Arnold juga mengemudikan mobil sendiri. Karena sejalan, Nadine pun naik mobil Arnold. Tidak ada basemen di gedung lama sehingga mereka harus parkir di mal seberang.Di perjalanan kembali ke gedung apartemen, keduanya melewati pepohonan. Tiba-tiba, angin berembus kencang. Dedaunan beterbangan."Achoo ...." Nadine bersin. "Maaf, aku ... achoo ...."Arnold tentu tahu Nadine alergi. Dia segera mengeluarkan sebungkus tisu dan mengambil selembar untuk Nadine. "Tutup hidungmu dulu."Nadine mengikuti instruksi Arnold. Seketika, hidungnya tidak begitu gatal lagi. Keduanya pun mempercepat langkah kaki masing-masing.Sesampainya di apartemen, keduanya berpamitan. Nadine langsung menutup pintu dan berbalik untuk bersin. Dia bersin tujuh hingga delapan kali.Setelah berhenti, hidungnya menjadi sangat merah. Dia sangat menyukai semua yang ada di Kota Juanin. Hanya saja, alerginya akan kambuh di musim tertentu. Dia jelas-jelas sudah tinggal lama di sini, tetapi masih belum terbiasa.Setelah menenangk
Reagan menarik tangannya, lalu meminta maaf seperti anak kecil yang membuat kesalahan, "Maaf, Nad. Aku nggak sengaja .... Aku benaran nggak tahu harus gimana lagi .... Aku cuma nggak ingin kamu pergi dariku ....""Jangan mendekat!" Nadine memegang kepalanya. Saking sakitnya, matanya berkaca-kaca.Saat ini, Philip akhirnya tiba. Stendy juga mengikutinya kemari."Kamu baik-baik saja, 'kan?" Stendy langsung berjalan melewati Reagan dan berdiri di samping Nadine. Nada bicaranya terdengar cemas.Ketika menerima panggilan dari Philip, Stendy sedang menghadiri pertemuan bisnis. Jika semua berjalan lancar, malam ini dia bisa menandatangani kontrak senilai 120 miliar.Namun, begitu mendengar Nadine mungkin dalam masalah, Stendy langsung mengabaikan klien itu dan pergi. Hanya dalam waktu 10 menit, Stendy tiba di depan gang dan bertemu Philip.Tanpa berbasa-basi, keduanya langsung menuju ke gedung apartemen Nadine. Sesuai dugaan, mereka melihat Reagan yang sedang menggila.Nadine menolak pendekat
Tubuh Reagan terhuyung untuk sesaat. "Apa ... maksudmu?""Kamu nggak ngerti maksudku? Ya, kamu kira kamu menutupinya dengan sangat baik. Tapi, Nadine nggak bodoh," sahut Stendy.Reagan bisa memahami maksudnya. Dia sontak meraih kerah baju Stendy, lalu bertanya dengan galak, "Sebenarnya apa saja yang kamu katakan padanya?""Heh, sepertinya sampai sekarang kamu belum memahami penyebab kalian putus.""Jangan bicara seolah-olah kamu tahu semuanya!""Aku tentu tahu ....""Tutup mulutmu!" sela Reagan.Stendy mengempaskan tangan Reagan, lalu merapikan kerah bajunya. Dia menatap Regan dengan angkuh dan mencela, "Lihat dulu gayamu yang sekarang. Kamu seperti anjing penjilat ....""Cukup! Kalian berdua bisa mati kalau diam ya? Kita ini sahabat! Untuk apa saling melukai seperti ini?" hardik Philip."Siapa juga yang mau jadi sahabatnya!" balas Reagan."Aku juga nggak punya sahabat seperti dia," ujar Stendy dengan tidak acuh.Reagan menunjuk Stendy dan memperingatkan, "Jangan coba-coba mendekati Na
