"Kalau begitu, kamu salah. Yang lainnya aku nggak tahu, tapi hatiku ... kuat seperti batu."Teddy tidak tahan dan tertawa terbahak-bahak."Cih, kenapa kamu terus tertawa?" Kelly merasa kesal."Kalau begitu, aku harus nangis?""Boleh saja, aku akan kasih kamu tisu nanti."Teddy mengeluarkan pemantik rokok. Kelly langsung melambaikan tangan. Teddy menyerahkan pemantik rokok itu, mengira Kelly akan menyalakan rokoknya untuknya. Namun, ternyata ....Plak! Kelly memukul tangan Teddy. "Aku butuh rokok! Kenapa kamu kasih aku pemantik? Kamu ini nggak paham situasi ...."Teddy terkejut. Dia menyalakan rokok untuk dirinya sendiri. Kali ini tanpa perlu diingatkan oleh Kelly, dia langsung membantu menyalakan rokoknya.Api membumbung, menerangi wajah wanita itu. Kelly menunduk dan menggigit ujung rokok. Bibir merahnya menekan rokok itu, meninggalkan bekas lipstik yang jelas.Teddy sungguh terpesona."Hei, matikan apinya.""Ah? Oh!" Teddy segera menyimpan pemantik api itu kembali ke kantong celanany
Teddy mengernyit. Hari ini dia tidak punya minat untuk melakukannya. "Nggak perlu, bawa pergi saja."Manajer itu tetap tersenyum, lalu melambaikan tangan kepada Berma. Keduanya pun mundur.Setelah berjalan agak jauh, Berma bertanya, "Bukannya kamu bilang kalau Pak Teddy menginap, dia biasanya akan mencari wanita untuk menemani? Kenapa hari ini ....""Biasanya memang begitu, tapi hari ini agak berbeda. Kamu kira pria menginap di hotel cuma untuk hal-hal seperti itu?" balas manajer."Tapi, aku ...." Berma sudah lama menunggu kesempatan ini.Manajer tersenyum dingin. "Kamu apa? Yang penting adalah mood Pak Teddy. Kamu yang kurang beruntung. Mungkin Pak Teddy sudah puas di luar dan nggak mau nambah lagi. Sudahlah, jangan terlalu menganggap penting diri sendiri."Berma menggertakkan giginya.Di sisi lain, Kelly mandi cantik dan mengeringkan rambutnya. Tiba-tiba, pintunya diketuk seseorang.Kelly mengira itu Teddy. "Ngapain sih kamu malam-malam begini ... eh!"Ternyata bukan Teddy. Itu adala
Semua teman dekat di lingkungan pertemanan mereka tahu bahwa Nadine Wicaksono sangat mencintai Reagan Yudhistira. Saking cintanya, Nadine sampai tidak punya kehidupannya sendiri, seolah-olah ingin berada di dekatnya selama 24 jam sehari.Setiap kali mereka putus, belum sampai tiga hari saja Nadine akan kembali untuk meminta balikan. Di dunia ini, siapa pun mungkin bisa mengatakan kata "putus", kecuali Nadine. Ketika Reagan masuk sambil memeluk kekasih barunya, ruangan itu menjadi hening selama lima detik.Gerakan Nadine yang sedang mengupas jeruk terhenti, "Kenapa kalian semua diam? Kenapa pada lihat aku?""Nadine ...." Teman-temannya memandangnya dengan tatapan khawatir.Namun Reagan tetap santai memeluk wanita itu dan langsung duduk di sofa. "Selamat ulang tahun, Philip" ucapnya. Begitu terang-terangan, seolah-olah tidak terjadi apa pun.Nadine langsung berdiri. Ini hari ulang tahun Philip, jadi dia tidak ingin membuat kekacauan. "Aku ke toilet sebentar." Saat menutup pintu, dia mend
