"Bu Rebecca, apa semua orang di keluargamu begitu nggak tahu aturan? Sebaiknya kamu didik dengan baik. Jangan sampai reputasi keluargamu yang tercoreng.""Aku cuma tahu seleramu kurang bagus, tapi ternyata penilaianmu juga sangat buruk! Sebenarnya kalian kenal dari mana? Dia nggak tahu aturan sekali!"Semua orang mengkritik dan menatap Eva dengan tatapan meragukan, merendahkan, dan mencela. Bagaimana bisa selera putra Keluarga Yudhistira begitu buruk? Kenapa malah memilih wanita seperti ini?Eva tidak tahan dengan kritikan yang ada. Tubuhnya sampai terhuyung.Selama ini, Rebecca diremehkan karena latar belakangnya. Dia berjerih payah bertahun-tahun agar diterima oleh orang kalangan atas. Namun, Eva malah membuatnya malu dan dikritik seperti ini.Rebecca sungguh gusar dan menyesal. Jika tahu hasilnya seperti ini, dia tidak akan membawa Eva kemari. Dia jelas-jelas sudah menyuruh Eva membuat persiapan, tetapi Eva malah membuat kacau semuanya. Eva ingin mempermalukan Nadine, tetapi akhirny
"Ada deh ...." Nadine merasa agak malu untuk dibahas.Nadine dan Reagan berpacaran selama enam tahun. Selama dua tahun pertama, dia sibuk kuliah. Selama empat tahun terakhir, dia terus tinggal di vila. Hanya ada Reagan di hidupnya.Reagan membuat sangkar cinta yang mengurung Nadine dengan erat. Namun, Nadine juga tidak menganggur selama beberapa tahun itu. Selain mengurus hidup Reagan, dia mengisi waktu luang dengan membaca buku dan belajar.Seiring hubungan keduanya meregang, Reagan menjadi jarang pulang dan Nadine akhirnya punya waktu untuk diri sendiri. Dia mengikuti banyak les dan ujian, mengisi seluruh waktu luang dengan berbagai aktivitas.Nadine selalu ingat dengan perkataan ayahnya. "Wawasan nggak ada habisnya. Manusia seharusnya terus belajar meskipun sudah tua. Makin banyak yang dikuasai, makin banyak jalan yang bisa dilalui."Mungkin secara tidak sadar, Nadine tidak pernah berani menganggap Reagan sebagai sandarannya.....Setelah kelas selesai, Nadine tidak bisa langsung pe
Christine tampak bersemangat. Ini karena Yenny jarang mengikuti acara seperti ini. Kalaupun ikut, Yenny hanya setor muka. Itu sebabnya, dia ingin teh temannya dicicipi guru.Nadine menghampiri keduanya, lalu mendongak dan bertemu pandang dengan Yenny. Yenny pun termangu sejenak. Mungkin karena merasa canggung, dia mendengus dengan angkuh.Di mata Nadine, tingkah sombong ini hanya untuk menutupi kecanggungannya.Christine berkata lagi, "Bu, coba cicipi tehnya."Nadine berkumur dengan air putih dulu, lalu baru menyesapnya. Setelah tertegun sesaat, dia baru memberi penilaian jujur, "Daun teh terlalu banyak, air terlalu sedikit, warna terlalu gelap, rasa agak pahit. Seharusnya suhunya nggak cukup panas, makanya aroma teh nggak merata.""Pfft ...." Christine tidak bisa menahan tawanya. "Sudah kubilang, kalau kamu nggak ikuti langkahnya, rasanya pasti nggak enak. Kamu malah bilang nggak bakal ketahuan. Bu Nadine tahu semua, 'kan?"Wajah Yenny pun menjadi masam. Yang dikatakan Nadine memang b
