Julia telah selesai membersihkan dan sudah pergi. Tidak ada seorang pun di sana. Sama sepinya seperti saat Nadine pergi meninggalkannya.Reagan naik ke lantai atas dan masuk ke kamar utama. Di sudut ruangan, meja rias yang dulunya sering digunakan kini tampak terabaikan. Di atasnya masih ada beberapa produk perawatan kulit yang belum habis dipakai.Namun, pemiliknya sudah tidak membutuhkannya lagi. Sama seperti Nadine yang tidak lagi menginginkannya.Reagan menarik laci di bawah meja rias. Dulu, di dalamnya ada selembar cek, surat perjanjian tanah, dan satu gelang berlian.Ge
"Pak, sudah selesai?" Begitu Nadine membuka suara, Arnold baru tersadar dari lamunannya."Sudah selesai.""Terima kasih."Arnold kembali melirik ke arah pinggangnya. Bukan karena ada pikiran aneh, tetapi .... Dia terlalu kurus! Apa dia selama ini tidak makan dengan baik?Reagan duduk di depan meja rias dari siang, hingga matahari terbenam, sampai akhirnya fajar menyingsing keesokan harinya. Bukan karena tidak ingin tidur, tapi karena dia benar-benar tidak bisa.Pikirannya terus-menerus menggali kenangan lama, tanpa lelah dan tak kendali. Kenangan indah dan penuh kebahagiaan .... juga semua kesalahannya yang menyakiti Nadine.Hingga akhirnya, saat fajar mulai menyingsing, Reagan tersadar dari kilasan memori yang menyiksanya.Pukul delapan pagi. Waktu puncak orang berangkat kerja. Dia mengenakan pakaian bersih, lalu mengemudi ke toko kue paling laris. Biasanya, perjalanan hanya memakan waktu setengah jam, tetapi hari ini dia menghabiskan satu jam penuh di jalan."Saya mau satu kue lapis
Pagi-pagi, sinar matahari menyinari masuk. Pakaian berserakan di lantai, dari sofa ruang tamu hingga depan ranjang kamar. Hampir semuanya adalah pakaian pria, hanya ada satu jubah tidur wanita.Teddy menggerakkan kelopak matanya dan terbangun. Ketika mengingat kembali kegilaan dan keintiman semalam, sudut bibirnya terangkat tanpa sadar.Teddy menoleh ke samping, melihat wanita yang masih terlelap. Ekspresinya lembut dan penuh kehangatan yang bahkan tidak disadarinya.Kelly masih tidur, matanya terpejam rapat dan napasnya stabil. Tatapan Teddy menyusuri wajah cantiknya, lalu turun ke leher. Kulit putihnya dipenuhi bekas yang ditinggalkan Teddy saat malam penuh gairah itu.Teddy bukan lagi anak muda yang mudah terpukau oleh tubuh wanita. Namun, semalam dia seperti binatang buas yang pertama kali merasakan daging. Sungguh liar dan tak kenal lelah. Pada akhirnya, Kelly harus menamparnya agar dia berhenti.Sakit? Ya, memang sakit. Namun, puas tidak? Benar-benar puas!Memikirkan itu, senyuma
Teddy kehabisan kata-kata."Selesai," katanya sambil mematikan pengering rambut.Kelly merapikan rambutnya dengan jari. Harus diakui, hasilnya halus tapi tetap lembut. Teddy menyeringai. "Gimana?"Untuk pertama kalinya, Kelly mengangguk puas. "Buka salon deh, aku langsung jadi member VIP."Teddy berpikir, 'Terima kasih, tapi nggak deh.'Kelly menguap, lalu berjalan ke tempat tidur. Setelah menjatuhkan diri dan berguling dua kali, dia membungkus dirinya dengan selimut. "Aku tidur dulu. Tolong matikan lampu, tutup pintu, lalu pulang. Bye-bye ...."Memangnya aku ini pembantunya?! Teddy menggerutu dalam hati, tapi tangannya tetap patuh. Dia mematikan lampu, menutup pintu dengan pelan, lalu keluar.Setelah minum anggur, Kelly tertidur dalam keadaan sedikit mabuk. Hanya dalam sekejap, dia telah tertidur nyenyakBegitu keluar, Teddy melihat botol anggur di wajan kaca yang masih tersisa. Setelah berpikir sejenak, dia mengambil gelas anggur dan menuangkan segelas untuk dirinya sendiri.Kemudian