Di meja makan.Reagan bertanya, "Kenapa nggak ada bubur?""Maksud Tuan, bubur untuk kesehatan lambung ya?""Bubur untuk kesehatan lambung?" tanya Reagan lagi."Ya, bubur yang sering dimasak Nona Nadine. Bubur millet dicampur ubi, bunga bakung, dan kurma merah, 'kan? Wah, aku nggak sempat menyiapkannya. Hanya untuk bunga bakung, jali-jali, dan kurma merahnya saja harus direndam semalaman dan mulai direbus keesokan paginya.""Selain itu, pengaturan apinya sangat penting. Aku nggak sepeka Nona Nadine untuk terus mengawasi api. Hasil masakanku juga nggak akan seperti miliknya, terus ...."Reagan menyelanya, "Bawakan saus daging sapi.""Oke, Tuan.""Kenapa rasanya beda?" Reagan melihat sekilas botol itu. "Kemasannya juga beda.""Yang sebelumnya sudah habis, hanya tersisa yang ini," jawab Bibi Julia."Nanti belikan dua kaleng di supermarket.""Nggak dijual.""Hah?" Reagan kebingungan.Julia tersenyum canggung. "Saus itu buatan Nona Nadine sendiri, aku nggak bisa buat ...."Prang!"Hm? Tuan n
"Nggak nemu tempat parkir yang bagus ya? Aku keluar untuk bantu ...." Saat menyadari ekspresi Reagan yang muram, Philip baru tersadar. "Hah! Kak Reagan, jangan-jangan ... Kak Nadine masih belum kembali?"Sekarang ini sudah lewat dari tiga jam.Reagan membuka tangannya sambil mengangkat bahu. "Balik apanya? Kamu kira putus itu candaan?" Setelah berkata demikian, dia berjalan melewati Philip dan duduk di sofa.Philip menggaruk kepalanya. Apakah kali ini mereka benar-benar putus? Namun, dia langsung menggelengkan kepala mengenyahkan pemikiran itu. Dia percaya bahwa Reagan tega memutuskan hubungan, tetapi Nadine ....Semua wanita di dunia ini mungkin bisa menerima putus, tapi Nadine sudah pasti tidak bisa. Hal ini adalah fakta yang telah diakui dalam lingkaran pertemanan mereka selama ini."Reagan, kenapa kamu sendirian?" tanya Teddy sambil tersenyum sinis. "Tiga jam sudah lewat, sekarang sudah seharian."Reagan menyeringai, "Aku kalah taruhan, jadi harus terima hukumannya. Apa hukumannya?
Reagan terlalu banyak minum semalam. Selain itu, si berengsek Philip malah mengajaknya untuk minum lagi di tengah malam. Saat Reagan diantar pulang oleh sopir, langit sudah mulai terang.Awalnya dia sudah terkapar di ranjang karena rasa kantuknya yang hebat. Namun, dia tetap memaksakan diri untuk pergi ke kamar mandi dan membersihkan dirinya sebentar.'Kali ini Nadine seharusnya nggak akan marah, 'kan?' batin Reagan dalam pikirannya yang setengah sadar. Saat membuka mata kembali, rasa sakit yang hebat membuatnya terjaga."Ugh ...." Sambil menekan perutnya, Reagan berusaha untuk bangkit."Aku sakit maag! Nad ...." Saat hendak memanggil nama itu, Reagan terhenti seketika. Reagan mengerutkan alisnya sejenak. 'Hebat sekali Nadine kali ini, bahkan lebih keras kepala dari sebelumnya. Baiklah, kita lihat seberapa lama dia bisa bertahan.'Akan tetapi ... di mana letak obatnya?Reagan pergi ke ruang tamu untuk mengobrak-abrik laci dan lemari. Semua laci yang bisa menyimpan barang sudah digeleda
"Kenapa Kak Reagan?" Philip melirik sekilas pria yang sedang minum sendirian. Dia diam-diam menggeser duduknya mendekat ke Teddy. Sejak Reagan masuk, wajahnya sudah tampak muram, membuat suasana yang tadinya ramai mendadak menjadi hening."Diblokir seseorang," ucap Teddy yang mengetahui situasinya, menikmati drama yang sedang terjadi ini. Mendengar komentarnya, wajah Reagan semakin muram.Prang!Gelas di tangannya membentur meja kaca dengan keras. Dengan gusar, dia membuka kancing kemejanya dengan satu tangan."Sudah kubilang jangan sebut namanya lagi. Nggak ngerti bahasa manusia ya?"Teddy mengangkat bahunya dan tidak berkomentar lagi. Suasana langsung berubah. Orang-orang yang tadinya bernyanyi memilih untuk diam. Orang lainnya juga ikut bungkam karena takut memancing kemarahan Reagan.Philip tersedak oleh alkohol yang baru diminumnya. Ternyata Nadine serius kali ini?Stendy yang sudah agak mabuk, berpaling dan menanyakan Philip, "Nadine sudah balik belum?"Philip menggelengkan kepal