Reagan seolah-olah tidak mendengarnya.Ketika Reagan tiba di depan gedung apartemen, Philip telah menyusulnya. Dia buru-buru menahan Reagan dan membujuk, "Sudahlah, jangan membuat keributan lagi. Kak Nadine juga nggak bakal buka pintu untukmu.""Ada yang ingin kuberikan padanya."Philip termangu. "Apa itu?"Reagan mengeluarkan salep anti rhinitis alergi di sakunya. "Dia alergi di musim ini. Aku harus memberikan salep ini kepadanya."Seketika, Philip merasa sedih. Jelas-jelas keduanya pernah saling mencintai. Kenapa hasilnya malah menjadi seperti ini?"Ya, Obat ini harus diberikan kepadanya .... Harus ...." Reagan mengangguk.Suara Reagan menjadi makin kecil. Tiba-tiba, pandangannya menggelap. Tubuh Reagan pun perlahan-lahan terjatuh.Philip buru-buru maju untuk menangkap Reagan. Kemudian, dia hanya bisa menarik Reagan ke mobil. Ketika melihat mobil yang berhenti jauh di depan gang, Philip tak kuasa mengembuskan napas panjang.Ketika Philip dan Reagan tiba di vila, waktu sudah menunjukk
'Nad, aku rindu sekali padamu .... Tolong kembali padaku ya?'Sayangnya, yang membalas Reagan hanya kegelapan di ruang tamu dan deru angin di luar jendela.....Keesokan hari, Nadine bangun pagi-pagi. Dia mandi, masak, dan berkemas sebelum berangkat ke laboratorium.Ketika menutup pintu, Nadine menemukan sebuah kantong kertas di gagang pintunya. Di dalamnya adalah salep anti rhinitis alergi. Selain itu, merek ini yang selalu digunakan oleh Nadine.Nadine mengamati ke sekeliling. Siapa yang memberinya salep ini? Tiba-tiba, tatapan Nadine tertuju pada pintu di seberang. Nadine menatap salep itu dan kantong kertasnya untuk mencari tahu.Ketika Nadine hendak mengetuk pintu untuk bertanya kepada Arnold, tiba-tiba pintu di seberangnya terbuka. Arnold keluar dengan wajah datar. Saat melihat Nadine, langkah kakinya terhenti.Nadine bisa merasakan kejanggalan pada ekspresi Arnold. Dia lantas bertanya, "Apa ada masalah?"Arnold menyahut dengan serius, "Kita berangkat ke laboratorium dulu. Nanti
Teknisi merasa tidak berdaya. "Kamu sudah tanya lima kali. Aku belum selesai periksa. Tunggu sebentar. Aku akan berusaha membantu kalian memulihkan data."Wilfred segera berkata, "Ya sudah, aku nggak bakal ganggu lagi. Kamu lanjutkan pekerjaanmu."Kemudian, Wilfred tak kuasa melirik Arnold. Dia khawatir Arnold menyalahkan Olive atas masalah ini.Setelah berpikir sejenak, Wilfred menghampiri dan berbisik, "Pak Arnold, aku melihat waktu Olive mematikan komputer. Aku bisa bersaksi kalau semua ini murni kecelakaan. Dia terus menginput data selama dua hari ini. Dia belum sempat istirahat. Dia nggak mungkin sengaja ...."Arnold memijat pelipisnya dan membalas, "Sebelum semuanya jelas, aku nggak bakal sembarangan mengambil kesimpulan."Bukannya Arnold tidak percaya pada Olive, tetapi tidak ada yang tidak mungkin di dunia ini. Dia tidak akan berasumsi sembarangan dan hanya berbicara berdasarkan fakta.Wilfred masih ingin berbicara, tetapi Kamila menarik lengan bajunya dan mengisyaratkannya unt
"Enam bulan lalu, mereka meluncurkan fitur baru."Begitu mendengarnya, teknisi itu menjadi antusias. Dia bertanya, "Maksudmu perekam AI ya?"Semua orang tampak kebingungan. Ini bukan bidang mereka sehingga mereka kurang paham.Arnold berkata, "Yang kamu maksud seharusnya adalah kecerdasan buatan yang ditambahkan oleh Sun setelah pembaruan perangkat lunak. Tapi, fitur ini nggak sempurna."Sejumlah besar data diunggah ke cloud tanpa klasifikasi dan tidak dapat dicari dalam waktu singkat. Saat ini, yang dapat dicari hanya kata kunci. Dengan kata lain, mereka bukan hanya perlu mengetahui data mana yang hilang, tetapi juga perlu mengingat data spesifik yang hilang. Dengan cara ini, mereka baru bisa melakukan pencarian akurat."Sepuluh persen ya? Itu banyak sekali. Itu setara dengan tiga set data eksperimen," keluh Wilfred."Eee ...."Calvin tidak bisa berkata-kata. "Ini mungkin agak susah untuk dipraktikkan."Setelah menyelesaikan eksperimen, mereka langsung menginput data di komputer dan m