Kelly meletakkan gelas anggurnya dan berdiri. "Sudah cukup." Minum terlalu banyak bisa menimbulkan masalah, apalagi kalau di rumah ada seorang pria. Dia masih tahu batasannya.Teddy menghentikan gerakannya. "Belum habis, kenapa berhenti?""Kamu kira ini bar? Mau minum sampai pagi?""Anggurnya udah aku siapin, kalau nggak habis, sayang dong?""Sayang buat siapa? Aku bisa minum sendiri besok."Teddy terdiam.Kelly melirik jam dinding. "Sudah malam, pulang sana.""Tunggu, kenapa begitu sih?""Aku kenapa?""Waktu butuh aku, kamu terima. Setelah nggak butuh, langsung diusir. Begitu caramu?""Terus mau gimana? Mau aku suruh kamu nginap?""Pacar nginap di rumah pacar itu hal biasa. Walaupun kita cuma pura-pura, tapi setidaknya harus terlihat meyakinkan, 'kan?"Kelly mendengus. "Sok drama! Memangnya ada yang peduli kita tidur bareng atau nggak?"Baru saja dia selesai bicara, ponsel Teddy berdering. Panggilan video dari WhatsApp. Dia melirik layarnya dan menyeringai. "Tuh, ada yang peduli."Kel
Kelly menegaskan, "Aku. Nggak. Makan. Mi."Teddy menatapnya dengan ekspresi "Kamu pikir aku bakal percaya?"Saat Kelly berbalik hendak masuk kamar, Teddy tiba-tiba berseru, "Nggak mau coba segelas?"Kelly menoleh, matanya melirik wajan kaca yang berembun di meja. Kebetulan sekali, ini jenis anggur favoritnya dan sudah didinginkan dengan sempurna ...."Baiklah, tuangkan satu untukku!" Godaan yang sulit ditolak.Teddy langsung sigap mengambil gelas. "Ini, coba deh! Aku yang dinginkan, dijamin puas!"Kelly menerima gelasnya dan tersenyum sinis. "Itu semua karena anggur yang aku beli bagus.""Iya, iya. Anggurnya bagus, tapi teknikku juga hebat. Kalau digabung, hasilnya luar biasa. Gimana?""Nggak usah bawa-bawa aku," kata Kelly sambil meneguk seteguk pertama.Teddy terdiam. Bahkan dalam obrolan santai, Kelly tetap tidak mau rugi sedikit pun. Baru satu tegukan, Kelly langsung harus mengakui bahwa Teddy benar-benar punya keterampilan."Gimana? Nggak mengecewakan, 'kan?" Teddy mengangkat dagu
"A-aku capek, jadi minggir sebentar buat istirahat, eh malah ketiduran ...."Kelly langsung memutar ke sisi lain mobil, menarik pintu kursi penumpang depan, dan duduk. "Kebetulan, antarin aku pulang."Teddy mendengus. "Kamu benaran nggak tahu malu, ya." Meskipun begitu, sudut bibirnya tetap melengkung ke atas."Oke deh, hari ini sekalian aku jadi malaikat baik hati. Pegangan yang kencang ...." Begitu dia menginjak gas, mobil melesat seperti anak panah yang dilepas dari busurnya.Kelly: "Gila! Pelan sedikit! Aku masih betah hidup, nggak mau ketemu malaikat maut bareng kamu!"Teddy: "Kenapa? Kita bisa dikubur dalam satu liang lahat, romantis, 'kan? Hehehe ...."Kelly hanya bisa memberikan tatapan menjijikkan kepadanya. Kalau pun mati, mereka pasti bakal dikubur di tempat terpisah!Dua puluh menit kemudian ....Kelly: "Berhenti di depan gerbang apartemen aja, aku jalan sendiri ke dalam.""Nggak bisa! Belum sampai depan pintu!"Dengan satu putaran setir, Teddy langsung mengarahkan mobil ma
