Share

Chapter 4

Penulis: Bias Sastra
last update Terakhir Diperbarui: 2021-08-09 21:16:42

Suara air mendidih yang bergejolak terdengar, saat aku memasaknya diatas kompor.

Aku berulang kali menghela napas. Dan sengaja tidak membuka jendela, aroma masakan itu ingin aku hirup sendirian kali ini.

Aku memasak air yang baru dengan memasukkan potongan kentang, wortel, dan beberapa bahan yang lainnya. Nasib hidup sebatang kara harus bisa memasak makanan sendiri.

Aku baru akan memasukkan potongan tomat dan seledri, namun urung begitu mendengar suara pantofel mengetuk lantai keramik. Aku menoleh. Menemukan pria dengan kaos lengan panjang berwarna putih yang seakan ikut terkejut dengan memaksakan sepasang mata berwarna coklat itu terbuka lebih lebar. Sejenak jantungku terasa berkedut hebat.

"Mario, kau membuatku kaget saja!" aku membatin, dari mana dia datangnya? Jelas, dia tidak ingin menunjukkan keterkejutannya itu secara gamblang.

“Maaf pintumu tak terkunci tadi,” kata Mario sambil menunjuk kearah kanan tubuhnya. “Aku takut ada pencuri karena beberapa kali aku memanggil namamu tidak ada jawaban.”

Aku mengenyahkan kalimat itu, dan kembali fokus pada masakanku. Tinggal memasukkan garam, lada, gula, dan masakan itu akan sempurna.

“Ada yang bisa kubantu?” tanya Mario.

Aku melirik kearah Mario yang menggulung lengan bajunya. Jam tangan itu masih sama. Pun, harum wood yang segera tertangkap hidungku, dan itu serupa racun bagiku.

"Tidak usah, aku bisa sendiri. Apa benar tadi pintuku tidak terkunci?" ujar aku.

"Iya bisa kau lihat sendiri, kenapa kau tidak menguncinya itu kan berbahaya. Jika ada orang asing masuk, kau bisa dihabisinya." kata Mario menasehati.

"Apa ini ada hubungannya dengan kejadian semalam, seingatku sesampainya dirumah aku telah mengunci pintu, tapi kenapa tiba-tiba pintunya bisa tidak terkunci?" bergumam aku dalam hati memikirkan kejadian yang sudah terjadi.

"Mungkin aku lupa, jadi pintunya tidak terkunci." elak aku pada Mario, walaupun sebenarnya seperti ada yang aneh. Tidak ada yang berubah, aku masih sama hanya tampak sedikit pucat. 

"Lain kali kamu harus berhati-hati lagi." kata Mario.

Aku tersenyum disitu, "apa iya ada yang ingin merampok rumahku, sepertinya tidak ada yang ingin menjamah rumah kecil ini. Didalamnya pun tidak ada barang yang berharga." kataku dengan nada rendah.

"Memang benar yang kau katakan, tapi dikota ini banyak sekali orang jahat. Dan apa pun bisa terjadi ditempat ini!" seru Mario.

"Sebenarnya ada kejadian yang aneh semalam, tapi aku pun tidak yakin itu apa." pungkas aku memberitahu apa yang sudah terjadi.

"Apa yang sudah terjadi?" tanya Mario penuh dengan rasa penasaran.

Aku mematikan kompor. Aku merasa tidak nyaman dengan kondisi seperti ini. Meski aku tahu sebenarnya tidak ada apapun semalam, hanya sebuah mimpi aneh yang ku alami, tapi rasanya aku harus menceritakan semuanya, agar sewaktu-waktu ada sesuatu terjadi padaku paling tidak aku bisa meminta tolong pada Mario. Aku mempersiapkan makanan yang sudah matang, untuk segera disantap pagi itu. "Aku akan menceritakan semuanya, lebih baik kita ke ruang depan agar enak menceritakannya, sekalian sarapan pagi karena aku sudah lapar sekali." kataku mengajak mario untuk pindah keruang depan.

"Baiklah ayo kita ke depan, aku amat penasaran dengan ceritamu." kata Mario dan kami melangkah untuk duduk diruang depan.

Aku mengangguk. Ada banyak kalimat yang bergumul, namun rasanya sulit mengeluarkannya satu patah kata pun.

Aku menarik napas dalam-dalam.

