Namun, ketika kedua pria itu menoleh .... Ternyata Nadine sama sekali tidak ada di sana.Teddy mengangkat bahu santai. "Kalau aku nggak bilang begitu, kalian nggak akan berhenti, 'kan?"Reagan dan Stendy terdiam."Hei, kita ini sudah dewasa. Bisa nggak kalian berhenti menyelesaikan masalah dengan cara kekanak-kanakan begini?"Stendy menjawab dengan datar, "Dia yang marah duluan, dia juga yang mulai memukul."Reagan langsung membalas dengan nada tinggi, "Itu karena dia pantas dipukul!""Sudahlah, kalian berdua tenang saja. Kalau benar Nadine sampai datang, kalian sama-sama nggak untung," ucap Philip sambil menghela napas.Wajah Stendy menjadi kaku, sementara Reagan tetap diam dan bibirnya terkatup rapat. Setelah berpikir sejenak, Philip berkata, "Ayo, kita ke rumah sakit saja dulu untuk ngurus luka kalian."Reagan langsung menolak. "Nggak usah." Dia melirik tajam ke arah Stendy. "Aku tetap pada pendirianku: kamu nggak akan pernah bisa mendapatkannya, jadi lebih baik menyerah saja."Sten
Arnold segera mengetik balasan. Namun setelah berpikir ulang, dia merasa kurang tepat jika hanya membalas lewat pesan. Dia akhirnya memutuskan, lebih baik langsung kembali ke rumah untuk bertemu Nadine. Hari ini hari Minggu, kemungkinan besar dia ada di rumah."Calvin, aku pergi dulu. Tiga set data lagi hampir selesai, tolong awasi sebentar."Setelah berkata demikian, Arnold langsung bersiap pergi."Tunggu, tunggu! Aku baru saja bilang aku juga mau pulang ke rumah hari ini! Hei ... kenapa kamu langsung pergi? Aku sudah setuju belum?""Kemarin aku suruh kamu pulang istirahat, kamu nggak mau, sekarang malah rebutan pulang sama aku? Arnold, kamu ini benar-benar bermasalah!"....Namun, ketika Arnold tiba di apartemennya dan mengetuk pintu rumah Nadine, tidak ada respons sama sekali."Nadine? Kamu di rumah?"Sepi. Tidak ada suara apa pun.Arnold menghela napas, lalu kembali ke rumahnya sendiri. Dia duduk, mengambil ponsel, dan mengetik pesan.[ Maaf, beberapa hari ini aku di laboratorium,
Meskipun Mikha tidak mengenal Arnold atau mengetahui hubungannya dengan Nadine, itu sama sekali tidak menghalangi dorongannya untuk mengeluarkan semua keluhannya.Setelah makan siang, mereka kembali ke laboratorium. Mikha berdiri dengan tangan berkacak di pinggang sambil mengeluh, "Luas sih memang luas, tapi susah banget buat bersihinnya. Huaaa ...."Tiba-tiba ...."Permisi, ini laboratorium C116, bukan?"Dua petugas kebersihan muncul di depan pintu dengan membawa peralatan pembersih."Hah? Iya, ini C116. Ada yang bisa kami bantu?""Kalau begitu, benar. Mari kita mulai."Salah satu dari mereka langsung berseru, sementara yang lain mulai bergerak membersihkan ruangan dengan gesit. Mikha mengedipkan matanya bingung. "Tunggu ... apa kalian nggak salah tempat?""Nggak, kok. Ini memang C116. Bagian administrasi yang minta kami untuk membersihkan."Bagian administrasi? Mikha dan Nadine serentak menoleh ke arah Darius. Kamu yang panggil mereka?Darius segera menggeleng. "Aku? Mana mungkin. Ak
