Ekspresi Olive berubah. Dia menegur, "Nadine, omong kosong apa yang kamu bicarakan? Semua data tim diinput olehku! Nggak ada yang hilang!""Kalau kalian nggak percaya, kalian boleh periksa daftar entri. Meskipun sebagian besar data hilang karena masalah komputer, masih ada catatannya!"Olive menekankan, "Jadi, jangan harap kamu bisa memfitnahku!"Nadine tetap bersikap tenang. "Oh, memang nggak hilang. Soalnya sebelum aku buang ke tong sampah, aku membukanya dan melihat tanggal yang tertera. Itu di hari yang sama. Makanya, aku meletakkannya kembali.""Kalau begitu, atas dasar apa kamu bilang aku menghilangkan laporan? Kamu melihatnya di lantai, lalu memungutnya dan mengembalikannya. Semua cuma omong kosongmu!" timpal Olive.Nadine memperjelas, "Pertama, aku cuma menjelaskan aku melihat laporan di lantai dan memungutnya. Aku nggak bilang ada yang membuat hilang laporan. Orang lain juga nggak menyimpulkan seperti ini. Reaksimu yang berlebihan.""Ya! Kamu nggak mengatakannya dengan jelas,
Dalam waktu kurang dari 10 detik, sejumlah besar data terkait muncul di layar.Kamila sontak berseru, "Pak! Pak! Cepat kemari! Apa benar ini datanya?"Teknisi itu segera duduk di depan komputer. Setelah mengoperasikan sejenak, dia berkata, "Memang benar ada sejumlah data yang terbaca kembali. Tapi, aku nggak bisa memastikan ini data yang kalian cari atau bukan. Suruh anggota kalian periksa saja."Olive segera menghampiri. Teknisi itu pun bangkit untuk memberinya kursi.Waktu terus berlalu. Ketika melihat Olive hanya diam, Kamila bertanya dengan cemas, "Olive, kenapa diam saja? Berapa banyak data yang berhasil dipulihkan?""Sudah hampir semua." Olive menggigit bibirnya. Ekspresinya tidak terlihat senang.Kamila meragukan ucapan Olive. Dia pun maju dan memeriksanya. Seketika, dia merasa sangat lega. "Terima kasih, Tuhan! Untung saja 99 persen data berhasil dipulihkan!"Kemudian, Kamila merangkul lengan Nadine. "Untung saja ada kamu! Kalau nggak, kami bisa nangis darah! Kalau sampai data-
[ Ya. Ada yang menyelinap masuk ke ruang pemantauan dan menyebarkan virus ke intranet melalui sistem pemantauan. ][ Siapa? ][ Orang itu menutup wajahnya, jadi nggak terlihat jelas. Tapi, bisa dipastikan dia adalah orang dalam Universitas Brata. ][ Orang seperti ini nggak boleh dilepaskan begitu saja. Kali ini dia menyerang kalian dengan virus. Entah apa yang bisa dilakukannya lagi selanjutnya. ]Arnold menatap ponselnya dan tiba-tiba terkekeh-kekeh. Teknisi di samping pun kebingungan. Apa yang lucu? Kenapa tiba-tiba tertawa? Mengerikan sekali ....Arnold pun membalas Nadine.[ Oke, sesuai yang kamu bilang. ]Nadine pun tersenyum, lalu meletakkan ponselnya dan pergi mandi.....Reagan bangun dengan keadaan sakit kepala. Dia tak kuasa menarik napas dalam-dalam. Dia bangkit, lalu memandang ke luar jendela. Langit gelap gulita. Dia tidur sehari semalam.Perut Reagan agak sakit. Dia pun mencari obat lambungnya di nakas. Kemudian, dia mengambil air di atas nakas yang sudah dingin untuk me