Natasha pun tidak memaksa dan menyuruh sopir mengemudikan mobil.Sementara itu, Nadine berdiri di depan hotel untuk menunggu. Orang-orang terus menyapanya. Dia menanggapi satu per satu dengan ramah.Natasha tahu ada yang menjemput Nadine, makanya dia tidak mengatur mobil untuknya.Arnold tiba tepat waktu. Dia hanya menghabiskan 10 menit untuk tiba di hotel, bahkan tiba 2 menit lebih awal.Langit mulai turun hujan gerimis. Dari kaca mobil, dia bisa melihat Nadine yang mengenakan terusan dan cantik seperti bidadari.Arnold terpana sejenak sebelum memarkirkan mobilnya di samping. Kemudian, dia turun dengan membawa payung dan membuka pintu mobil untuk Nadine.Ketika Nadine membungkuk untuk masuk, Arnold meletakkan tangannya di atas agar kepala Nadine tidak terbentur."Terima kasih." Setelah duduk, Nadine tersenyum dan berucap, "Aku lagi-lagi merepotkanmu, Pak."Nadine awalnya ingin naik taksi dan tidak ingin merepotkan Arnold. Akan tetapi, langit yang tadinya cerah tiba-tiba turun hujan. D
Malam sangat tenang dan hening. Yang terdengar hanya suara mesin dan suara papan ketik.Arnold menoleh memandang ke samping. Nadine sedang menginput data dengan serius. Cahaya lampu mengenai wajahnya, memunculkan bayangan kecil di pangkal hidungnya.Dulu, Arnold selalu bekerja lembur sendiri. Hari ini, ada seseorang yang menemaninya. Perasaan ini terasa aneh dan ajaib ....Ketika keduanya meninggalkan laboratorium, waktu sudah dini hari. Mereka mengucapkan selamat malam dan memasuki apartemen masing-masing. Nadine masuk duluan.Arnold memandang sosok belakang Nadine yang ramping, teringat pada pemandangan di tengah hujan pada sore tadi. Nadine yang memakai terusan seperti bidadari dari kayangan. Pinggang yang ramping, kulit yang putih ....Arnold segera tersadar dari lamunannya dan memaki dirinya sendiri dalam hati. Setelah itu, dia bergegas berbalik dan masuk, seolah-olah tidak ingin ada yang melihat penampilannya yang tersipu.....Selesai mandi, Nadine berbaring di ranjang dan langs
'Bodoh amat! Lagian, kamu yang hamil, bukan aku! Kalau terjadi sesuatu, bukan urusanku!' batin pengasuh itu."Ya sudah, kamu berbaringlah."Eva pun berbaring di sofa. "Begini baru benar. Masa harus diancam baru mau kerja? Benaran nggak tahu diri. Kalian ini memang rendahan!"Pengasuh itu mematung sesaat. Pada akhirnya, dia menarik napas dalam-dalam untuk menahan diri."Kamu belum makan ya? Kok nggak punya tenaga? Yang kuat sedikit!""Baik ....""Ah! Aku suruh kamu pakai tenaga, bukan membunuhku! Kamu sengaja melawanku, 'kan?"Pengasuh itu menarik napas dalam-dalam lagi. "Maaf, begini sudah cukup?""Lumayan."Setengah jam kemudian, sarang burung walet dihidangkan. Warnanya jernih dan teksturnya seperti agar-agar. Hanya dengan melihat sekilas, seseorang sudah bisa menilai bahwa itu adalah sarang burung walet berkualitas tinggi dan dimasak dengan baik. Bahkan, pengasuh menambahkan madu supaya makin wangi.Namun, setelah mencoba sesuap, Eva langsung mengernyit dan membentak, "Rasa macam ap
Setelah Reagan mematikan shower dan memakai jubah mandi, sosok itu telah menempel dengan pintu kamar mandi. Reagan membuka pintu dan langsung bertemu pandang dengan Eva.Dengan tatapan dipenuhi amarah, Reagan membentak, "Siapa yang mengizinkanmu masuk? Sudah kubilang, kamu nggak boleh masuk kamar ini! Kamu nggak ngerti? Besar sekali nyalimu!"Ketika merasakan amarah Reagan, tangan dan kaki Eva pun menjadi dingin. "Aku ... aku cuma mau antar sup pereda pengar untukmu ....""Kamu kira aku nggak tahu apa yang ada di isi pikiranmu?" Reagan menyunggingkan bibirnya sambil mencela, "Kamu kira kamu sudah hebat karena pernah kutiduri beberapa kali? Aku sudah sering melihat wanita sepertimu. Mereka murahan dan mudah dirayu. Apa bedanya kamu dengan mereka?""Kalaupun kamu telanjang bulat di depanku, aku juga nggak bakal tertarik padamu." Mata Reagan dipenuhi ejekan saat bertanya, "Kamu tahu kenapa?"Sekujur tubuh Eva bergetar. Dia menutup telinganya dan menggeleng dengan kuat. "A ... aku nggak ma