"Sudah seharusnya aku minta maaf atas tindakanku yang nggak rasional dan impulsif dulu. Ini adalah utangku padanya."Kelly hampir tersedak anggur yang diminumnya. Dia terbatuk dua kali dan berkata dengan wajah yang penuh penolakan, "Tolong, jangan libatkan aku dalam hal ini, Kak.""Kamu tahu sendiri, satu-satunya mata kuliahku yang gagal dan harus mengulang adalah mata kuliah pilihan dari Bu Freya. Setiap kali ketemu Bu Freya, aku langsung gemetaran. Lagian, aku ini orang yang nggak dikenal. Mungkin dia bahkan sudah lupa siapa aku. Aku benar-benar nggak bisa bantu kamu."Melihat Kelly menghindar seperti itu, Nadine tidak memaksanya lagi."Tapi ...." Mata Kelly berkilat licik dan nada bicaranya berubah, "Aku punya seseorang yang cocok untuk masalah ini.""Hmm?""Kamu masih ingat kakak sepupuku, Arnold, 'kan?"Nadine menyesap sedikit air hangat dan mengangguk. "Tentu saja ingat."Arnold adalah pionir termuda dalam bidang fisika di dalam negeri. Tahun lalu, dia dinobatkan sebagai salah sa
Teddy mengernyit. Hari ini dia tidak punya minat untuk melakukannya. "Nggak perlu, bawa pergi saja."Manajer itu tetap tersenyum, lalu melambaikan tangan kepada Berma. Keduanya pun mundur.Setelah berjalan agak jauh, Berma bertanya, "Bukannya kamu bilang kalau Pak Teddy menginap, dia biasanya akan mencari wanita untuk menemani? Kenapa hari ini ....""Biasanya memang begitu, tapi hari ini agak berbeda. Kamu kira pria menginap di hotel cuma untuk hal-hal seperti itu?" balas manajer."Tapi, aku ...." Berma sudah lama menunggu kesempatan ini.Manajer tersenyum dingin. "Kamu apa? Yang penting adalah mood Pak Teddy. Kamu yang kurang beruntung. Mungkin Pak Teddy sudah puas di luar dan nggak mau nambah lagi. Sudahlah, jangan terlalu menganggap penting diri sendiri."Berma menggertakkan giginya.Di sisi lain, Kelly mandi cantik dan mengeringkan rambutnya. Tiba-tiba, pintunya diketuk seseorang.Kelly mengira itu Teddy. "Ngapain sih kamu malam-malam begini ... eh!"Ternyata bukan Teddy. Itu adala
"Kalau begitu, kamu salah. Yang lainnya aku nggak tahu, tapi hatiku ... kuat seperti batu."Teddy tidak tahan dan tertawa terbahak-bahak."Cih, kenapa kamu terus tertawa?" Kelly merasa kesal."Kalau begitu, aku harus nangis?""Boleh saja, aku akan kasih kamu tisu nanti."Teddy mengeluarkan pemantik rokok. Kelly langsung melambaikan tangan. Teddy menyerahkan pemantik rokok itu, mengira Kelly akan menyalakan rokoknya untuknya. Namun, ternyata ....Plak! Kelly memukul tangan Teddy. "Aku butuh rokok! Kenapa kamu kasih aku pemantik? Kamu ini nggak paham situasi ...."Teddy terkejut. Dia menyalakan rokok untuk dirinya sendiri. Kali ini tanpa perlu diingatkan oleh Kelly, dia langsung membantu menyalakan rokoknya.Api membumbung, menerangi wajah wanita itu. Kelly menunduk dan menggigit ujung rokok. Bibir merahnya menekan rokok itu, meninggalkan bekas lipstik yang jelas.Teddy sungguh terpesona."Hei, matikan apinya.""Ah? Oh!" Teddy segera menyimpan pemantik api itu kembali ke kantong celanany
