Mata Clarine yang sebelumnya dipenuhi kemarahan, langsung berbinar penuh semangat. Bagus sekali! Ternyata begini! Pantas saja Nadine bisa meraih peringkat pertama dalam wawancara.Clarine buru-buru mengeluarkan ponselnya dan mengambil beberapa foto dari belakang dua orang itu. Setelah selesai, dia memeriksa foto-foto yang diambilnya. Arnold berjalan setengah langkah di belakang Nadine, tubuhnya yang tinggi dan besar tampak seperti melindungi wanita itu.Dari sudut ini, terlihat seolah-olah Arnold sedang merangkul Nadine.'Tidak sia-sia aku datang ke sini,' pikir Clarine sambil menyipitkan mata. Jangan salahkan dirinya yang kejam. Semua ini karena Nadine yang tidak tahu diri dan berani bersaing dengannya. Dia segera kembali ke mobil, mengeluarkan laptopnya, dan membuka situs resmi Universitas Brata.Hanya dalam sekejap, dia menemukan alamat e-mail pengaduan yang tercantum di halaman utama.Dia mengunggah foto-foto tersebut dan mengetikkan sebuah pesan yang panjang.[ Demi menjaga integr
Butuh waktu lama bagi Nadine untuk benar-benar memahami serangkaian komentar itu. Dengan suara serak, dia akhirnya berkata, "Aku nggak apa-apa ....""Jangan terlalu dipikirkan. Netizen tahunya cuma asal komentar. Baru dengar dari satu sisi saja langsung menyimpulkan semuanya. Kamu jangan baca komentar lagi. Aku tahu persis betapa sulitnya jalan yang kamu tempuh sampai sekarang.""Aku nggak akan biarkan kamu diperlakukan dengan nggak adil dan kakakku juga nggak akan tinggal diam. Jadi, jangan khawatir." Kata-kata Kelly membuat hati Nadine terasa lebih tenang."Terima kasih, Kelly," jawab Nadine pelan.Baru saja telepon berakhir, panggilan lain dari Arnold pun masuk."Soal yang di forum, aku sudah tahu," katanya langsung, tanpa basa-basi. "Ini jelas ada yang sengaja mengambil foto untuk membuat keributan dan memanipulasi opini publik. Kemungkinan besar ini berkaitan dengan hasil ujian pascasarjanamu."Nadine menggigit bibirnya, tetap diam.Merasakan keheningannya, Arnold lalu melanjutkan
Netizen yang jeli menyadari bahwa akun yang mengunggah video tersebut adalah akun resmi yang terkait langsung dengan pihak Universitas Brata. Secara tidak langsung, ini menjadi klarifikasi dari pihak universitas untuk mendukung Nadine.Dalam video itu, Arnold adalah pewawancara terakhir yang mengajukan pertanyaan kepada Nadine, dan ....[ Astaga! Dia pakai bahasa Inggris?! ][ Ini sama sekali bukan memberi kelonggaran, malah nambah tingkat kesulitannya. ][ Serius deh, saat deretan kata bahasa Inggris itu muncul, aku langsung bengong! ][ Baru kali ini aku lihat wawancara pascasarjana nyuruh mahasiswa menyelesaikan soal di tempat. ][ Profesor Arnold benar-benar persiapkan papan tulis. Gila, aku hampir nangis lihat itu! ][ Nggak ada yang merasa Arnold itu ganteng banget? Huaaa. ][ Jujur, dia benar-benar mengubah persepsiku tentang ilmuwan. ][ Kacamata berbingkai emas itu ... seperti menusuk hatiku. Sosok "arogan tapi menawan" yang abadi! ]Namun seperti biasa, ada juga komentar nega
