Hugo berkata dengan penuh semangat, "Enam puluh ribu!"Irene termangu sejenak sebelum bertanya, "Apa maksudnya?""Penjualan harian! Kemarin, penjualan hariannya sudah menembus 60 ribu! Bahkan memecahkan rekor penjualan yang dulu diciptakan The Killer! Dalam 10 tahun … eh, 20 tahun terakhir, belum ada buku yang mencapai rekor seperti ini!""Bu Irene." Hugo menekankan kata-katanya. "Buku barumu meledak!"Benar, buku baru Irene sangat populer sekarang. Hugo awalnya merasa frustrasi. Meskipun sudah siap secara mental bahwa peluncuran buku tidak akan berjalan mulus, dia tidak menyangka hasilnya akan seburuk itu.Seorang editor yang sudah lama bersaing dengannya bahkan memanfaatkan kesempatan ini untuk mengejeknya, "Kamu sudah tua sampai penilaianmu menurun ya? Kamu sampai nekat menandatangani kontrak besar. Hasilnya apa? Gagal total!"Hugo tidak menanggapi ejekan itu, tetapi dia mulai merenung. Sebenarnya di mana letak masalahnya?Hugo sudah membaca semua buku Irene. Dari pemilihan tema hin
[ Benaran seseram itu? Kalau begitu, aku juga mau lihat! ][ Percayalah, bro. Setelah baca, kamu nggak akan mau makan tahu manis lagi. ][ Kenapa? ][ Jawabannya ada di dalam buku. ]Dua hari kemudian, akun Si Gendut Penggemar Buku kembali mengunggah status. Kali ini, ayahnya tidak muncul di video, hanya ada gambar sampul buku Seven Days.[ Keterangan: Tiba-tiba sadar, makanan zaman dulu itu luar biasa enak. ]Berkat gelombang viral ini, Seven Days muncul sebagai kuda hitam yang menembus lingkaran pembaca muda. Kemudian, para anak muda pun ... terobsesi!Dalam waktu kurang dari setengah bulan, forum diskusi, grup obrolan, bahkan fanbase resmi mulai bermunculan. Para pembaca lama langsung berseru, "Penulis berbakat ini nggak bisa disembunyikan lagi!"Saat itulah, para penggemar Seven Days baru menyadari sesuatu. Di mana penulisnya?Bukunya sudah sepopuler ini, tapi kenapa tidak ada satu pun kabar tentang sang penulis? Biasanya, ketika buku lain mulai laris dan terkenal, penulisnya seger
Sebelum berangkat, Jeremy sempat memasak semangkuk mi untuk dirinya sendiri. Perutnya masih kenyang, jadi dia pun mengeluarkan sebuah buku dari tas dan mulai membacanya dengan asyik.Dua puluh menit kemudian, pengumuman dari pengeras suara menginformasikan bahwa proses pemeriksaan tiket sudah dimulai.Irene dan Nadine hanya membawa sedikit barang, jadi mereka berjalan lebih dulu. Dengan cepat, mereka memindai kartu identitas mereka dan melewati gerbang pemeriksaan, lalu berdiri di dalam sambil menunggu Jeremy.Jeremy menyusul di belakang mereka. Satu tangannya menarik koper, sementara tangan satunya lagi membawa tas Irene. Saat hendak mengambil kartu identitasnya untuk dipindai, dia tiba-tiba menyadari bahwa dompetnya hilang!Jeremy langsung teringat kejadian saat sedang mengantre tadi. Seseorang menabraknya cukup keras dari belakang dan hampir membuatnya terjatuh. Tidak salah lagi, pasti saat itulah dompetnya dicuri dari dalam tas!"Ayah, cepat!" seru Nadine dari balik gerbang.Jeremy