"Keluar sana!""Kak Reagan ....""Aku suruh kamu keluar! Kamu nggak dengar?"Eva hanya bisa menggigit bibirnya. Sekujur tubuhnya gemetaran.Reagan sama sekali tidak merasa kasihan pada Eva. Dia malah berkata, "Lain kali, jangan masuk tanpa izinku. Paham?""Kenapa?" Eva mendongak dan menatap Reagan dengan mata berkaca-kaca. "Ini seharusnya kamar kita. Kenapa aku nggak boleh masuk?""Heh, kamar kita?" Senyuman Regan tampak ganas. "Kamu rasa kamu pantas?"Tubuh Eva sontak terhuyung. Reagan pun tidak berniat untuk memapahnya. Dia hanya menatap dengan tidak acuh. Tatapannya itu seperti menyuruh Eva untuk terus melanjutkan sandiwaranya."Keluar!"Eva hanya bisa berbalik dan pergi dengan putus asa."Sebentar."Seketika, harapan muncul kembali di hati Eva. Namun, ternyata Reagan hanya menginstruksi, "Bawa keluar sampah-sampah ini."Pada akhirnya, Eva mengambil nampannya dan meninggalkan kamar utama."Nyonya, Tuan belum nafsu makan ya?" tanya Pelayan.Eva segera menenangkan diri, lalu menghela
"Obat apa?""Yang bisa membangkitkan hasrat pria ...."Orang itu terdiam sejenak sebelum tertawa. "Kamu begitu terobsesi sampai harus pakai obat semacam itu?"Eva merasa malu sekaligus kesal. "Langsung saja ke intinya. Bisa dapat atau nggak? Sisanya bukan urusanmu!""Sebentar." Orang itu mengakhiri panggilan.Eva berbaring di ranjang sambil memandang langit-langit. Rumah orang kaya memang indah. Setelah merasakan seperti apa kehidupan orang kaya, Eva tidak ingin kembali ke kehidupan sebelumnya lagi. Itu sebabnya, dia harus menjerat hati Reagan.....Pagi hari setelah bangun, Nadine bersih-bersih dan masak sebelum berangkat ke laboratorium.Nadine sibuk sampai siang hari dan menyelesaikan dua set data. Dia pun merasa sangat puas dengan hasil ini.Setelah menginput data dan memastikan semuanya sudah tersimpan dengan baik, Nadine mengambil kotak makannya dari kulkas dan hendak memanaskannya.Dari kejauhan, Kamila bisa mencium aroma makanan yang wangi. "Nadine, kamu makan apa? Wangi sekali
"Baik." Nadine mengangguk, "Alamat akan aku kirim di grup, nanti aku pergi belanja dulu. Kalian datang saja setelah selesai dengan urusan kalian.""Oke!" Calvin berkata, "Apa kita perlu kasih tahu Arnold?"Kamila menjawab, "Kamu saja yang kasih tahu.""Baiklah." Calvin mengeluarkan ponselnya, "Aku tanya dia sudah selesai kelas atau belum ...."Pukul dua siang, Nadine menutup komputernya, lalu merapikan meja percobaannya dan pergi dengan diam-diam. Baru saja keluar pintu, dia bertemu dengan Arnold."Mau pergi belanja?" tanyanya.Nadine terkejut, "Kamu tahu?""Ya, Calvin sudah kirim pesan. Ayo.""Heh?"Arnold berkata, "Bukannya mau ke supermarket? Aku antar.""Bukannya kamu sibuk hari ini?" tanya Nadine.Arnold menjawab, "Nggak terlalu sibuk."Bisa sibuk, bisa juga tidak, tergantung orangnya."Baiklah, kalau begitu terima kasih." Nadine sempat berpikir apakah perlu naik taksi, tapi tak disangka Arnold muncul di saat yang tepat. Lumayan bisa menghemat ongkos.Ternyata, Nadine bukan hanya
Lidah Kamila sampai sedikit kelu dan kesulitan berbicara. Beberapa orang lainnya juga sama terkejutnya."P-Pak ...." Wilfred memandang ke arah Arnold dan Nadine dengan tatapan penuh selidik, seakan menemukan sebuah rahasia besar yang mengejutkan. Sudut bibir Olive sedikit menegang, pandangannya menjadi dingin dan tajam."Arnold, apa ini maksudnya?" Calvin akhirnya sadar dari keterkejutannya dan langsung bertanya.Arnold menjawab santai, "Membantu. Nggak kelihatan?""Kamu bantu sampai masuk ke rumah Nadine? Luar biasa juga kamu ...," ujar Calvin setengah bercanda.Arnold hanya menjawab singkat, "Tetangga dekat lebih baik daripada saudara jauh. Jauh lebih berguna daripada kamu yang cuma datang buat makan.""Tetangga dekat? Maksudnya?"Nadine pun menjelaskan, "Pak Arnold tinggal di sebelah. Rumah kami berhadapan. Kebetulan tadi sore pas aku keluar dari laboratorium dan mau belanja, aku ketemu Pak Arnold. Dia kebetulan bawa mobil, jadi mengantarku ke supermarket.""Oh, jadi begitu ya." Kam
