Memang Alan terlihat berlebihan pada putri nya itu tapi mau bagaimana lagi, memang seperti itulah sikapnya.
Di satu sisi Angga menajamkan matanya saat Raya tersenyum pada handphonenya.
'Alah dari pada merhatiin pasien gila mending lanjut beres-beres.' dia memalingkan wajahnya.
'Gimana cara pulangnya?'
Raya mendekat kearah Angga, detik berikutnya dia terdiam membeku.
"Saya tidak akan berfoto dengan orang yang jelek," bisik Raya tepat di telinga Angga detik berikutnya bahunya terasa berat dan sebuah handphone berada di depannya.
Raya tersenyum manis di samping wajah Angga, mereka sangat dekat sampai-sampai mereka satu sama lain bisa menghirup aroma masing-masing. Kepalanya dia sender kan pada kepala Angga. Yang membuat mereka terlihat seperti sepasang kekasih.
Setelah mengambil foto tersebut, Raya menjauh dan mengucapkan terima kasih selanjutnya dia pergi dari rungan.
Angga masih terdiam membeku.
"Cewek gila bisa-bisanya buat gue baper," ucapnya setelah bayangan Raya menghilang..
.
.
"Aku gak tau pulangnya gimana ..." runtuk Raya berhenti di tengah jalan dan berjongkok. Tidak tau apa yang harus di lakukannya saat ini.
Berlari seperti tengah di kejar setan. Seorang Raya tak peduli jika dirinya menabrak seseorang yang penting dia harus menemui dokter gigi tadi.
***
"Dokter ...." panggilnya langsung menghampiri Angga.
"Hmm?" jawabnya dengan deheman singkat saja.
"Dokter di tunggu di kantin oleh dokter Nanda," ujar salah satu dokter perempuan disana.
"Oke." Angga menjawab singkat lalu mengiring kakinya menuju ke kantin, jika tidak lupa dirinya sudah berjanji untuk makan siang dengan dokter yang disebut Nanda tersebut.
***
"Yahh, si dokter mau kemana tuh?" tanya Raya dengan raut kecewa, cape-cape dia berlari tapi orang yang dicari ya malah menjauh dengan perempuan lain.
Dengan kekuatan yang tersisa dia kembali menyusulnya pergi ke kantin. Dirinya ingin meminta bantuan. Tidak salahkan dirinya sebagai pasien meminta bantuan?
Raya jalan di belakang Angga sedikit menjaga jarak, sempat terdengar jika Angga akan makan siang di kantin bersama seorang dokter bernama Nanda.
"Secantik apa sih si dokter itu? Sampe si dokter mau aja di ajak makan."
"Isshh, misalnya kalo mereka pacaran gimana? Terus Aku pulang gimana??"
Angga sudah memasuki area kantin, kantin tersebut sepertinya khusus untuk para tenaga medis saja, buktinya hanya orang-orang berpakaian putih dan seragam suster saja.
Aduhh ... Bisa-bisa Raya malu sendiri nih.
Tapi! Demi bisa pulang dirinya akan nekat!!
"Saayaaaaang ...." panggilnya detik berikutnya tubuh Angga menengang kala mendapatkan serangan tiba-tiba dengan sebuah pelukan erat dari seorang perempuan berambut panjang hitam yang memiliki aroma? Sepertinya aroma ini--Angga menghirupnya beberapa saat yang lalu.
Semua warga kantin terkejut dengan perlakuan Raya pada Angga, seumur-umur Langga bekerja di rumah sakit ini. Kali pertama Angga memperlihatkan hal yang berbau private. Cewek? Semua dokter disana menganggap Langga tak memiliki cewek karena pekerjaannya itu yang sering 'sibuk'
"Dokter, maaf sebelumnya tapi saya butuh bantuan dokter ... Plisss ...." bisik Aya masih memeluk tubuh Langga.
Tersenyum canggung, Angga membalas pelukan tersebut dengan mengelus punggung Raya yang langsung mendapat reaksi bangkitnya bulu kuduknya.
"Ya ampun Dokter Angga ceweknya kasian ya kesepian makanya nyusul ke sini."
"Pacar dari semasa sma ya dok?"
"Kenalin dong dok?"
Berbagai tanggapan mengenai hal itu. Angga mengaguk saja dan berucap izin untuk pamit undur diri.
"Saya permisi dulu, pasie--eh?--pa--pacar saya lagi ada perlu," ucap Angga sedikit lagi terkeceletot menyebutnya pasien.
"Si Dokter grogi sampe kaya gagu gitu--" timpal seseorang yang langsung membuat semua orang tertawa lepas.
***
"Maksudnya apa maen peluk sambil ngomong 'sayang'?" tanya Angga sarkas dengan sorot mata datar.