"Tunggu ... aku telepon bukan untuk ngobrol.""Hm?" Nadine merasa bingung.Di seberang telepon, suara Stendy tiba-tiba menjadi serius. "Masalah di Madagar, semuanya sudah diselidiki."Nadine secara refleks duduk tegak. "Katakan.""Ada waktu? Ayo makan sama-sama, ada sesuatu yang mau kuberikan padamu," katanya.Nadine sedikit mengernyit, lalu melihat jam tangannya. Akhirnya dia setuju untuk bertemu keesokan harinya pukul tiga sore.....Keesokan harinya, di restoran."Ini dokumen yang ditemukan tim pengacaraku. Lihat dulu," ujar Stendy tanpa basa-basi begitu mereka duduk. Dia mengeluarkan amplop cokelat besar dan mendorongnya ke arah Nadine."Sejak tahun lalu, gugatan lintas negara ini sudah diproses. Selama itu, pihak hotel dipaksa untuk menyerahkan semua rekaman CCTV. Dengan tambahan informasi dari saksi mata yang ditemukan secara kebetulan, tim kami mengikuti jejak itu dan akhirnya mengungkap kebenaran."Stendy adalah orang pertama yang mengetahui hasil investigasi ini. Dia sangat pe
Eva dibawa pergi di depan banyak orang. Wajahnya tampak sangat panik. Hal pertama yang terlintas di pikirannya adalah, apakah semua yang dia lakukan di luar negeri sudah terbongkar?Namun, melihat tatapan penasaran dari kerumunan, Eva berusaha memaksakan senyuman. Dengan suara yang tenang, dia berkata, "Mungkin ada kesalahpahaman. Aku pergi untuk lihat apa yang sebenarnya terjadi."Tiga teman sekamarnya saling bertukar pandang, tidak tahu harus berbuat apa selain membiarkannya pergi."Apa yang terjadi? Aku bingung ....""Jangan-jangan ada masalah serius?""Lalu sekarang apa yang harus kita lakukan? Mau beri tahu orang tuanya nggak?""Kamu punya nomor telepon orang tuanya?"Salah satu teman sekamarnya menggelengkan kepala. Namun, dia tiba-tiba teringat sesuatu. Kebetulan dia pernah bertemu Reagan saat Reagan mengantar Eva kembali ke asrama. Saat itu, Reagan memberikan kartu namanya kepada mereka. Nomor teleponnya seharusnya ada di sana.Berbekal ingatan itu, dia bergegas kembali ke asra
"Sayang, semua yang kulakukan ini karena aku mencintaimu. Aku hanya ingin bersamamu. Tolong maafkan aku kali ini, aku janji nggak akan pernah mengulanginya lagi!"Reagan memandangnya tanpa ekspresi, bibirnya sedikit terbuka untuk mengeluarkan kata-kata dingin. "Kamu nggak sadar bahwa apa yang kamu lakukan itu sudah termasuk tindak pidana?""Jangan gunakan cinta sebagai alasan. Kamu menyakiti orang yang paling penting bagiku dan itu yang kamu sebut cinta? Pada akhirnya, semua yang kamu lakukan ini hanya untuk dirimu sendiri!""Kita putus saja. Mulai sekarang, jangan muncul lagi di hadapanku. Aku nggak mau punya hubungan apa pun lagi denganmu," ucapnya tegas.Eva mencoba meraih sudut bajunya, tetapi Reagan melemparkan tatapan yang penuh dengan peringatan. "Aku nggak akan mengulang kata-kataku. Mengingat kamu pernah menyelamatkan nyawaku, akan kubiarkan kali ini. Tapi jangan pernah berpikir keberuntungan akan selalu berpihak padamu."Setelah itu, dia berbalik dan masuk ke mobilnya tanpa m
Eva berdiri terpaku dan tubuhnya bergetar hebat. Sikap dingin Reagan seolah-olah telah menjatuhkannya ke dalam jurang. Dia sama sekali tidak menyangka bahwa pria itu akan sekejam ini. Reagan bahkan tidak memberinya sedikit pun kesempatan untuk memperbaiki keadaan.Eva tidak bisa menerima semua ini!"Sayang, aku tahu aku salah, tapi anak ini nggak bersalah! Lihat, ini hasil USG-nya. Anak kita sudah punya detak jantung. Kamu benar-benar tega membiarkannya lahir tanpa ayah?"Tatapan Reagan turun ke tangan Eva yang gemetaran sambil memegang hasil USG itu. Gambarnya terlalu kabur untuk menunjukkan apa pun. Dia tersenyum dingin, lalu mengangkat bahunya dengan sikap tak acuh."Itulah kenapa aku memintamu menggugurkannya. Daripada lahir tanpa ayah, lebih baik dia nggak pernah dilahirkan sejak awal."Lagi pula, dia sama sekali tidak mengakui bahwa itu adalah anaknya. Setelah berkata demikian, Reagan berbalik dan naik ke lantai atas, bahkan tidak ingin mendengar lebih lanjut.Eva menatap punggun