"Kemarin malam setelah kita berpisah dipersimpangan jalan aku melihat seseorang yang sedang memperhatikanku, tetapi ketika aku menghampirinya dia tak ada lagi di sana. Sesampainya dirumah semalam hujan begitu deras petir menyambar, saat itulah aku melihat bayangan seseorang dikamarku ia seakan sedang memperhatikanku, tetapi ketika aku menghampirinya tidak ada siapa pun di sana!" jelas aku pada Mario, matanya terbelalak setelah mendengar ceritaku.

"Apa benar seperti itu? kamu harus berhati-hati siapa tau itu adalah orang jahat yang sedang mengincarmu." cetus Mario.

"Sumpah demi apapun, untuk apa orang itu mengincarku, padahal aku tidak ada musuh sama sekali dikota ini." kataku meyakinkan.

"Mungkin kamu lupa telah melakukan sesuatu pada seseorang, sebaiknya kamu berhati-hati Akira!" pungkas Mario.

Aku menatap Mario tajam, dan tersenyum mengetahui kenyataan pahit itu. "Mungkin kau benar, seharusnya aku lebih berhati-hati lagi." kataku.

Bab terkait

  • Tafsir Waktu   Chapter 5

    Sesaat aku menelan ludah. Karena perbincangan ini. Mario satunya-satunya teman yang aku punya dan sudah aku anggap sebagai kelurgaku sendiri, dia memiliki nasib yang sama denganku hidup sebatang kara, namun ia tidak pernah ingin menceritakan tentang keluarganya, tetapi tidak apa tentang itu, aku senang ada dia di sini karena hanya dia yang perduli dengan diriku.Kadang aku harus berhenti untuk menebak apakah hidupku akan terus seperti ini tanpa perubahan. Sekuat tenaga aku bertahan walaupun mendengar banyak ejekan dari orang-orang disekitar. Ada banyak penolakan dalam diri ini tentang apa yang sudah terjadi, tapi hidup harus terus berjalan.Saat ini aku menyadari apabila aku tidak benar-benar berjuang tentang hidup ini. Tidak ada yang harus aku salahkan, aku tau karena pertengkaran orang tuaku hidupku menjadi serba kekurangan, tetapi sebenarnya aku sangat menyayangi mereka, apalagi aku sangat ingin bisa bertemu lagi dengan ibuku.Walau jauh dalam lubuk hati ini

    Terakhir Diperbarui : 2021-08-09
  • Tafsir Waktu   Chapter 6

    Aku terus memperhatikan lagak dari Bernando, kalau saja hidupku tidak seperti ini pasti aku sudah menghampiri dan memukul wajahnya itu dengan keras.Setelah acara makan selesai, akan dimulai pesta dansa. Bernardo berkata, “Sebentar lagi acara dansa dimulai. Siapa yang ingin berdansa denganku silakan minum anggur ini dari sepatuku!” Sambil berkata demikian ia mengangkat tinggi-tinggi sebuah sepatu pantofel yang berwarna hitam. Para hadirin terdiam. Aku berbisik kepada Mario, "aku kesal sekali, bolehkah aku memukulnya sekarang!""Sudalah jangan melihatnya, fokus saja dengan pekerjaanmu." seru Mario.Tetapi saat itu terlihat Bernardo melangkah terhuyung-huyung karena sudah mabuk, menuju keatas panggung menghampiri Belinda yang sedang menghibur dengan suaranya yang merdu. "Hei! sayangku, suarumu sangat indah sekali." kata Bernardo sambil merangkul paksa Belinda saat itu."Lepaskan Bernardo! apa yang ingin kau lakukan." seru Belinda memberontak ber

    Terakhir Diperbarui : 2021-08-09
  • Tafsir Waktu   Chapter 7

    Malam semakin sunyi dan udara dingin terasa semakin menusuk. Perasaanku amat kacau malam ini. Namun aku tetap melangkahkan kedua kakiku di tengah-tengah keheningan yang semakin mencekam.Ada sebuah perasaan yang rasanya keliru dan tidak pantas dilontarkan, tapi bibir ini tak mampu menahan getar hingga limbung dan ada yang terpeleset keluar dari liang ucap."Sial! aku tidak sanggup hidup seperti ini." kataku dengan amarah.Aku tidak tahu apa akibatnya setelah meninggalkan pekerjaanku, tapi aku benar-benar tidak sanggup untuk melihat kenyataan yang begitu pahit. Jiwa ini memberontak, aku tidak pernah ingin menyalahkan kedua orang tuaku setelah apa yang terjadi. Aku benar-benar menyayangi mereka walaupun aku harus hidup seperti ini.Aku menyisiri jalan yang remang-remang di tengah kota. Berbicara pada malam yang redup, jangkrik yang begitu berisik, dan lampu kedap-kedip yang berbaris rapi seperti semut. Ada ratapan yang terpelihara di mataku, wajah