Sedangkan yang di tatap dia malah cengengesan di tempat.
"Ehehe? Terus apa maksudnya 'pacar saya' aduhhh ... gak nyangka saya punya pacar seorang dokter ..." jawab Raya hehohhh..
"Padahal semalem saya gak mimpi aneh, sa--" ucapan Raya terpotong kala Angga mendekatkan wajahnya pada Raya.
"Langsung aja ke intinya, kamu butuh bantuan apa dari saya?" tanya Angga menjauhkan wajahnya dan melepaskan lengannya yang berada di bahu Raya.
Dan menjaga sejauh 5 langkah.
"Emm--em, minta anterin pulang kerumah, saya gak berani naek ojol," cicit Raya hampir saja tidak di dengar oleh Angga untungnya dia memiliki pendengaran yang sangat baik.
"Bisa, tapi--bisanya nanti sore. Sekitar jam 4 sore kamu mau nungguinnya?"
Raya menganguk saja, dirinya tidak tau harus ngapain.
Sepertinya Angga tidak bisa mengontrol dirinya sendiri, buktinya kini dia mendekat kearah Raya dan meletakkan lengannya di bahu Raya, detik berikutnya angga menarik lengannya agar Raya lebih merapatkan tubuh mereka.
"Dokter ..." ujar Raya pelan, merasa aneh dengan perlakuan dokter satu ini.
Memasang wajah coolnya, Angga tak menanggapi ucapanya, dia malah menatap jalan di depan.
Tersenyum dengan semburat merah di wajahnya,
"Dokter kayanya naksir sama saya ya? Yaudah deh kita pacaran beneran aja mau gak? Soalnya saya terlanjur baper nih … dokter harus tanggung jawab," ucap Raya tidak ada rasa malu sama sekali bahkan.
Beberapa pasang mata yang menyaksikan ke uwu an mereka merasa iri, Dokter terganteng no satu di rumah sakit tersebut kini sedang bermesraan dengan seorang perempuan.
Bisik-bisik mulai terdengar di pendengaran Angga, jika tau akan seperti ini Angga tidak akan memeluk bahu Raya.
Angga tak habis pikir, dengan cewek satu ini. Bikin dia hamil?! Bisa-bisanya sewaktu pulang ke rumah lehernya di gorok habis oleh kedua orang tuanya. "Gilaa!!" seru Angga melotot sambil melepaskan tautan lengannya dan pergi meninggalkan Raya sendiri "RAYA HARFIAf!!" teriak seseorang dari arah belakang sontak saja dia menengok karena repleks. "Aduhh, oon kenapa aku malah nengok, kan ketauan ..." runtuk Raya sepertinya ada orang yang hapal jika dirinya seorang Raya model yang tengah naek daun, dan terkenal itu. "Eh? Kesempatan kak pengen foto bareng dong." "Kak buka maskernya." "Ini beneran kak Raya kan? Aduhhh kenapa bisa ada di rumah sakit ini?" "Kak minta tanda tanggan." "Pacar gue ini kesempatan pengen meluk ahh.." "Kak pengen megang tangan boleh?" "Kak jadi pacar gue kau gak?" Beberapa kelimat yang dap
Tidak melakukan kontak fisik baik itu pelukan, pegangan tangan bahkan ciuman Angga sangat menjaga batasan dengan seorang yang namanya 'Wanita' bahkan saat berpacaran saja Angga selalu menolak ketika si mantan mengajak kontak fisik. Etss ... Jangan salah paham dulu, Angga melakukan itu hanya untuk menepati janjinya saja untuk mengantarkan Raya pulang. "Dokter kira-kira kita bakal ketauan gak?" tanya Raya mengangkat wajahnya menatapnya Salah-satu cara agar terlewat dari orang-orang Kepo adalah, menyamar selayaknya sepasang kekasih dan membelah kerumunan di lobi rumah sakit tersebut. Sedangkan Raya memakai jaket yang ia pinjam dari salah satu rekan Angga. Berjalan bersama terlihat sangat romantis, dengan saling dekap. Terlihat seperti sepasang kekasih sungguhan. Dengan perasaan tak karuan Raya berharap cemas semoga tidak dikenali oleh orang-orang tersebut. Penampilan Angga 180° berbeda biasanya dia selalu me