Stendy menatap Jeremy, lalu melirik Nadine dengan tenang. Dua orang ini ...."Ayah, kamu kenal dia?" Nadine berjalan mendekat dengan nada terkejut.Ayah?Sudut bibir Stendy sedikit terangkat.Kebetulan, Stendy datang ke kota ini untuk urusan bisnis selama tiga hari dan hari ini adalah jadwal kepulangannya. Namun, karena cuaca buruk, penerbangannya dibatalkan. Akhirnya, dia meminta sekretarisnya untuk memesan tiket kereta cepat pagi ini.Tak disangka .... Dia justru mendapat kejutan yang lebih menarik!"Tadi anak muda ini yang bantu aku nangkap pencuri. Gerakannya cepat dan luar biasa!" kata Jeremy penuh semangat.Nadine sempat terdiam sesaat sebelum akhirnya merespons, "Terima kasih, Pak Stendy.""Nadine, kamu terlalu sopan. Kalau ada orang lain di posisiku, mereka pasti juga nggak akan ragu untuk membantu."Irene terkejut. "Kalian saling kenal?"Nadine dan Stendy menjawab serempak, "Kenal."Namun, bagaimana tepatnya mereka saling mengenal ... jelas bukan sesuatu yang tepat untuk dibah
Nadine akhirnya menerima buku itu. Godaan ini terlalu besar, sulit untuk ditolak."Terima kasih.""Panggil aku Kak Stendy."Nadine terdiam.Ketika mereka tiba di Kota Juanin, waktu sudah menunjukkan pukul dua siang. Nadine dan keluarganya tidak berada di gerbong yang sama dengan Stendy.Begitu keluar dari stasiun, Nadine baru saja hendak membuka aplikasi untuk memesan mobil, tetapi kemudian dia melihat Stendy berdiri tak jauh dari mereka. Sosoknya yang tinggi dan tegap sangat mencolok di antara kerumunan.Stendy tersenyum dan berjalan menghampiri Jeremy. "Paman, mobilku sudah ada di luar. Biar aku antar kalian pulang?"Jeremy ragu sejenak. "Ah, nggak usah, terlalu merepotkan. Kami bisa pesan mobil sendiri.""Nggak merepotkan, searah kok." Selesai berkata demikian, Stendy langsung mengambil koper dari tangan Jeremy dan berjalan ke luar."Wah, kalau begitu, terima kasih banyak!""Sama sekali nggak merepotkan."Nadine diam-diam menutup aplikasi pemesanan mobil dan menyimpan ponselnya kemb
Irene tidak menyangka bahwa Stendy pernah membaca bukunya. "Kamu tahu kalau Seven Days itu karyaku?"Stendy melirik sekilas ke arah Nadine sebelum menjawab, "Ya, aku tahu."Mengenai dari mana dia mengetahuinya .... Stendy tidak menjelaskan. Irene pun tidak bertanya lebih lanjut.Sialnya, Nadine justru menjadi sasaran dari dua pasang yang mata penuh penasaran itu selama beberapa saat. Sungguh melelahkan ...."Jadi, pelakunya benar-benar si guru fisika yang polos itu?"Irene sedikit terkejut. "Kenapa kamu tanya seperti itu?"Dalam novel, semua petunjuk akhirnya mengarah pada guru fisika tersebut. Dia menggunakan keahliannya dalam ilmu pengetahuan untuk menyusun kejahatan yang nyaris sempurna. Semua bukti jelas-jelas mengarah padanya. Kasusnya sudah tertutup rapat.Namun, Stendy justru mempertanyakan, apakah dia benar-benar pelakunya? Tatapan Irene terhadapnya menjadi semakin dalam."Aku ingat ada beberapa detail yang agak tersembunyi dalam cerita ini ...." Stendy mulai menjelaskan.Perta
"Stendy, apa maksudmu ini?" Reagan berjalan mendekat ke meja teh."Maksud yang mana?""Kenapa kamu menghentikan proyek di kawasan pengembangan?"Dengan santai, Stendy menyesap tehnya. "Nggak mau kerja sama, jadi aku hentikan. Ada masalah?""Kamu pikir bisa seenaknya begitu saja?!" Reagan mendengus. "Kamu tahu berapa banyak kerugian yang terjadi setiap harinya?""Kurang lebih, aku tahu.""Tahu, tapi tetap melakukannya?!"Tanpa tergesa-gesa, Stendy menuangkan teh untuk dirinya sendiri dengan lancar. Reagan kehilangan kesabaran dan menekan teko teh dengan kuat. "Kamu sudah menghindar selama tiga hari, sekarang masih tetap diam saja. Mau sampai kapan kamu terus menunda ini?"Baru saat itu Stendy mengangkat pandangannya. "Siapa bilang aku menghindar?""Sekretarismu bilang kamu lagi dalam perjalanan bisnis. Itu cuma alasan agar bisa menghindar dariku, 'kan?""Heh, menghindar darimu?" Stendy tertawa kecil. "Aku pergi ke kota sebelah untuk survei. Jadwalnya sudah ditetapkan sejak dua minggu la