Namun kini ... semua itu tidak lagi berarti apa-apa. Perasaan yang datang terlambat tidaklah berharga.Ekspresi Nadine tetap datar setelah mendengar semua yang dikatakan Reagan. Tangannya yang memegang gagang pintu tetap erat, menunjukkan sikap waspada. Dengan nada tegas dan pelan, dia berkata, "Maaf, aku menolak."Tidak ada maaf, tidak ada kesempatan kedua.Reagan terlihat jelas mulai kehilangan kendali atas emosinya. "Kenapa? Jelaskan padaku, kenapa?! Dulu kamu menolak karena Eva. Sekarang aku sudah putus dengannya, kenapa kamu tetap nggak mau?!"Dia merasa sudah berkompromi banyak sekali, tetapi kenapa Nadine masih tidak bisa menerima? Apa lagi yang dia inginkan?Berbeda dengan kemarahan Reagan, Nadine tetap tenang. "Dulu, duniaku hanya berputar di sekitarmu. Bagiku, kamu adalah segalanya." Demi dia, Nadine bahkan rela meninggalkan impian untuk melanjutkan studi pascasarjana.Ketika cinta mereka masih hangat dan indah, Reagan adalah seluruh dunianya. Pria yang ingin dia percayakan u
Di tengah jalan, Darius ingin membantu, tetapi ditolak."Kamu meremehkanku?" Mikha mendelik.Melihat Mikha bersikeras, ditambah lagi tangannya sendiri sudah membawa dua kantong besar, Darius akhirnya menyerah.Hanya saja, dia tidak menyangka setelah sampai di lantai 7, Mikha berkeringat deras seperti orang yang berjemur di musim panas.Sebaliknya, Darius tetap tenang. Wajahnya tetap normal, napasnya stabil, hanya detak jantungnya yang sedikit lebih cepat dari biasanya.Nadine membuka pintu. Dia sudah menyiapkan sandal untuk mereka berdua.Dokter bilang, meskipun kaki yang cedera sudah tidak bengkak lagi dan secara teori sudah bisa digunakan untuk berjalan, demi keamanan, sebaiknya jangan bergerak terlalu banyak dulu.Jadi, begitu pintu terbuka, Darius dan Mikha melihatnya melompat dengan satu kaki. Setelah berdiri dengan stabil, dia baru menurunkan kaki yang cedera, tetapi tetap tidak berani menapakkan terlalu kuat."Aduh! Kak Nadine! Pelan-pelan dong!" Mikha segera maju untuk menopang
"Bagaimana keadaan kakimu?" Arnold baru saja kembali dari laboratorium dan melihat ada kotak paket yang sudah dibuka di depan pintu. Dia langsung tahu bahwa Nadine sudah keluar dari rumah sakit."Dokter bilang nggak ada masalah serius, cuma perlu oleskan obat secara rutin dan periksa kembali seminggu kemudian." Karena teringat sesuatu, Nadine menunduk. "Hari itu ... kalau bukan karena kamu dan Stendy, mungkin aku nggak bisa bertahan selama itu ...."Terutama karena dia sempat mengalami demam. Dia juga mendengar bahwa obat penurun panas yang diminumnya diberikan oleh Arnold.Meskipun pada tengah malam, kesadarannya sempat menurun karena demamnya yang tinggi, dia masih bisa merasakan kehadiran mereka.Dia tahu Arnold memindahkannya ke belakang pilar untuk menghindari angin, juga tahu bahwa dia dan Stendy melingkari tubuhnya untuk memberi kehangatan, bahkan terus-menerus menggunakan alkohol dan kain kasa untuk menurunkan suhu tubuhnya ....Semua itu, Nadine ingat.Termasuk setelah tiba di
