Tidak melakukan kontak fisik baik itu pelukan, pegangan tangan bahkan ciuman Angga sangat menjaga batasan dengan seorang yang namanya 'Wanita' bahkan saat berpacaran saja Angga selalu menolak ketika si mantan mengajak kontak fisik.
Etss ... Jangan salah paham dulu, Angga melakukan itu hanya untuk menepati janjinya saja untuk mengantarkan Raya pulang.
"Dokter kira-kira kita bakal ketauan gak?" tanya Raya mengangkat wajahnya menatapnya
Salah-satu cara agar terlewat dari orang-orang Kepo adalah, menyamar selayaknya sepasang kekasih dan membelah kerumunan di lobi rumah sakit tersebut.
Sedangkan Raya memakai jaket yang ia pinjam dari salah satu rekan Angga. Berjalan bersama terlihat sangat romantis, dengan saling dekap. Terlihat seperti sepasang kekasih sungguhan. Dengan perasaan tak karuan Raya berharap cemas semoga tidak dikenali oleh orang-orang tersebut.
Penampilan Angga 180° berbeda biasanya dia selalu memakai pakaian yang rapi tapi kini terlihat jiwa bad-nya keluar. Dengan begitu baik Angga maupun Raya tidak dapat di curigai.
Membetulkan topi hitam yang di kenakan Raya saat ini, Angga menurunkan sedikit topi tersebut menyembunyikan wajahnya, ya walaupun memakai masker bisa jadi kan? Namanya fans pasti hafal betul bagaimana bentukan dari sang idola.
"Gak bakal, saya jamin itu." Angga menjawabnya dengan percaya. Melirik ke belakang melihat betapa banyaknya orang yang sedang berkumpul disana.
Mempercepat langkahnya akhirnya sampai juga di tempat tujuan, yaitu tempat parkir khusus untuk tenaga kerja.
"Kita aman." Angga membuka masker yang dia pakai menggunakan lengan kiri karena lengan kanannya dia gunakan untuk memeluk bahu Raya.
"Bener aman?" tanyanya memastikan.
"Ia amann," jawab Angga yakin
Sedangkan Raya, seperti mendapatkan keberuntungan. Raya sangat senang dalam benaknya. Kemungkinan besar Raya pernah merasakan pelukan dari lelaki luaran sana yang sama-sama berpropesi model.
Tidak ada rasa nyaman sedikitpun yang ada hanya rasa risi dan tak nyaman yang dia dapat. Namun, berbeda dengan pelukan Angga. Dia tidak mengerti dengan perasaannya sendiri.
"Yaudah, terus mobil dokter mana?" tanyanya membuyarkan lamunan Angga. Yang entah sedang memikirkan apa. Yang pasti lamunan itu bersumber dari Raya.
"Hah? Mobil? Saya pake motor. Kamu gak keberatan kan?" tanya Angga melepaskan dekapanya terlihat sangat tak rela."Hah?? Itu beneran motor dokter??" Tanya Raya tidak menyangka.
"Heum ...."
***
"Dokter kapan-kapan ajak saya jalan-jalan lagi ya, seruuu!" teriak Raya sambil merentangkan kedua lengannya keatas. Sesekali dia mengeluarkan tawaan lepas, hal tersebut membuat Angga mendengus di tempat.
"Saya sibuk!" jawab Angga jutek, bagaimana bisa Angga mengajaknya lagi.
Diakan seorang dokter dan pasti dirinya tidak memiliki luang waktu hanya untuk mengajak Raya naik motor.
Wajah cerah Raya mendadak berubah suram setelah mendengar jawaban ketus Langga.
"Kenapa?" tanya Raya menurunkan lengannya kebawah dan membawanya kedepan untuk memeluk perut Angga, dan menyenderkan wajahnya pada punggung tegap milik Angga.
Tegang seketika, Angga merasakan ada sepasang lengan melilit di perutnya. Merasakan aura berbeda dari Raya, Buru-buru Angga mempercepat motornya. Soal alamat rumah, tenang dia sudah bertanya tadi.
Raya merasa sedih, dirinya ingin kembali merasakan angin sore seperti ini. Tidak hanya itu, sebenarnya saat ini Aya sedang melawan rasa trauma yang dia derita sejak dulu. Di balik sikapnya yang bar-bar Aya memiliki masa lalu yang cukup gelap.
Mengehembuskan nafasnya pelan, entah mengapa tiba-tiba kilatan memory masa lalu Aya berputar di kepala Aya. Sangat gelap dan menyeramkan bagi seorang Aya yang pada saat itu tengah duduk di meja sekolah SMA.