Stendy akhirnya menunjukkan sedikit senyuman. "Pak Konan memang nggak pernah mengecewakan. Itulah kenapa dari sekian banyak pimpinan dan direktur di fakultas ini, aku cuma mau bekerja sama dengan Anda.""Anda terlalu memuji, Pak Stendy. Aku jadi malu."Stendy berdiri dan bersiap-siap untuk pergi.Konan mengantar Stendy hingga ke pintu dengan sigap. Begitu pria itu benar-benar menghilang dari pandangannya, senyuman di wajah Konan langsung lenyap.Setelah kembali ke kantornya, Konan segera mengeluarkan ponsel dan menelepon bagian administrasi fakultas. "Tolong periksa pemakaian dua laboratorium tempat CPRT disimpan belakangan ini."Orang di ujung telepon terdengar bingung. "Salah satu CPRT digunakan oleh tim Bu Diana, sementara yang satunya baru-baru ini disetujui untuk tim Eden.""Eden? Bukankah dia bagian dari tim Diana juga?""Benar. Saya juga sempat heran, mereka sudah memakai satu alat, kenapa masih perlu alat kedua? Padahal, beberapa mahasiswa dari tim Bu Freya juga sempat mengajuk
"Apa itu?""Sepertinya alat eksperimen! Bahkan diantar langsung oleh insinyur asing!""Kamu pikir mereka cuma antar alat? Setelah dipasang, alat itu juga harus diuji coba dan dikalibrasi.""Aku ingat, laboratorium ini dulu nggak ada yang pakai. Kok tiba-tiba ada peralatan mahal seperti ini?""Jelas saja! Pasti ada orang yang akan menggunakannya!""Kaya banget, alat seperti ini pasti sangat mahal!"Suara bisikan orang-orang di sekitar terus terdengar, sementara wajah Kaeso semakin muram. Nella yang penasaran, langsung maju ke depan. Saat melihat alat itu, matanya membelalak penuh ketidakpercayaan.Alat itu memang CPRT, tetapi tidak sepenuhnya sama seperti yang dimiliki fakultas. Karena alat ini ukurannya setengah dari yang sudah ada, dan ....Dia melirik sekilas. Tombolnya menggunakan layar sentuh, dan layarnya jauh lebih besar hampir dua kali lipat dari versi sebelumnya."Ini ... ini CPRT generasi terbaru?!" Suara Kaeso hampir pecah karena kaget.Bukan hanya lebih canggih daripada yang
Marvin sebenarnya belum terlalu familier dengan proyek eksperimen, jadi dia tidak tahu apa yang membuat alat itu begitu istimewa. Namun, melihat ekspresi takjub Eden, dia juga tidak bisa menahan rasa penasarannya dan memperhatikan alat itu lebih lama."Kak, alat itu mahal, ya?" tanyanya.Eden mengangguk. "Sangat mahal.""Seberapa mahal?""Lebih dari dua miliar."Marvin tertegun. Bukan hanya karena harganya, tetapi juga karena Nadine dan timnya bisa langsung membelinya tanpa banyak pertimbangan.Tiga orang, dua miliar lebih ....Marvin teringat pada kedua orang tuanya, petani sederhana yang bekerja keras dari pagi hingga malam. Dalam tahun panen terbaik sekalipun, mereka hanya bisa menabung beberapa puluh juta rupiah.Namun untuk alat ini, dibutuhkan dana lebih dari dua miliar.Marvin hanya bisa berdiri terpaku di tempat. Tiba-tiba, suara Mikha terdengar dari lorong. Mereka telah kembali! Eden dan Marvin buru-buru keluar melalui pintu belakang karena tidak ingin terlihat.Namun, sebelum
"Siapa yang kamu pikirkan?" tanya Diana dengan nada mendesak.Konan tersenyum dingin. "Nggak usah tanya, yang jelas itu adalah seseorang yang nggak bisa kamu lawan."Jika Stendy saja masih menjaga sopan santun saat berbicara dengannya, orang itu bahkan langsung masuk tanpa basa-basi dan melayangkan pertanyaan tajam. Apa boleh buat, begitulah posisi dan pengaruh seorang tokoh besar di dunia akademik.Universitas Brata mungkin bisa kehilangan dukungan dana dari seorang pengusaha, tetapi mereka tidak akan pernah rela kehilangan seorang ilmuwan yang mampu menghasilkan kontribusi ilmiah yang signifikan."Pulanglah," kata Konan sambil tertawa sinis. "Ingat ini, sejelek-jeleknya orang itu, dia tetap lebih hebat dari kamu. Dan kamu ...." Dia memandang Diana dengan penuh ejekan. "Masih jauh dibandingkan Bu Freya."Bahkan dalam kondisi terbaring di rumah sakit pun, Freya masih mampu menarik perhatian dua tokoh besar untuk membelanya. Sedangkan kamu, Diana? Tidak ada apa-apanya.....Di kantor Di
