Begitu Freya selesai bicara, sesosok pria bertubuh tinggi muncul dari dalam ruangan.Nadine tertegun.Freya berkata, "Kenalkan, ini adalah murid kesayangan Pak Mario, Stendy."Pria itu tersenyum tipis, lalu mengulurkan tangannya ke arah Nadine. "Senang bertemu denganmu, adik kelas.""Kamu ... murid Pak Mario?" Nadine terkejut."Kenapa? Nggak kelihatan?""Bukan begitu."Freya memandang keduanya bergantian. "Kalian sudah saling kenal, ya?"Stendy mengangguk. "Sudah kenal."Bahkan sudah lama ...."Kalau begitu baguslah. Setelah berputar-putar, ternyata semuanya kenalan lama. Malam ini makan di sini saja, ya?"Stendy berkata, "Terima kasih, Bu. Kalau begitu saya nggak sungkan-sungkan."Sementara Nadine memang sudah berniat makan malam di sana sebelum pulang. Bibi pembantu menyiapkan banyak hidangan dan dua di antaranya adalah makanan favorit Nadine.Entah disengaja atau tidak, ketika mereka duduk, Stendy memberikan posisi terdekat dengan dua hidangan favorit itu kepada Nadine, sementara di
Stendy memang tidak terlalu mahir.Gerakannya canggung dan yang lebih parah lagi, dia menaruh cairan pencuci piring di setiap piring dan mangkuk. Di bawah tatapan tak berdaya Nadine, dia bertanya dengan wajah polos, "Bukan begini caranya?"Nadine kehabisan kata-kata."Kalau kamu nggak keberatan, bisa ajarin aku nggak?" Stendy berdeham pelan. "Dulu waktu di luar negeri, kalau masak sendiri, biasanya aku cuma pakaii satu atau dua piring. Jadi, aku selalu menuangkan sedikit cairan ke masing-masing piring waktu mencuci ....""Sebenarnya, nggak ada cara yang baku untuk mencuci piring dan cairan pencuci juga bisa digunakan dengan berbagai cara. Setiap orang punya metodenya masing-masing, selama piringnya bersih, itu sudah cukup. Tapi ...."Dia mengubah nada bicara. "Kalau dari sudut pandang hemat, kamu bisa menuangkan sedikit cairan ke dalam air, lalu gunakan spons untuk mencuci. Setelah itu, bilas dengan air bersih dan keringkan. Sudah selesai.""Begitu, ya ...." Stendy mendengarkan sambil
Nadine tiba-tiba teringat Kamila pernah mengatakan bahwa ada seorang maniak yang suka mengikuti wanita di sekitar Universitas Brata, terutama pada malam hari. Sudah ada seorang korban yang dilecehkan orang itu. Namun setelah melapor polisi, pelakunya masih belum tertangkap.Memikirkan hal ini, napas Nadine menjadi memburu dan dia pun mempercepat langkahnya.Namun, suara langkah kaki di belakangnya juga semakin cepat. Tanpa sadar, Nadine meletakkan tangannya di tas.Walaupun biasanya Arnold sering menemaninya pergi dan pulang kerja, ada kalanya ketika mereka berdua sibuk, waktu mereka tidak pernah bersamaan.Selain itu, Nadine tinggal sendiri, sehingga dia terbiasa membawa semprotan merica di tasnya untuk berjaga-jaga. Dia tidak menyangka bahwa hari ini akan menjadi hari di mana benda itu mungkin berguna.Langkah kaki semakin mendekat dan bayangan seseorang di belakangnya tampak seperti ingin menyusul bayangannya. Nadine secara naluriah menahan napas, tubuhnya menegang, dan tangannya ma
