Yang datang adalah asisten Reagan. Dia bilang Reagan punya dokumen penting yang tertinggal di ruang kerja dan menyuruhnya untuk mengambilnya.Karena berkaitan dengan rahasia bisnis dan harus segera diambil, Rebecca bergegas membawanya ke ruang kerja."Ini dokumennya?""Sepertinya benar.""Ya sudah, cepat bawakan untuk Reagan."Eva berjalan ke kamar tidurnya dengan pelan, berpura-pura tidak sengaja lewat di depan mereka. Tiba-tiba, dia melihat pintu ruang kerja tidak tertutup rapat, masih ada celah.Eva melihat sekeliling. Koridor lantai dua sepi. Sepertinya Rebecca sudah mengantar asisten itu turun. Dia lantas tersenyum licik, lalu mendorong pintu itu dengan hati-hati ....Ruang kerja bergaya klasik dengan rak buku berbentuk L yang tertata rapi dari atas ke bawah. Di sana penuh dengan dokumen.Di dekat jendela adalah meja teh dengan set peralatan teh. Di kiri adalah meja kayu terang dengan tempat pensil dan beberapa buku yang tersebar.Ruang kerja ini biasanya terkunci. Hanya Julia yan
Ekspresi Rebecca langsung berubah menjadi serius. "Diam! Aku lagi bicara sama anakku. Kamu nggak berhak ikut campur!"Rebecca berbalik menatap Reagan dan menjelaskan: "Kemarin aku memang pergi ke ruang kerja. Asisten nunggu di depan dan nggak masuk. Aku serius. Tapi, aku cuma buka laci sebentar untuk ambil dokumen yang kamu minta. Yang lainnya nggak kusentuh. Apa ... mungkin Bi Julia nggak sengaja menyentuhnya saat beberes?"Julia segera mengklarifikasi, "Tuan sudah berpesan untuk nggak menyentuh barang di ruang kerja. Aku ingat benar. Setiap kali aku sangat hati-hati."Reagan berkata, "Seharusnya bukan Bi Julia. Ruang kerja cuma dibersihkan seminggu sekali dan kemarin bukan waktunya untuk membersihkan."Eva mengambil sesendok sarang burung wallet dan memasukkannya ke mulutnya. "Aku nggak punya kunci ruang kerja, jadi aku jelas nggak bisa masuk. Nggak mungkin aku pelakunya. Kalau begitu, yang bisa jadi pelakunya cuma ... Bibi Rebecca, 'kan?"Rebecca yang mendengar sindiran Eva hampir m
Semua orang sangat gembira. Syukurlah! Mereka akhirnya bisa terlepas dari wabah penyakit ini? Beberapa orang merasa sangat berterima kasih pada Rebecca.Tidak lama kemudian, hanya tersisa satu orang di vila besar itu, yaitu Eva. Dia hanya bisa melihat ruang tamu yang kosong itu dengan terkejut dan bingung.....Malam hari, di rumah lama Keluarga Yudhistira.Begitu Clarine masuk, dia melihat Rebecca yang duduk di sofa dengan dipijat oleh seorang terapis."Ibu? Kamu sudah pulang?""Hm.""Bukannya kamu pergi merawat si Eva?"Ibunya sudah tidak pulang setengah bulan. Kenapa hari ini tiba-tiba pulang tanpa memberi kabar sebelumnya? Ada yang aneh!Rebecca mendengus. "Jangan sebut namanya. Dengar namanya saja buat aku kesal!""Ada apa?" Clarine duduk di sebelahnya. "Apa yang terjadi?"Rebecca mulai mengeluh panjang lebar, menceritakan semua perlakuan tidak adil yang diterimanya selama di vila.Pada akhirnya, Rebecca menyuruh terapis berhenti memijatnya. Dia berdiri dan mulai mengumpat Eva den