"Ubah saja datanya agar konsisten, nggak perlu buang waktu untuk validasi ulang," ujar Diana dengan nada ringan.Meskipun Eden sudah menduga hal ini, mendengarnya langsung tetap membuatnya terguncang."Itu ... pemalsuan akademik!" katanya dengan tegas.Ekspresi Diana langsung berubah gelap. "Eden, kamu anak yang bijak. Ada beberapa hal perlu dipikirkan matang-matang sebelum diucapkan. Sebagai pembimbing, aku hanya memberikanmu cara untuk menyelesaikan masalah. Bagaimana melakukannya, itu sepenuhnya terserah padamu."Eden menatap Diana, untuk pertama kalinya dengan pandangan yang begitu tajam dan penuh perlawanan."Bu, ini nggak benar."Ini benar-benar salah ........Setelah Eden pergi, Diana menatap arah kepergiannya sambil tersenyum sinis. Sekarang dia belum mengerti, tapi tidak masalah. Orang akan belajar seiring waktu.Nanti, dia akan memahami bahwa dalam dunia akademik, benar atau salah itu tidak penting. Yang penting adalah berapa banyak artikel ilmiah yang kamu publikasikan, ber
"Ada apa?" tanya Nadine.Keduanya langsung mendongak, seperti anak kecil yang akhirnya melihat orang tua mereka setelah mendapatkan perlakuan tidak adil.Mikha langsung berlari ke arahnya, matanya sudah memerah bahkan sebelum sempat bicara. Darius menyusul di belakang, ekspresinya jelas tegang dan tangannya juga terkepal erat.Nadine langsung merasa ada sesuatu yang tidak beres. Namun, dia tetap tenang. "Apa yang terjadi? Kenapa kalian duduk di luar dan nggak masuk?""Kak Nadine ...." Mikha berusaha menahan air matanya. Meskipun matanya sudah berkaca-kaca, dia tetap bersikeras untuk tidak membiarkannya jatuh. "Kami nggak bisa masuk lagi!""Apa maksudnya nggak bisa masuk lagi?" Nadine terkejut."Kemarin, tim inspeksi kampus dan pemadam kebakaran distrik tiba-tiba datang ke laboratorium untuk melakukan pemeriksaan ...."Pemeriksaan kebakaran adalah prosedur rutin, jadi mereka berdua tidak berpikir terlalu banyak dan langsung membukakan pintu serta bekerja sama dengan baik.Siapa sangka,
"Ibu, sadarlah, aku ini anakmu! Kelly itu siapa? Kenapa aku baru bilang satu dua kata tentang dia, kamu langsung mau patahin kakiku?"Phoebe menyahut, "Karena dia adalah menantuku yang sudah kutetapkan! Nggak boleh ada yang menyakitinya, termasuk kamu!"Teddy merasa mata dan hidungnya sedikit memanas. Menantu ....Dia membalikkan badan, menyilangkan tangan di dada, lalu bergumam dengan suara rendah, "Dia punya standar tinggi, barang-barang ini mungkin nggak menarik baginya ...." Sama seperti Teddy yang juga tidak menarik baginya!"Benar juga." Phoebe mengangguk santai. "Kelly punya standar tinggi, tapi dia juga punya modal untuk mencari yang lebih baik! Kamu kira semua orang sepertimu? Kerjaannya cuma bersenang-senang."Teddy langsung berbalik dan berteriak dengan kesal, "Aku ini anak kandungmu! Anak kandung!""Tahu kok, nggak perlu teriak.""?""Pokoknya, aku tinggalkan perhiasan ini di sini. Kamu cari kesempatan untuk memberikannya pada Kelly. Ngerti?"Teddy tidak merespons. Phoebe l