Setelah mendengarnya, Rebecca menghela napas lega. "Baguslah kalau nggak ada masalah besar. Perlu makan obat nggak?"Dokter menggeleng. "Untuk apa makan obat? Pasien baik-baik saja. Bawa dia pulang untuk istirahat saja."Rebecca mencebik. Ternyata Eva yang berlebihan. Eva yang berbaring di ranjang pun merasa malu. Perutnya sakit karena dia terlalu emosional. Dia tentu ketakutan, tetapi dokter malah bilang dia baik-baik saja.Rebecca menarik napas dalam-dalam. Demi cucunya, dia mencoba untuk bersabar. Dia tidak lupa untuk berpesan, "Sebaiknya kamu bersikap patuh. Jangan terus membuat onar. Kalau nggak, kamu bakal menerima konsekuensinya."Eva menunduk dan hanya bisa menyahut dengan lirih, "Ya, aku sudah ngerti."Rebecca pun memelototinya, lalu pergi dengan murka.....Nadine sedang sibuk di laboratorium. Tiba-tiba, Freya meneleponnya. Freya menyuruhnya datang ke rumahnya minggu depan karena ingin memperkenalkan seseorang kepadanya.Nadine bisa mendengar suara Freya agak lesu. Dia tentu
Kedua orang itu langsung menoleh ke arah Darius. Darius menggaruk kepalanya. "Kenapa kalian melihatku seperti ini ...." Rasanya agak canggung."Darius, sebenarnya keluargamu itu bergerak di bidang apa sih?" Mikha menatapnya dengan penuh rasa ingin tahu.Nadine ikut bertanya, "Aku ingat, terakhir kali kamu bilang orang tuamu ... adalah pegawai negeri?"Kelihatannya, pegawai negeri yang dimaksud bukan pegawai biasa. Nadine hanya menyebutkan secara singkat dan tidak bertanya lebih jauh.Mikha mungkin blak-blakan, tetapi dia juga tahu kapan harus berhenti. Ada yang bilang anak-anak dari keluarga pejabat tinggi biasanya sangat low profile. Jadi, masuk akal kalau Darius tidak pernah menyebutkannya sebelumnya.Darius akhirnya menghela napas lega. "Aku pasti akan berusaha semaksimal mungkin untuk mengurusnya.""Oke!" Mikha mengangkat tangan, "Demi laboratorium ...."Darius menyambung, "Demi nggak diusir lagi ...."Keduanya menoleh menatap Nadine.Nadine sempat terdiam, lalu spontan berseru, "M
"Ayahku punya properti, rumahnya tak terhitung jumlahnya! Dia yang selalu mengusir orang lain, nggak ada yang bisa mengusirnya!""Jadi, semuanya harus milik kita sendiri agar kita punya posisi kuat! Akademi meminjamkan kita ruangan bobrok, nggak ada CPRT, alat pemadam kebakaran pun nggak lengkap. Kita mati-matian menghasilkan penelitian, tapi akhirnya semua kredit jatuh ke akademi?""Memangnya di dunia ini ada hal sebaik itu? Aku sudah muak!"Mikha tidak pernah mengalami ketidakadilan seperti ini."Apa hebatnya sih? Cuma sebuah ruangan usang, alat-alatnya pun kita beli sendiri!"Amarah Mikha meledak-ledak. Dia benar-benar tidak bisa menoleransi ketidakadilan ini. Ketika dia melampiaskan kekesalan, air liurnya bahkan hampir menciprat ke mana-mana, membuat Darius dan Nadine melongo."Eh ... apa aku menakuti kalian?" Wajah Mikha yang bulat tampak malu untuk sesaat. Dia buru-buru menjelaskan, "Biasanya aku nggak seperti ini. Tapi kalau sudah marah, aku susah berhenti .... Ehem, ehem!"Dari