    Terakhir Diperbarui : 2021-08-10
  • Tafsir Waktu   Chapter 8

    Aku kira pria tua ini adalah salah satu orang jahat yang mempunyai kekuasaan dikota ini bisa saja dia sudah menyuruh orang untuk membuntutiku selama ini, dan mencari tahu tentang kehidupanku selama ini, aku tidak boleh terjebak dengan tawarannya, karena aku tahu orang jujur dikota ini begitu sedikit adanya. "Kenapa? sebenarnya apa yang ingin kau katakan padaku?" tanyaku dengan penuh kehati-hatian."Aku akan memberikan apa saja yang kau inginkan, asalkan kau mau melakukan pekerjaan untukku!" katanya meyakinkan."Pekerjaan apa yang ingin kau berikan padaku?" tanyaku."Jika kau ingin katakan ingin dan aku akan memberitahumu, jika kau tidak mengatakan ingin maka aku pun enggan mengatakannya." katanya seakan mekaksaku dengan halus.Aku yakin pasti orang tua ini bukanlah orang yang baik, ajakannya seperti ingin menjebakku saja. Aku tidak percaya, dan memikirkan untuk segera pergi dari tempat itu. "Maaf aku tidak bisa jika kau tidak memberitahunya, senang bisa b

    Terakhir Diperbarui : 2021-08-10
  • Tafsir Waktu   Chapter 9

    Aku menutupi seluruh tubuhku dengan selimut, suara langkah terdengar semakin berat, mendekat. Tiba-tiba saja bunyi tetesan air jatuh kelantai mengiringi suara cakaran di tembok penjuru ruangan, "Apa itu setauku atap rumahku tidak ada yang bocor dan rusak." gumam aku dalam hati. Semuanya terjadi begitu cepat. Dingin, gelap, ketakutan.Semuanya terasa janggal malam ini, kenapa ini harus terjadi padaku. Aku harap kantuk segera datang. Lenyap seketika, meninggalkan luka."Gelap... Di mana aku?" aku bertanya sembari mendengar suara. Suara dari jantungku sendiri yang berdegup mengejar ketakutannya. Tubuhku bergeliat dan menimbulkan suara lain dari gemertak sendi tubuhku. Suara dari tubuh jauh lebih jelas dari pandanganku yang hitam.Tidak ada yang lain kecuali aku. Aku tidak mendengar sebuah pantulan dari apapun. Pantulan yang selalu aku rasakan seperti kemarin. Dari sebuah cahaya, sampai sensasi melihat bayangan seseorang didekat jendela. Hanya diriku sendiri dikamar

    Terakhir Diperbarui : 2021-08-10
  • Tafsir Waktu   Chapter 10

    Mata bisa menipuku, tapi suara hati tidak. Hal itulah yang mendorongku keluar dari kegelapan waktu. Meninggalkan kesunyian yang selama ini membelenggu diriku. Suara hati itu berwujud harapan. Apakah sesuatu yang konyol, tentu tidak? Aku terdiam di sini, di antara meja dan kursi dapur dan seorang pria yang tidak kukenali sama sekali. Hanya ingin mendengarkan serta memastikan dengan jelas, suara hati ini. Suara hati yang mengarahkan pergi mencari hari esok yang lebih baik. Mencari arti dari kenyataan, menanam benih mimpi lalu menuainya. Tidak lagi menanti dititik yang sama.aku mengatur nafas pelan-pelan dan mengusap seluruh wajah dengan kedua tangan ini agar cepat mendapatkan keputusan. Aku terpejam sejenak, merasakan irama detak jantungku yang mulai normal. Tapi, tiba-tiba derap langkah kaki terdengar dari arah belakang, aku membelakkan mata ketika sebuah tangan menepuk pundaku, " Hey! Akira sedang apa kau?" kemudian aku menengok kebelakang melihat siapa yang datang. Ternyata