"Seperti kamu tampan sekali, aku terpesona padamu. Ayo kita coba pacaran, jadi pacarku ... atau semacamnya.""Wow, ini sangat nggak masuk akal," balas Nadine sambil tersenyum."Aku ini orang yang berani bermimpi dan bertindak," jelas Stendy."Kalau begitu, lebih baik kamu cuma bermimpi saja dulu."Stendy seperti tidak mengerti penolakan halus Nadine. Dia tertawa, "Bermimpi dulu, baru lakukan.""Belum pasti bisa dilakukan," kata Nadine sengaja meredam semangatnya."Nggak masalah, yang penting berusaha dulu supaya nggak ada penyesalan. Mungkin saja bisa tercapai, 'kan?"Nadine tidak menanggapi lagi.Stendy mengantar Nadine sampai ke pintu tangga. "Sudah ya.""Terima kasih.""Kalau ada apa-apa, telepon saja aku. Aku pasti akan datang secepatnya.""Hm.""Lihat, kamu mengabaikanku lagi. Pasti kamu pikir, ya sudah, jawab saja dulu. Nanti kalau benaran ada masalah, aku nggak bakal telepon dia.'"Nadine menyunggingkan bibirnya."Aku tahu kamu sangat mandiri dan sudah terbiasa hidup sendiri. Ta
Yang datang adalah asisten Reagan. Dia bilang Reagan punya dokumen penting yang tertinggal di ruang kerja dan menyuruhnya untuk mengambilnya.Karena berkaitan dengan rahasia bisnis dan harus segera diambil, Rebecca bergegas membawanya ke ruang kerja."Ini dokumennya?""Sepertinya benar.""Ya sudah, cepat bawakan untuk Reagan."Eva berjalan ke kamar tidurnya dengan pelan, berpura-pura tidak sengaja lewat di depan mereka. Tiba-tiba, dia melihat pintu ruang kerja tidak tertutup rapat, masih ada celah.Eva melihat sekeliling. Koridor lantai dua sepi. Sepertinya Rebecca sudah mengantar asisten itu turun. Dia lantas tersenyum licik, lalu mendorong pintu itu dengan hati-hati ....Ruang kerja bergaya klasik dengan rak buku berbentuk L yang tertata rapi dari atas ke bawah. Di sana penuh dengan dokumen.Di dekat jendela adalah meja teh dengan set peralatan teh. Di kiri adalah meja kayu terang dengan tempat pensil dan beberapa buku yang tersebar.Ruang kerja ini biasanya terkunci. Hanya Julia yan
Ekspresi Rebecca langsung berubah menjadi serius. "Diam! Aku lagi bicara sama anakku. Kamu nggak berhak ikut campur!"Rebecca berbalik menatap Reagan dan menjelaskan: "Kemarin aku memang pergi ke ruang kerja. Asisten nunggu di depan dan nggak masuk. Aku serius. Tapi, aku cuma buka laci sebentar untuk ambil dokumen yang kamu minta. Yang lainnya nggak kusentuh. Apa ... mungkin Bi Julia nggak sengaja menyentuhnya saat beberes?"Julia segera mengklarifikasi, "Tuan sudah berpesan untuk nggak menyentuh barang di ruang kerja. Aku ingat benar. Setiap kali aku sangat hati-hati."Reagan berkata, "Seharusnya bukan Bi Julia. Ruang kerja cuma dibersihkan seminggu sekali dan kemarin bukan waktunya untuk membersihkan."Eva mengambil sesendok sarang burung wallet dan memasukkannya ke mulutnya. "Aku nggak punya kunci ruang kerja, jadi aku jelas nggak bisa masuk. Nggak mungkin aku pelakunya. Kalau begitu, yang bisa jadi pelakunya cuma ... Bibi Rebecca, 'kan?"Rebecca yang mendengar sindiran Eva hampir m
Semua orang sangat gembira. Syukurlah! Mereka akhirnya bisa terlepas dari wabah penyakit ini? Beberapa orang merasa sangat berterima kasih pada Rebecca.Tidak lama kemudian, hanya tersisa satu orang di vila besar itu, yaitu Eva. Dia hanya bisa melihat ruang tamu yang kosong itu dengan terkejut dan bingung.....Malam hari, di rumah lama Keluarga Yudhistira.Begitu Clarine masuk, dia melihat Rebecca yang duduk di sofa dengan dipijat oleh seorang terapis."Ibu? Kamu sudah pulang?""Hm.""Bukannya kamu pergi merawat si Eva?"Ibunya sudah tidak pulang setengah bulan. Kenapa hari ini tiba-tiba pulang tanpa memberi kabar sebelumnya? Ada yang aneh!Rebecca mendengus. "Jangan sebut namanya. Dengar namanya saja buat aku kesal!""Ada apa?" Clarine duduk di sebelahnya. "Apa yang terjadi?"Rebecca mulai mengeluh panjang lebar, menceritakan semua perlakuan tidak adil yang diterimanya selama di vila.Pada akhirnya, Rebecca menyuruh terapis berhenti memijatnya. Dia berdiri dan mulai mengumpat Eva den