06 : Ada Apa dengan Relaya? Lengan Aya gemetar hebat. Namun, detik berikutnya lengan yang berukuran lebih besar darinya melingkup lengan gemetar Aya. Seketika Aya membuka kedua matanya dan langsung bertabrakan langsung dengan manik coklat di depannya. Nama panggilannya ganti jadi Aya ya? Sengaja Angga berhenti terlebih dahulu. Aya sendiri tidak menyadarinya. "Kamu kenapa??" tanya Angga dengan tubuh yang sudah turun untuk melihat keadaan Aya. Aya terdiam, keringat dingin di wajahnya terlihat banyak, tanpa basa-basi Angga menghapusnya dengan lengannya tanpa ada rasa jijik sedikitpun. Hangat, satu kata yang menggambarkan diri Langga. Walaupun terlihat cuek dan tidak peduli. Tapi nyatanya Angga bisa bersikap seperti ini yang membuat Aya senang sekaligus baper? "Say--saya takutt ..." cicit Aya menunduk. Tapi detik berikutnya wajahnya terasa terangkat kala dagunnya kini berada di atas bahu seseorang ya
*** "Selamat pagi semuanya!!" seru Aya bersemangat berjalan kearah meja makan tempat berkumpul keluarganya. Ada Rere, Alif, dan juga Thea. Biasa anggota keluarga tercintanya. Alan dan Wiana mengehembuskan nafasnya lega, mereka kira Aya akan tetap murung seperti kemarin sore. Bahkan saat makan malam pun Aya hanya diam tidak ikut dalam pembicaraan. "Pagi sayang!" "Pagi Kak." "Pagiii ..." Jawab berbarengan ketiganya. Menggeser kursi yang akan dia tempati. Aya melihat semua hidangan makanan tersebut dengan berbinar. "Aya? Kamu kemarin baik-baik aja kan? Gak di apa-apain sama tukang ojek kemarin kan?" tanya Alan beruntunan. Setelah mendengar cerita Wiana. Saat melihat Aya turun dari sebuah motor. Setau dia sudah 5 tahun lamanya Aya putrinya itu tidak pernah lagi naik kendaraan tersebut karena insident 'itu'. "Aku baik-baik aja ko Pah, tenang aj
01 : Sakitnya Sakit Gigi "Saya mulai sekarang!" "Eh? Saya belum siap dok!" "Terus kapan siap nya? Saya sudah menunggu lama jika seperti ini terus saya akan memaksanya." "Jangan di paksa, pasti rasanya sakit ... saya mohon tunggu sampai saya siap lahir maupun batin, karena ini menyangkut karier saya juga kedepanya," "Karier matamu, ayo cepat buka!" "Enggak, enggak saya gak mau." "Ayo cepat buka saya sudah tak punya waktu lagi untuk menghadapi sikap kekanak-kanaka
"Nething terooss ... Ia da aku teh ibu sambung yang gak peduli sama anak sambungnya, masa ia aku bawa dia ke salon. Aku udah bawa dia ke rumah sakit tapi--ahh kamu tanya aja sama dia, sekalian anter aja tuh anak kamu yang keras kepala itu, aku capek mau istirahat aja, " cerocos wiana sambil melengang pergi. "Na! Eh? Ko kamu marah sih? Lagian sikap keras kepalanya itu turunan dari kamu," ucap Alan ingin menghentikan langkah istrinya tapi Raya malah merenggek ingin segera ke rumah sakit. "Pah, papah anter aku, aku takut ...." "Ia, ia Papah antar tapi nanti cerita gimana ceritanya kan tadi kamu kerumah sakit ko gak di cabut sih?" &
*** "Selamat pagi semuanya!!" seru Aya bersemangat berjalan kearah meja makan tempat berkumpul keluarganya. Ada Rere, Alif, dan juga Thea. Biasa anggota keluarga tercintanya. Alan dan Wiana mengehembuskan nafasnya lega, mereka kira Aya akan tetap murung seperti kemarin sore. Bahkan saat makan malam pun Aya hanya diam tidak ikut dalam pembicaraan. "Pagi sayang!" "Pagi Kak." "Pagiii ..." Jawab berbarengan ketiganya. Menggeser kursi yang akan dia tempati. Aya melihat semua hidangan makanan tersebut dengan berbinar. "Aya? Kamu kemarin baik-baik aja kan? Gak di apa-apain sama tukang ojek kemarin kan?" tanya Alan beruntunan. Setelah mendengar cerita Wiana. Saat melihat Aya turun dari sebuah motor. Setau dia sudah 5 tahun lamanya Aya putrinya itu tidak pernah lagi naik kendaraan tersebut karena insident 'itu'. "Aku baik-baik aja ko Pah, tenang aj
06 : Ada Apa dengan Relaya? Lengan Aya gemetar hebat. Namun, detik berikutnya lengan yang berukuran lebih besar darinya melingkup lengan gemetar Aya. Seketika Aya membuka kedua matanya dan langsung bertabrakan langsung dengan manik coklat di depannya. Nama panggilannya ganti jadi Aya ya? Sengaja Angga berhenti terlebih dahulu. Aya sendiri tidak menyadarinya. "Kamu kenapa??" tanya Angga dengan tubuh yang sudah turun untuk melihat keadaan Aya. Aya terdiam, keringat dingin di wajahnya terlihat banyak, tanpa basa-basi Angga menghapusnya dengan lengannya tanpa ada rasa jijik sedikitpun. Hangat, satu kata yang menggambarkan diri Langga. Walaupun terlihat cuek dan tidak peduli. Tapi nyatanya Angga bisa bersikap seperti ini yang membuat Aya senang sekaligus baper? "Say--saya takutt ..." cicit Aya menunduk. Tapi detik berikutnya wajahnya terasa terangkat kala dagunnya kini berada di atas bahu seseorang ya