    Terakhir Diperbarui : 2021-08-11
  • Tafsir Waktu   Chapter 11

    Aku menggumpalkan tangan kanan lalu menempelkan dibibirku beberapa kali. Seolah mentransfer energi ketegaran menghirup atmosfer kota. Langkah kaki yang gugup perlahan mulai santai. Kedua bola mataku perlahan berani menantang kilau mentari senja. Sorotan sang senja, menyinari Kota Tua, tanah harapan banyak orang. Terlihat gedung-gedung menjulang tinggi, kontras dengan perumahan kumuh yang landai, menggoreskan garis imajiner tegak lurus. Entah dalam arti sosial atau finansial. Pandanganku beralih pada pengemis yang berkeliaran dipinggir kota. Langkah kakiku terhenti, aku mengamati anak-anak manusia yang terabaikan. Wajah belia mereka tertutup bayangan kemiskinan. Mereka bergelut dengan nasib, menertawakan nestapa dengan luka dan air mata: ketidakberdayaan. Melihat napas mereka yang naik turun, aku berpikir bahwa mereka juga merasa lelah. Lelah karena ketidakberdayaan atau bahagia karena lelah? Lelah dalam kebahagiaan atau bahagia dalam kelelahan? Entahlah.

    Terakhir Diperbarui : 2021-08-11
  • Tafsir Waktu   Chapter 12

    Di bawah lampu jalan yang menyala redup.Jantungku terkadang berdegup kencang ketika berjalan sendirian menuju rumahku. Semacam perasaan aneh yang tiba-tiba datang. Aku mempercepat langkahku. Aku ingin agar segera sampai dirumah. Untuk segera beristirahat karena sudah terlalu lelah. Aku memalingkan mataku ke arah lain di sekitar trotoar. Tidak ada siapa-siapa. Sunyi, sementara malam semakin larut. Jam di lenganku menunjuk pukul 23.00. Aku memutuskan untuk meninggalkan tempat itu. Suara sepatuku menggema memecah kesunyian. Angin bertiup semakin dingin. Mendung menghalangi bintang-bintang. Di langit, bulan separuh berwarna pucat. Cahayanya dihalau awan yang didera angin. Angin malam memainkan rambutku. Beberapa langkah kemudian dalam sekejap mataku tertuju kepada banyak orang yang berkumpul diujung jalan. Terdengar suara wanita berteriak melewati telingaku saat itu "Aaaaahhhh... Siapa saja tolong aku!!!" Aku menghentikan langkahku lalu terdiam

    Terakhir Diperbarui : 2021-08-11

Bab terbaru

  • Tafsir Waktu   Chapter 102

    Di depan kami samar-samar sudah terlihat gerbang barat sebuah desa, sesampainya di gerbang kami sangat terkejut, beberapa bagian benteng sudah rusak dan ada banyak bekas pertempuran. Terlihat penjaga gerbang berlari ke dalam desa, sepertinya akan memberitahu warga yang lain kalau kami akan datang. Kami segera berjalan menuju ke tengah desa. Alvar menuju ke papan pengumuman di dekat pohon beringin besar di tengah desa. Kami berjalan dengan ekspresi muka penuh tanda tanya. Sebenarnya apa yang terjadi?"Wahai saudara-saudaraku, apa yang terjadi di desa kalian ini?” tanya Alvar keras kepada para warga yang menyambut kedatangankami."Desa ini telah diserang banyak kawanan hewan buas. Kami sudah berusaha semampu kami untuk melawan dan mempertahankan desa ini, namum mereka sepertinya sudah sulit untuk bisa di kendalikan.” jawab seorang penjaga gerbang mewakili warga."Hewan-hewan itu bermata merah, mereka seperti diperintah oleh suatu kekuatan.”

  • Tafsir Waktu   Chapter 101

    Malam sedang membawaku berjalan di atas roda mimpi yang berputar kala tidur lelapku. Ya, berjalan, bukan berlari. Karena aku ingin menikmati setiap alunan khayalan yang melintas di depanku. Sekelilingku putih, sangat putih tak berujung. Aku terus berjalan dan berjalan hingga putih di sekitarku semakin lama semakin redup ditelan kegelapan. Kemudian aku mendengar bunyi “Tik..tok..tik..tok..” Seperti suara mesin jam yang sedang mengayun jarum detiknya.Aku juga melihat seperti ada sinar dari luar yang menembus ke dalam duniaku. Bola mataku bergerak ke kiri dan ke kanan. Tempat ini sepertinya tidak asing. Aku teliti lagi dan mencoba mengingat tempat ini. Lalu aku merasakan getaran pada pergelangan tanganku seiring dengan suara yang juga tidak asing."Akira! Kau dimana!?" ternyata itu suara profesor Javier, "Prof.." sebelum aku menjawab pertanyaannya tiba-tiba saja suara itu lenyap seketika.Jalanan sangat sepi, bulan masih tersenyum cerah. Lampu jalan masi