Mata Aya tertutup rapat, keringat dingin bercucuran di wajah Aya saat ini, lengannya gemetar dan mengait kuat pada kemeja Langga, nafas Aya mulai terengah-engah bahkan sulit untuk sekedar menarik nafasnya.
Kilatan memory tersebut sangat dia benci kenapa harus muncul saat ini? Aya ketakutan! Siapapun tolong dia!
Wajah pucat. Angga bingung dengan keadaan Aya, pasalnya tadi bukanya baik-baik saja, tapi kini kenapa pucat dengan kedua matanya yang terlihat tertutup paksa.
***
"Na? Aya udah pulang kan dari rumah sakitnya?" tanya Alan di sebrang sana khawatir pasalnya Rindu, selalu manager anaknya tadi menelponya jika ada beberapa foto yang menunjukkan Raya sedang dirumah sakit dan saling kerumunan.
Wiana yang sedang memasak pun menghentikan kerjaannya, berjalan keruang tengah dia memastikan jika anaknya sudah ada. Tapi? belum melihat anaknya pulang.
"Thea kamu liat kaka kamu gak?" tanya Wiana pada anak keduanya yang kini tengah rebahan santuy sambil menikmati tontonan di televisi yang tengah menayangkan berita tentang kakaknya.
"Gak, Thea dari tadi disini gak liat kaka, emang kaka kemana?" tanya balik Thea.
Wiana menghiraukan pertanyaan Thea.
"Raya belum pulang. Aku kira sama kamu sekarang. Terus dia kemana?" tanya Wiana khawatir.
Alan memijat keningnya pelan. Ini salahnya kenapa dirinya tidak menjemput anaknya dirumah sakit tadi.
"Sekarang aku di kantor, kata Irshad ada metting dadakan jadinya aku suruh Aya pulang sendiri." jawab Alan jujur pada istrinya.
"Gila kamu ya!!" sembur Wiana marah. Pasalnya dia tau bagaimana keadaan Raya jika di luar sana.
"Maaf ..." Wiana mematikan telpon tersebut dan berjalan tergesa kedepan rumah mendengar suara kenalpot motor berisik mengema di luar. Wiana khawatir sangat-sangat khawatir karena Wiana tau jika Raya adalah perempuan yang pelupa dan juga Raya adalah publik figure jadi seharusnya dia harus dijaga ketat tapi sekarang Raya sedang berkelana bebas di luar sana.
Suara motor tersebut masih menyala dengan langkah cepat Wiana langsung pergi untuk memastikan siapa orang itu. Mungkin saja itu Raya kan? Tapi entahlah ...
06 : Ada Apa dengan Relaya? Lengan Aya gemetar hebat. Namun, detik berikutnya lengan yang berukuran lebih besar darinya melingkup lengan gemetar Aya. Seketika Aya membuka kedua matanya dan langsung bertabrakan langsung dengan manik coklat di depannya. Nama panggilannya ganti jadi Aya ya? Sengaja Angga berhenti terlebih dahulu. Aya sendiri tidak menyadarinya. "Kamu kenapa??" tanya Angga dengan tubuh yang sudah turun untuk melihat keadaan Aya. Aya terdiam, keringat dingin di wajahnya terlihat banyak, tanpa basa-basi Angga menghapusnya dengan lengannya tanpa ada rasa jijik sedikitpun. Hangat, satu kata yang menggambarkan diri Langga. Walaupun terlihat cuek dan tidak peduli. Tapi nyatanya Angga bisa bersikap seperti ini yang membuat Aya senang sekaligus baper? "Say--saya takutt ..." cicit Aya menunduk. Tapi detik berikutnya wajahnya terasa terangkat kala dagunnya kini berada di atas bahu seseorang ya
*** "Selamat pagi semuanya!!" seru Aya bersemangat berjalan kearah meja makan tempat berkumpul keluarganya. Ada Rere, Alif, dan juga Thea. Biasa anggota keluarga tercintanya. Alan dan Wiana mengehembuskan nafasnya lega, mereka kira Aya akan tetap murung seperti kemarin sore. Bahkan saat makan malam pun Aya hanya diam tidak ikut dalam pembicaraan. "Pagi sayang!" "Pagi Kak." "Pagiii ..." Jawab berbarengan ketiganya. Menggeser kursi yang akan dia tempati. Aya melihat semua hidangan makanan tersebut dengan berbinar. "Aya? Kamu kemarin baik-baik aja kan? Gak di apa-apain sama tukang ojek kemarin kan?" tanya Alan beruntunan. Setelah mendengar cerita Wiana. Saat melihat Aya turun dari sebuah motor. Setau dia sudah 5 tahun lamanya Aya putrinya itu tidak pernah lagi naik kendaraan tersebut karena insident 'itu'. "Aku baik-baik aja ko Pah, tenang aj
01 : Sakitnya Sakit Gigi "Saya mulai sekarang!" "Eh? Saya belum siap dok!" "Terus kapan siap nya? Saya sudah menunggu lama jika seperti ini terus saya akan memaksanya." "Jangan di paksa, pasti rasanya sakit ... saya mohon tunggu sampai saya siap lahir maupun batin, karena ini menyangkut karier saya juga kedepanya," "Karier matamu, ayo cepat buka!" "Enggak, enggak saya gak mau." "Ayo cepat buka saya sudah tak punya waktu lagi untuk menghadapi sikap kekanak-kanaka
