01 : Sakitnya Sakit Gigi
"Saya mulai sekarang!"
"Eh? Saya belum siap dok!"
"Terus kapan siap nya? Saya sudah menunggu lama jika seperti ini terus saya akan memaksanya."
"Jangan di paksa, pasti rasanya sakit ... saya mohon tunggu sampai saya siap lahir maupun batin, karena ini menyangkut karier saya juga kedepanya,"
"Karier matamu, ayo cepat buka!"
"Enggak, enggak saya gak mau."
"Ayo cepat buka saya sudah tak punya waktu lagi untuk menghadapi sikap kekanak-kanakanmu," ucap seorang dokter muda memasang wajah menyeramkan yang bisa membuat seorang pasien yang di kenal keras kepalanya itu menciut di tempat.
Raya Harfiaf, sosok perempuan yang masih sangat muda yang saat ini tengah merintis kariernya di bidang modeling, demi apapun Relaya yang kerap di panggil dengan Aya itu meruntuk sang Mama yang memaksanya pergi ke salah satu rumah sakit dan akhirnya dia terdampar di suatu ruangan yang? Yang? Raya tidak bisa mendeskripsikannya.
Dengan memakai seragam pasien, Raya memerat ujung lengan baju yang dia kenakan saat ini, menatap seseorang di depannya dengan tatapan takut, Raya harus akui jika saat ini dirinya tengah takut bukan takut oleh tatapan tajam itu tapi--
"Raya! Cepat buka mulutmu, jika seperti ini terus mana mungkin saya bisa memeriksa bahkan mencabut gigi bolongmu itu," ucap gemas Giyas Grilangga, seorang dokter muda yang sudah tak tahu harus bagaimana lagi menghadapi pasien di depannya itu.
"Tap--tapi cabut gigi itu sakit," cicit Raya dengan tatapan takutnya.
Sontak saja membuat kening seorang dokter Angga mengerut,
"Badan segede bejibun tapi takut cabut gigi?" gunam Angga dalam hatinya sambil menelisik penampilan dari seorang model yang tengah naik daun, semua majalah saat ini pasti memuat fotonya yang sangat terlihat elegan bahkan dewasa, dan cantik tapi Angga tak pernah menyangka jika seorang model seperti Raya ini bisa berperilaku kekanak-kanakan seperti ini bahkan merenggek pada sang Mama agar secepatnya membawa pergi dari rumah sakit ini.
Angga sempat mendengar rengekannya saat di luar tadi.
"Kata siapa cabut gigi itu sakit?" tanya Angga dengan wajah yang lempengnya.
"Kata saya sendiri sih, tapi emang bener kok, cabut gigi itu sakit, saya trauma malah," ungkap Raya entahlah Aya memang memiliki sikap bar-bar.
"Ya sudah, padahal sayang sekali jika tidak di cabut, itu bisa membuat pipimu membengkak dan itu bisa mengurangi kadar kecantikanmu saat menjadi model nanti," jelas Angga ada benarnya juga sih, akibat bolongnya gigi milik Raya, wajahnya terlihat membengkak di bagian kanannya, dan Angga tau jika itu menganggunya saat bekerja nanti. Tidak hanya megangu tapi juga mengurangi daya tarik bagi seorang Raya sendiri.
Angga berdiri tepat di hadapan Raya, mengerejab kaget, Langga melangkah mundur beberapa langkah melihat perubahan ekspresi pada wajah Aya.
"Benarkan? Aduhh, ko saya jadi deg-degan sendiri ya pas denger dokter bilang saya cantik, aduh-aduh kayanya saya salting, ahh ... Dokter tanggung jawab loh kalo saya baper," celoteh panjang Raya dengan wajah yang? Yang nampak merah persis seperti salting.
Inilah kebiasaan buruk dari seorang Raya, dia terlalu baperan jadi orang dan terlalu pede!
"Emang ia kah? Saya cantik? Padahal saya gak pake make up loh,"
"Wahh pasti dokter naksir saya kan?"