  • Tafsir Waktu   Chapter 100

    Tanganku meraba-raba sekitar. Basah. Perlahan, aku menyadari aroma yang menguar dari tempatku berada. Daun. Kelopak mataku terbuka. Pupil mataku mulai menyesuaikan diri dengan cahaya sang surya yang hampir kembali keperaduannya. Setelah terbuka sepenuhnya, aku terduduk dan menatap sekitar. Padang rumput. Aku bangkit berdiri dan mulai berjalan mengikuti ke mana pun kakiku melangkah. Sebulir peluh menetes melewati rahangku. Jantungku berpacu cepat, berlomba-lomba dengan adrenalin yang mengalir deras melalui pembuluh darahku. Tak sedetik pun aku memelankan langkah, berzig-zag di antara pepohonan, melompati akar-akar yang menyembul dari dalam tanah. Menjemput maut yang siap menyambut kematianku. Tubuhku telah bermandi keringat. Kali ini aku semakin merajalela. Menanggalkan alas kakiku, berlari dan terus berlari, tanpa mempedulikan cabang dan ranting pohon yang mengoyak pakaianku, menggores kulitku, dan meninggalkan rasa perih yang menusuk. Aku bisa saja berhenti. M

  • Tafsir Waktu   Chapter 99

    Aku percaya tiap kehidupan -baik yang dulu, sekarang, maupun di masa depan kelak- memiliki tujuannya masing-masing. Aku memalingkan wajahku ke arah seorang pemuda yang tegap berdiri di tengah-tengah cekungan bekas dari pertarungan.Berkali-kali aku menarik napas dengan cepat hingga menimbulkan suara dengusan yang bisa terdengar oleh orang yang ada di sekitarku.Angin sore menerpa permukaan kulit memberikan perasaan kering yang tak biasa. Perasaan kosong itu begitu menggangguku, "Akira jangan kau pikirkan apa yang di ucapkannya, dia hanya ingin membuatmu lupa akan dirimu sendiri.. Dia berusaha menyinggung tentang masa lalumu itu." ucap Alvar."Apa kau tidak percaya Akira!? raja kegelapan bisa menghidupkan orang yang telah mati untuk dijadikan pengikutnya. Dengan kata lain temanmu itu sudah di jadikan boneka oleh raja kegelapan untuk menjalani ke inginannya." ujar Cahir."Sudah cukup Cahir, kau terlalu banyak berbual. Apa tujuanmu datang kesini hanya untuk

  • Tafsir Waktu   Chapter 98

    Sementara itu saat ini suasana semakin mencekam, aku bisa melihat aura kemarahan antara Alvar dan Jugo. Mereka sudah siap menyerang dengan senjatanya masing-masing. "Sebaiknya kita selesaikan saja masalah ini, dari pada kau terus menghalangi perjalanan kami saat ini." tantang Alvar."Kalau itu maumu, aku akan menerimanya. Tapi hari ini aku hanya ingin bertarung dengan Akira, menurutku kau sangat mudah untuk di kalahkan. Sekarang aku ingin menjajal kekuatan dari seorang yang sudah lama di ramalkan untuk menyelamatkan negeri ini." ucap Jugo seakan merendahkan Alvar saat itu.Alvar pun tidak terima karena Jugo sudah meremehkannya saat itu, "Kau jangan banyak bicara Jugo. Kekuatanmu tak sebanding dengan Akira, bahkan kupastikan untuk mengalahkanku pun kau tidak akan sanggup sekarang!" geram Alvar."Aku tidak sepertimu Alvar, kekuatanku sudah terlatih selama ini. Negeri ini bahkan bergantung pada diriku!" ucap Jugo yang semakin congkak."Kalau begitu kau akan