Teddy menyunggingkan bibirnya dan mengejarnya. Pacarnya baru saja putus cinta, bukankah dia seharusnya memberi perhatian?....Denver kembali ke meja makan dengan wajah lesu. Dia berusaha tersenyum dan terus bersulang kepada para bos.Kelly tidak menginginkannya lagi dan dia juga tidak bisa memaksanya. Jadi, pertemuan makan malam ini adalah kesempatan terakhirnya."Pak Philip, kita sudah beberapa kali bertemu. Hari ini pertama kalinya aku bisa bersulang untukmu. Semoga ke depannya kamu bisa membimbingku."Pada beberapa pertemuan sebelumnya, Denver tidak berkesempatan untuk mendekati para investor besar, apalagi bersulang untuk mereka.Philip tersenyum tipis dan menyilangkan tangannya. "Siapa namamu? Aku lupa.""Denver.""Oh, Denver. Kelihatannya kamu kuat minum ya?""Oh, nggak juga. Aku cuma bisa minum sedikit.""Dengar-dengar, hari ini kamu datang untuk merebut peran di drama yang dipegang oleh Pak Zayn?"Ekspresi Denver tiba-tiba menjadi serius. "Apa maksudmu, Pak?""Kami bisa saja m
Denver terhuyung sejenak. "Kelly, aku nggak begitu .... Manajerku yang bilang kamu ....""Apa yang dia bilang nggak penting, yang penting adalah kamu yang membawaku ke pertemuan makan malam ini dan kamu juga memanfaatkanku untuk bicara dengan Paman Zayn, 'kan? Apa semua ini juga ajaran manajermu? Kalau begitu, dia sangat bertanggung jawab!""Kelly, dengarkan penjelasanku .... Aku nggak mempermainkanmu atau memanfaatkanmu. Aku benaran takut datang ke acara seperti ini, makanya aku memintamu menemaniku ....""Takut? Aku lihat kamu bergaul dengan semua orang di dalam sana. Kamu sangat menikmatinya. Begini yang namanya takut?""Aku ...." Denver tidak bisa berkata apa-apa."Kita akhiri sampai di sini. Kelak kalau ketemu, anggap saja kita nggak saling kenal," ujar Kelly sambil berbalik dan berjalan pergi.Tiba-tiba ...."Kamu mau mencampakkanku?" Suara pria itu terdengar dingin dan rendah, seolah-olah berasal dari neraka. "Kamu pikir semudah itu?"Kelly menoleh untuk melihat. Denver yang sel
Denver duduk di samping Kelly dengan patuh, lalu mengangkat gelasnya dan mulai bersulang dengan satu per satu orang di meja."Maaf, aku terlambat. Aku akan bersulang untuk kalian semua." Denver langsung meneguk tiga gelas sebagai permintaan maaf. Kemudian, dia tersenyum dan mengobrol.Hari ini, tokoh utamanya adalah seorang pria paruh baya yang duduk di kursi utama. Dia adalah bos dari Raize Entertainment, juga seorang investor terkenal di dunia hiburan, Zayn.Pandangan Zayn tertuju pada Kelly. Dia tersenyum sambil bertanya, "Kelly, sejak kapan kamu tertarik dengan bisnis dunia hiburan?""Aku nggak tertarik, cuma main-main saja.""Main-main juga nggak masalah, yang penting senang. Kamu butuh bantuan?" Zayn tidak meladeni Denver yang sedang bersulang. Dia hanya fokus berbincang dengan Kelly."Terima kasih, Paman. Aku nggak begitu memahami industri kalian, jadi jangan menggodaku lagi."Zayn adalah teman baik ayah Kelly, Dexter. Makanya, Kelly memanggilnya dengan sebutan paman.Denver men
Mendengar ini, Rebecca kembali teringat pada keluarga Nadine yang ditemuinya hari ini. Dia memandang lampu kristal yang menggantung di langit-langit, lalu bergumam pelan, "Seandainya aku tahu akan seperti ini, lebih baik dulu aku terima Nadine saja ...."Setidaknya, Rebecca tidak akan bertemu ibu yang menyebalkan dan adik yang rendahan seperti itu.Clarine juga menghela napas. "Ya ...."Jika dulu ibunya menerima Nadine, mungkin sekarang anak Nadine dan Reagan sudah besar. Selain itu, Clarine tidak perlu bersaing dengan Nadine dalam memperebutkan kuota.Sayangnya, waktu tidak bisa diputar kembali.....Kelly menerima telepon dan segera meninggalkan restoran. Saat pergi, dia membayar tagihan dan memperingatkan Nadine, "Aku yang traktir Paman dan Bibi kali ini. Jangan coba-coba berebut denganku."Setelah itu, Kelly buru-buru keluar dan menginjak pedal gas hingga menghilang dari pandangan. Setengah jam kemudian, mobil berhenti di bawah gedung Maple Entertainment.Seorang pemuda berdiri di
