Aku kira pria tua ini adalah salah satu orang jahat yang mempunyai kekuasaan dikota ini bisa saja dia sudah menyuruh orang untuk membuntutiku selama ini, dan mencari tahu tentang kehidupanku selama ini, aku tidak boleh terjebak dengan tawarannya, karena aku tahu orang jujur dikota ini begitu sedikit adanya. "Kenapa? sebenarnya apa yang ingin kau katakan padaku?" tanyaku dengan penuh kehati-hatian.
"Aku akan memberikan apa saja yang kau inginkan, asalkan kau mau melakukan pekerjaan untukku!" katanya meyakinkan.
"Pekerjaan apa yang ingin kau berikan padaku?" tanyaku.
"Jika kau ingin katakan ingin dan aku akan memberitahumu, jika kau tidak mengatakan ingin maka aku pun enggan mengatakannya." katanya seakan mekaksaku dengan halus.
Aku yakin pasti orang tua ini bukanlah orang yang baik, ajakannya seperti ingin menjebakku saja. Aku tidak percaya, dan memikirkan untuk segera pergi dari tempat itu. "Maaf aku tidak bisa jika kau tidak memberitahunya, senang bisa bertemu denganmu." kataku sambil beranjak dari tempat duduk.
Dia hanya tersenyum aneh kepadaku, tatapannya hegitu tajam. Aku melangkahkan kaki meninggalkan dia, tetapi tidak jauh aku melangkah, sesaat aku berpikir dan menoleh kearah tempat tadi, tapi apa yang terjadi benar-benar aneh untukku, karena pria tua itu seketika lenyap dari pandangan. Membuat jantungku semakin berdegup dengan kencang dan pikiranku dipenuhi tanda tanya.
Isi kepalaku benar-benar dipenuhi dengan hal-hal yang aneh saat ini, tapi yang lebih dahsyat lagi. Betapa tidak terkejut dan kaget, baru beberapa meter melangkah, aku sudah melihat pria tua itu tidak ada disana, aku tidak tahu apa atau siapa pria itu? sesosok pria tua yang betul-betul membuat bulu kudukku merinding hebat. Saat itu bulan benar-benar berbeda menyinariku dalam suasana yang begitu temaram, aku harap bisa melupakannya dan tidak bertemu dengannya lagi.
Tetap aku tidak peduli dan tidak ingin membuktikan apa pun yang ada dalam isi kepalaku, jika itu benar sesuatu yang tak kasat mata, diriku belum tentu bisa menghadapinya.
Beberapa detik kemudian, aku cepat-cepat berjalan dan segera menjauh meninggalkan taman tersebut yang dipenuhi dengan tanda tanya.
Suasananya sangat mencekam di malam hari. Beberapa kios juga mulai tutup. Hanya tersisa aku dan rasa takutku yang semakin menjadi-jadi, aku melihat jam ditangan sudah menunjukan pukul sebelas malam, langit yang terang tiba-tiba mulai berubah menjadi gerimis. Karena sudah kemalaman, aku pun memutuskan pulang saja walau gerimis. Namun ditengah jalan, gerimis hujan tadi berubah menjadi hujan besar. Dalam sekejap seluruh pakaianku basah, terlintas dalam pikiranku untuk berteduh di pinggir jalan.
Tapi aku mengurungkan niat, mengingat waktu sudah terlalu malam. Selain itu, sudah tanggung juga basah jadi dengan sedikit berlari aku berusaha keras menerobos hujan deras. Tetapi aku tetap hati-hati karena jalanan licin sekali dan aku takut terjatuh. Disatu sisi tubuhku sudah benar-benar basah.
Di tengah pikiranku saat ini, aku tiba-tiba teringat dengan sebuah jalan memotong. Jalan memotong itu melewati sebuah gang kecil disebuah perumahan, jadi menurut perkiraanku jalanan itu pasti sepi. Aku sudah tidak tahan lagi ingin cepat sampai dirumah, lalu aku memutuskan melewati jalan itu. Nantinya jalan ini akan berujung kepada sebuah gang dan akan menembus kembali kejalan raya.
