“Akira.. Akiraa.. Akira..” terdengar suara Belinda dalam mimpiku“bangunlah Akira!” sontak aku terkejut dan terjaga dari tidurku.
Mataku mengerjap-ngerjap mencari titik fokusnya.Aku mengernyitkan dahi, memperhatikan sekeliling. lalu tubuhku sontak terasa kembali perihnya dengan perban terpasang hampir disekujur tubuh tetapi aku memaksakan diriku untuk terbangun dari ranjang tempatku berada sekarang.
"Dimana aku sekarang ini?" aku terbaring lemas. Begitu hening. Begitu ganjil. Seakan-akan kehidupan menjadi sebuah ruang kosong yang telah lama ditinggalkan penghuninya.Aku menghela napas, pelan-pelan ingatanku kembali. Disitu aku baru ingat terakhir kali aku habis bertarung hebat dengan monster dan masuk ke lorong waktu untuk kembali ke masa depan, mungkin sekarang aku sedang berada dikamarnya dokter Javier.
Di jantung sebuah dinding, jarum jam terus bergerak, menunjuk angka dua, dini hari. Dingin bertambah dingin. Hening bertambah hening.
Kukira, sampai kapan pun aku tidak akan pernah melupakan pemilik wajah indah yang sengaja membiarkan rambut panjangnya tergerai dihempas angin. Juga senyumnya yang begitu tenang. Setenang permukaan air danau yang menghampar luas dibalik taman kota, dimana senja kerap kali memutuskan untuk bersembunyi. Setelah melewati beberapa blok di kota, kami berhenti saling menatap sambil melepaskan kerinduan. Kami berlari-lari kecil dengan cepat menjauh dari kejaran. Bagaimana derap langkah kami yang lincah melewati kepungan salju, membuat mereka tertinggal jauh dibelakang. Aku tak melihat lagi orang-orang yang mengejar kami berdua dari bar tadi, dibalik pohon cemara yang rimbun dan tertutup oleh salju kami bersembunyi. Ya, tak peduli dengan hal itu di taman kota sekarang aku bisa bersama Belinda berduaan. Lalu berjalan riang mendampingnya. Berusaha menjadi pemandu yang baik bagi wanita yang baru saja melepaskan kegelisahannya selama ini. "Kamu kemana saja, aku sudah lam
Tepat didalam ruangan itu, tidak ada maksud untuk mengundang kebisuan, tapi iadatang dengan tiba-tiba. Memang suasana dingin sekali, bertambah lagi hati. Dalam hitungan, pada masa yang cukup lama mula pembicaraan belum menemukan nada dan intonasi yang kena. Setidaknya bukan ungkapan yang dikeluarkan dengan terpaksa kelihatannya, tetapi benar-benar dari dalam hati. Atau belajar terlebih dahulu bagaimana memunculkan sesuatu dari hati yang tak terlihat terpaksa. Belinda menatap keseliling dia masih belum tahu kenapa aku mengajaknya keruangan itu. "Mau apa kita disini?" Aku berdiri tepat didepan piano tua bekas peninggalan ayahku, kemudian aku menekan salah satu not untuk membuka ruangan tersembunyi yang ada dikamar itu. "Kau akan kagum melihatnya." kataku, kemudian piano itu bergeser dan dinding kamar terbuka memperlihatkan pintu menuju ruang bawah tanah. Belinda tertegun sambil menghampiri pintu itu, "Pintu apa ini? ada apa didalamnya!? tanyanya semakin p