Reagan memesan vodka. Satu gelas, dua gelas ....Ketika melihat cara minum Reagan yang sangat berbahaya, Philip langsung menasihatinya, "Kak, minuman ini kuat banget, sebaiknya kurangi deh!" Jangan sampai masuk rumah sakit lagi ....Reagan tidak peduli. Dia tetap memegang gelasnya. "Ponselmu mana? Kasih aku.""Kamu mau ponselku buat apa?" Philip bingung, tetapi tetap mengeluarkan ponselnya dan menyerahkannya.Begitu Philip menjulurkan tangannya, Reagan langsung merebutnya dan menekan nomor Nadine. Tidak lama kemudian, suara wanita yang sangat familier terdengar di sisi lain.Reagan seperti orang yang sudah lama kehausan di padang pasir dan akhirnya menemukan sumber air. Dia segera berkata, "Nad, aku kangen sekali sama kamu ...."Nadine terkejut, begitu juga Philip. Apakah Nadine tidak akan menjawab panggilannya lagi mulai sekarang?"Nad, tolong kembali. Aku sudah tahu salahku. Kita sudah janji akan bersama sampai tua. Ini baru berapa tahun, tapi kamu sudah ninggalin aku.""Hal yang sud
Waktu pada rekaman CCTV menunjukkan pukul 6 malam. Di ruang tamu yang luas, Nadine duduk sendirian di sofa.Hanya dengan melihat sekilas, Reagan tahu Nadine sedang menunggunya pulang. Nadine tidak menonton TV, tidak bermain ponsel, hanya duduk diam.Ternyata, kenyamanan yang dicari Reagan adalah ruang tamu dengan sebuah lampu yang selalu menyala dan seorang wanita yang menunggunya dengan sabar setiap hari, tanpa peduli jam berapa dirinya pulang."Dulu waktu kecil, ayahku sibuk bekerja dan ibuku sibuk bersosialisasi. Aku ditinggal di rumah dan dirawat pengasuh. Meskipun punya orang tua dan hidup kami berkecukupan, aku nggak pernah merasakan kehangatan keluarga ....""Nadine, kadang aku iri sama kamu. Hubungan keluarga yang sederhana dan murni, orang tua yang saling mencintai, serta kasih sayang dan pendidikan yang mereka berikan kepadamu sejak kecil. Semua itu mereka lakukan sendiri ....""Sampai sekarang, orang tuaku masih berpikir uang itu segalanya. Mereka pikir dengan uang, mereka b
Reagan membuka file rekaman dari sebulan terakhir ....Eva yang sebelumnya sudah tertidur, mendengar suara pintu terbuka dari lantai bawah. Dia langsung terbangun dan sudut bibirnya tersungging.Tadi, Rebecca pergi dengan begitu tegas. Baru beberapa jam berlalu, wanita itu sudah kembali. Huh! Rebecca si nenek tua itu memang murahan!Kalau berani, coba saja tinggalkan dia sendirian di sini. Lagi pula, dia masih punya uang 1 triliun di perutnya! Siapa takut?Jika Rebecca kembali, berarti Julia, Hera, dan lainnya juga ikut. Kebetulan Eva sedang lapar. Dia akan menyuruh Hera membuatkan sup sarang burung walet.Eva berjalan mengelilingi ruang tamu. Kemudian, dia mencari-cari di dapur, tetapi tidak ada seorang pun. Dia lantas memandang sekeliling dengan bingung.Tiba-tiba, Eva melihat sepasang sepatu kulit pria di depan pintu! Reagan pulang? Matanya langsung berputar. Dia segera berganti piama, lalu menuju ke ruang kerja dengan hati-hati.Tok, tok tok ... "Kak Reagan, kamu pulang ya?" Meskip
Layar monitor menampilkan rekaman saat Eva menyelinap masuk ke ruang kerja dan menukar dua dokumen. Selain itu, ada juga rekaman yang menunjukkan bagaimana Eva memerintahkan Rebecca dengan angkuh.Eva tertegun. Entah terkejut karena rekaman-rekaman itu atau karena dua tamparan keras dari Reagan."Kupikir kamu cuma matre dan picik, tapi ternyata juga penipu. Kamu jahat dan suka mengadu domba. Kamu harus ditampar supaya tahu tempat dan menghentikan semua khayalanmu yang nggak masuk akal. Ini juga peringatan. Jangan coba-coba membuat masalah lagi atau ...."Reagan menyipitkan matanya. Suaranya rendah saat meneruskan, "Kamu akan tahu ada hal yang lebih mengerikan daripada kematian di dunia ini."Eva mundur ketakutan. Rasa sakit di kedua pipinya tidak bisa dibandingkan dengan rasa takut di dalam hatinya. "Kak ... aku sudah tahu aku salah ...."Reagan tidak merespons dan ekspresinya terlihat datar. Eva meneruskan, "Aku akan minta maaf secara langsung kepada Bibi Rebecca. Apa pun yang dia kat