Dijalan ini, lampu penerangan semakin jarang jadi penderitaanku bertambah sekarang, setelah air hujan yang mengenai mataku membuat pandangan semakin tidak jelas. Ketika sudah ditengah perjalanan melewati jalan pintas itu, aku sedikit khawatir tapi tidak yakin juga karena penglihatanku terhalang oleh hujan, aku melihat seseorang yang sedang berdiri tegak jauh didepanku. Sosok itu berdiri diujung gang, ada yang aneh dengan orang itu. Dia seperti, sedang menungguiku diujung sana.
Namun penglihatanku masih kurang jelas melihatnya, sosok itu berada jauh didepanku dan kondisi penerangan juga kurang. Ketika jarak aku sudah dekat dengannya, sosok itu menghilang begitu saja aku hampir tidak percaya dengan apa yang sudah terjadi, benar-benar aneh sekali.
Aku berusaha tidak mau berpikir macam-macam, tetapi memang kejadian malam ini membuatku tidak dapat berpikir jernih.
Lalu aku melanjutkan perjalananku, aku memang jarang lewat sini, dan yang aku tahu jarang orang melewati tempat ini. Sekarang aku hanya perlu melewati satu rumah untuk melewati gang tersebut, aku mulai yakin kalau benar-benar ada yang janggal ditempat itu. Karena aku seperti sekilas mendengar, suara tawa tapi tidak tahu dari mana asalnya, karena disitu tidak ada siapa pun selain diriku.Sudah dingin karena hujan sekarang harus mendengar suara tawa itu membuatku merinding dan tiba-tiba petir menggelegar keras lalu suasana disekitar menjadi terang benderang seketika. Sekarang aku melihat bayangan sesorang dijalan, aku yakin itu bukan bayanganku karena jelas sekali selain bayanganku, disitu ada satu lagi bayangan entah milik siapa? Yang ada dipikiranku sebisa mungkin aku menjauh dari sana, aku hampir terjatuh karena langkahku mulai berat oleh air hujan. Aku masih berlari tidak lagi memperdulikan sesuatu disekitar, dan dalam hitungan detik saat itu aku sudah keluar dari komplek sudah kembali kejalan raya hampir dekat dengan rumahku.
Udara dingin dan perasaan syok yang aku alami membuat tanganku gemetar hingga anggota tubuh lainnya. Aku memutuskan terus berlari pulang kerumah dengan cepat.
Sesampai dirumah aku mulai menggigil ketakutan, kedua kakiku gemetar hampir membuatku tidak bisa berjalan lagi. Aku ingin histeris, berteriak sambil menutup kepalaku, tapi aku masih bisa menahan diri dan sadar kemudian aku masuk kedalam kamar mandi untuk segera membasuh tubuhku dengan air hangat, agar bisa segera tidur.
Aku pun memasuki kamar mandi. Didalam ternyata lebih mencekam bulu kuduk pun semakin merinding. Tiba-tiba aku merasa seperti ada yang sedang memperhatikanku saat itu. Aku menelan ludah, melirik kiri dan kanan ruangan tapi tidak ada apa pun disitu.
Auranya sudah sangat mencekam, dan makin terasa pekat saat itu aku bergegas membersihkan tubuhku. Lampu yang redup kini berkedip sesaat. Setelah selesai aku memakai pakaianku dan langsung berbaring diatas tempat tidur.
Saat mau tidur, aku pun berfikir dengan kejadian menyeramkan yang baru saja aku alami, "kenapa aku harus bertemu dengan pria tua tadi? dan kenapa belakangan hari ini aku selalu dihadapkan kepada kejadian yang aneh." bergumam aku dalam hati.
Mendung sudah lama menyelimuti, terdengar suara bergemuruh di langit. Kilat sesekali menyambar, bau tanah basah dan angin kencang membuat perasaan semakin tidak karuan.
Hujan tak kunjung reda, angin semakin kencang menerpa, menyelinap dari celah-celah jendela. Untung saja atap rumah tak bocor meskipun bangunan ini sudah tua. Malam semakin gelap, jalanan semakin sepi. Petir menyambar diikuti gemuruh yang mengagetkan, seketika listrik pun padam. "Sialan! kenapa harus mati lampu sih! gumam aku dalam hati.