Arnold menyesuaikan kacamatanya dengan ekspresinya yang tetap datar. Detik berikutnya, Stendy menyeberangi jalan dan berjalan mendekati Nadine. "Aku tadinya mau ke atas mencarimu, tapi ternyata ketemu di sini.""Ada masalah?""Ada," jawabnya sambil mengangguk, ekspresinya tampak serius. "Kita bisa bicara di tempat lain yang lebih nyaman?"Nadine menoleh ke arah Arnold, sementara Stendy ikut memandang ke arahnya. "Ah, kebetulan sekali, Pak Arnold. Kita ketemu lagi," ujar Stendy.Arnold menjawab santai, "Bukan kebetulan. Kalau kamu datang menemui Nadine, akan sangat mudah bertemu denganku."Stendy terdiam sejenak, matanya menyipit. Arnold membalas tatapannya dengan tenang, tanpa merasa gentar atau menghindar."Setengah jam cukup?" Nadine melirik jam di pergelangan tangannya."Cukup.""Ayo kita ke kedai teh susu di seberang."Di sekitar sana, hanya kedai teh susu dan restoran yang paling banyak. Karena belum masuk jam pulang kelas malam, suasananya masih cukup sepi dan tenang.Nadine dudu
Karen yang begitu galak tidak mungkin menerima kerugian seperti itu. Hari itu juga, dia langsung pergi ke kantor agen properti itu, menuntut agar agen muda itu keluar.Namun, penanggung jawab memberitahukan bahwa agen itu sudah mengundurkan diri tiga hari yang lalu.Karena tidak punya cara lain, Karen datang ke kantor dan membuat keributan setiap hari, bahkan mengajak kerabat dan teman-temannya membawa spanduk di luar. Dengar-dengar, kejadian ini sangat heboh.Manajer tidak bisa berbuat apa-apa, jadi akhirnya memberi tahu Karen alamat tempat tinggal Devin. Karen mengikuti petunjuk itu dan datang ke rumahnya.Namun, Devin sama sekali tidak merasa bersalah dan berkata dengan percaya diri, "Ngapain kamu ribut? Lagian, rumahmu sudah kubeli. Uangnya sudah kubayar dan sekarang namaku yang tertera di sertifikat kepemilikan. Ribut juga nggak ada gunanya."Karen duduk di depan pintu rumahnya dan menangis kencang, menggunakan semua trik yang dia kuasai.Devin juga orang yang keras kepala. Ketika
Nadine lantas mengangkat ujung terusannya dan lebih berhati-hati kali ini.Orang-orang tidak menganggap serius insiden kecil tadi. Perhatian mereka lebih terfokus pada Nadine terluka atau tidak.Calvin langsung mengulurkan tangannya. "Nadine, kupinjamkan tanganku. Ada ototnya lho! Aku jamin kamu nggak akan jatuh."Hanya Olive yang memandang pinggang Nadine, seolah-olah ingin menembusnya dengan tatapannya.Saat makan, Wilfred memperhatikan bahwa Olive hanya makan sedikit. Dia khawatir Olive merasa tidak enak badan, jadi bertanya, "Kenapa hari ini makan sedikit sekali? Maagmu kambuh lagi?"Olive sering melewatkan waktu makan dan Wilfred sudah terbiasa mengingatkannya."Makanan hari ini nggak pedas atau berminyak kok. Bagus untuk pencernaan. Nah, ini makanan favoritmu ....""Bisa diam nggak sih?" Olive mendorong tangan Wilfred. "Aku cuma nggak mau makan saja. Kenapa kamu cerewet sekali? Apa aku nggak boleh memutuskan sendiri mau makan atau nggak?"Tangan Wilfred yang sedang mengambil maka