Setelah pria itu pergi, Kelly menatap peralatan makan di meja dengan jijik. Seharusnya, tadi dia menyuruh Teddy merapikan semuanya dulu sebelum pergi."Halo, tolong panggilkan petugas kebersihan untuk dua jam .... Ya, bersih-bersih ... seluruh rumah. Semuanya harus bersih ... terutama sofa ...."Sementara itu, setelah Teddy membanting pintu dan pergi, dia langsung mengemudi pulang ke apartemennya. Kecepatannya hampir mencapai 150 km/jam, seakan-akan tak takut mati.Begitu masuk, Teddy langsung melepas baju dan masuk ke kamar mandi, mencoba menghilangkan aroma yang tertinggal karena kejadian semalam.Namun entah kenapa, setelah selesai mandi, aroma samar khas Kelly masih saja tercium olehnya."Sial ...." Dengan marah, Teddy menendang sofa.Namun akibatnya ... ingatan tentang kejadian semalam sontak menyeruak di kepalanya, dimulai di sofa, lalu berlanjut ke kamar .... Penuh gairah, penuh kegilaan.Teddy berpikir mati-matian, tetapi tetap tidak mengerti. Kenapa wanita yang semalam begitu
Senyuman Teddy langsung membeku. "Maksudmu?"Membereskan barang-barang dan pergi bukan masalah. Namun, apa maksudnya jangan datang lagi?Kelly menjawab dengan tenang, "Maksudnya seperti yang kamu dengar. Aku ingat aku pernah bilang, aku nggak akan terlibat dengan pria yang punya hubungan kerja sama denganku.""Setelah kejadian semalam, kita sudah jelas terlibat. Satu-satunya solusi adalah kita nggak bekerja sama lagi."Teddy perlahan duduk tegak, menatapnya dengan tatapan suram. "Aku nggak mabuk semalam. Dari caramu merespons, kamu juga nggak mabuk, 'kan?""Benar."Saat hubungan itu terjadi, mereka berdua sadar sepenuhnya. Jadi, ini bukan sekadar khilaf karena alkohol."Heh ...." Teddy tertawa dingin. "Kita baru saja tidur bersama dan aku bahkan belum pakai baju, tapi sekarang kamu mau mencampakkanku begitu saja?"Sudut bibir Kelly berkedut. "Kamu sendiri yang memilih nggak pakai baju, itu salah siapa? Aku sih nggak keberatan.""Aku keberatan, sialan!" Suara Teddy tiba-tiba meninggi. "
Pagi-pagi, sinar matahari menyinari masuk. Pakaian berserakan di lantai, dari sofa ruang tamu hingga depan ranjang kamar. Hampir semuanya adalah pakaian pria, hanya ada satu jubah tidur wanita.Teddy menggerakkan kelopak matanya dan terbangun. Ketika mengingat kembali kegilaan dan keintiman semalam, sudut bibirnya terangkat tanpa sadar.Teddy menoleh ke samping, melihat wanita yang masih terlelap. Ekspresinya lembut dan penuh kehangatan yang bahkan tidak disadarinya.Kelly masih tidur, matanya terpejam rapat dan napasnya stabil. Tatapan Teddy menyusuri wajah cantiknya, lalu turun ke leher. Kulit putihnya dipenuhi bekas yang ditinggalkan Teddy saat malam penuh gairah itu.Teddy bukan lagi anak muda yang mudah terpukau oleh tubuh wanita. Namun, semalam dia seperti binatang buas yang pertama kali merasakan daging. Sungguh liar dan tak kenal lelah. Pada akhirnya, Kelly harus menamparnya agar dia berhenti.Sakit? Ya, memang sakit. Namun, puas tidak? Benar-benar puas!Memikirkan itu, senyuma
Teddy kehabisan kata-kata."Selesai," katanya sambil mematikan pengering rambut.Kelly merapikan rambutnya dengan jari. Harus diakui, hasilnya halus tapi tetap lembut. Teddy menyeringai. "Gimana?"Untuk pertama kalinya, Kelly mengangguk puas. "Buka salon deh, aku langsung jadi member VIP."Teddy berpikir, 'Terima kasih, tapi nggak deh.'Kelly menguap, lalu berjalan ke tempat tidur. Setelah menjatuhkan diri dan berguling dua kali, dia membungkus dirinya dengan selimut. "Aku tidur dulu. Tolong matikan lampu, tutup pintu, lalu pulang. Bye-bye ...."Memangnya aku ini pembantunya?! Teddy menggerutu dalam hati, tapi tangannya tetap patuh. Dia mematikan lampu, menutup pintu dengan pelan, lalu keluar.Setelah minum anggur, Kelly tertidur dalam keadaan sedikit mabuk. Hanya dalam sekejap, dia telah tertidur nyenyakBegitu keluar, Teddy melihat botol anggur di wajan kaca yang masih tersisa. Setelah berpikir sejenak, dia mengambil gelas anggur dan menuangkan segelas untuk dirinya sendiri.Kemudian