Saat ini, Natasha dan Phoebe kembali dari kamar mandi.Kelly buru-buru menepis tangan Teddy, sementara Teddy segera kembali ke tempat duduknya.Phoebe merasakan ada sesuatu yang aneh, jadi bertanya dengan hati-hati, "Kalian ... baik-baik saja?"Teddy diam, menatap lurus ke arah Kelly. Dia menunggu jawaban dari Kelly.Kelly menarik napas dalam-dalam, lalu tersenyum, "Kami baik-baik saja kok."Dari sekadar rekan kerja yang kebetulan tidur bersama, kini mereka menjadi pasangan dalam hubungan terbuka.....Kelly tersadar dari lamunannya. Dia mendorong Teddy yang terus mendekatinya. "Masih belum puas? Cepat nyetir!""Cium lagi dong! Aku belum puas ...."Kelly memutar bola matanya dengan kesal. "Teddy, kamu lebih lengket dari Papu, tahu nggak?"Papu adalah kuda poni dari luar negeri yang Kelly pelihara di peternakan kudanya. Kuda itu sangat ramah, terutama kepada pemiliknya.Setiap kali Kelly datang menemuinya, Papu pasti akan manja dan terus menempel padanya.Teddy pernah ikut melihat sekal
"Sebenarnya, akhir-akhir ini ibuku sering tanya tentangmu," ucap Teddy tiba-tiba."Tanya soal apa?" Kelly tetap menghormati Phoebe.Bagaimanapun, wanita itu langsung memberinya gelang giok berkualitas tinggi saat pertama kali bertemu. Oh ya, gelang itu belum dikembalikan ...."Ibuku tanya kenapa kamu nggak pernah main ke rumah lagi. Dia juga tanya apa aku membuatmu marah.""Terus, kamu jawab apa?""Ehem! Aku bilang ... aku nggak sengaja membuatmu hamil.""Apa?" Kelly langsung syok.Teddy terkekeh-kekeh. "Santai, aku cuma bercanda."Dasar gila!"Aku bilang, kamu sibuk kerja dan mengabaikanku. Terus, aku marah dan buat keributan, sampai akhirnya kamu kesal."Ternyata Teddy ini tahu diri juga, tahu harus mengalihkan kesalahan ke dirinya sendiri. Sudut bibir Kelly sedikit naik.Melihat mood-nya membaik, Teddy buru-buru menawarkan, "Gimana kalau kita lanjut kerja sama? Dengar dulu analisisku .... Pertama, kalau ibu kita tahu kita sudah putus, bisa dipastikan kita bakal kena ceramah, 'kan?"
Tangan nakalnya langsung menyelinap ke bawah sweter Kelly, dengan cekatan membuka kancing di punggungnya."Kelly ... Kelly ...." Sambil mencium, Teddy juga memanggil namanya dengan penuh gairah. Suaranya lembut, tetapi gerakannya ganas, seolah-olah ingin melahap Kelly.Kelly mengerahkan sedikit tenaga untuk mendorongnya menjauh. Pipinya merona, napasnya sedikit tersengal. "Siang bolong begini, kamu mau melakukan hal mesum? Minggir."Teddy tampak tidak puas. "Biarin aku cium sebentar lagi ...." Sambil berbicara, dia kembali mendekat. "Dua hari ini kamu sibuk jagain Nadine di rumah sakit, aku kangen sekali tahu!""Kangen aku?" Kelly meliriknya dengan ekspresi pasrah. Dia tahu betul seperti apa Teddy ini. "Lebih baik tutup mulutmu.""Hehe, benar sekali. Aku kangen tidur denganmu, kenapa memangnya?" Teddy pun merentangkan lengannya, memeluknya erat, seperti koala yang malas.Kelly sudah terbiasa dengan tingkah tidak tahu malunya ini. Dengan tenang, dia berkata, "Kamu ini Teddy yang dikelil
"Ka ... kalian berdua ngapain?" Teddy berdiri terpaku di tempat dengan ember di tangannya. Matanya melebar seperti orang bodoh.Kelly dan Nadine serentak menoleh ke arahnya."Kenapa lama banget? Suruh beli ember doang, malah pergi satu jam." Sambil bicara, Kelly merebut ember dari tangannya. Saat menoleh ke Nadine lagi, senyuman kembali muncul di wajahnya. "Aku sudah siapin air hangat. Nanti aku bantu lap badanmu supaya kamu merasa lebih nyaman.""Terima kasih, Kelly. Kamu baik banget.""Kalau begitu, lain kali jangan menghindar. Kasih aku cium kamu ....""Nggak bisa. Aku tiduran seharian. Muka belum cuci, rambut belum sisir, mana bisa terima ciuman dari dewi?""Nggak masalah, aku nggak keberatan kok."Sementara itu, Teddy yang embernya direbut masih tertegun di tempat. Apa-apaan ini?"Hah? Logo ini ...." Kelly menatap ember itu beberapa saat seperti melihat hantu. "Jangan bilang kamu beli ini di toko Hermes?""Iya!" Teddy mengangkat dagu sedikit dan mendengus ringan. "Gimana? Seleraku