"Duduklah. Jangan terlalu sungkan, aku nggak terbiasa," ucap Arnold.Nadine pun tertawa dan akhirnya duduk.Arnold berkata, "Aku suka masakanmu, traktiranmu ini adalah ucapan terima kasih terbaik."Setelah itu, Arnold mengangkat mangkuk sup dan membenturkannya dengan ringan ke mangkuk Nadine.Kemudian, Arnold mengambil sepotong sayap ayam yang digoreng hingga keemasan. Kulitnya renyah dengan tepi yang sedikit terbakar dan bagian dalamnya yang berair. Perpaduan ini begitu seimbang dan rasanya sangat kaya."Di luar sana, belum tentu ada sayap ayam seenak ini."Nadine tertawa karena merasa lucu. "Kalau begitu, kamu habiskan saja semua sayap ayamnya."Arnold mengangkat alis dan senyumannya semakin lebar. "Bukan masalah."Makan siang selesai. Sekarang sudah pukul 2 siang. Mereka sama-sama membereskan dapur dan keluar.Arnold akan pergi ke laboratorium, sementara Nadine pergi ke perpustakaan. Karena sejalan, mereka pun berangkat bersama.Sesampainya di persimpangan jalan, Arnold berbelok ke
Nadine tertawa sambil bercanda, "Jangan, jangan. Masa tamu disuruh kerja?""Tamu bilang dia sangat senang bisa membantu."Berkat bantuan Arnold, pekerjaan menjadi lebih cepat selesai.Setelah semua beres, Nadine mengangkat ikan kakap dari air jahe daun bawang, lalu meletakkannya di piring dan mengeringkannya dengan tisu dapur. Kemudian, dia mengoleskan minyak goreng di permukaannya untuk mengunci kesegaran.Pekerjaan Arnold sudah beres Dia hanya bisa berdiri di samping dan menonton. "Perlu bantuan?""Bisa tolong ambilkan kukusan di atas sana?""Oke."Arnold bertubuh tinggi, jadi bisa meraihnya dengan mudah. Hanya saja, kukusan digantung agak tinggi tepat di atas kepala Nadine. Artinya, jika Arnold ingin mengambilnya, dia harus berdiri di belakang Nadine.Begitu Arnold menjulurkan tangan, dia merasa dirinya seperti memeluk Nadine. Untungnya, prosesnya sangat cepat sehingga tidak ada rasa canggung meskipun jarak mereka sangat dekat."Kemarikan kukusannya." Nadine mengulurkan tangannya.A
Nadine yang sekarang sangat tenang, tidak seperti saat baru-baru putus. Dulu dia sering teringat pada Reagan dan mudah terbawa emosi olehnya.Waktu adalah obat yang ampuh. Luka yang dalam sekalipun bisa sembuh. Kini, Nadine sudah melepaskan semuanya.Seiring berjalannya waktu, rasa sakit yang disebabkan oleh Reagan pun perlahan-lahan memudar hingga akhirnya terlupakan."Ada urusan apa?" tanya Nadine."Apa kita bisa ngobrol di tempat lain?""Aku rasa nggak ada yang perlu dibicarakan di antara kita.""Nad ....""Apa yang kubilang salah?"Reagan merasa agak frustrasi. Dia melirik Arnold. Orang-orang yang peka pasti tahu mereka harus menjauh untuk sekarang. Namun, Arnold tetap diam di tempatnya tanpa peduli dengan tatapan Reagan yang memberinya isyarat.Mengingat Reagan yang selalu berbuat nekat, Nadine sama sekali tidak berani berduaan dengannya."Kalau nggak ada yang penting, kami pergi dulu," ucap Nadine menatap Arnold. Arnold mengangguk ringan."Kalian berdua? Lalu gimana denganku?" Wa
Keesokan paginya, Nadine keluar untuk jogging pagi. Setelah punya lebih banyak waktu luang, dia kembali pada kebiasaan lari pagi. Setiap kali selesai lari dan mandi, dia merasa segar dan bertenaga sepanjang hari."Pagi, Pak Arnold.""Pagi."Arnold baru saja selesai berlari dan bersiap pulang. Namun, melihat Nadine, dia berbalik arah. "Ayo, kutemani kamu lari sebentar.""Nggak mengganggu jadwalmu di laboratorium?""Proyek baru sekarang ditangani sama Calvin, jadi aku nggak terlalu sibuk belakangan ini.""Wah, Pak Calvin pasti punya banyak keluhan," canda Nadine."Keluhan nggak akan berguna, tetap saja dia harus bekerja," jawab Arnold dengan wajah serius. Kalau Calvin mendengar itu, dia mungkin akan langsung frustasi.Keduanya berlari mengelilingi taman dua putaran. Ketika Nadine mulai terlihat kelelahan, Arnold menyadari hal itu."Atur napas, perhatikan ritme. Ikuti aku ... tarik, hembus, tarik, hembus ...."Nadine mengikuti instruksinya dan merasa lebih baik. "Wah, jadi lebih ringan!"