"Keluarga pasien sudah pergi ....""Apa? Pergi gimana?""Wanita hamil ini sudah sering dirawat di sini sebelumnya."Dokter itu tidak memahami apa yang terjadi. Hari ini kebetulan dia sif malam. Sebelumnya dia tidak pernah menangani Eva sehingga tidak tahu situasinya.Namun, suster itu memahami situasi Eva. Bahkan, dia sudah beberapa kali kelelahan dibuat Eva. Setiap kali Eva datang, semua suster akan kewalahan."Apa hubungannya ini dengan tanda tangan keluarga pasien? Cepat hubungi keluarganya! Setelah ditandatangani, kita baru bisa melakukan operasi. Janinnya sudah nggak punya detak jantung. Pasien mengalami pendarahan hebat. Kalau ditunda, nyawanya bisa bahaya.""Tapi ... pria yang mengantarnya meninggalkannya begitu saja ...."Dokter itu pun marah. Bagaimana bisa ada suami seperti itu di dunia ini? Memangnya kaya berarti sudah hebat? Punya uang untuk membayar, tetapi tidak punya waktu untuk menemani istrinya yang mengalami pendarahan? Keluarga kaya memang tidak punya perikemanusiaan
Kedua orang itu langsung menoleh ke arah Darius. Darius menggaruk kepalanya. "Kenapa kalian melihatku seperti ini ...." Rasanya agak canggung."Darius, sebenarnya keluargamu itu bergerak di bidang apa sih?" Mikha menatapnya dengan penuh rasa ingin tahu.Nadine ikut bertanya, "Aku ingat, terakhir kali kamu bilang orang tuamu ... adalah pegawai negeri?"Kelihatannya, pegawai negeri yang dimaksud bukan pegawai biasa. Nadine hanya menyebutkan secara singkat dan tidak bertanya lebih jauh.Mikha mungkin blak-blakan, tetapi dia juga tahu kapan harus berhenti. Ada yang bilang anak-anak dari keluarga pejabat tinggi biasanya sangat low profile. Jadi, masuk akal kalau Darius tidak pernah menyebutkannya sebelumnya.Darius akhirnya menghela napas lega. "Aku pasti akan berusaha semaksimal mungkin untuk mengurusnya.""Oke!" Mikha mengangkat tangan, "Demi laboratorium ...."Darius menyambung, "Demi nggak diusir lagi ...."Keduanya menoleh menatap Nadine.Nadine sempat terdiam, lalu spontan berseru, "M
"Ayahku punya properti, rumahnya tak terhitung jumlahnya! Dia yang selalu mengusir orang lain, nggak ada yang bisa mengusirnya!""Jadi, semuanya harus milik kita sendiri agar kita punya posisi kuat! Akademi meminjamkan kita ruangan bobrok, nggak ada CPRT, alat pemadam kebakaran pun nggak lengkap. Kita mati-matian menghasilkan penelitian, tapi akhirnya semua kredit jatuh ke akademi?""Memangnya di dunia ini ada hal sebaik itu? Aku sudah muak!"Mikha tidak pernah mengalami ketidakadilan seperti ini."Apa hebatnya sih? Cuma sebuah ruangan usang, alat-alatnya pun kita beli sendiri!"Amarah Mikha meledak-ledak. Dia benar-benar tidak bisa menoleransi ketidakadilan ini. Ketika dia melampiaskan kekesalan, air liurnya bahkan hampir menciprat ke mana-mana, membuat Darius dan Nadine melongo."Eh ... apa aku menakuti kalian?" Wajah Mikha yang bulat tampak malu untuk sesaat. Dia buru-buru menjelaskan, "Biasanya aku nggak seperti ini. Tapi kalau sudah marah, aku susah berhenti .... Ehem, ehem!"Dari