"Kamu nggak mungkin sebodoh itu mengira kalau kita benar-benar memutus semua hubungan, Nadine nggak akan peduli sama masa lalu kita dan langsung menerima kamu, 'kan?""Bodoh!" Dengan amarah yang meledak, Reagan meraih cangkir teh dari tangan Stendy dan melemparkannya ke lantai.Prang!Suara pecahan cangkir bergema di ruangan."Dulu aku nggak pernah tahu kalau kamu ternyata seorang bucin sialan, Stendy!"Philip dan Teddy langsung melangkah mundur beberapa langkah, menghindari pecahan kaca yang mungkin melukai mereka. Mereka saling bertukar pandangan, diam-diam terkejut dengan arah pembicaraan ini.Stendy benar-benar bersikeras memutus hubungan bisnisnya dengan Reagan. Dia menggunakan strategi yang merugikan kedua belah pihak hanya untuk menciptakan jarak di antara mereka?Dulu, meskipun mereka berselisih paham, urusan bisnis tetap berjalan. Uang tetap dicari bersama, keuntungan tetap dibagi. Tidak peduli seberapa buruk hubungan pribadi mereka, selama proyek menguntungkan, mereka tetap b
Pagi-pagi, sinar matahari menyinari masuk. Pakaian berserakan di lantai, dari sofa ruang tamu hingga depan ranjang kamar. Hampir semuanya adalah pakaian pria, hanya ada satu jubah tidur wanita.Teddy menggerakkan kelopak matanya dan terbangun. Ketika mengingat kembali kegilaan dan keintiman semalam, sudut bibirnya terangkat tanpa sadar.Teddy menoleh ke samping, melihat wanita yang masih terlelap. Ekspresinya lembut dan penuh kehangatan yang bahkan tidak disadarinya.Kelly masih tidur, matanya terpejam rapat dan napasnya stabil. Tatapan Teddy menyusuri wajah cantiknya, lalu turun ke leher. Kulit putihnya dipenuhi bekas yang ditinggalkan Teddy saat malam penuh gairah itu.Teddy bukan lagi anak muda yang mudah terpukau oleh tubuh wanita. Namun, semalam dia seperti binatang buas yang pertama kali merasakan daging. Sungguh liar dan tak kenal lelah. Pada akhirnya, Kelly harus menamparnya agar dia berhenti.Sakit? Ya, memang sakit. Namun, puas tidak? Benar-benar puas!Memikirkan itu, senyuma
Teddy kehabisan kata-kata."Selesai," katanya sambil mematikan pengering rambut.Kelly merapikan rambutnya dengan jari. Harus diakui, hasilnya halus tapi tetap lembut. Teddy menyeringai. "Gimana?"Untuk pertama kalinya, Kelly mengangguk puas. "Buka salon deh, aku langsung jadi member VIP."Teddy berpikir, 'Terima kasih, tapi nggak deh.'Kelly menguap, lalu berjalan ke tempat tidur. Setelah menjatuhkan diri dan berguling dua kali, dia membungkus dirinya dengan selimut. "Aku tidur dulu. Tolong matikan lampu, tutup pintu, lalu pulang. Bye-bye ...."Memangnya aku ini pembantunya?! Teddy menggerutu dalam hati, tapi tangannya tetap patuh. Dia mematikan lampu, menutup pintu dengan pelan, lalu keluar.Setelah minum anggur, Kelly tertidur dalam keadaan sedikit mabuk. Hanya dalam sekejap, dia telah tertidur nyenyakBegitu keluar, Teddy melihat botol anggur di wajan kaca yang masih tersisa. Setelah berpikir sejenak, dia mengambil gelas anggur dan menuangkan segelas untuk dirinya sendiri.Kemudian