"..
"Wow! Kalo memang itu benar, saya gak tau harus ngapain,"
"...
"Ad--
"Saya sudah kehabisan stok kesabaran jadi, saya akan paksa kamu buka mulut!"
"AAAAAHHKKKK ... ENGGAK MAUUU!"
***
Dua jam berlalu semenjak keluarnya Raya dari ruang poli gigi bertepatan dengan Dokter Langga yang sedang kebagian shif untuk bekerja saat itu.
Dan terhitung sudah satu jam Raya menangis di kamar pribadinya yang penuh dengan poster-poster anime Jepang di mulai dari yang ukuran kecil bahkan ada yang berukuran sangat besar. Ada gambar lelaki dengan seragam klub volly dengan tulisan 'Haikyuu!!' di bawahnya, ada banyak sekali disana.
Beralih dari poster, saat ini Raya tengah menangis sesegukan dengan di temani oleh Mama tercinta yang dengan sangat menyebalkannya berada di samping Raya, bukanya membujuk Raya untuk segera berhenti menangis. Namun, sang Mama malah memberi ceramah yang membuat kepala Raya bahkan gusi bagian dalamnya terasa 'nyut-nyutan'
"Kata Mama juga apa, kamu sih punya sikap keras kepala amat, Mama udah bilang kan kalo cabut gigi itu gak sakit, kan kalo udah kumat sakitnya kamu yang tersiksa, padahal dokter yang nanganin kamu tadi cakep loh Ya," celoteh panjang seorang perempuan yang sudah di panggil Mama itu, terduduk santuy di samping sang anak yang tengah menangis menahan nyeri di mulutnya itu. Lebih tepatnya bagian gusi sih.
"Dasar gigi sialan, Ma … anter Raya ke rumah sakit lagi yuk, aku janji gak bakal lari lagi, bakal nurut ko sama dokternya," ucap Raya sambil mengaet lengan Sang Mama.
"Ogah ah … kamu pasti mau bikin malu lagi, berangkat sendiri aja sana," ucapnya memang Raya seperti anak tiri saat ini.
"Aahh, Mama ko Mama jahat banget sih ke aku salah Aya apa coba." seru Aya kencang benar-benar membuatnya jangar dengan tingkah sang mama ini.
Dengan langkah tergesa, seorang lelaki berperawakan jangkung berjalan masuk ke kamar Raya, dengan kacamata yang tertengker manis di hidungnya, Alan berjalan mendekati sang putri yang terlihat sembab di wajahnya itu.
"Raya kenapa? Ko kamu teriak-teriak sih?" tanya Alan menjelma menjadi seorang ayah yang sangat baik. Eh? Memang setelah memiliki putri yang sangat cantik persis mirip sang istri Wiana, Alan menjadi sosok ayah yang sangat baik bahkan dirinya tidak pernah sekalipun memarahi sang putri.
Wajah 100% mirip Wiana tapi tidak untuk kedua manik cantik milik Raya, matanya adalah paste dari sang Ayah.
"Pahh ... anter aku ke rumah sakit Yuk, aku gak kuat ini gigi pengen di cabut aja," ungkap Raya sambil memeluk lengan sang Ayah
"Heh? Bukanya tadi kamu sama Mama udah ke rumah sakit kan?" tanya Alan menatap manik sang putri yang terlihat lebih tekbem di bagian kanan pipinya.
"Na? Kamu gak mungkin bawa Raya ke salon kan?" tanya Alan, memang walaupun sudah memiliki anak tapi Wiana istrinya itu masih memiliki sikap gesreknya itu. Bahkan semakin parah, pikir Alan.