Ekspresi Olive berubah. Dia menegur, "Nadine, omong kosong apa yang kamu bicarakan? Semua data tim diinput olehku! Nggak ada yang hilang!""Kalau kalian nggak percaya, kalian boleh periksa daftar entri. Meskipun sebagian besar data hilang karena masalah komputer, masih ada catatannya!"Olive menekankan, "Jadi, jangan harap kamu bisa memfitnahku!"Nadine tetap bersikap tenang. "Oh, memang nggak hilang. Soalnya sebelum aku buang ke tong sampah, aku membukanya dan melihat tanggal yang tertera. Itu di hari yang sama. Makanya, aku meletakkannya kembali.""Kalau begitu, atas dasar apa kamu bilang aku menghilangkan laporan? Kamu melihatnya di lantai, lalu memungutnya dan mengembalikannya. Semua cuma omong kosongmu!" timpal Olive.Nadine memperjelas, "Pertama, aku cuma menjelaskan aku melihat laporan di lantai dan memungutnya. Aku nggak bilang ada yang membuat hilang laporan. Orang lain juga nggak menyimpulkan seperti ini. Reaksimu yang berlebihan.""Ya! Kamu nggak mengatakannya dengan jelas,
Kedua orang itu langsung menoleh ke arah Darius. Darius menggaruk kepalanya. "Kenapa kalian melihatku seperti ini ...." Rasanya agak canggung."Darius, sebenarnya keluargamu itu bergerak di bidang apa sih?" Mikha menatapnya dengan penuh rasa ingin tahu.Nadine ikut bertanya, "Aku ingat, terakhir kali kamu bilang orang tuamu ... adalah pegawai negeri?"Kelihatannya, pegawai negeri yang dimaksud bukan pegawai biasa. Nadine hanya menyebutkan secara singkat dan tidak bertanya lebih jauh.Mikha mungkin blak-blakan, tetapi dia juga tahu kapan harus berhenti. Ada yang bilang anak-anak dari keluarga pejabat tinggi biasanya sangat low profile. Jadi, masuk akal kalau Darius tidak pernah menyebutkannya sebelumnya.Darius akhirnya menghela napas lega. "Aku pasti akan berusaha semaksimal mungkin untuk mengurusnya.""Oke!" Mikha mengangkat tangan, "Demi laboratorium ...."Darius menyambung, "Demi nggak diusir lagi ...."Keduanya menoleh menatap Nadine.Nadine sempat terdiam, lalu spontan berseru, "M
"Ayahku punya properti, rumahnya tak terhitung jumlahnya! Dia yang selalu mengusir orang lain, nggak ada yang bisa mengusirnya!""Jadi, semuanya harus milik kita sendiri agar kita punya posisi kuat! Akademi meminjamkan kita ruangan bobrok, nggak ada CPRT, alat pemadam kebakaran pun nggak lengkap. Kita mati-matian menghasilkan penelitian, tapi akhirnya semua kredit jatuh ke akademi?""Memangnya di dunia ini ada hal sebaik itu? Aku sudah muak!"Mikha tidak pernah mengalami ketidakadilan seperti ini."Apa hebatnya sih? Cuma sebuah ruangan usang, alat-alatnya pun kita beli sendiri!"Amarah Mikha meledak-ledak. Dia benar-benar tidak bisa menoleransi ketidakadilan ini. Ketika dia melampiaskan kekesalan, air liurnya bahkan hampir menciprat ke mana-mana, membuat Darius dan Nadine melongo."Eh ... apa aku menakuti kalian?" Wajah Mikha yang bulat tampak malu untuk sesaat. Dia buru-buru menjelaskan, "Biasanya aku nggak seperti ini. Tapi kalau sudah marah, aku susah berhenti .... Ehem, ehem!"Dari