Siapa yang ada diluar sana? Mungkin itu Bernardo yang akan membalas perbuatanku karena aku sudah membunuh anak buahnya, mungkin sekarang ia membawa lebih banyak orang untuk mencoba membunuhku. Gagang pintu berderit “JEGREEEKKK!!!”seolah seseorang yang ada diluar sana memaksa untuk masuk kedalam. Belinda yang terduduk di sofa menatap khawatir kepadaku. Lalu aku buka pintu itu, sontak aku terkejut ketika melihat Mario masuk dengan tubuh yang lemas dan darah yang memenuhi wajahnya. "Mario kenapa kau!? siapa yang melakukan semua ini!?" tanyaku sambil memapah tubuhnya. "Akira.. kau harus cepat pergi!? mereka semua mengejarmu." lirih Mario matanya sayu seperti dan menahan tubuhnya yang sakit. "Siapa mereka!? apa ini ulah Bernardo!?" tanyaku yang mulai khawatir melihat keadaannya yang sulit untuk berbicara. "A..Aku.." sebelum memeberitahunya Mario sudah tak sadarkan diri saat itu, Belinda pun terkejut melihat Mario yang sudah terkapar. "Kenapa dia Akir
Kulihat dari arah kananku, sebuah pabrik mewah menyemburkan gumpalan awan hitam dari sebuah cerobong asap kuno yang panas keatas langit biru seakan hendak menjadikannya kelabu. Sungguh aku sangat benci melihatnya. Apa yang aku lihat disini? sudah seperti mimpi buruk saja. Sebuah pemandangan yang menyesakkan mata. Asap hitam menggumpal dimana-mana. Menutup jarak pandangku saat berjalan. Lebih panas dari tempat sebelumnya. Kabut hitam beterbangan menutup semua kawasan di wilayah ini. Lalu aku berjalan diantara dua gedung sambil memegang senjataku bersiaga kalau ada musuh yang tiba-tiba menyerang. Terlalu banyak kendaraan roda empat terbalik sehabis terbakar. Memenuhi jalan hampir tanpa sekat.Tidak tahu kemana pemiliknya? Sebuah robot nampak memanjat dinding teratas diluar kaca. Robot-robot dengan tangan berkabelnya, ia menjalar ke sudut-sudut dinding kaca. Tanpa kepala, tanpa mata, aku pikir ada sesuatu yang terjadi digedung itu. Maka aku mendekatinya, Se
Setelah sampai di laboratorium profesor Javier, aku langsung saja menemui Mario yang berada di kamar sedang mendapatkan perawatan, untungnya saat aku masuk dia sudah siuman seperti semula kembali."Kau sudah baikan!?" tanyaku. "Sudah, aku dirawat dengan baik oleh profesor Javier dan nona Nixie." kata Mario. "Sebenarnya apa yang terjadi padamu, siapa yang melakukan ini semua padamu!?" tanyaku. "Bernardo, dia menanyakan keberadaanmu kepadaku. Tapi aku tidak ingin memberitahunya karena aku pikir mereka pasti akan menghajarmu lagi. Dan sekarang aku tau masalahmu dengannya lebih serius setelah kau membawa Belinda bersamamu." jelas Mario. "Aku sudah tidak tahan lagi melihat dia menderita bersama Bernardo. Kami saling mencintai karena itu aku membawanya ketempat ini." kataku. "Sebenarnya kau ini apa sekarang!? kenapa kita ada ditempat ini!?" tanya Bernardo sambil melirik kesekitarnya. "Mungkin sulit untuk dijelaskan, tapi yang jelas aku se
Di atas sana langit seakan sedang berbahagia riang menaburkan gumpalan awan cerah berhias mentari dengan cahaya kuning keemasan berkilau terik menembus lapisan atmosfer bumi. Aku menghampiri Belinda, sekarang ia terlihat memberikan senyum itu kepadaku. Tapi entah kenapa aku merasa ada yang berbeda dari senyumannya saat itu. Sepertinya waktu akan menunjukan hal yang membuatku kualahan lagi kali ini, apa yang akan terjadi? aku memiliki firasat buruk, yang aku sendiri tidak tahu itu apa. Kemudian aku duduk disebelahnya, "Sekarang kamu makan ya, aku sudah membuatkan makanan ini untukmu." ia mengambil sesendok makanan tersebut dari piring yan dipeganngnya, lalu menyuapiku. Aku belum pernah makan senikmat ini, suapan penuh cinta mungkin adalah bumbu rahasianya. "Terimakasih ya, kamu baik sekali." puji aku kepadanya. "Aku senang kalau kamu suka." lirihnya kemudian ia menaruh makanan itu, setelah sekian lama sendiri saat itu aku merasakan ketulusaan dan peras