"Nething terooss ... Ia da aku teh ibu sambung yang gak peduli sama anak sambungnya, masa ia aku bawa dia ke salon. Aku udah bawa dia ke rumah sakit tapi--ahh kamu tanya aja sama dia, sekalian anter aja tuh anak kamu yang keras kepala itu, aku capek mau istirahat aja, " cerocos wiana sambil melengang pergi. "Na! Eh? Ko kamu marah sih? Lagian sikap keras kepalanya itu turunan dari kamu," ucap Alan ingin menghentikan langkah istrinya tapi Raya malah merenggek ingin segera ke rumah sakit. "Pah, papah anter aku, aku takut ...." "Ia, ia Papah antar tapi nanti cerita gimana ceritanya kan tadi kamu kerumah sakit ko gak di cabut sih?" &
Memang Alan terlihat berlebihan pada putri nya itu tapi mau bagaimana lagi, memang seperti itulah sikapnya. Di satu sisi Angga menajamkan matanya saat Raya tersenyum pada handphonenya. 'Alah dari pada merhatiin pasien gila mending lanjut beres-beres.' dia memalingkan wajahnya. 'Gimana cara pulangnya?' Raya mendekat kearah Angga, detik berikutnya dia terdiam membeku. "Saya tidak akan berfoto dengan orang yang jelek," bisik Raya tepat di telinga Angga detik berikutnya bahunya terasa berat dan sebuah handphone berada di depannya.
Angga tak habis pikir, dengan cewek satu ini. Bikin dia hamil?! Bisa-bisanya sewaktu pulang ke rumah lehernya di gorok habis oleh kedua orang tuanya. "Gilaa!!" seru Angga melotot sambil melepaskan tautan lengannya dan pergi meninggalkan Raya sendiri "RAYA HARFIAf!!" teriak seseorang dari arah belakang sontak saja dia menengok karena repleks. "Aduhh, oon kenapa aku malah nengok, kan ketauan ..." runtuk Raya sepertinya ada orang yang hapal jika dirinya seorang Raya model yang tengah naek daun, dan terkenal itu. "Eh? Kesempatan kak pengen foto bareng dong." "Kak buka maskernya." "Ini beneran kak Raya kan? Aduhhh kenapa bisa ada di rumah sakit ini?" "Kak minta tanda tanggan." "Pacar gue ini kesempatan pengen meluk ahh.." "Kak pengen megang tangan boleh?" "Kak jadi pacar gue kau gak?" Beberapa kelimat yang dap
*** "Selamat pagi semuanya!!" seru Aya bersemangat berjalan kearah meja makan tempat berkumpul keluarganya. Ada Rere, Alif, dan juga Thea. Biasa anggota keluarga tercintanya. Alan dan Wiana mengehembuskan nafasnya lega, mereka kira Aya akan tetap murung seperti kemarin sore. Bahkan saat makan malam pun Aya hanya diam tidak ikut dalam pembicaraan. "Pagi sayang!" "Pagi Kak." "Pagiii ..." Jawab berbarengan ketiganya. Menggeser kursi yang akan dia tempati. Aya melihat semua hidangan makanan tersebut dengan berbinar. "Aya? Kamu kemarin baik-baik aja kan? Gak di apa-apain sama tukang ojek kemarin kan?" tanya Alan beruntunan. Setelah mendengar cerita Wiana. Saat melihat Aya turun dari sebuah motor. Setau dia sudah 5 tahun lamanya Aya putrinya itu tidak pernah lagi naik kendaraan tersebut karena insident 'itu'. "Aku baik-baik aja ko Pah, tenang aj
06 : Ada Apa dengan Relaya? Lengan Aya gemetar hebat. Namun, detik berikutnya lengan yang berukuran lebih besar darinya melingkup lengan gemetar Aya. Seketika Aya membuka kedua matanya dan langsung bertabrakan langsung dengan manik coklat di depannya. Nama panggilannya ganti jadi Aya ya? Sengaja Angga berhenti terlebih dahulu. Aya sendiri tidak menyadarinya. "Kamu kenapa??" tanya Angga dengan tubuh yang sudah turun untuk melihat keadaan Aya. Aya terdiam, keringat dingin di wajahnya terlihat banyak, tanpa basa-basi Angga menghapusnya dengan lengannya tanpa ada rasa jijik sedikitpun. Hangat, satu kata yang menggambarkan diri Langga. Walaupun terlihat cuek dan tidak peduli. Tapi nyatanya Angga bisa bersikap seperti ini yang membuat Aya senang sekaligus baper? "Say--saya takutt ..." cicit Aya menunduk. Tapi detik berikutnya wajahnya terasa terangkat kala dagunnya kini berada di atas bahu seseorang ya