Nadine melihat ekspresi tak berdaya di wajah Arnold dan tak bisa menahan tawa."Ambil saja, Paman. Daging sapi bumbu buatan ayahku ini luar biasa enak, nggak semua orang bisa mencicipinya.""Kamu memanggilku apa?" Dia melangkah mendekat dan satu tangan bertumpu di dinding. "Hmm?"Nadine tak punya ruang untuk mundur lagi, hanya bisa menatapnya dengan wajah polos. "Aku cuma menyampaikan kata-kata ayahku, bukan aku yang mengatakannya.""Pak, lorong ini sempit. Kamu ... nggak mau mundur sedikit?"Arnold teringat bahwa dirinya masih sakit dan khawatir menularkannya pada Nadine. Dia menghela napas pelan, menarik kembali tangannya, lalu mundur ke samping.Nadine sekali lagi merasa kagum. Pria ini benar-benar mudah diajak bicara dan sangat gentleman.Arnold menerima daging sapi itu, sementara Nadine membawa sisanya kembali ke rumah. Dia lalu memotret dan mengirimkannya kepada Jeremy.Balasan segera masuk.[ Sudah kasih Arnold? ][ Sudah, sudah! Ayah, bukankah kamu terlalu baik padanya? ]Jerem
Nadine agak tertegun. "Untukku? Lalu, kamu ...."Arnold berkata, "Aku nggak kedinginan.""Terima kasih."Setibanya di ujung gang, Arnold meminta Nadine menunggu sebentar, lalu masuk ke minimarket di samping. Tak sampai satu menit, dia keluar dengan dua cangkir minuman di tangannya."Nah."Nadine menerimanya, lalu mencium aromanya dengan penasaran. "Apa ini?""Teh merah jahe."Nadine mengangkat alis. "Minimarket menjual ini?" Kenapa dia sama sekali tidak punya kesan tentang itu?"Menu musiman, baru saja tersedia.""Punyamu juga?"Arnold menggeleng. "Bukan, aku pesan teh gandum hitam."Nadine menggenggam cangkir kertas itu, telapak tangannya terasa hangat. Ditambah jaket yang masih menyelimutinya, seluruh tubuhnya seperti dipenuhi kehangatan. Bahkan, pipinya tampak agak merah.Setelah naik tangga, Nadine melepaskan jaket itu dan mengembalikannya kepada Arnold. "Terima kasih, selamat malam."Arnold tersenyum tipis. "Selamat malam."Keduanya pun masuk ke rumah masing-masing.Setelah mandi,
Arnold hari ini ada kelas. Saat jam istirahat, dia mendengar dua mahasiswa membicarakan bahwa ada laboratorium di Fakultas Ilmu Hayati yang diberikan surat perintah renovasi oleh dinas pemadam kebakaran.Awalnya dia tidak terlalu peduli, sampai tiba-tiba nama Nadine disebut dalam percakapan mereka. Begitu bertanya lebih lanjut, dia baru tahu bahwa laboratorium yang dimaksud adalah milik Nadine.Tanpa berpikir panjang, Arnold langsung menuju ke sana dan tiba tepat saat ketiga orang itu sedang berbicara."Pak." Nadine menyapanya, "Kenapa tiba-tiba ke sini? Silakan masuk."Mikha dan Darius juga segera menyapa.Arnold berkata, "Aku sudah tahu semuanya. Kalau renovasi pemadam kebakaran dilakukan sesuai prosedur, setidaknya akan memakan waktu 2 bulan. Untuk sementara, pakai saja laboratoriumku. Kalian bisa memindahkan semua peralatan ke sana, pasti muat."Kedengarannya memang solusi yang cukup baik .... Namun, Mikha dan Darius tidak langsung menyetujui. Mereka justru menatap Nadine untuk mem
"Siapa yang menyuruh kalian masuk? Laboratorium kami nggak menerima hewan berkaki dua. Kalau punya akal, cepat pergi sebelum kami bertindak.""Siapa yang kamu maki, hah?" Kaeso berang hingga wajahnya memerah.Darius menimpali dengan santai, "Siapa yang menanggapi, berarti dia yang kumaki. Lihat saja, langsung ada binatang yang merasa tersindir.""Kamu ...."Nella tersenyum sinis. "Apa yang kalian banggakan sih? Seluruh laboratorium nggak bermasalah, cuma laboratorium kalian yang harus direnovasi. Malu-maluin saja, tapi masih berani keras kepala!""Kudengar, perbaikan keamanan kebakaran bisa makan waktu berbulan-bulan. Kasihan, kalian jadi nggak bisa pakai laboratorium dalam waktu dekat. Apa hebatnya menerbitkan makalah di Science? Nyatanya tetap nggak dianggap penting oleh fakultas. Ngapain sok hebat?"Nadine tersenyum. "Sebenarnya aku malas bicara karena takut kamu nggak sanggup menerimanya. Tapi kalau dipikir lagi, bersikap baik pada binatang buas sama saja dengan menyiksa diri sendi