Nadine melihat ekspresi tak berdaya di wajah Arnold dan tak bisa menahan tawa."Ambil saja, Paman. Daging sapi bumbu buatan ayahku ini luar biasa enak, nggak semua orang bisa mencicipinya.""Kamu memanggilku apa?" Dia melangkah mendekat dan satu tangan bertumpu di dinding. "Hmm?"Nadine tak punya ruang untuk mundur lagi, hanya bisa menatapnya dengan wajah polos. "Aku cuma menyampaikan kata-kata ayahku, bukan aku yang mengatakannya.""Pak, lorong ini sempit. Kamu ... nggak mau mundur sedikit?"Arnold teringat bahwa dirinya masih sakit dan khawatir menularkannya pada Nadine. Dia menghela napas pelan, menarik kembali tangannya, lalu mundur ke samping.Nadine sekali lagi merasa kagum. Pria ini benar-benar mudah diajak bicara dan sangat gentleman.Arnold menerima daging sapi itu, sementara Nadine membawa sisanya kembali ke rumah. Dia lalu memotret dan mengirimkannya kepada Jeremy.Balasan segera masuk.[ Sudah kasih Arnold? ][ Sudah, sudah! Ayah, bukankah kamu terlalu baik padanya? ]Jerem
Nadine agak tertegun. "Untukku? Lalu, kamu ...."Arnold berkata, "Aku nggak kedinginan.""Terima kasih."Setibanya di ujung gang, Arnold meminta Nadine menunggu sebentar, lalu masuk ke minimarket di samping. Tak sampai satu menit, dia keluar dengan dua cangkir minuman di tangannya."Nah."Nadine menerimanya, lalu mencium aromanya dengan penasaran. "Apa ini?""Teh merah jahe."Nadine mengangkat alis. "Minimarket menjual ini?" Kenapa dia sama sekali tidak punya kesan tentang itu?"Menu musiman, baru saja tersedia.""Punyamu juga?"Arnold menggeleng. "Bukan, aku pesan teh gandum hitam."Nadine menggenggam cangkir kertas itu, telapak tangannya terasa hangat. Ditambah jaket yang masih menyelimutinya, seluruh tubuhnya seperti dipenuhi kehangatan. Bahkan, pipinya tampak agak merah.Setelah naik tangga, Nadine melepaskan jaket itu dan mengembalikannya kepada Arnold. "Terima kasih, selamat malam."Arnold tersenyum tipis. "Selamat malam."Keduanya pun masuk ke rumah masing-masing.Setelah mandi,
Arnold hari ini ada kelas. Saat jam istirahat, dia mendengar dua mahasiswa membicarakan bahwa ada laboratorium di Fakultas Ilmu Hayati yang diberikan surat perintah renovasi oleh dinas pemadam kebakaran.Awalnya dia tidak terlalu peduli, sampai tiba-tiba nama Nadine disebut dalam percakapan mereka. Begitu bertanya lebih lanjut, dia baru tahu bahwa laboratorium yang dimaksud adalah milik Nadine.Tanpa berpikir panjang, Arnold langsung menuju ke sana dan tiba tepat saat ketiga orang itu sedang berbicara."Pak." Nadine menyapanya, "Kenapa tiba-tiba ke sini? Silakan masuk."Mikha dan Darius juga segera menyapa.Arnold berkata, "Aku sudah tahu semuanya. Kalau renovasi pemadam kebakaran dilakukan sesuai prosedur, setidaknya akan memakan waktu 2 bulan. Untuk sementara, pakai saja laboratoriumku. Kalian bisa memindahkan semua peralatan ke sana, pasti muat."Kedengarannya memang solusi yang cukup baik .... Namun, Mikha dan Darius tidak langsung menyetujui. Mereka justru menatap Nadine untuk mem
"Siapa yang menyuruh kalian masuk? Laboratorium kami nggak menerima hewan berkaki dua. Kalau punya akal, cepat pergi sebelum kami bertindak.""Siapa yang kamu maki, hah?" Kaeso berang hingga wajahnya memerah.Darius menimpali dengan santai, "Siapa yang menanggapi, berarti dia yang kumaki. Lihat saja, langsung ada binatang yang merasa tersindir.""Kamu ...."Nella tersenyum sinis. "Apa yang kalian banggakan sih? Seluruh laboratorium nggak bermasalah, cuma laboratorium kalian yang harus direnovasi. Malu-maluin saja, tapi masih berani keras kepala!""Kudengar, perbaikan keamanan kebakaran bisa makan waktu berbulan-bulan. Kasihan, kalian jadi nggak bisa pakai laboratorium dalam waktu dekat. Apa hebatnya menerbitkan makalah di Science? Nyatanya tetap nggak dianggap penting oleh fakultas. Ngapain sok hebat?"Nadine tersenyum. "Sebenarnya aku malas bicara karena takut kamu nggak sanggup menerimanya. Tapi kalau dipikir lagi, bersikap baik pada binatang buas sama saja dengan menyiksa diri sendi