Berjalan menyusuri ruangan sebelah kamarku, berharap ada keajaiban untuk membantu penerangan selama beberapa jam kedepan. Mencari lilin dilaci yang lama tak terjamah, tangan dan kaki terasa lengket akan debu yang singgah.
Tak ingin pikir panjang aku langsung kembali kekamarku, syukur saja menemukan lilin untuk menerangi kamarku semalaman. Menata lilin ditengah ruangan, mengambil korek diatas meja yang sedari tadi tergeletak. Ruangan terasa kembali hangat. Api yang sesekali bergoyang tertiup angin hujan, membuat suasana semakin senyap. "Aku harap tidak ada yang aneh lagi malam ini" gumam aku dalam hati.
Tak ingin takut dirumah sendiri, mencoba untuk tetap berani sambil membohongi telinga yang mendengar ketukan aneh tak kunjung henti dari luar jendela. Anggap saja tikus kelaparan mencari jalan masuk, maklum saja, bangunan ini sudah cukup lama ditinggali. Aku memeluk dengan erat, badanku yang menggigil dingin dan ketakutan. Hening. Satu lilin padam tertiup angin.
Aku menutupi seluruh tubuhku dengan selimut, suara langkah terdengar semakin berat, mendekat. Tiba-tiba saja bunyi tetesan air jatuh kelantai mengiringi suara cakaran di tembok penjuru ruangan, "Apa itu setauku atap rumahku tidak ada yang bocor dan rusak." gumam aku dalam hati. Semuanya terjadi begitu cepat. Dingin, gelap, ketakutan.Semuanya terasa janggal malam ini, kenapa ini harus terjadi padaku. Aku harap kantuk segera datang. Lenyap seketika, meninggalkan luka."Gelap... Di mana aku?" aku bertanya sembari mendengar suara. Suara dari jantungku sendiri yang berdegup mengejar ketakutannya. Tubuhku bergeliat dan menimbulkan suara lain dari gemertak sendi tubuhku. Suara dari tubuh jauh lebih jelas dari pandanganku yang hitam.Tidak ada yang lain kecuali aku. Aku tidak mendengar sebuah pantulan dari apapun. Pantulan yang selalu aku rasakan seperti kemarin. Dari sebuah cahaya, sampai sensasi melihat bayangan seseorang didekat jendela. Hanya diriku sendiri dikamar
Mata bisa menipuku, tapi suara hati tidak. Hal itulah yang mendorongku keluar dari kegelapan waktu. Meninggalkan kesunyian yang selama ini membelenggu diriku. Suara hati itu berwujud harapan. Apakah sesuatu yang konyol, tentu tidak? Aku terdiam di sini, di antara meja dan kursi dapur dan seorang pria yang tidak kukenali sama sekali. Hanya ingin mendengarkan serta memastikan dengan jelas, suara hati ini. Suara hati yang mengarahkan pergi mencari hari esok yang lebih baik. Mencari arti dari kenyataan, menanam benih mimpi lalu menuainya. Tidak lagi menanti dititik yang sama.aku mengatur nafas pelan-pelan dan mengusap seluruh wajah dengan kedua tangan ini agar cepat mendapatkan keputusan. Aku terpejam sejenak, merasakan irama detak jantungku yang mulai normal. Tapi, tiba-tiba derap langkah kaki terdengar dari arah belakang, aku membelakkan mata ketika sebuah tangan menepuk pundaku, " Hey! Akira sedang apa kau?" kemudian aku menengok kebelakang melihat siapa yang datang. Ternyata
Aku menggumpalkan tangan kanan lalu menempelkan dibibirku beberapa kali. Seolah mentransfer energi ketegaran menghirup atmosfer kota. Langkah kaki yang gugup perlahan mulai santai. Kedua bola mataku perlahan berani menantang kilau mentari senja. Sorotan sang senja, menyinari Kota Tua, tanah harapan banyak orang. Terlihat gedung-gedung menjulang tinggi, kontras dengan perumahan kumuh yang landai, menggoreskan garis imajiner tegak lurus. Entah dalam arti sosial atau finansial. Pandanganku beralih pada pengemis yang berkeliaran dipinggir kota. Langkah kakiku terhenti, aku mengamati anak-anak manusia yang terabaikan. Wajah belia mereka tertutup bayangan kemiskinan. Mereka bergelut dengan nasib, menertawakan nestapa dengan luka dan air mata: ketidakberdayaan. Melihat napas mereka yang naik turun, aku berpikir bahwa mereka juga merasa lelah. Lelah karena ketidakberdayaan atau bahagia karena lelah? Lelah dalam kebahagiaan atau bahagia dalam kelelahan? Entahlah.