Diana menyilangkan tangan sambil menatap dari atas. "Laporan apa?""Jangan pura-pura bodoh! Inspeksi pemadam kebakaran di laboratorium lain nggak ada masalah, tapi cuma laboratorium Nadine yang diberi surat perintah perbaikan. Kamu berani bilang ini nggak ada hubungannya denganmu?"Diana tersenyum tipis. "Aku sibuk. Setiap hari harus mengurus laporan dan menulis jurnal, mana ada waktu untuk ribut dengan anak-anak kecil? Tapi ... kalau ada orang lain yang nggak suka dengan mereka, itu di luar kendaliku."Bagaimanapun, dia punya banyak mahasiswa. Kalau ada satu atau dua yang tidak suka dengan kelompok Nadine, itu hal yang wajar, 'kan?"Sekarang kamu semakin berani ya? Berani bertindak tanpa memberitahuku dulu. Kamu ini masih menganggapku sebagai atasanmu atau nggak?"Diana mengerutkan kening. "Kamu memanggilku cuma untuk ini? Sekarang kamu mau membela mahasiswa Freya? Heh, ini bukan gayamu."Konan tertawa dingin. "Kamu pikir trik murahanmu itu sangat cerdas? Dasar bodoh!""Inspeksi pemad
"Saat itu kami ada di laboratorium, bukannya nggak ada orang. Mesin itu cuma nggak digunakan sementara, jadi secara otomatis masuk ke mode siaga. Kami juga akan menggunakannya lagi nanti. Siapa yang akan kurang kerjaan memutus dayanya?" jelas Mikha dengan kesal.Nadine sudah memiliki dugaan di benaknya, tetapi masih perlu memastikannya. "Ayo, kita ke laboratorium seberang."Mikha bingung. "Kenapa kita melihat mereka? Itu 'kan laboratorium dari jurusan lain, nggak ada hubungannya dengan kita ...."Darius juga merasa ada sesuatu yang aneh dan segera mengikuti Nadine. "Kalau disuruh pergi ya pergi, kenapa banyak tanya?"Mikha termangu sesaat. 'Wah, nyalinya semakin besar saja ya!'Ketiganya tiba di laboratorium seberang. Benar saja, sudut ruangan dilengkapi dengan satu set lengkap peralatan pemadam kebakaran."Ini ...." Mikha melongo. "Padahal bulan lalu belum ada!"Mereka memeriksa beberapa laboratorium lain. Hasilnya sama, semua yang sebelumnya tidak memiliki peralatan kini sudah lengka
"Ada apa?" tanya Nadine.Keduanya langsung mendongak, seperti anak kecil yang akhirnya melihat orang tua mereka setelah mendapatkan perlakuan tidak adil.Mikha langsung berlari ke arahnya, matanya sudah memerah bahkan sebelum sempat bicara. Darius menyusul di belakang, ekspresinya jelas tegang dan tangannya juga terkepal erat.Nadine langsung merasa ada sesuatu yang tidak beres. Namun, dia tetap tenang. "Apa yang terjadi? Kenapa kalian duduk di luar dan nggak masuk?""Kak Nadine ...." Mikha berusaha menahan air matanya. Meskipun matanya sudah berkaca-kaca, dia tetap bersikeras untuk tidak membiarkannya jatuh. "Kami nggak bisa masuk lagi!""Apa maksudnya nggak bisa masuk lagi?" Nadine terkejut."Kemarin, tim inspeksi kampus dan pemadam kebakaran distrik tiba-tiba datang ke laboratorium untuk melakukan pemeriksaan ...."Pemeriksaan kebakaran adalah prosedur rutin, jadi mereka berdua tidak berpikir terlalu banyak dan langsung membukakan pintu serta bekerja sama dengan baik.Siapa sangka,