Seorang lelaki berambut merah melompat dari gerbong kereta yang hancur. Tangannya memegang senjata lalu ia melepaskan tembakan kearahku. “Mati kau, Agen bodoh!” Teriak pria bermata amber itu. Dengan cepat aku mengelak. Tiba-tiba dibelakangnya muncul makhluk hitam yang dipimpin pria berambut merah tembaga itu. "Ayo hancurkan tempat ini! Jangan sampai ada yang tersisa!” Titah pria itu. “Grrr..” Makhluk hitam itu menggeram. Mereka beringas. menyebar kesegala penjuru tempat itu. Seketika aku pun bergerak cepat kearah kawanan makhluk hitam besar itu.Aku melepaskan tembakan diselingi dengan gerakan cepatku kekiri dan kanan. Seketika tembakan laserku mengenai mereka. Dalam sekejap, 15 makhluk hitam tumbang. Aku berkedip dan mata pria dihadapanku menyala.Lelaki itu membuka mata. Menampilkan manik biru samudra dibaliknya. Jatungku berdegup kencang. Kembali aku bertemu pandang. Sorot lekat ungu itu seakan menghipnotisku. Dia mengulurkan
Aku tertunduk sambil menyilangkan dua tanganku, tiba-tiba saja sebuah panggilan hologram muncul dari arloji, ternyata itu dari profesor Javier sentak aku terbangun dari lamunan. "Akira, apa kau baik-baik saja!?" tanya profesor. "Tentu saja tidak prof, aku sekarang sedang terkurung di penjara bawah tanah oleh orang-orang yang tidak aku kenal. sebenarnya ada apa ini prof kenapa aku tidak bisa membuka portal waktu!?" lirih aku. "Ada seseorang yang sedang mengendalikan portal waktu, mungkin itu dari pihak musuh. Aku sedang mengusahakan agar kau bisa kembali pulang." kata profesor. "Lalu apakah arloji ini tidak bisa digunakan, karena aku ingin keluar dari tempat busuk ini sekarang." kataku. "Tenang saja, arloji yang kau gunakan baik-baik saja. Hanya daja ada sedikit masalah untuk membuka ruang waktu, kau bisa menggunakan senjatamu untuk keluar dari tempat itu." jelas profesor. "Apa Belinda baik-baik saja prof disana!?" tanyaku yang langsung menging
Di depan kami samar-samar sudah terlihat gerbang barat sebuah desa, sesampainya di gerbang kami sangat terkejut, beberapa bagian benteng sudah rusak dan ada banyak bekas pertempuran. Terlihat penjaga gerbang berlari ke dalam desa, sepertinya akan memberitahu warga yang lain kalau kami akan datang. Kami segera berjalan menuju ke tengah desa. Alvar menuju ke papan pengumuman di dekat pohon beringin besar di tengah desa. Kami berjalan dengan ekspresi muka penuh tanda tanya. Sebenarnya apa yang terjadi?"Wahai saudara-saudaraku, apa yang terjadi di desa kalian ini?” tanya Alvar keras kepada para warga yang menyambut kedatangankami."Desa ini telah diserang banyak kawanan hewan buas. Kami sudah berusaha semampu kami untuk melawan dan mempertahankan desa ini, namum mereka sepertinya sudah sulit untuk bisa di kendalikan.” jawab seorang penjaga gerbang mewakili warga."Hewan-hewan itu bermata merah, mereka seperti diperintah oleh suatu kekuatan.”