Nadine melihat ekspresi tak berdaya di wajah Arnold dan tak bisa menahan tawa."Ambil saja, Paman. Daging sapi bumbu buatan ayahku ini luar biasa enak, nggak semua orang bisa mencicipinya.""Kamu memanggilku apa?" Dia melangkah mendekat dan satu tangan bertumpu di dinding. "Hmm?"Nadine tak punya ruang untuk mundur lagi, hanya bisa menatapnya dengan wajah polos. "Aku cuma menyampaikan kata-kata ayahku, bukan aku yang mengatakannya.""Pak, lorong ini sempit. Kamu ... nggak mau mundur sedikit?"Arnold teringat bahwa dirinya masih sakit dan khawatir menularkannya pada Nadine. Dia menghela napas pelan, menarik kembali tangannya, lalu mundur ke samping.Nadine sekali lagi merasa kagum. Pria ini benar-benar mudah diajak bicara dan sangat gentleman.Arnold menerima daging sapi itu, sementara Nadine membawa sisanya kembali ke rumah. Dia lalu memotret dan mengirimkannya kepada Jeremy.Balasan segera masuk.[ Sudah kasih Arnold? ][ Sudah, sudah! Ayah, bukankah kamu terlalu baik padanya? ]Jerem
Nadine agak tertegun. "Untukku? Lalu, kamu ...."Arnold berkata, "Aku nggak kedinginan.""Terima kasih."Setibanya di ujung gang, Arnold meminta Nadine menunggu sebentar, lalu masuk ke minimarket di samping. Tak sampai satu menit, dia keluar dengan dua cangkir minuman di tangannya."Nah."Nadine menerimanya, lalu mencium aromanya dengan penasaran. "Apa ini?""Teh merah jahe."Nadine mengangkat alis. "Minimarket menjual ini?" Kenapa dia sama sekali tidak punya kesan tentang itu?"Menu musiman, baru saja tersedia.""Punyamu juga?"Arnold menggeleng. "Bukan, aku pesan teh gandum hitam."Nadine menggenggam cangkir kertas itu, telapak tangannya terasa hangat. Ditambah jaket yang masih menyelimutinya, seluruh tubuhnya seperti dipenuhi kehangatan. Bahkan, pipinya tampak agak merah.Setelah naik tangga, Nadine melepaskan jaket itu dan mengembalikannya kepada Arnold. "Terima kasih, selamat malam."Arnold tersenyum tipis. "Selamat malam."Keduanya pun masuk ke rumah masing-masing.Setelah mandi,
Arnold hari ini ada kelas. Saat jam istirahat, dia mendengar dua mahasiswa membicarakan bahwa ada laboratorium di Fakultas Ilmu Hayati yang diberikan surat perintah renovasi oleh dinas pemadam kebakaran.Awalnya dia tidak terlalu peduli, sampai tiba-tiba nama Nadine disebut dalam percakapan mereka. Begitu bertanya lebih lanjut, dia baru tahu bahwa laboratorium yang dimaksud adalah milik Nadine.Tanpa berpikir panjang, Arnold langsung menuju ke sana dan tiba tepat saat ketiga orang itu sedang berbicara."Pak." Nadine menyapanya, "Kenapa tiba-tiba ke sini? Silakan masuk."Mikha dan Darius juga segera menyapa.Arnold berkata, "Aku sudah tahu semuanya. Kalau renovasi pemadam kebakaran dilakukan sesuai prosedur, setidaknya akan memakan waktu 2 bulan. Untuk sementara, pakai saja laboratoriumku. Kalian bisa memindahkan semua peralatan ke sana, pasti muat."Kedengarannya memang solusi yang cukup baik .... Namun, Mikha dan Darius tidak langsung menyetujui. Mereka justru menatap Nadine untuk mem
"Siapa yang menyuruh kalian masuk? Laboratorium kami nggak menerima hewan berkaki dua. Kalau punya akal, cepat pergi sebelum kami bertindak.""Siapa yang kamu maki, hah?" Kaeso berang hingga wajahnya memerah.Darius menimpali dengan santai, "Siapa yang menanggapi, berarti dia yang kumaki. Lihat saja, langsung ada binatang yang merasa tersindir.""Kamu ...."Nella tersenyum sinis. "Apa yang kalian banggakan sih? Seluruh laboratorium nggak bermasalah, cuma laboratorium kalian yang harus direnovasi. Malu-maluin saja, tapi masih berani keras kepala!""Kudengar, perbaikan keamanan kebakaran bisa makan waktu berbulan-bulan. Kasihan, kalian jadi nggak bisa pakai laboratorium dalam waktu dekat. Apa hebatnya menerbitkan makalah di Science? Nyatanya tetap nggak dianggap penting oleh fakultas. Ngapain sok hebat?"Nadine tersenyum. "Sebenarnya aku malas bicara karena takut kamu nggak sanggup menerimanya. Tapi kalau dipikir lagi, bersikap baik pada binatang buas sama saja dengan menyiksa diri sendi