Kelly meletakkan gelas anggurnya dan berdiri. "Sudah cukup." Minum terlalu banyak bisa menimbulkan masalah, apalagi kalau di rumah ada seorang pria. Dia masih tahu batasannya.Teddy menghentikan gerakannya. "Belum habis, kenapa berhenti?""Kamu kira ini bar? Mau minum sampai pagi?""Anggurnya udah aku siapin, kalau nggak habis, sayang dong?""Sayang buat siapa? Aku bisa minum sendiri besok."Teddy terdiam.Kelly melirik jam dinding. "Sudah malam, pulang sana.""Tunggu, kenapa begitu sih?""Aku kenapa?""Waktu butuh aku, kamu terima. Setelah nggak butuh, langsung diusir. Begitu caramu?""Terus mau gimana? Mau aku suruh kamu nginap?""Pacar nginap di rumah pacar itu hal biasa. Walaupun kita cuma pura-pura, tapi setidaknya harus terlihat meyakinkan, 'kan?"Kelly mendengus. "Sok drama! Memangnya ada yang peduli kita tidur bareng atau nggak?"Baru saja dia selesai bicara, ponsel Teddy berdering. Panggilan video dari WhatsApp. Dia melirik layarnya dan menyeringai. "Tuh, ada yang peduli."Kel
Kelly menegaskan, "Aku. Nggak. Makan. Mi."Teddy menatapnya dengan ekspresi "Kamu pikir aku bakal percaya?"Saat Kelly berbalik hendak masuk kamar, Teddy tiba-tiba berseru, "Nggak mau coba segelas?"Kelly menoleh, matanya melirik wajan kaca yang berembun di meja. Kebetulan sekali, ini jenis anggur favoritnya dan sudah didinginkan dengan sempurna ...."Baiklah, tuangkan satu untukku!" Godaan yang sulit ditolak.Teddy langsung sigap mengambil gelas. "Ini, coba deh! Aku yang dinginkan, dijamin puas!"Kelly menerima gelasnya dan tersenyum sinis. "Itu semua karena anggur yang aku beli bagus.""Iya, iya. Anggurnya bagus, tapi teknikku juga hebat. Kalau digabung, hasilnya luar biasa. Gimana?""Nggak usah bawa-bawa aku," kata Kelly sambil meneguk seteguk pertama.Teddy terdiam. Bahkan dalam obrolan santai, Kelly tetap tidak mau rugi sedikit pun. Baru satu tegukan, Kelly langsung harus mengakui bahwa Teddy benar-benar punya keterampilan."Gimana? Nggak mengecewakan, 'kan?" Teddy mengangkat dagu
"A-aku capek, jadi minggir sebentar buat istirahat, eh malah ketiduran ...."Kelly langsung memutar ke sisi lain mobil, menarik pintu kursi penumpang depan, dan duduk. "Kebetulan, antarin aku pulang."Teddy mendengus. "Kamu benaran nggak tahu malu, ya." Meskipun begitu, sudut bibirnya tetap melengkung ke atas."Oke deh, hari ini sekalian aku jadi malaikat baik hati. Pegangan yang kencang ...." Begitu dia menginjak gas, mobil melesat seperti anak panah yang dilepas dari busurnya.Kelly: "Gila! Pelan sedikit! Aku masih betah hidup, nggak mau ketemu malaikat maut bareng kamu!"Teddy: "Kenapa? Kita bisa dikubur dalam satu liang lahat, romantis, 'kan? Hehehe ...."Kelly hanya bisa memberikan tatapan menjijikkan kepadanya. Kalau pun mati, mereka pasti bakal dikubur di tempat terpisah!Dua puluh menit kemudian ....Kelly: "Berhenti di depan gerbang apartemen aja, aku jalan sendiri ke dalam.""Nggak bisa! Belum sampai depan pintu!"Dengan satu putaran setir, Teddy langsung mengarahkan mobil ma
Teddy langsung nyeletuk, "Aku traktir kamu makan!""Nggak perlu, sudah ada yang ngajak. Kamu tunggu kesempatan berikutnya aja."Selesai bicara, Kelly hendak berjalan melewatinya.Teddy buru-buru mengejar. "Kalau begitu, biar aku antar kamu!"Kelly langsung berhenti melangkah. "Kamu serius?""Banget!""Oke deh, tapi nyetirnya cepat, ya."Seminggu ini Kelly memang sengaja tidak bawa mobil sendiri, supaya bisa tidur sebentar di perjalanan pulang-pergi kerja. Teddy membukakan pintu depan mobil dengan sigap dan seramah mungkin.Sayangnya ....Kelly berkata, "Aku duduk di belakang saja. Lebih enak buat rebahan.""Oke deh."Di dalam mobil, Teddy menyetir sambil menarik napas panjang. Apa ada pacar yang lebih baik lagi dari dia di dunia ini? Menunggu pacarnya satu jam untuk pulang kerja, lalu mengantarkan dia untuk bertemu pria lain dengan sukarela.Namun, jika dia tidak mengantarkannya, Kelly pasti sudah pergi duluan. Selain itu, dia ingin melihat pria berengsek mana yang memikat pacarnya sam