Malam sedang membawaku berjalan di atas roda mimpi yang berputar kala tidur lelapku. Ya, berjalan, bukan berlari. Karena aku ingin menikmati setiap alunan khayalan yang melintas di depanku. Sekelilingku putih, sangat putih tak berujung. Aku terus berjalan dan berjalan hingga putih di sekitarku semakin lama semakin redup ditelan kegelapan. Kemudian aku mendengar bunyi “Tik..tok..tik..tok..” Seperti suara mesin jam yang sedang mengayun jarum detiknya.Aku juga melihat seperti ada sinar dari luar yang menembus ke dalam duniaku. Bola mataku bergerak ke kiri dan ke kanan. Tempat ini sepertinya tidak asing. Aku teliti lagi dan mencoba mengingat tempat ini. Lalu aku merasakan getaran pada pergelangan tanganku seiring dengan suara yang juga tidak asing."Akira! Kau dimana!?" ternyata itu suara profesor Javier, "Prof.." sebelum aku menjawab pertanyaannya tiba-tiba saja suara itu lenyap seketika.Jalanan sangat sepi, bulan masih tersenyum cerah. Lampu jalan masi
Tanganku meraba-raba sekitar. Basah. Perlahan, aku menyadari aroma yang menguar dari tempatku berada. Daun. Kelopak mataku terbuka. Pupil mataku mulai menyesuaikan diri dengan cahaya sang surya yang hampir kembali keperaduannya. Setelah terbuka sepenuhnya, aku terduduk dan menatap sekitar. Padang rumput. Aku bangkit berdiri dan mulai berjalan mengikuti ke mana pun kakiku melangkah. Sebulir peluh menetes melewati rahangku. Jantungku berpacu cepat, berlomba-lomba dengan adrenalin yang mengalir deras melalui pembuluh darahku. Tak sedetik pun aku memelankan langkah, berzig-zag di antara pepohonan, melompati akar-akar yang menyembul dari dalam tanah. Menjemput maut yang siap menyambut kematianku. Tubuhku telah bermandi keringat. Kali ini aku semakin merajalela. Menanggalkan alas kakiku, berlari dan terus berlari, tanpa mempedulikan cabang dan ranting pohon yang mengoyak pakaianku, menggores kulitku, dan meninggalkan rasa perih yang menusuk. Aku bisa saja berhenti. M
Aku percaya tiap kehidupan -baik yang dulu, sekarang, maupun di masa depan kelak- memiliki tujuannya masing-masing. Aku memalingkan wajahku ke arah seorang pemuda yang tegap berdiri di tengah-tengah cekungan bekas dari pertarungan.Berkali-kali aku menarik napas dengan cepat hingga menimbulkan suara dengusan yang bisa terdengar oleh orang yang ada di sekitarku.Angin sore menerpa permukaan kulit memberikan perasaan kering yang tak biasa. Perasaan kosong itu begitu menggangguku, "Akira jangan kau pikirkan apa yang di ucapkannya, dia hanya ingin membuatmu lupa akan dirimu sendiri.. Dia berusaha menyinggung tentang masa lalumu itu." ucap Alvar."Apa kau tidak percaya Akira!? raja kegelapan bisa menghidupkan orang yang telah mati untuk dijadikan pengikutnya. Dengan kata lain temanmu itu sudah di jadikan boneka oleh raja kegelapan untuk menjalani ke inginannya." ujar Cahir."Sudah cukup Cahir, kau terlalu banyak berbual. Apa tujuanmu datang kesini hanya untuk
Sementara itu saat ini suasana semakin mencekam, aku bisa melihat aura kemarahan antara Alvar dan Jugo. Mereka sudah siap menyerang dengan senjatanya masing-masing. "Sebaiknya kita selesaikan saja masalah ini, dari pada kau terus menghalangi perjalanan kami saat ini." tantang Alvar."Kalau itu maumu, aku akan menerimanya. Tapi hari ini aku hanya ingin bertarung dengan Akira, menurutku kau sangat mudah untuk di kalahkan. Sekarang aku ingin menjajal kekuatan dari seorang yang sudah lama di ramalkan untuk menyelamatkan negeri ini." ucap Jugo seakan merendahkan Alvar saat itu.Alvar pun tidak terima karena Jugo sudah meremehkannya saat itu, "Kau jangan banyak bicara Jugo. Kekuatanmu tak sebanding dengan Akira, bahkan kupastikan untuk mengalahkanku pun kau tidak akan sanggup sekarang!" geram Alvar."Aku tidak sepertimu Alvar, kekuatanku sudah terlatih selama ini. Negeri ini bahkan bergantung pada diriku!" ucap Jugo yang semakin congkak."Kalau begitu kau akan
Tetesan air langit kini tiada lagi berhamburan ke bumi. Sang raja cahaya kini mulai menampakkan dirinya yang tersipu malu, terhalang oleh mega. Di balik celah-celah batuan terjal kaki gunung melesat kilatan-kilatan cahaya teduh dan cerah. Menghapus warna hitam di langit saat ini. Pagi telah menyambutku.Suara napasku yang beradu cepat bersama langkah kakiku yang sedang berlari. Ku lewati pohon-pohon besar di depanku. Aku sudah tak peduli bagaimana penampilanku sekarang, yang aku pikirkan adalah bagaimana aku bisa sampai di tujuanku dengan cepat dan selamat."Sebuah danau!" ujar Alvar.Aku dan Alvar menghentikan langkah sementara ketika kami sampai di sebuah sungai di hadapan kami sekarang, kami yang kehausan karena sepanjang hari sudah berlari dan bertarung dengan beberapa musuh di perjalanan pun meminum air dari sungai tersebut, dan menyimpannya sedikit untuk bekal melanjutkan perjalanan."Kita akan beristirahat sebentar disini Alvar!" ujar aku.