Reagan memesan vodka. Satu gelas, dua gelas ....Ketika melihat cara minum Reagan yang sangat berbahaya, Philip langsung menasihatinya, "Kak, minuman ini kuat banget, sebaiknya kurangi deh!" Jangan sampai masuk rumah sakit lagi ....Reagan tidak peduli. Dia tetap memegang gelasnya. "Ponselmu mana? Kasih aku.""Kamu mau ponselku buat apa?" Philip bingung, tetapi tetap mengeluarkan ponselnya dan menyerahkannya.Begitu Philip menjulurkan tangannya, Reagan langsung merebutnya dan menekan nomor Nadine. Tidak lama kemudian, suara wanita yang sangat familier terdengar di sisi lain.Reagan seperti orang yang sudah lama kehausan di padang pasir dan akhirnya menemukan sumber air. Dia segera berkata, "Nad, aku kangen sekali sama kamu ...."Nadine terkejut, begitu juga Philip. Apakah Nadine tidak akan menjawab panggilannya lagi mulai sekarang?"Nad, tolong kembali. Aku sudah tahu salahku. Kita sudah janji akan bersama sampai tua. Ini baru berapa tahun, tapi kamu sudah ninggalin aku.""Hal yang sud
Nadine yang sekarang sangat tenang, tidak seperti saat baru-baru putus. Dulu dia sering teringat pada Reagan dan mudah terbawa emosi olehnya.Waktu adalah obat yang ampuh. Luka yang dalam sekalipun bisa sembuh. Kini, Nadine sudah melepaskan semuanya.Seiring berjalannya waktu, rasa sakit yang disebabkan oleh Reagan pun perlahan-lahan memudar hingga akhirnya terlupakan."Ada urusan apa?" tanya Nadine."Apa kita bisa ngobrol di tempat lain?""Aku rasa nggak ada yang perlu dibicarakan di antara kita.""Nad ....""Apa yang kubilang salah?"Reagan merasa agak frustrasi. Dia melirik Arnold. Orang-orang yang peka pasti tahu mereka harus menjauh untuk sekarang. Namun, Arnold tetap diam di tempatnya tanpa peduli dengan tatapan Reagan yang memberinya isyarat.Mengingat Reagan yang selalu berbuat nekat, Nadine sama sekali tidak berani berduaan dengannya."Kalau nggak ada yang penting, kami pergi dulu," ucap Nadine menatap Arnold. Arnold mengangguk ringan."Kalian berdua? Lalu gimana denganku?" Wa
Keesokan paginya, Nadine keluar untuk jogging pagi. Setelah punya lebih banyak waktu luang, dia kembali pada kebiasaan lari pagi. Setiap kali selesai lari dan mandi, dia merasa segar dan bertenaga sepanjang hari."Pagi, Pak Arnold.""Pagi."Arnold baru saja selesai berlari dan bersiap pulang. Namun, melihat Nadine, dia berbalik arah. "Ayo, kutemani kamu lari sebentar.""Nggak mengganggu jadwalmu di laboratorium?""Proyek baru sekarang ditangani sama Calvin, jadi aku nggak terlalu sibuk belakangan ini.""Wah, Pak Calvin pasti punya banyak keluhan," canda Nadine."Keluhan nggak akan berguna, tetap saja dia harus bekerja," jawab Arnold dengan wajah serius. Kalau Calvin mendengar itu, dia mungkin akan langsung frustasi.Keduanya berlari mengelilingi taman dua putaran. Ketika Nadine mulai terlihat kelelahan, Arnold menyadari hal itu."Atur napas, perhatikan ritme. Ikuti aku ... tarik, hembus, tarik, hembus ...."Nadine mengikuti instruksinya dan merasa lebih baik. "Wah, jadi lebih ringan!"