Setelah makan, Kelly mendapat panggilan telepon dan harus pergi, sementara Nadine membawa orang tuanya pulang.Meskipun sudah jalan-jalan seharian dan sangat lelah, Jeremy tetap bersemangat saat melihat foto-foto di ponselnya."Aku kasih tahu ya, piala dan piring enamel emas ini ... dan kalung berlapis perak ini ...." Suara Jeremy memenuhi seluruh koridor.Irene jarang sekali melihatnya bersikap kekanak-kanakan seperti ini. Dia sampai tidak bisa menahan diri untuk tersenyum.Sepanjang perjalanan, Nadine hanya menjadi pendengar yang baik. Dia hanya memberi respons saat diminta.Tiga orang itu mengobrol sambil naik sampai ke lantai tujuh. Nadine mengeluarkan kuncinya dan siap untuk membuka pintu.Saat ini, pintu di seberang terbuka."Eh? Arnold, mau keluar ya?" sapa Jeremy dengan ramah.Nadine spontan menoleh dan bertemu dengan tatapan Arnold yang penuh senyuman. Hari ini, dia mengenakan kaus putih dengan celana kasual khaki. Sederhana, tetapi bersih dan dewasa.Ini pertama kalinya merek
Nadine segera merangkul lengan Irene sambil berkata, "Kita jarang sekali punya kesempatan keluar begini. Tentu saja aku ingin bawa kalian makan sesuatu yang spesial."Irene tersenyum kecil karena tidak ingin merusak suasana. Namun, saat Jeremy masuk ke restoran dan melihat menu, dia hampir terperanjat dari tempat duduknya."Ini ... ini ... steik termurah saja harganya dua juta lebih?"Nadine buru-buru menenangkannya, "Aku punya kartu anggota, nanti bisa dapat diskon.""Oh, begitu ya. Ya sudah ...." Jeremy kembali duduk, menyesap air lemonnya untuk menenangkan diri, lalu bertanya santai, "Diskonnya berapa persen?""Diskonnya lima persen.""Pfftt!!!" Jeremy hampir menyemburkan air lemon dari mulutnya."Ayah! Jaga sikap dong! Ingat, kita harus tetap berwibawa!" Nadine mengingatkannya sambil menahan tawa.Sementara itu, Kelly yang duduk di samping mereka sudah tertawa terbahak-bahak hingga perutnya sakit.Saat makanan disajikan, aroma dan rasanya membuat Jeremy terpaksa mengakui bahwa maha
Kerumunan perlahan bubar dan rombongan Nadine bersiap menuju ke ruang pameran berikutnya. Namun, begitu mereka berbalik, tanpa sengaja mereka bertemu langsung dengan Rebecca.Kelly yang melihat kejadian itu, langsung berseru dramatis, "Wah!"Ekspresi Nadine tetap tenang dan mengalihkan pandangannya ke tempat lain dengan santai.Bagi Nadine, Rebecca kini hanyalah orang asing. Tidak ada lagi kewajiban untuk bersikap sopan, bahkan untuk basa-basi sekalipun. Bertemu tanpa saling menyapa adalah pilihan terbaik untuk menghindari kecanggungan.Namun yang mengejutkan, Rebecca justru melangkah maju dan menyapa dengan senyuman canggung, "Nadine, kamu juga lagi jalan-jalan ya?"Jeremy dan Irene saling bertukar pandang. Kenalan? Namun, mereka belum pernah mendengar Nadine menyebut nama Rebecca. Kedua orang tua itu pun langsung merasa penasaran tentang siapa wanita ini.Melihat situasi itu, Kelly mendekat dan berbisik pelan di telinga mereka untuk menjelaskan situasinya.Mendengar itu, ekspresi Ire