Kode sandi untuk membuka ponsel dan melakukan pembayaran ....Arnold menjawab tanpa menoleh sama sekali. Nada bicaranya juga sama menyebalkannya dengan sosok punggungnya. "Dia yang kasih tahu aku."Stendy dan Reagan pun tidak bisa berkata-kata.....Saat Nadine terbangun, langit di luar jendela sudah terang. Tidak ada sinar matahari, tapi juga tidak sedang hujan. Angin musim dingin bertiup kencang menerpa ranting pohon yang gersang. Tidak ada sehelai pun daun yang tersisa di dahannya.Nadine duduk perlahan. Aroma khas disinfektan rumah sakit langsung menusuk hidung dan membuatnya refleks mengusap pelipis dan hidung.Saat melirik ke arah pergelangan kakinya yang cedera, Nadine mendapati kakinya sudah dibalut rapi. Dia tak bisa melihat jelas kondisinya, tapi tetap mencoba menggerakkannya sedikit.Untung saja .... Meski masih terasa nyeri, kakinya sudah jauh lebih baik dari sebelumnya.Saat itulah Kelly masuk ke kamar sambil membawa termos berisi air hangat. Begitu melihat Nadine sudah du
Clarine menatap kesal ke arah mobil kakaknya yang melaju mengejar ambulans yang membawa Nadine. Dia sampai mengentakkan kakinya karena kesal. Padahal, dia adik kandung Reagan! Padahal mereka searah, tapi Reagan malah tidak mau membawanya ....Lagi-lagi ... semua ini karena Nadine. Clarine merasa, dia dan Nadine sepertinya memang ditakdirkan saling bertentangan sejak awal!....Rumah Sakit Pusat – Instalasi Gawat Darurat.Setelah menanyakan kondisi pasien, dokter segera menginstruksikan pemeriksaan menyeluruh untuk Nadine.Saat Stendy menyampaikan informasinya, Arnold yang berdiri di samping langsung menambahkan dengan detail. Dari berapa suhu tubuh Nadine, kapan demamnya mulai mereda, pukul berapa dia mulai berkeringat, dan seterusnya ....Sampai-sampai sang dokter sempat melirik Arnold dengan takjub. Setelah pemeriksaan selesai, Nadine dipindahkan ke ruang rawat. Dalam perjalanan, dia sempat siuman sebentar.Arnold langsung mendekat. "Nadine, kamu bisa dengar aku?"Gadis itu menganggu
Mikha dan Darius juga segera ikut membantu. Tak lama kemudian, ambulans pun tiba.Begitu perawat dan dokter memastikan siapa pasiennya, mereka langsung melakukan pemeriksaan awal. Setelah kondisi Nadine dipastikan stabil untuk dipindahkan, mereka dibantu oleh Arnold dan Stendy untuk mengangkat tubuhnya ke atas tandu dan mendorongnya masuk ke dalam mobil.Perawat yang ikut serta bertanya, "Ada keluarga pasien? Cepat naik!""Aku!""Aku bisa!""Aku!"Ketiga suara terdengar bersamaan.Perawat mengernyit. "Dua orang saja cukup. Sisanya silakan ke rumah sakit pakai kendaraan sendiri." Dia menunjuk ke arah Arnold dan Stendy. Lagi pula, dari tadi mereka yang tampak paling sigap. Wajah mereka sama-sama lelah, penuh kekhawatiran, tapi tidak tampak dibuat-buat.Sedangkan pria satu lagi yang tertinggal ....Sebelum menutup pintu, perawat melirik sekilas ke arah Reagan. Pria itu masih bau alkohol, wajahnya kusut tak karuan, matanya seperti bisa membunuh orang kapan saja.Lupakan saja.Karena tidak