"Astaga!" Kelly langsung menepis tangan Teddy dari pundaknya, berdiri tegak, sambil diam-diam bersyukur karena sudah membuang puntung rokok lebih awal.Nadine butuh usaha besar untuk menutup mulutnya yang ternganga. "Ehm .... Kel, kamu lupa tasmu tadi."Dia sebenarnya cuma mau mengembalikan tas, tapi malah menyaksikan apa ini? Kelly terlihat bersandar mesra dengan seorang pria? Punggung pria itu ... kenapa rasanya tidak asing?Saat keduanya berbalik, teka-teki itu terjawab.Itu Teddy?!Jadi ... ini yang disebut Kelly sebagai "mitra kerja samanya"?Kelly berjalan mendekat dan mengambil tas dari tangan Nadine. "Makasih ya, Nadine! Malam-malam begini masih repot-repot ngantarin tasku. Cepat naik ke atas, sudah malam, bahaya di luar. Aku tunggu di sini sampai kamu di balkon, ya. Kalau sudah sampai, lambaikan tangan biar aku yakin.""Oke."Nadine berbalik dan pulang ke apartemennya. Dia tahu betul siapa Kelly. Meskipun temannya terlihat santai dan tanpa beban, dia selalu punya rencana matan
"Kalau nggak mau nunggu, ya pergi saja. Siapa juga yang mau ketemu kamu?" Kelly mendengus sambil memutar bola matanya. "Lihat sikapmu itu. Kamu yang butuh bantuan, 'kan?"Teddy menarik napas dalam-dalam, menahan diri. Wanita ini bisa bela diri. Kalau dia sampai membuat wanita ini marah, yang rugi adalah dirinya sendiri."Jangan marah dong," Teddy langsung mengganti wajahnya dengan senyuman, "Aku sudah bilang ini kasus darurat. Kamu santai begini, gimana aku nggak curiga?""Ada apa, langsung bilang." Kelly melirik ke dalam mobilnya. "Eh, itu ... ada rokok nggak?""Buat apa?""Kasih aku satu."Teddy terdiam. Dengan pasrah, dia kembali ke mobil, mengambil rokok dan korek api, lalu menyerahkannya. Namun, Kelly tidak langsung menerima. Dia menyilangkan tangan di depan dada dan menatapnya dengan senyum mengejek."Oke," Teddy mengangguk dan memasang ekspresi sabar. "Aku ini bukan cari pacar, aku malah cari majikan." Dia lalu menyalakan rokok untuk Kelly.Ini pertama kalinya Teddy menyalakan r
"Di mana kamu? Kenapa selama beberapa hari ini teleponku nggak kamu angkat?! Apa sekarang kamu bahkan nggak peduli lagi sama ibumu?"Tiga pertanyaan berturut-turut. Nada bicaranya semakin tajam di setiap kalimat.Reagan menjawab dengan tenang, "Aku lagi dinas. Sibuk, jadi nggak sempat angkat telepon.""Kamu sekarang juga harus pulang! Sekarang! Kalau kamu nggak pulang, jangan pernah anggap aku sebagai ibumu lagi!"Mendengar nada bicara ibunya yang tidak seperti biasanya, Reagan tahu ada sesuatu yang tidak beres. Tanpa banyak bertanya, dia menutup telepon dan langsung menuju rumah lama keluarganya.Begitu sampai di depan pintu, dia mendengar suara pecahan vas bunga. Reagan berhenti sejenak, lalu masuk ke dalam rumah. "Ibu, aku sudah pulang."Mendengar suaranya, Rebecca muncul dari dalam. Tanpa menunggu, dia langsung memarahi Reagan habis-habisan."Orang macam apa yang kamu pilih?! Kalau Eva itu memang murahan, aku masih bisa terima, tapi keluarganya juga seperti preman pasar! Terutama i