Banyak atau tidak, Nadine tidak tahu. Karena Arnold tidak membalas pesannya lagi.Saat semua bakpao kepiting selesai dikukus, Nadine mengambil sepuluh buah, memasukkannya ke dalam kantong plastik, dan berencana membawanya untuk Arnold. Namun, setelah mengetuk pintunya selama setengah menit, tetap tidak ada jawaban.Dia mengeluarkan ponselnya dan mengetik.[ Profesor, ada di rumah? ]Kali ini Arnold membalas dengan cepat:[ Sudah di laboratorium. ]Nadine mengetik lagi.[ Aku mengukus bakpao kepiting, aku sudah siapkan sepuluh untukmu. Nanti malam waktu kamu pulang, ambil di tempatku, ya? ]Arnold awalnya ingin membalas "Terima kasih, nggak usah", tetapi saat hampir mengetik selesai, dia merasa .... Seorang gadis bersusah payah membuat makanan sendiri dan bahkan ingin memberinya, kalau dia menolak mentah-mentah, sepertinya ....Sangat tidak sopan.Dan juga ... akan terlihat sangat mencurigakan.[ Oke. ]Nadine menyimpan ponselnya dan kembali ke rumah.Setelah selesai merapikan dapur, ba
Melewati bagian perlengkapan rumah tangga, Arnold tiba-tiba berhenti. "Ada yang perlu dibeli?"Nadine teringat kalau sabun mandi dan deterjen di rumahnya hampir habis. "Ada."Saat memilih sabun mandi, dia melirik ke arah Arnold yang juga sedang memasukkan beberapa barang ke dalam troli belanja. Dia melirik sekilas dan melihat ada handuk, sandal rumah, gantungan, dan beberapa barang kecil lainnya ....Barang yang dibelinya cukup banyak, dan troli yang sudah hampir penuh kini makin menggunung.Saat tiba di kasir, Arnold berkata bahwa dia yang akan membayar. Nadine tidak terlalu mempermasalahkan, hanya mengingatkannya untuk menyimpan struk agar nanti mereka bisa membagi biayanya.Arnold mengangguk dan menyuruhnya menunggu di luar jalur kasir. "Di sini terlalu ramai.""Baik," kata Nadine, lalu keluar terlebih dahulu.Beberapa saat kemudian, Arnold selesai membayar dan keluar sambil membawa tiga kantong besar.Melihat itu, Nadine langsung mengulurkan tangan untuk membantu membawanya. Namun,
Setelah berkeliling taman dan menikmati kue kacang hijau, Irene merasa sangat puas. Keesokan harinya, dia dan Jeremy kembali ke Kota Linong. Nadine mengantar mereka ke stasiun kereta cepat.Hugo yang mendapat kabar langsung bergegas menyusul."Bu Irene, ini surat dari para penggemar yang dikirim ke penerbit. Mereka minta aku untuk menyerahkannya kepada Anda."Irene tampak terkejut dan senang. Ini pertama kalinya dia menerima surat dari penggemar. Dan jumlahnya cukup banyak, satu buntalan besar.....Setelah kembali ke rumah, Nadine memanfaatkan cuaca cerah untuk mencuci seprai dan sarung bantal dari dua kamar.Akhir Oktober, hawa panas musim panas perlahan memudar, digantikan dengan kesejukan musim gugur yang menyelinap diam-diam.Nadine kemudian merapikan lemari pakaian. Baju dan gaun yang sudah jarang dipakai dia simpan di bagian atas, sementara pakaian musim gugur dia pindahkan ke tempat yang lebih mudah dijangkau.Saat semuanya beres, waktu sudah menunjukkan pukul dua siang dan dia