Diana menyilangkan tangan sambil menatap dari atas. "Laporan apa?""Jangan pura-pura bodoh! Inspeksi pemadam kebakaran di laboratorium lain nggak ada masalah, tapi cuma laboratorium Nadine yang diberi surat perintah perbaikan. Kamu berani bilang ini nggak ada hubungannya denganmu?"Diana tersenyum tipis. "Aku sibuk. Setiap hari harus mengurus laporan dan menulis jurnal, mana ada waktu untuk ribut dengan anak-anak kecil? Tapi ... kalau ada orang lain yang nggak suka dengan mereka, itu di luar kendaliku."Bagaimanapun, dia punya banyak mahasiswa. Kalau ada satu atau dua yang tidak suka dengan kelompok Nadine, itu hal yang wajar, 'kan?"Sekarang kamu semakin berani ya? Berani bertindak tanpa memberitahuku dulu. Kamu ini masih menganggapku sebagai atasanmu atau nggak?"Diana mengerutkan kening. "Kamu memanggilku cuma untuk ini? Sekarang kamu mau membela mahasiswa Freya? Heh, ini bukan gayamu."Konan tertawa dingin. "Kamu pikir trik murahanmu itu sangat cerdas? Dasar bodoh!""Inspeksi pemad
"Saat itu kami ada di laboratorium, bukannya nggak ada orang. Mesin itu cuma nggak digunakan sementara, jadi secara otomatis masuk ke mode siaga. Kami juga akan menggunakannya lagi nanti. Siapa yang akan kurang kerjaan memutus dayanya?" jelas Mikha dengan kesal.Nadine sudah memiliki dugaan di benaknya, tetapi masih perlu memastikannya. "Ayo, kita ke laboratorium seberang."Mikha bingung. "Kenapa kita melihat mereka? Itu 'kan laboratorium dari jurusan lain, nggak ada hubungannya dengan kita ...."Darius juga merasa ada sesuatu yang aneh dan segera mengikuti Nadine. "Kalau disuruh pergi ya pergi, kenapa banyak tanya?"Mikha termangu sesaat. 'Wah, nyalinya semakin besar saja ya!'Ketiganya tiba di laboratorium seberang. Benar saja, sudut ruangan dilengkapi dengan satu set lengkap peralatan pemadam kebakaran."Ini ...." Mikha melongo. "Padahal bulan lalu belum ada!"Mereka memeriksa beberapa laboratorium lain. Hasilnya sama, semua yang sebelumnya tidak memiliki peralatan kini sudah lengka
"Ada apa?" tanya Nadine.Keduanya langsung mendongak, seperti anak kecil yang akhirnya melihat orang tua mereka setelah mendapatkan perlakuan tidak adil.Mikha langsung berlari ke arahnya, matanya sudah memerah bahkan sebelum sempat bicara. Darius menyusul di belakang, ekspresinya jelas tegang dan tangannya juga terkepal erat.Nadine langsung merasa ada sesuatu yang tidak beres. Namun, dia tetap tenang. "Apa yang terjadi? Kenapa kalian duduk di luar dan nggak masuk?""Kak Nadine ...." Mikha berusaha menahan air matanya. Meskipun matanya sudah berkaca-kaca, dia tetap bersikeras untuk tidak membiarkannya jatuh. "Kami nggak bisa masuk lagi!""Apa maksudnya nggak bisa masuk lagi?" Nadine terkejut."Kemarin, tim inspeksi kampus dan pemadam kebakaran distrik tiba-tiba datang ke laboratorium untuk melakukan pemeriksaan ...."Pemeriksaan kebakaran adalah prosedur rutin, jadi mereka berdua tidak berpikir terlalu banyak dan langsung membukakan pintu serta bekerja sama dengan baik.Siapa sangka,