"Nething terooss ... Ia da aku teh ibu sambung yang gak peduli sama anak sambungnya, masa ia aku bawa dia ke salon. Aku udah bawa dia ke rumah sakit tapi--ahh kamu tanya aja sama dia, sekalian anter aja tuh anak kamu yang keras kepala itu, aku capek mau istirahat aja, " cerocos wiana sambil melengang pergi. "Na! Eh? Ko kamu marah sih? Lagian sikap keras kepalanya itu turunan dari kamu," ucap Alan ingin menghentikan langkah istrinya tapi Raya malah merenggek ingin segera ke rumah sakit. "Pah, papah anter aku, aku takut ...." "Ia, ia Papah antar tapi nanti cerita gimana ceritanya kan tadi kamu kerumah sakit ko gak di cabut sih?" &
Memang Alan terlihat berlebihan pada putri nya itu tapi mau bagaimana lagi, memang seperti itulah sikapnya. Di satu sisi Angga menajamkan matanya saat Raya tersenyum pada handphonenya. 'Alah dari pada merhatiin pasien gila mending lanjut beres-beres.' dia memalingkan wajahnya. 'Gimana cara pulangnya?' Raya mendekat kearah Angga, detik berikutnya dia terdiam membeku. "Saya tidak akan berfoto dengan orang yang jelek," bisik Raya tepat di telinga Angga detik berikutnya bahunya terasa berat dan sebuah handphone berada di depannya.
Angga tak habis pikir, dengan cewek satu ini. Bikin dia hamil?! Bisa-bisanya sewaktu pulang ke rumah lehernya di gorok habis oleh kedua orang tuanya. "Gilaa!!" seru Angga melotot sambil melepaskan tautan lengannya dan pergi meninggalkan Raya sendiri "RAYA HARFIAf!!" teriak seseorang dari arah belakang sontak saja dia menengok karena repleks. "Aduhh, oon kenapa aku malah nengok, kan ketauan ..." runtuk Raya sepertinya ada orang yang hapal jika dirinya seorang Raya model yang tengah naek daun, dan terkenal itu. "Eh? Kesempatan kak pengen foto bareng dong." "Kak buka maskernya." "Ini beneran kak Raya kan? Aduhhh kenapa bisa ada di rumah sakit ini?" "Kak minta tanda tanggan." "Pacar gue ini kesempatan pengen meluk ahh.." "Kak pengen megang tangan boleh?" "Kak jadi pacar gue kau gak?" Beberapa kelimat yang dap
Tidak melakukan kontak fisik baik itu pelukan, pegangan tangan bahkan ciuman Angga sangat menjaga batasan dengan seorang yang namanya 'Wanita' bahkan saat berpacaran saja Angga selalu menolak ketika si mantan mengajak kontak fisik. Etss ... Jangan salah paham dulu, Angga melakukan itu hanya untuk menepati janjinya saja untuk mengantarkan Raya pulang. "Dokter kira-kira kita bakal ketauan gak?" tanya Raya mengangkat wajahnya menatapnya Salah-satu cara agar terlewat dari orang-orang Kepo adalah, menyamar selayaknya sepasang kekasih dan membelah kerumunan di lobi rumah sakit tersebut. Sedangkan Raya memakai jaket yang ia pinjam dari salah satu rekan Angga. Berjalan bersama terlihat sangat romantis, dengan saling dekap. Terlihat seperti sepasang kekasih sungguhan. Dengan perasaan tak karuan Raya berharap cemas semoga tidak dikenali oleh orang-orang tersebut. Penampilan Angga 180° berbeda biasanya dia selalu me