Kami mencoba mengobati kekhawatiran dengan menggumamkan beberapa bait lagu tentang musim panen sambil berjalan diantara pohon-pohon ek yang besar dan berlumut. Matahari sudah terbenam sekitar satu jam yang lalu, kegelapan total mulai turun dan bulan muda belum terbit. Kami melihat sekeliling, memasang telinga untuk gerakan atau suara apapun yang tampak berbahaya.Kami tak mendengar apapun selain suara burung hantu dan jangkrik, kami juga tak melihat apapun selain deretan pepohonan dan semak belukar di sekitar tempat itu. kami kembali menggumamkan lagu sampai telinga ini mendengar suara kemeresak tepat di belakang.Secepat kilat kami berbalik, mencabut busur dan sedetik kemudian sebuah anak panah sudah terpasang. Mata kami mengarah tajam kearah belukar dibelakang, darah ini mengalir lebih cepat dalam nadinya, suara degup jantung terdengar bertalu-talu ditelinga sendiri.Perlahan kami mendekati sumber suara dan tiba-tiba belukar itu bergoyang. Kami terlonjak, mena
"Jarak antara tempat ini ke Haven sekitar dua bulan perjalanan jika ditempuh dengan berjalan kaki,” kata Alvar, “Kau tak akan sampai ke Haven tepat waktu tanpa kuda.”Temannya itu tertawa pahit sambil membalik kelinci panggang yang dijerangnya di atas api.“Beruntungnya aku karena kuda yang kubawa dari Yelow Gate terluka parah dan akhirnya mati ketika aku diserang segerombolan Dargo di dekat Creek Hollow,” Bale menggeram dan meludahkan kata Dargo seperti kutukan, “Aku sangat beruntung berhasil membantai sebagian besar dari mereka tanpa terluka. Kuku-kuku mereka seperti dilumuri racun.”Wajah Alvar menjadi semakin suram setelah mendengar cerita rekannya itu. Dargo memang suka membuat onar dan menyerang para pelancong yang melintas di dekat sarang mereka. Namun seingat Alvar jalan besar di Creek Hollow berjarak puluhan league dari Pegunungan Berbatu, dimana gua-gua Dargo berada."Bawalah kepingan uang ini bersamamu, mun
Ketika sudah semakin larut malam, kami memutuskan untuk berhenti dan beristirahat. Karena keadaan di sekitar tempat kami berpijak sekarang tidak memungkinkan untuk melanjutkan perjalanan dikarenakan kabut asap yang semakin tebal, padangan kami benar-benar di butakan karena hal itu. Kami tidak tahu kondisi yang kami lewati di depan bagaimana, tapi melihat kejadian yang terjadi pada Alvar tadi, kemungkinan masih banyak jalan yang berbahaya untuk kami lewati.Aku terperanjat bangun dari tidur setelah mendengar suara lolongan serigala di kejauhan, begitu juga Alvar karena terkejut yang mendengar aku bangun secara tiba-tiba. Kami segera bangkit duduk dari alas tidur dan melingkarkan jari-jari ini di gagang pedang yang tak pernah jauh dari tubuh kami untuk berjaga-jaga. "Ada apa Akira!?" tanya Alvar."Tidak apa, perasaanku tidak enak. Aku kira ada yang memperhatikan kita sekarang." jawab aku.Aku tak pernah menyukai serigala. Terlalu banyak pengalaman buruk tentang me