Tidak melakukan kontak fisik baik itu pelukan, pegangan tangan bahkan ciuman Angga sangat menjaga batasan dengan seorang yang namanya 'Wanita' bahkan saat berpacaran saja Angga selalu menolak ketika si mantan mengajak kontak fisik. Etss ... Jangan salah paham dulu, Angga melakukan itu hanya untuk menepati janjinya saja untuk mengantarkan Raya pulang. "Dokter kira-kira kita bakal ketauan gak?" tanya Raya mengangkat wajahnya menatapnya Salah-satu cara agar terlewat dari orang-orang Kepo adalah, menyamar selayaknya sepasang kekasih dan membelah kerumunan di lobi rumah sakit tersebut. Sedangkan Raya memakai jaket yang ia pinjam dari salah satu rekan Angga. Berjalan bersama terlihat sangat romantis, dengan saling dekap. Terlihat seperti sepasang kekasih sungguhan. Dengan perasaan tak karuan Raya berharap cemas semoga tidak dikenali oleh orang-orang tersebut. Penampilan Angga 180° berbeda biasanya dia selalu me
Angga tak habis pikir, dengan cewek satu ini. Bikin dia hamil?! Bisa-bisanya sewaktu pulang ke rumah lehernya di gorok habis oleh kedua orang tuanya. "Gilaa!!" seru Angga melotot sambil melepaskan tautan lengannya dan pergi meninggalkan Raya sendiri "RAYA HARFIAf!!" teriak seseorang dari arah belakang sontak saja dia menengok karena repleks. "Aduhh, oon kenapa aku malah nengok, kan ketauan ..." runtuk Raya sepertinya ada orang yang hapal jika dirinya seorang Raya model yang tengah naek daun, dan terkenal itu. "Eh? Kesempatan kak pengen foto bareng dong." "Kak buka maskernya." "Ini beneran kak Raya kan? Aduhhh kenapa bisa ada di rumah sakit ini?" "Kak minta tanda tanggan." "Pacar gue ini kesempatan pengen meluk ahh.." "Kak pengen megang tangan boleh?" "Kak jadi pacar gue kau gak?" Beberapa kelimat yang dap
Memang Alan terlihat berlebihan pada putri nya itu tapi mau bagaimana lagi, memang seperti itulah sikapnya. Di satu sisi Angga menajamkan matanya saat Raya tersenyum pada handphonenya. 'Alah dari pada merhatiin pasien gila mending lanjut beres-beres.' dia memalingkan wajahnya. 'Gimana cara pulangnya?' Raya mendekat kearah Angga, detik berikutnya dia terdiam membeku. "Saya tidak akan berfoto dengan orang yang jelek," bisik Raya tepat di telinga Angga detik berikutnya bahunya terasa berat dan sebuah handphone berada di depannya.
"Nething terooss ... Ia da aku teh ibu sambung yang gak peduli sama anak sambungnya, masa ia aku bawa dia ke salon. Aku udah bawa dia ke rumah sakit tapi--ahh kamu tanya aja sama dia, sekalian anter aja tuh anak kamu yang keras kepala itu, aku capek mau istirahat aja, " cerocos wiana sambil melengang pergi. "Na! Eh? Ko kamu marah sih? Lagian sikap keras kepalanya itu turunan dari kamu," ucap Alan ingin menghentikan langkah istrinya tapi Raya malah merenggek ingin segera ke rumah sakit. "Pah, papah anter aku, aku takut ...." "Ia, ia Papah antar tapi nanti cerita gimana ceritanya kan tadi kamu kerumah sakit ko gak di cabut sih?" &
01 : Sakitnya Sakit Gigi "Saya mulai sekarang!" "Eh? Saya belum siap dok!" "Terus kapan siap nya? Saya sudah menunggu lama jika seperti ini terus saya akan memaksanya." "Jangan di paksa, pasti rasanya sakit ... saya mohon tunggu sampai saya siap lahir maupun batin, karena ini menyangkut karier saya juga kedepanya," "Karier matamu, ayo cepat buka!" "Enggak, enggak saya gak mau." "Ayo cepat buka saya sudah tak punya waktu lagi untuk menghadapi sikap kekanak-kanaka