  • Tafsir Waktu   Chapter 97

    Tetesan air langit kini tiada lagi berhamburan ke bumi. Sang raja cahaya kini mulai menampakkan dirinya yang tersipu malu, terhalang oleh mega. Di balik celah-celah batuan terjal kaki gunung melesat kilatan-kilatan cahaya teduh dan cerah. Menghapus warna hitam di langit saat ini. Pagi telah menyambutku.Suara napasku yang beradu cepat bersama langkah kakiku yang sedang berlari. Ku lewati pohon-pohon besar di depanku. Aku sudah tak peduli bagaimana penampilanku sekarang, yang aku pikirkan adalah bagaimana aku bisa sampai di tujuanku dengan cepat dan selamat."Sebuah danau!" ujar Alvar.Aku dan Alvar menghentikan langkah sementara ketika kami sampai di sebuah sungai di hadapan kami sekarang, kami yang kehausan karena sepanjang hari sudah berlari dan bertarung dengan beberapa musuh di perjalanan pun meminum air dari sungai tersebut, dan menyimpannya sedikit untuk bekal melanjutkan perjalanan."Kita akan beristirahat sebentar disini Alvar!" ujar aku.

  • Tafsir Waktu   Chapter 96

    Kami mencoba mengobati kekhawatiran dengan menggumamkan beberapa bait lagu tentang musim panen sambil berjalan diantara pohon-pohon ek yang besar dan berlumut. Matahari sudah terbenam sekitar satu jam yang lalu, kegelapan total mulai turun dan bulan muda belum terbit. Kami melihat sekeliling, memasang telinga untuk gerakan atau suara apapun yang tampak berbahaya.Kami tak mendengar apapun selain suara burung hantu dan jangkrik, kami juga tak melihat apapun selain deretan pepohonan dan semak belukar di sekitar tempat itu. kami kembali menggumamkan lagu sampai telinga ini mendengar suara kemeresak tepat di belakang.Secepat kilat kami berbalik, mencabut busur dan sedetik kemudian sebuah anak panah sudah terpasang. Mata kami mengarah tajam kearah belukar dibelakang, darah ini mengalir lebih cepat dalam nadinya, suara degup jantung terdengar bertalu-talu ditelinga sendiri.Perlahan kami mendekati sumber suara dan tiba-tiba belukar itu bergoyang. Kami terlonjak, mena

  • Tafsir Waktu   Chapter 95

    "Jarak antara tempat ini ke Haven sekitar dua bulan perjalanan jika ditempuh dengan berjalan kaki,” kata Alvar, “Kau tak akan sampai ke Haven tepat waktu tanpa kuda.”Temannya itu tertawa pahit sambil membalik kelinci panggang yang dijerangnya di atas api.“Beruntungnya aku karena kuda yang kubawa dari Yelow Gate terluka parah dan akhirnya mati ketika aku diserang segerombolan Dargo di dekat Creek Hollow,” Bale menggeram dan meludahkan kata Dargo seperti kutukan, “Aku sangat beruntung berhasil membantai sebagian besar dari mereka tanpa terluka. Kuku-kuku mereka seperti dilumuri racun.”Wajah Alvar menjadi semakin suram setelah mendengar cerita rekannya itu. Dargo memang suka membuat onar dan menyerang para pelancong yang melintas di dekat sarang mereka. Namun seingat Alvar jalan besar di Creek Hollow berjarak puluhan league dari Pegunungan Berbatu, dimana gua-gua Dargo berada."Bawalah kepingan uang ini bersamamu, mun

  • Tafsir Waktu   Chapter 94

    Ketika sudah semakin larut malam, kami memutuskan untuk berhenti dan beristirahat. Karena keadaan di sekitar tempat kami berpijak sekarang tidak memungkinkan untuk melanjutkan perjalanan dikarenakan kabut asap yang semakin tebal, padangan kami benar-benar di butakan karena hal itu. Kami tidak tahu kondisi yang kami lewati di depan bagaimana, tapi melihat kejadian yang terjadi pada Alvar tadi, kemungkinan masih banyak jalan yang berbahaya untuk kami lewati.Aku terperanjat bangun dari tidur setelah mendengar suara lolongan serigala di kejauhan, begitu juga Alvar karena terkejut yang mendengar aku bangun secara tiba-tiba. Kami segera bangkit duduk dari alas tidur dan melingkarkan jari-jari ini di gagang pedang yang tak pernah jauh dari tubuh kami untuk berjaga-jaga. "Ada apa Akira!?" tanya Alvar."Tidak apa, perasaanku tidak enak. Aku kira ada yang memperhatikan kita sekarang." jawab aku.Aku tak pernah menyukai serigala. Terlalu banyak pengalaman buruk tentang me

DMCA.com Protection Status