Keributan di luar begitu besar sehingga menarik perhatian para nyonya yang sedang berkumpul di ruang pertemuan.Ketika mereka melihat keluar, pemandangan yang mereka lihat membuat mata mereka membelalak. Rebecca dengan rambut berantakan, sedang ditarik-tarik oleh seorang wanita yang terus memakinya tanpa henti.Luar biasa! Skandal sebesar apa ini? Para nyonya saling menatap dan bertukar pandangan penuh arti. Melihat banyak orang mulai berkumpul, Lupita semakin bersemangat."Semua orang, lihat baik-baik! Ini dia wanita itu! Anaknya mempermainkan perasaan putriku, membuat putriku hamil, tapi nggak mau bertanggung jawab!""Putriku adalah gadis baik-baik, masa depannya hancur begitu saja! Bukannya meminta maaf, dia malah menghindar dan nggak mau menemui kami? Memangnya keluarga kami ini nggak punya harga diri?!"Lupita sambil berbicara mulai menggulung lengan bajunya, bersiap untuk aksi lebih lanjut."Ayo, semua rekam ini! Sebarkan videonya ke internet, biar seluruh masyarakat tahu seperti
"Kenapa satpam belum datang juga?! Cepat tahan mereka ...."Di tengah kekacauan itu, Lupita berhenti berpura-pura sopan dan berteriak lantang, suaranya menggema di lobi. "Rebecca mana?! Siapa yang namanya Rebecca?! Aku mau bicara sama Rebecca! Suruh dia keluar sekarang juga!"Dua hari sebelumnya, Lupita dan putranya, Rocky, tiba di Kota Juanin. Begitu sampai, mereka langsung pergi menjenguk Eva yang masih dirawat di rumah sakit, lalu ....Mereka tinggal di kamar pasien itu.Lupita berkata, "Kenapa harus tinggal di hotel? Hotel kan mahal! Menurutku kamar rumah sakit ini sudah cukup bagus, luas, terang, dan yang paling penting, gratis!""Tapi cuma ada satu tempat tidur. Kamu dan Rocky ....""Kenapa? Kami ibu dan anak, apa yang perlu dipermasalahkan?"Rocky yang baru saja selesai makan siang, ikut menimpali sambil membersihkan giginya, "Iya, betul! Aku dan Ibu juga sering tidur bareng di rumah. Hemat listrik, cukup pakai satu AC."Tidak peduli seberapa keras Eva mencoba membujuk mereka, h
Teddy tersenyum percaya diri. "Koneksiku jauh lebih luas daripada si Jim ... apalah tadi namanya."Kelly menatapnya selama beberapa detik dengan ekspresi aneh, sebelum berkata, "Kamu yakin mau kerja sama denganku?""Tentu saja. Kenapa? Pandanganmu itu meremehkan aku, ya?"Kelly memandangnya dari atas ke bawah, lalu dari bawah ke atas lagi.Keluarga Teddy jelas tidak perlu diragukan. Salah satu dari delapan keluarga besar di Kota Juanin, mereka berada beberapa level di atas Keluarga Tanoto.Dan Teddy sendiri, meski playboy dan punya banyak skandal, dia terlihat cukup stabil secara emosional. Bahkan tadi dia tidak membalas ketika ditampar, menunjukkan bahwa dia bisa bersikap tenang dan sedikit gentleman.Meski gaya hidupnya liar, itu tidak masalah bagi Kelly. Lagi pula, dia juga hidup dengan cara yang sama! Bagus. Mereka tidak akan saling mengatur.Kalaupun bertemu di kelab malam, mereka mungkin malah bisa bersenang-senang bersama.Yang terpenting, Teddy adalah tipe pria yang bisa dengan
Wanita itu selesai berbicara, lalu berbalik dan pergi dengan langkah tegas. Sepatu hak tingginya mengetuk lantai dengan ritme yang mantap. Teddy hanya tertawa kecil, sama sekali tidak memedulikan kutukan wanita itu.Pahitnya cinta?Huh! Omong kosong!Belum lama wanita itu pergi, seorang gadis muda keluar dari bar. Dia mengenakan rok pendek, memperlihatkan sepasang kaki panjang nan putih, rambut ikalnya terurai indah, dengan riasan wajah yang sempurna."Pak Teddy ...."Gadis itu mendekat dengan percaya diri, mengira pria itu tidak akan menolak. Namun, di luar dugaannya, Teddy justru menghindar dengan cepat. Dia mengulurkan tangannya dan malah merangkul pinggang Kelly serta menariknya ke dalam pelukannya.Kelly yang tadinya sedang asyik menonton drama, langsung terkejut. Teddy menatap gadis itu dengan santai. "Maaf ya, kamu telat datang."Gadis itu menggigit bibirnya, melirik Kelly dengan kesal, lalu pergi dengan berat hati."Pakai aku sebagai tameng?" Kelly melipat tangan di depan dada