Diana menyilangkan tangan sambil menatap dari atas. "Laporan apa?""Jangan pura-pura bodoh! Inspeksi pemadam kebakaran di laboratorium lain nggak ada masalah, tapi cuma laboratorium Nadine yang diberi surat perintah perbaikan. Kamu berani bilang ini nggak ada hubungannya denganmu?"Diana tersenyum tipis. "Aku sibuk. Setiap hari harus mengurus laporan dan menulis jurnal, mana ada waktu untuk ribut dengan anak-anak kecil? Tapi ... kalau ada orang lain yang nggak suka dengan mereka, itu di luar kendaliku."Bagaimanapun, dia punya banyak mahasiswa. Kalau ada satu atau dua yang tidak suka dengan kelompok Nadine, itu hal yang wajar, 'kan?"Sekarang kamu semakin berani ya? Berani bertindak tanpa memberitahuku dulu. Kamu ini masih menganggapku sebagai atasanmu atau nggak?"Diana mengerutkan kening. "Kamu memanggilku cuma untuk ini? Sekarang kamu mau membela mahasiswa Freya? Heh, ini bukan gayamu."Konan tertawa dingin. "Kamu pikir trik murahanmu itu sangat cerdas? Dasar bodoh!""Inspeksi pemad
"Saat itu kami ada di laboratorium, bukannya nggak ada orang. Mesin itu cuma nggak digunakan sementara, jadi secara otomatis masuk ke mode siaga. Kami juga akan menggunakannya lagi nanti. Siapa yang akan kurang kerjaan memutus dayanya?" jelas Mikha dengan kesal.Nadine sudah memiliki dugaan di benaknya, tetapi masih perlu memastikannya. "Ayo, kita ke laboratorium seberang."Mikha bingung. "Kenapa kita melihat mereka? Itu 'kan laboratorium dari jurusan lain, nggak ada hubungannya dengan kita ...."Darius juga merasa ada sesuatu yang aneh dan segera mengikuti Nadine. "Kalau disuruh pergi ya pergi, kenapa banyak tanya?"Mikha termangu sesaat. 'Wah, nyalinya semakin besar saja ya!'Ketiganya tiba di laboratorium seberang. Benar saja, sudut ruangan dilengkapi dengan satu set lengkap peralatan pemadam kebakaran."Ini ...." Mikha melongo. "Padahal bulan lalu belum ada!"Mereka memeriksa beberapa laboratorium lain. Hasilnya sama, semua yang sebelumnya tidak memiliki peralatan kini sudah lengka
"Ada apa?" tanya Nadine.Keduanya langsung mendongak, seperti anak kecil yang akhirnya melihat orang tua mereka setelah mendapatkan perlakuan tidak adil.Mikha langsung berlari ke arahnya, matanya sudah memerah bahkan sebelum sempat bicara. Darius menyusul di belakang, ekspresinya jelas tegang dan tangannya juga terkepal erat.Nadine langsung merasa ada sesuatu yang tidak beres. Namun, dia tetap tenang. "Apa yang terjadi? Kenapa kalian duduk di luar dan nggak masuk?""Kak Nadine ...." Mikha berusaha menahan air matanya. Meskipun matanya sudah berkaca-kaca, dia tetap bersikeras untuk tidak membiarkannya jatuh. "Kami nggak bisa masuk lagi!""Apa maksudnya nggak bisa masuk lagi?" Nadine terkejut."Kemarin, tim inspeksi kampus dan pemadam kebakaran distrik tiba-tiba datang ke laboratorium untuk melakukan pemeriksaan ...."Pemeriksaan kebakaran adalah prosedur rutin, jadi mereka berdua tidak berpikir terlalu banyak dan langsung membukakan pintu serta bekerja sama dengan baik.Siapa sangka,