Teddy langsung nyeletuk, "Aku traktir kamu makan!""Nggak perlu, sudah ada yang ngajak. Kamu tunggu kesempatan berikutnya aja."Selesai bicara, Kelly hendak berjalan melewatinya.Teddy buru-buru mengejar. "Kalau begitu, biar aku antar kamu!"Kelly langsung berhenti melangkah. "Kamu serius?""Banget!""Oke deh, tapi nyetirnya cepat, ya."Seminggu ini Kelly memang sengaja tidak bawa mobil sendiri, supaya bisa tidur sebentar di perjalanan pulang-pergi kerja. Teddy membukakan pintu depan mobil dengan sigap dan seramah mungkin.Sayangnya ....Kelly berkata, "Aku duduk di belakang saja. Lebih enak buat rebahan.""Oke deh."Di dalam mobil, Teddy menyetir sambil menarik napas panjang. Apa ada pacar yang lebih baik lagi dari dia di dunia ini? Menunggu pacarnya satu jam untuk pulang kerja, lalu mengantarkan dia untuk bertemu pria lain dengan sukarela.Namun, jika dia tidak mengantarkannya, Kelly pasti sudah pergi duluan. Selain itu, dia ingin melihat pria berengsek mana yang memikat pacarnya sam
Banyak atau tidak, Nadine tidak tahu. Karena Arnold tidak membalas pesannya lagi.Saat semua bakpao kepiting selesai dikukus, Nadine mengambil sepuluh buah, memasukkannya ke dalam kantong plastik, dan berencana membawanya untuk Arnold. Namun, setelah mengetuk pintunya selama setengah menit, tetap tidak ada jawaban.Dia mengeluarkan ponselnya dan mengetik.[ Profesor, ada di rumah? ]Kali ini Arnold membalas dengan cepat:[ Sudah di laboratorium. ]Nadine mengetik lagi.[ Aku mengukus bakpao kepiting, aku sudah siapkan sepuluh untukmu. Nanti malam waktu kamu pulang, ambil di tempatku, ya? ]Arnold awalnya ingin membalas "Terima kasih, nggak usah", tetapi saat hampir mengetik selesai, dia merasa .... Seorang gadis bersusah payah membuat makanan sendiri dan bahkan ingin memberinya, kalau dia menolak mentah-mentah, sepertinya ....Sangat tidak sopan.Dan juga ... akan terlihat sangat mencurigakan.[ Oke. ]Nadine menyimpan ponselnya dan kembali ke rumah.Setelah selesai merapikan dapur, ba
Melewati bagian perlengkapan rumah tangga, Arnold tiba-tiba berhenti. "Ada yang perlu dibeli?"Nadine teringat kalau sabun mandi dan deterjen di rumahnya hampir habis. "Ada."Saat memilih sabun mandi, dia melirik ke arah Arnold yang juga sedang memasukkan beberapa barang ke dalam troli belanja. Dia melirik sekilas dan melihat ada handuk, sandal rumah, gantungan, dan beberapa barang kecil lainnya ....Barang yang dibelinya cukup banyak, dan troli yang sudah hampir penuh kini makin menggunung.Saat tiba di kasir, Arnold berkata bahwa dia yang akan membayar. Nadine tidak terlalu mempermasalahkan, hanya mengingatkannya untuk menyimpan struk agar nanti mereka bisa membagi biayanya.Arnold mengangguk dan menyuruhnya menunggu di luar jalur kasir. "Di sini terlalu ramai.""Baik," kata Nadine, lalu keluar terlebih dahulu.Beberapa saat kemudian, Arnold selesai membayar dan keluar sambil membawa tiga kantong besar.Melihat itu, Nadine langsung mengulurkan tangan untuk membantu membawanya. Namun,
Setelah berkeliling taman dan menikmati kue kacang hijau, Irene merasa sangat puas. Keesokan harinya, dia dan Jeremy kembali ke Kota Linong. Nadine mengantar mereka ke stasiun kereta cepat.Hugo yang mendapat kabar langsung bergegas menyusul."Bu Irene, ini surat dari para penggemar yang dikirim ke penerbit. Mereka minta aku untuk menyerahkannya kepada Anda."Irene tampak terkejut dan senang. Ini pertama kalinya dia menerima surat dari penggemar. Dan jumlahnya cukup banyak, satu buntalan besar.....Setelah kembali ke rumah, Nadine memanfaatkan cuaca cerah untuk mencuci seprai dan sarung bantal dari dua kamar.Akhir Oktober, hawa panas musim panas perlahan memudar, digantikan dengan kesejukan musim gugur yang menyelinap diam-diam.Nadine kemudian merapikan lemari pakaian. Baju dan gaun yang sudah jarang dipakai dia simpan di bagian atas, sementara pakaian musim gugur dia pindahkan ke tempat yang lebih mudah dijangkau.Saat semuanya beres, waktu sudah menunjukkan pukul dua siang dan dia