"Astaga!" Kelly langsung menepis tangan Teddy dari pundaknya, berdiri tegak, sambil diam-diam bersyukur karena sudah membuang puntung rokok lebih awal.Nadine butuh usaha besar untuk menutup mulutnya yang ternganga. "Ehm .... Kel, kamu lupa tasmu tadi."Dia sebenarnya cuma mau mengembalikan tas, tapi malah menyaksikan apa ini? Kelly terlihat bersandar mesra dengan seorang pria? Punggung pria itu ... kenapa rasanya tidak asing?Saat keduanya berbalik, teka-teki itu terjawab.Itu Teddy?!Jadi ... ini yang disebut Kelly sebagai "mitra kerja samanya"?Kelly berjalan mendekat dan mengambil tas dari tangan Nadine. "Makasih ya, Nadine! Malam-malam begini masih repot-repot ngantarin tasku. Cepat naik ke atas, sudah malam, bahaya di luar. Aku tunggu di sini sampai kamu di balkon, ya. Kalau sudah sampai, lambaikan tangan biar aku yakin.""Oke."Nadine berbalik dan pulang ke apartemennya. Dia tahu betul siapa Kelly. Meskipun temannya terlihat santai dan tanpa beban, dia selalu punya rencana matan
"Kalau nggak mau nunggu, ya pergi saja. Siapa juga yang mau ketemu kamu?" Kelly mendengus sambil memutar bola matanya. "Lihat sikapmu itu. Kamu yang butuh bantuan, 'kan?"Teddy menarik napas dalam-dalam, menahan diri. Wanita ini bisa bela diri. Kalau dia sampai membuat wanita ini marah, yang rugi adalah dirinya sendiri."Jangan marah dong," Teddy langsung mengganti wajahnya dengan senyuman, "Aku sudah bilang ini kasus darurat. Kamu santai begini, gimana aku nggak curiga?""Ada apa, langsung bilang." Kelly melirik ke dalam mobilnya. "Eh, itu ... ada rokok nggak?""Buat apa?""Kasih aku satu."Teddy terdiam. Dengan pasrah, dia kembali ke mobil, mengambil rokok dan korek api, lalu menyerahkannya. Namun, Kelly tidak langsung menerima. Dia menyilangkan tangan di depan dada dan menatapnya dengan senyum mengejek."Oke," Teddy mengangguk dan memasang ekspresi sabar. "Aku ini bukan cari pacar, aku malah cari majikan." Dia lalu menyalakan rokok untuk Kelly.Ini pertama kalinya Teddy menyalakan r
"Di mana kamu? Kenapa selama beberapa hari ini teleponku nggak kamu angkat?! Apa sekarang kamu bahkan nggak peduli lagi sama ibumu?"Tiga pertanyaan berturut-turut. Nada bicaranya semakin tajam di setiap kalimat.Reagan menjawab dengan tenang, "Aku lagi dinas. Sibuk, jadi nggak sempat angkat telepon.""Kamu sekarang juga harus pulang! Sekarang! Kalau kamu nggak pulang, jangan pernah anggap aku sebagai ibumu lagi!"Mendengar nada bicara ibunya yang tidak seperti biasanya, Reagan tahu ada sesuatu yang tidak beres. Tanpa banyak bertanya, dia menutup telepon dan langsung menuju rumah lama keluarganya.Begitu sampai di depan pintu, dia mendengar suara pecahan vas bunga. Reagan berhenti sejenak, lalu masuk ke dalam rumah. "Ibu, aku sudah pulang."Mendengar suaranya, Rebecca muncul dari dalam. Tanpa menunggu, dia langsung memarahi Reagan habis-habisan."Orang macam apa yang kamu pilih?! Kalau Eva itu memang murahan, aku masih bisa terima, tapi keluarganya juga seperti preman pasar! Terutama i