Di bawah lampu jalan yang menyala redup.Jantungku terkadang berdegup kencang ketika berjalan sendirian menuju rumahku. Semacam perasaan aneh yang tiba-tiba datang. Aku mempercepat langkahku. Aku ingin agar segera sampai dirumah. Untuk segera beristirahat karena sudah terlalu lelah. Aku memalingkan mataku ke arah lain di sekitar trotoar. Tidak ada siapa-siapa. Sunyi, sementara malam semakin larut. Jam di lenganku menunjuk pukul 23.00. Aku memutuskan untuk meninggalkan tempat itu. Suara sepatuku menggema memecah kesunyian. Angin bertiup semakin dingin. Mendung menghalangi bintang-bintang. Di langit, bulan separuh berwarna pucat. Cahayanya dihalau awan yang didera angin. Angin malam memainkan rambutku. Beberapa langkah kemudian dalam sekejap mataku tertuju kepada banyak orang yang berkumpul diujung jalan. Terdengar suara wanita berteriak melewati telingaku saat itu "Aaaaahhhh... Siapa saja tolong aku!!!" Aku menghentikan langkahku lalu terdiam
Aku sudah pasrah saat itu, dalam pikiranku pasti malam ini aku akan mati ditangan mereka dengan peluru menembus dikepalaku. Mungkin ini akhir hidupku sesaat aku mengingat segala sesuatu dari masa lalu, "Ini adalah akhir hidupku, penderitaanku akan selesai disini.""Aku tidak takut padamu!!" lirih suaraku menahan semua rasa sakit yang ada.Terlihat dengan mataku pria tersebut seperti akan menarik pelatuk pistolnya, dan pria lain yang berada disekelilingku tertawa jahat ketika melihat penderitaanku. "Hahaha!!!"Aku memejamkan mataku untuk siap mati, namun tiba-tiba saja terdengar suara sesuatu dari atas. Aku pun membuka mata seketika cahaya yang begitu terang menyilaukan mataku dan berandalan yang sedang didekatku. Tidak tahu itu apa, tapi cahayanya hampir membuat mata ini tak sanggup melihatnya, aku pikir apakah itu bintang jatuh dari atas langit. Kalau benar pasti aku akan mati mengenaskan sektika.Semakin dekat, cahanya semakin memudar mataku terbelalak
Aku gundah dan gelisah. Aku menggigil ketakutan, seluruh tubuhku gemetaran. Terduduk lemah dikursi dalam kamarku, aku berusaha menenagkan diri setelah apa yang terjadi. Namun, kenyataan memburuku dengan ketakutan tak terperikan.Seperti benang kusut yang seolah mustahil bisa diurai. Aku lemas dan merunduk. Dadaku terasa sangat sesak dan sakit. Keringat membasahi keningku, mengalir dari pelipis hingga leher. Tengkukku basah, mataku basah.Angin berembus kencang. Pohon-pohon diluar condong searah angin. aku menutupi wajah sebelah kanan dengan telapak tanganku.Sesaat tiba-tiba saja aku mengingat suara desing peluru dan pria tua yang tadi. Saat itu aku baru saja melarikan diri dengan segenap kekuatan kakiku yang mulai lemas ini.Sebagian besar manusia memang tak bisa melawan rasa takutnya, dan kadang-kadang itu bukan sesuatu yang buruk. Kesadaran menyelamatkan diri merupakan hal yang begitu alami.Jalan hidupku masihlah sangat panjang, panda