Kelly meletakkan gelas anggurnya dan berdiri. "Sudah cukup." Minum terlalu banyak bisa menimbulkan masalah, apalagi kalau di rumah ada seorang pria. Dia masih tahu batasannya.Teddy menghentikan gerakannya. "Belum habis, kenapa berhenti?""Kamu kira ini bar? Mau minum sampai pagi?""Anggurnya udah aku siapin, kalau nggak habis, sayang dong?""Sayang buat siapa? Aku bisa minum sendiri besok."Teddy terdiam.Kelly melirik jam dinding. "Sudah malam, pulang sana.""Tunggu, kenapa begitu sih?""Aku kenapa?""Waktu butuh aku, kamu terima. Setelah nggak butuh, langsung diusir. Begitu caramu?""Terus mau gimana? Mau aku suruh kamu nginap?""Pacar nginap di rumah pacar itu hal biasa. Walaupun kita cuma pura-pura, tapi setidaknya harus terlihat meyakinkan, 'kan?"Kelly mendengus. "Sok drama! Memangnya ada yang peduli kita tidur bareng atau nggak?"Baru saja dia selesai bicara, ponsel Teddy berdering. Panggilan video dari WhatsApp. Dia melirik layarnya dan menyeringai. "Tuh, ada yang peduli."Kel
Kelly menegaskan, "Aku. Nggak. Makan. Mi."Teddy menatapnya dengan ekspresi "Kamu pikir aku bakal percaya?"Saat Kelly berbalik hendak masuk kamar, Teddy tiba-tiba berseru, "Nggak mau coba segelas?"Kelly menoleh, matanya melirik wajan kaca yang berembun di meja. Kebetulan sekali, ini jenis anggur favoritnya dan sudah didinginkan dengan sempurna ...."Baiklah, tuangkan satu untukku!" Godaan yang sulit ditolak.Teddy langsung sigap mengambil gelas. "Ini, coba deh! Aku yang dinginkan, dijamin puas!"Kelly menerima gelasnya dan tersenyum sinis. "Itu semua karena anggur yang aku beli bagus.""Iya, iya. Anggurnya bagus, tapi teknikku juga hebat. Kalau digabung, hasilnya luar biasa. Gimana?""Nggak usah bawa-bawa aku," kata Kelly sambil meneguk seteguk pertama.Teddy terdiam. Bahkan dalam obrolan santai, Kelly tetap tidak mau rugi sedikit pun. Baru satu tegukan, Kelly langsung harus mengakui bahwa Teddy benar-benar punya keterampilan."Gimana? Nggak mengecewakan, 'kan?" Teddy mengangkat dagu
"A-aku capek, jadi minggir sebentar buat istirahat, eh malah ketiduran ...."Kelly langsung memutar ke sisi lain mobil, menarik pintu kursi penumpang depan, dan duduk. "Kebetulan, antarin aku pulang."Teddy mendengus. "Kamu benaran nggak tahu malu, ya." Meskipun begitu, sudut bibirnya tetap melengkung ke atas."Oke deh, hari ini sekalian aku jadi malaikat baik hati. Pegangan yang kencang ...." Begitu dia menginjak gas, mobil melesat seperti anak panah yang dilepas dari busurnya.Kelly: "Gila! Pelan sedikit! Aku masih betah hidup, nggak mau ketemu malaikat maut bareng kamu!"Teddy: "Kenapa? Kita bisa dikubur dalam satu liang lahat, romantis, 'kan? Hehehe ...."Kelly hanya bisa memberikan tatapan menjijikkan kepadanya. Kalau pun mati, mereka pasti bakal dikubur di tempat terpisah!Dua puluh menit kemudian ....Kelly: "Berhenti di depan gerbang apartemen aja, aku jalan sendiri ke dalam.""Nggak bisa! Belum sampai depan pintu!"Dengan satu putaran setir, Teddy langsung mengarahkan mobil ma