06 : Ada Apa dengan Relaya? Lengan Aya gemetar hebat. Namun, detik berikutnya lengan yang berukuran lebih besar darinya melingkup lengan gemetar Aya. Seketika Aya membuka kedua matanya dan langsung bertabrakan langsung dengan manik coklat di depannya. Nama panggilannya ganti jadi Aya ya? Sengaja Angga berhenti terlebih dahulu. Aya sendiri tidak menyadarinya. "Kamu kenapa??" tanya Angga dengan tubuh yang sudah turun untuk melihat keadaan Aya. Aya terdiam, keringat dingin di wajahnya terlihat banyak, tanpa basa-basi Angga menghapusnya dengan lengannya tanpa ada rasa jijik sedikitpun. Hangat, satu kata yang menggambarkan diri Langga. Walaupun terlihat cuek dan tidak peduli. Tapi nyatanya Angga bisa bersikap seperti ini yang membuat Aya senang sekaligus baper? "Say--saya takutt ..." cicit Aya menunduk. Tapi detik berikutnya wajahnya terasa terangkat kala dagunnya kini berada di atas bahu seseorang ya
*** "Selamat pagi semuanya!!" seru Aya bersemangat berjalan kearah meja makan tempat berkumpul keluarganya. Ada Rere, Alif, dan juga Thea. Biasa anggota keluarga tercintanya. Alan dan Wiana mengehembuskan nafasnya lega, mereka kira Aya akan tetap murung seperti kemarin sore. Bahkan saat makan malam pun Aya hanya diam tidak ikut dalam pembicaraan. "Pagi sayang!" "Pagi Kak." "Pagiii ..." Jawab berbarengan ketiganya. Menggeser kursi yang akan dia tempati. Aya melihat semua hidangan makanan tersebut dengan berbinar. "Aya? Kamu kemarin baik-baik aja kan? Gak di apa-apain sama tukang ojek kemarin kan?" tanya Alan beruntunan. Setelah mendengar cerita Wiana. Saat melihat Aya turun dari sebuah motor. Setau dia sudah 5 tahun lamanya Aya putrinya itu tidak pernah lagi naik kendaraan tersebut karena insident 'itu'. "Aku baik-baik aja ko Pah, tenang aj
*** "Selamat pagi semuanya!!" seru Aya bersemangat berjalan kearah meja makan tempat berkumpul keluarganya. Ada Rere, Alif, dan juga Thea. Biasa anggota keluarga tercintanya. Alan dan Wiana mengehembuskan nafasnya lega, mereka kira Aya akan tetap murung seperti kemarin sore. Bahkan saat makan malam pun Aya hanya diam tidak ikut dalam pembicaraan. "Pagi sayang!" "Pagi Kak." "Pagiii ..." Jawab berbarengan ketiganya. Menggeser kursi yang akan dia tempati. Aya melihat semua hidangan makanan tersebut dengan berbinar. "Aya? Kamu kemarin baik-baik aja kan? Gak di apa-apain sama tukang ojek kemarin kan?" tanya Alan beruntunan. Setelah mendengar cerita Wiana. Saat melihat Aya turun dari sebuah motor. Setau dia sudah 5 tahun lamanya Aya putrinya itu tidak pernah lagi naik kendaraan tersebut karena insident 'itu'. "Aku baik-baik aja ko Pah, tenang aj
06 : Ada Apa dengan Relaya? Lengan Aya gemetar hebat. Namun, detik berikutnya lengan yang berukuran lebih besar darinya melingkup lengan gemetar Aya. Seketika Aya membuka kedua matanya dan langsung bertabrakan langsung dengan manik coklat di depannya. Nama panggilannya ganti jadi Aya ya? Sengaja Angga berhenti terlebih dahulu. Aya sendiri tidak menyadarinya. "Kamu kenapa??" tanya Angga dengan tubuh yang sudah turun untuk melihat keadaan Aya. Aya terdiam, keringat dingin di wajahnya terlihat banyak, tanpa basa-basi Angga menghapusnya dengan lengannya tanpa ada rasa jijik sedikitpun. Hangat, satu kata yang menggambarkan diri Langga. Walaupun terlihat cuek dan tidak peduli. Tapi nyatanya Angga bisa bersikap seperti ini yang membuat Aya senang sekaligus baper? "Say--saya takutt ..." cicit Aya menunduk. Tapi detik berikutnya wajahnya terasa terangkat kala dagunnya kini berada di atas bahu seseorang ya