Aku tercengang, bukan hanya karena dia seperti bisa membaca pikiranku. Semua yang dikatakan olehnya baru saja membuatku terheran-heran. "Apa maksudmu ilmuwan yang lain? apa ada seseorang yang menjelajah waktu selain dirimu?""Apa kau sudah percaya sekarang Akira!? kalau aku adalah seorang penjelajah waktu." katanya, secara tidak sadar aku seperti terbawa atas apa yang dia bicarakan."Ma..m.. maksudku, bukan seperti itu!" gagap aku sampai tidak bisa berkata-kata."Sudah aku sudah tau itu!""Apa maksudmu sudah tau? apa kau bisa membaca pikiranku?" cetus aku."Tidak! itu bisa kulihat semuanya diwajahmu." katanya dengan senyuman yang aneh itu.Aku tidak percaya dengannya, aku rasa dia benar bisa membaca pikiranku. Karena beberapa kali dia melakukan hal itu. Kalau dia bilang hanya bisa melihatnya dari mimik wajahku, sekarang aku pun merasa bisa membaca mimik wajahnya kalau dia sedang berbohong saat ini. "Aku yakin dia bisa membaca pikiranku." ber
Melihat kesekitar, aku pun tercengang karena kembali kemasa lalu. Tanpa perlu bukti seketika aku melirik jam yang aku kenakan ditanganku, benar itu pun berbeda waktu itu masih pukul 19.30. Aku sampai tidak percaya jika aku berada ditahun 1960 beberapa tahun yang lalu aku tinggal dikota ini. Aku berhasil mental kebelakang menuju tahun ini, aku masih tidak percaya, Hingga aku mulai berdiri diatas dua kakiku. Kupandadangi dengan mata telanjang apa yang ada disekelilingku,sungguh menentramkan jiwaku.Mataku terpejam sejenak sembari merasakanudara yang merambat pelan melewati aliran darah dalam tubuh ini. Tak akan bosan kelima indera ini menikmati indahnya udara disekeliling yang menebarkan aroma kelembutan disekitar. Mataku akan tetap bisa merasakan indahnya dunia walau terpejam sekalipun.Masih terlihat mobil keluaran lama yang ada ditahun ini dan kereta kuda yang berlalu lalang, mereka yang sudah lama menjadi saksi hidupku dijalan masih ada dan aku kemb
Di depan kami samar-samar sudah terlihat gerbang barat sebuah desa, sesampainya di gerbang kami sangat terkejut, beberapa bagian benteng sudah rusak dan ada banyak bekas pertempuran. Terlihat penjaga gerbang berlari ke dalam desa, sepertinya akan memberitahu warga yang lain kalau kami akan datang. Kami segera berjalan menuju ke tengah desa. Alvar menuju ke papan pengumuman di dekat pohon beringin besar di tengah desa. Kami berjalan dengan ekspresi muka penuh tanda tanya. Sebenarnya apa yang terjadi?"Wahai saudara-saudaraku, apa yang terjadi di desa kalian ini?” tanya Alvar keras kepada para warga yang menyambut kedatangankami."Desa ini telah diserang banyak kawanan hewan buas. Kami sudah berusaha semampu kami untuk melawan dan mempertahankan desa ini, namum mereka sepertinya sudah sulit untuk bisa di kendalikan.” jawab seorang penjaga gerbang mewakili warga."Hewan-hewan itu bermata merah, mereka seperti diperintah oleh suatu kekuatan.”