Tidak melakukan kontak fisik baik itu pelukan, pegangan tangan bahkan ciuman Angga sangat menjaga batasan dengan seorang yang namanya 'Wanita' bahkan saat berpacaran saja Angga selalu menolak ketika si mantan mengajak kontak fisik. Etss ... Jangan salah paham dulu, Angga melakukan itu hanya untuk menepati janjinya saja untuk mengantarkan Raya pulang. "Dokter kira-kira kita bakal ketauan gak?" tanya Raya mengangkat wajahnya menatapnya Salah-satu cara agar terlewat dari orang-orang Kepo adalah, menyamar selayaknya sepasang kekasih dan membelah kerumunan di lobi rumah sakit tersebut. Sedangkan Raya memakai jaket yang ia pinjam dari salah satu rekan Angga. Berjalan bersama terlihat sangat romantis, dengan saling dekap. Terlihat seperti sepasang kekasih sungguhan. Dengan perasaan tak karuan Raya berharap cemas semoga tidak dikenali oleh orang-orang tersebut. Penampilan Angga 180° berbeda biasanya dia selalu me
Angga tak habis pikir, dengan cewek satu ini. Bikin dia hamil?! Bisa-bisanya sewaktu pulang ke rumah lehernya di gorok habis oleh kedua orang tuanya. "Gilaa!!" seru Angga melotot sambil melepaskan tautan lengannya dan pergi meninggalkan Raya sendiri "RAYA HARFIAf!!" teriak seseorang dari arah belakang sontak saja dia menengok karena repleks. "Aduhh, oon kenapa aku malah nengok, kan ketauan ..." runtuk Raya sepertinya ada orang yang hapal jika dirinya seorang Raya model yang tengah naek daun, dan terkenal itu. "Eh? Kesempatan kak pengen foto bareng dong." "Kak buka maskernya." "Ini beneran kak Raya kan? Aduhhh kenapa bisa ada di rumah sakit ini?" "Kak minta tanda tanggan." "Pacar gue ini kesempatan pengen meluk ahh.." "Kak pengen megang tangan boleh?" "Kak jadi pacar gue kau gak?" Beberapa kelimat yang dap
Memang Alan terlihat berlebihan pada putri nya itu tapi mau bagaimana lagi, memang seperti itulah sikapnya. Di satu sisi Angga menajamkan matanya saat Raya tersenyum pada handphonenya. 'Alah dari pada merhatiin pasien gila mending lanjut beres-beres.' dia memalingkan wajahnya. 'Gimana cara pulangnya?' Raya mendekat kearah Angga, detik berikutnya dia terdiam membeku. "Saya tidak akan berfoto dengan orang yang jelek," bisik Raya tepat di telinga Angga detik berikutnya bahunya terasa berat dan sebuah handphone berada di depannya.
"Nething terooss ... Ia da aku teh ibu sambung yang gak peduli sama anak sambungnya, masa ia aku bawa dia ke salon. Aku udah bawa dia ke rumah sakit tapi--ahh kamu tanya aja sama dia, sekalian anter aja tuh anak kamu yang keras kepala itu, aku capek mau istirahat aja, " cerocos wiana sambil melengang pergi. "Na! Eh? Ko kamu marah sih? Lagian sikap keras kepalanya itu turunan dari kamu," ucap Alan ingin menghentikan langkah istrinya tapi Raya malah merenggek ingin segera ke rumah sakit. "Pah, papah anter aku, aku takut ...." "Ia, ia Papah antar tapi nanti cerita gimana ceritanya kan tadi kamu kerumah sakit ko gak di cabut sih?" &
01 : Sakitnya Sakit Gigi "Saya mulai sekarang!" "Eh? Saya belum siap dok!" "Terus kapan siap nya? Saya sudah menunggu lama jika seperti ini terus saya akan memaksanya." "Jangan di paksa, pasti rasanya sakit ... saya mohon tunggu sampai saya siap lahir maupun batin, karena ini menyangkut karier saya juga kedepanya," "Karier matamu, ayo cepat buka!" "Enggak, enggak saya gak mau." "Ayo cepat buka saya sudah tak punya waktu lagi untuk menghadapi sikap kekanak-kanaka