Tidak melakukan kontak fisik baik itu pelukan, pegangan tangan bahkan ciuman Angga sangat menjaga batasan dengan seorang yang namanya 'Wanita' bahkan saat berpacaran saja Angga selalu menolak ketika si mantan mengajak kontak fisik. Etss ... Jangan salah paham dulu, Angga melakukan itu hanya untuk menepati janjinya saja untuk mengantarkan Raya pulang. "Dokter kira-kira kita bakal ketauan gak?" tanya Raya mengangkat wajahnya menatapnya Salah-satu cara agar terlewat dari orang-orang Kepo adalah, menyamar selayaknya sepasang kekasih dan membelah kerumunan di lobi rumah sakit tersebut. Sedangkan Raya memakai jaket yang ia pinjam dari salah satu rekan Angga. Berjalan bersama terlihat sangat romantis, dengan saling dekap. Terlihat seperti sepasang kekasih sungguhan. Dengan perasaan tak karuan Raya berharap cemas semoga tidak dikenali oleh orang-orang tersebut. Penampilan Angga 180° berbeda biasanya dia selalu me
Angga tak habis pikir, dengan cewek satu ini. Bikin dia hamil?! Bisa-bisanya sewaktu pulang ke rumah lehernya di gorok habis oleh kedua orang tuanya. "Gilaa!!" seru Angga melotot sambil melepaskan tautan lengannya dan pergi meninggalkan Raya sendiri "RAYA HARFIAf!!" teriak seseorang dari arah belakang sontak saja dia menengok karena repleks. "Aduhh, oon kenapa aku malah nengok, kan ketauan ..." runtuk Raya sepertinya ada orang yang hapal jika dirinya seorang Raya model yang tengah naek daun, dan terkenal itu. "Eh? Kesempatan kak pengen foto bareng dong." "Kak buka maskernya." "Ini beneran kak Raya kan? Aduhhh kenapa bisa ada di rumah sakit ini?" "Kak minta tanda tanggan." "Pacar gue ini kesempatan pengen meluk ahh.." "Kak pengen megang tangan boleh?" "Kak jadi pacar gue kau gak?" Beberapa kelimat yang dap
Memang Alan terlihat berlebihan pada putri nya itu tapi mau bagaimana lagi, memang seperti itulah sikapnya. Di satu sisi Angga menajamkan matanya saat Raya tersenyum pada handphonenya. 'Alah dari pada merhatiin pasien gila mending lanjut beres-beres.' dia memalingkan wajahnya. 'Gimana cara pulangnya?' Raya mendekat kearah Angga, detik berikutnya dia terdiam membeku. "Saya tidak akan berfoto dengan orang yang jelek," bisik Raya tepat di telinga Angga detik berikutnya bahunya terasa berat dan sebuah handphone berada di depannya.
"Nething terooss ... Ia da aku teh ibu sambung yang gak peduli sama anak sambungnya, masa ia aku bawa dia ke salon. Aku udah bawa dia ke rumah sakit tapi--ahh kamu tanya aja sama dia, sekalian anter aja tuh anak kamu yang keras kepala itu, aku capek mau istirahat aja, " cerocos wiana sambil melengang pergi. "Na! Eh? Ko kamu marah sih? Lagian sikap keras kepalanya itu turunan dari kamu," ucap Alan ingin menghentikan langkah istrinya tapi Raya malah merenggek ingin segera ke rumah sakit. "Pah, papah anter aku, aku takut ...." "Ia, ia Papah antar tapi nanti cerita gimana ceritanya kan tadi kamu kerumah sakit ko gak di cabut sih?" &
01 : Sakitnya Sakit Gigi "Saya mulai sekarang!" "Eh? Saya belum siap dok!" "Terus kapan siap nya? Saya sudah menunggu lama jika seperti ini terus saya akan memaksanya." "Jangan di paksa, pasti rasanya sakit ... saya mohon tunggu sampai saya siap lahir maupun batin, karena ini menyangkut karier saya juga kedepanya," "Karier matamu, ayo cepat buka!" "Enggak, enggak saya gak mau." "Ayo cepat buka saya sudah tak punya waktu lagi untuk menghadapi sikap kekanak-kanaka