Malam sedang membawaku berjalan di atas roda mimpi yang berputar kala tidur lelapku. Ya, berjalan, bukan berlari. Karena aku ingin menikmati setiap alunan khayalan yang melintas di depanku. Sekelilingku putih, sangat putih tak berujung. Aku terus berjalan dan berjalan hingga putih di sekitarku semakin lama semakin redup ditelan kegelapan. Kemudian aku mendengar bunyi “Tik..tok..tik..tok..” Seperti suara mesin jam yang sedang mengayun jarum detiknya.Aku juga melihat seperti ada sinar dari luar yang menembus ke dalam duniaku. Bola mataku bergerak ke kiri dan ke kanan. Tempat ini sepertinya tidak asing. Aku teliti lagi dan mencoba mengingat tempat ini. Lalu aku merasakan getaran pada pergelangan tanganku seiring dengan suara yang juga tidak asing."Akira! Kau dimana!?" ternyata itu suara profesor Javier, "Prof.." sebelum aku menjawab pertanyaannya tiba-tiba saja suara itu lenyap seketika.Jalanan sangat sepi, bulan masih tersenyum cerah. Lampu jalan masi
Tanganku meraba-raba sekitar. Basah. Perlahan, aku menyadari aroma yang menguar dari tempatku berada. Daun. Kelopak mataku terbuka. Pupil mataku mulai menyesuaikan diri dengan cahaya sang surya yang hampir kembali keperaduannya. Setelah terbuka sepenuhnya, aku terduduk dan menatap sekitar. Padang rumput. Aku bangkit berdiri dan mulai berjalan mengikuti ke mana pun kakiku melangkah. Sebulir peluh menetes melewati rahangku. Jantungku berpacu cepat, berlomba-lomba dengan adrenalin yang mengalir deras melalui pembuluh darahku. Tak sedetik pun aku memelankan langkah, berzig-zag di antara pepohonan, melompati akar-akar yang menyembul dari dalam tanah. Menjemput maut yang siap menyambut kematianku. Tubuhku telah bermandi keringat. Kali ini aku semakin merajalela. Menanggalkan alas kakiku, berlari dan terus berlari, tanpa mempedulikan cabang dan ranting pohon yang mengoyak pakaianku, menggores kulitku, dan meninggalkan rasa perih yang menusuk. Aku bisa saja berhenti. M
Aku percaya tiap kehidupan -baik yang dulu, sekarang, maupun di masa depan kelak- memiliki tujuannya masing-masing. Aku memalingkan wajahku ke arah seorang pemuda yang tegap berdiri di tengah-tengah cekungan bekas dari pertarungan.Berkali-kali aku menarik napas dengan cepat hingga menimbulkan suara dengusan yang bisa terdengar oleh orang yang ada di sekitarku.Angin sore menerpa permukaan kulit memberikan perasaan kering yang tak biasa. Perasaan kosong itu begitu menggangguku, "Akira jangan kau pikirkan apa yang di ucapkannya, dia hanya ingin membuatmu lupa akan dirimu sendiri.. Dia berusaha menyinggung tentang masa lalumu itu." ucap Alvar."Apa kau tidak percaya Akira!? raja kegelapan bisa menghidupkan orang yang telah mati untuk dijadikan pengikutnya. Dengan kata lain temanmu itu sudah di jadikan boneka oleh raja kegelapan untuk menjalani ke inginannya." ujar Cahir."Sudah cukup Cahir, kau terlalu banyak berbual. Apa tujuanmu datang kesini hanya untuk
Sementara itu saat ini suasana semakin mencekam, aku bisa melihat aura kemarahan antara Alvar dan Jugo. Mereka sudah siap menyerang dengan senjatanya masing-masing. "Sebaiknya kita selesaikan saja masalah ini, dari pada kau terus menghalangi perjalanan kami saat ini." tantang Alvar."Kalau itu maumu, aku akan menerimanya. Tapi hari ini aku hanya ingin bertarung dengan Akira, menurutku kau sangat mudah untuk di kalahkan. Sekarang aku ingin menjajal kekuatan dari seorang yang sudah lama di ramalkan untuk menyelamatkan negeri ini." ucap Jugo seakan merendahkan Alvar saat itu.Alvar pun tidak terima karena Jugo sudah meremehkannya saat itu, "Kau jangan banyak bicara Jugo. Kekuatanmu tak sebanding dengan Akira, bahkan kupastikan untuk mengalahkanku pun kau tidak akan sanggup sekarang!" geram Alvar."Aku tidak sepertimu Alvar, kekuatanku sudah terlatih selama ini. Negeri ini bahkan bergantung pada diriku!" ucap Jugo yang semakin congkak."Kalau begitu kau akan
Tetesan air langit kini tiada lagi berhamburan ke bumi. Sang raja cahaya kini mulai menampakkan dirinya yang tersipu malu, terhalang oleh mega. Di balik celah-celah batuan terjal kaki gunung melesat kilatan-kilatan cahaya teduh dan cerah. Menghapus warna hitam di langit saat ini. Pagi telah menyambutku.Suara napasku yang beradu cepat bersama langkah kakiku yang sedang berlari. Ku lewati pohon-pohon besar di depanku. Aku sudah tak peduli bagaimana penampilanku sekarang, yang aku pikirkan adalah bagaimana aku bisa sampai di tujuanku dengan cepat dan selamat."Sebuah danau!" ujar Alvar.Aku dan Alvar menghentikan langkah sementara ketika kami sampai di sebuah sungai di hadapan kami sekarang, kami yang kehausan karena sepanjang hari sudah berlari dan bertarung dengan beberapa musuh di perjalanan pun meminum air dari sungai tersebut, dan menyimpannya sedikit untuk bekal melanjutkan perjalanan."Kita akan beristirahat sebentar disini Alvar!" ujar aku.
Kami mencoba mengobati kekhawatiran dengan menggumamkan beberapa bait lagu tentang musim panen sambil berjalan diantara pohon-pohon ek yang besar dan berlumut. Matahari sudah terbenam sekitar satu jam yang lalu, kegelapan total mulai turun dan bulan muda belum terbit. Kami melihat sekeliling, memasang telinga untuk gerakan atau suara apapun yang tampak berbahaya.Kami tak mendengar apapun selain suara burung hantu dan jangkrik, kami juga tak melihat apapun selain deretan pepohonan dan semak belukar di sekitar tempat itu. kami kembali menggumamkan lagu sampai telinga ini mendengar suara kemeresak tepat di belakang.Secepat kilat kami berbalik, mencabut busur dan sedetik kemudian sebuah anak panah sudah terpasang. Mata kami mengarah tajam kearah belukar dibelakang, darah ini mengalir lebih cepat dalam nadinya, suara degup jantung terdengar bertalu-talu ditelinga sendiri.Perlahan kami mendekati sumber suara dan tiba-tiba belukar itu bergoyang. Kami terlonjak, mena
"Jarak antara tempat ini ke Haven sekitar dua bulan perjalanan jika ditempuh dengan berjalan kaki,” kata Alvar, “Kau tak akan sampai ke Haven tepat waktu tanpa kuda.”Temannya itu tertawa pahit sambil membalik kelinci panggang yang dijerangnya di atas api.“Beruntungnya aku karena kuda yang kubawa dari Yelow Gate terluka parah dan akhirnya mati ketika aku diserang segerombolan Dargo di dekat Creek Hollow,” Bale menggeram dan meludahkan kata Dargo seperti kutukan, “Aku sangat beruntung berhasil membantai sebagian besar dari mereka tanpa terluka. Kuku-kuku mereka seperti dilumuri racun.”Wajah Alvar menjadi semakin suram setelah mendengar cerita rekannya itu. Dargo memang suka membuat onar dan menyerang para pelancong yang melintas di dekat sarang mereka. Namun seingat Alvar jalan besar di Creek Hollow berjarak puluhan league dari Pegunungan Berbatu, dimana gua-gua Dargo berada."Bawalah kepingan uang ini bersamamu, mun
Ketika sudah semakin larut malam, kami memutuskan untuk berhenti dan beristirahat. Karena keadaan di sekitar tempat kami berpijak sekarang tidak memungkinkan untuk melanjutkan perjalanan dikarenakan kabut asap yang semakin tebal, padangan kami benar-benar di butakan karena hal itu. Kami tidak tahu kondisi yang kami lewati di depan bagaimana, tapi melihat kejadian yang terjadi pada Alvar tadi, kemungkinan masih banyak jalan yang berbahaya untuk kami lewati.Aku terperanjat bangun dari tidur setelah mendengar suara lolongan serigala di kejauhan, begitu juga Alvar karena terkejut yang mendengar aku bangun secara tiba-tiba. Kami segera bangkit duduk dari alas tidur dan melingkarkan jari-jari ini di gagang pedang yang tak pernah jauh dari tubuh kami untuk berjaga-jaga. "Ada apa Akira!?" tanya Alvar."Tidak apa, perasaanku tidak enak. Aku kira ada yang memperhatikan kita sekarang." jawab aku.Aku tak pernah menyukai serigala. Terlalu banyak pengalaman buruk tentang me